dikembalikan kepada pemiliknya ; 6.
Membebankan biaya perkara kepada Anak bernama dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding ditetapkan sejumlah Rp.
2.500 dua ribu lima ratus rupiah ;
2. Analisis Putusan Pengadilan Negeri No.02Pid.Sus-Anak2014PN.Bnj
dan Putusan Pengadilan TinggiNo.10Pid.Sus-Anak2014PT.Mdn Anak atau generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang akan kita
andalkan untuk membangun bangsa, negara dan agama pada masa yang akan dating. Adapun anak yang dapat diandalkan tersebut adalah anak yang kuat, pintar
mempunyai ilmu pengetahuan, beriman, serta mempunyai akhlak yang baik. Namun sekarang akhlak anak-anak kian merosot, contoh yang sangat jelas saat ini
adalah terdapat banyaknya anak yang berkonflik dengan hukum. Saat ini anak bukan hanya menjadi korban dari pelaku tindak pidana tetapi juga menjadi pelaku
dari yindak pidana itu sendiri, seperti halnya yang telah terjadi dalam kasus yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini.
Untuk menanggulangi terjadinya kemerosotan kualitas anak sebagai penerus bangsa, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak anak, baik anak yang menjadi korban kejahatan maupun anak yang menjadi pelaku dari
kejahatan itu sendiri. Perlindungan yang diberikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum tersebut seperti adanya perlakuan khusus terhadap anak di
persidangan, dan adanya perbedaan sanksi yang diberikan antara anak dengan orang dewasa, dimana penjara adalah pilihan sanksi pokok yang terakhir yang
Universitas Sumatera Utara
dapat di jatuhkan kepada anak, artinya terdapat upaya untuk melindungi kebebasan anak untuk memperoleh haknya sebagai anak walaupun sedang dalam
menjalankan sanksi. Dalam hal menjalankan tujuan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka peran dari Hakim sangat dibutuhkan, dimana dalam hal ini Hakim diberikan kebebasan untuk memutuskan
sanksi apa yang tepat untuk diberikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Untuk itu Hakim harus mampu untuk memberikan putusan yang adil
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tidak mengesampingkan hak anak tersebut.
Pada dasarnya aturan mengenai sanksi yang diatur didalam KUHP dengan UU SPPA memiliki perbedaan baik secara susunan maupun jenis sanksi
sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP mengatur jenis pidana yang terdiri dari lima Pidana Pokok dan tiga pidana tambahan.
Pidana Pokok, yang terdiri dari : 6.
Pidana Mati; 7.
Pidana Penjara; 8.
Pidana Kurungan; 9.
Pidana Denda; 10.
Pidana Tutupan berdasarkan Undang – Undang RI No. 46 Tahun1946.
Pidana Tambahan, yang terdiri dari : 4.
Pencabutan Hak – hak tertentu;
Universitas Sumatera Utara
5. Perampasan Barang – barang tertentu dan atau tagihan;
6. Pengumuman Putusan Hakim.
Sementara pada Pasal 71 UUSPPA pidana pokok terdiri dari: a.
Pidana Peringatan; b.
Pidana dengan syarat; a.
Pembinaan diluar lembaga; b.
Pelayanan masyarakat, atau; c.
Pengawasan. c.
Pelatihan kerja; d.
Pembinaan dalam lembaga, dan; e.
Penjara. Sedangkan pidana tambahan terdiri atas:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau ;
b. Pemenuhan kewajiban adat.
Sesuai Pasal 10 KUHP, pidana bersyarat tidak termasuk dalam salah satu jenis pidana pokok, pidana bersyarat menurut KUHP adalah pidana yang melekat
pada pidana penjara, sesuai dengan ketentuan Pasal 14 KUHP. Hal ini berbeda dengan UU SPPA yang secara tegas memasukkan pidana dengan syarat
merupakan bagian dari pidana pokok yang merupakan urutan kedua setelah sanksi pidana peringatan. Perbedaan antara pidana bersyarat dalam UU SPPA dan KUHP
juga terletak pada syarat pemberiannya, di mana pada Pasal 73 ayat 1 UU SPPA menyatakan bahwa pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh hakim dalam hal
pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 dua tahun, sedangkan dalam Pasal
Universitas Sumatera Utara
14 a ayat 1 KUHP pada pokoknya menyatakan bahwa pidana bersyarat dapat diberikan apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 1 satu tahun.
Dengan demikian jelas terlihat bahwa terdapat perbedaan antara pidana bersyarat yang terdapat dalam UU SPPA dengan pidana bersyarat yang terdapat dalam
KUHP. Oleh karena itu sesuai dengan asas lex specialis derogat lex generalis untuk penjatuhan sanksi pidana pokok terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum haruslah berdasarkan UU SPPA. Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.02Pid.Sus-Anak2014PN.Bnj,
berdasarkan hasil dari pembuktian di persidangan menyatakan telah terbukti anak melakukan suatu tindak pidana dan dikenakan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang
Republik Indonesia No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Yo Pasal 64 ayat 1 KUHP yaitu setiap orang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetubuhan secara berlanjut. Seluruh unsur pasal terebut sudah terbukti dan terpenuhi sehingga
Hakim dapat memberikan putusan terhadap anak tersebut. Pasal 81 ayat 2 menyebutkan bahwa “ketentuan pidana sebagai mana
dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal 81 ayat 1 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun, dan denda
Universitas Sumatera Utara
paling banyak Rp. 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.
Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Binjai menjatuhkan saksi pidana pokok dengan syarat terhadap anak selama 6 enam bulan dengan syarat khusus
anak harus melakukan pembersihan mesjidmusholla di areal sekitar rumah anak selama 1 satu jam setiap hari selama 1 satu tahun dan menyatakan pidana
tersebut tidak usah dijalani jika kemudian hari ada putusan Hakim lain, disebabkan anak tersebut melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan
selama 1 tahun atau karena anak tersebut selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus tersebut.
Hal-hal yang di analisis dalam putusan ini adalah mengenai: a.
Penjatuhan pidana dengan syarat terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
b. Penjatuhan sanksi denda terhadap anak.
a. Penjatuhan Pidana Dengan Syarat.
Ketentuan pidana dengan syarat Pasal 71 ayat 1 huruf b UU SPPA pada hakikatnya telah dikenal dalam KUHP. Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan
oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama dua tahun. Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat, ditentukan mengenai
syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat, sedangkan syarat
Universitas Sumatera Utara
khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan Hakim dengan memperhatikan kebebasan anak.
Dalam pidana beryarat, masa pidana dengan syarat khusus lebih lama dari masa pidana dengan syarat umum. Jangka waktu masa pidana dengan syarat
paling lama tiga tahun. Selama menjalani masa pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan melakukan
pembimbingan agar pendidikan anak tidak terbengkalai, selama anak menjalani pidana dengan syarat, anak harus mengikuti wajib belajar 9 tahun.
132
9
Pidana dengan syarat dapat dijatuhakan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 dua tahun;
Pada UU SPPA, Pidana dengan syarat ini dilakukan melalui pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan. Kemudian, berdasarkan
ketentuan pasal 73 UU SPPA ditentukan tentang pidana dengan syarat, yaitu:
Pasal 73
10
Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan syarat umum dan syarat khusus;
11
Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah Anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat;
12
Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan
Hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak;
13
Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama dari pada masa pidana dengan syarat umum;
14
Jangka waktu masa pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling lama 3 tiga tahun;
15
Selama menjalani masa pidana dengan syarat, Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan
pembimbingan agar Anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan;
132
Angger Sigit Pramukti, Fuady Primaharsya, Op.Cit, hal. 88
Universitas Sumatera Utara
16
Selama Anak menjalani pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat 7, Anak harus mengikuti wajib belajar 9 sembilan tahun.
Apabila dijabarkan lebih rinci, ketentuan pidana dengan syarat sebagai ketentuan Pasal 73 UU SPPA menentukan beberapa dimensi, yaitu:
e Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan apabila Hakim anak
menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari 2 dua tahun. Pidana dengan syarat harus memenuhi syarat umum yaitu tidak akan
melakukan tindak pidana lagi, terhadap tindak pidana apapun selama menjalani masa pidana dengan syarat. Kemudian syarat khusus yaitu
untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan Hakim anak. Syarat khusus harus tetap memperhatikan
kebebasan anak. f
Jangka waktu batas minimal masa pidana dengan syarat adalah 3 tiga tahun Pasal 73 ayat 6 UU SPPA. Pasal ini tidak menentukan secara
spesifik dan khusus apakah tenggang waktu tersebut dimaksudkan untuk masa pidana dengan syarat umum atau syarat khusus.
Konsekuensi logisnya, tentu harus diinterprestasikan sebagai masa pidana dengan syarat khusus, mengingat masa pidana dengan syarat
khusus tersebut sebagai masa pidana yang lebih lama dengan syarat umum Pasal 73 ayat 5 UU SPPA.
g Pengawasan pidana dengan syarat dilakukan penuntut umum Anak,
sehingga apabila terjadi kegagalan dalam memenuhi syarat umum dan syarat khusus, penuntut umum Anak berkewajiban meminta Hakim
Universitas Sumatera Utara
anak yang memutus perkara pada tingkat pertama untuk memerintahkan agar pidana yang telah dijatuhkan putusan terdahulu harus dijalankan
Pasal 14f KUHP. Oleh karena itu seorang Anak dianggap telah gagal memenuhi syarat umum, jika Anak tersebut telah terbukti melakukan
tindak pidana dalam masa pidana dengan syarat umum dan hal tersebut dibuktikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum dan tetap inkracht van gewijsde. Kemudian seorang anak dianggap telah gagal memenuhi syarat khusus, dan hal ini dibuktikan
dengan putusan Hakim Anak. Berikutnya untuk membantu anak dalam memenuhi sayarat umum dan syarat khusus maka Undang-Undang
mewajibkan kepada pembimbing Kemasyarakatan sebagai pihak yang berkewajiban untuk membantu akan memenuhi syarat umum dan syarat
khusus Pasal 73 ayat 7 UU SPPA. h
Masa pidana dengan syarat dapat melampaui batas usia anak yaitu 18 delapan belas tahun, dan apabila anak gagal dalam memenuhi syarat
umum dan syarat khusus, konsekuensinya pidana dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 86 UU SPPA, yaitu:
1. Anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA dan telah
mencapai umur 18 delapan belas tahun dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda.
2. Dalam hal anak telah mencapai umur 21 dua puluh satu
tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, anak dipindahkan
Universitas Sumatera Utara
ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan memeperhatikan kesinambungan pembinaan anak
3. Dalam hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda,
kepala LPKA dapat memindahkan anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ke lembaga pemasyarakatan dewasa
berdasarkan rekomendasi dari pembimbing Kemasyarakatan.
133
Dalam hal ini Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Binjai menjatuhkan saksi pidana pokok dengan syarat terhadap anak selama 6 enam bulan dengan
syarat khusus anak harus melakukan pembersihan mesjidmusholla di areal sekitar rumah anak selama 1 satu jam setiap hari selama 1 satu tahun dan menyatakan
pidana tersebut tidak usah dijalani jika kemudian hari ada putusan hakim lain, disebabkan anak tersebut melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan
selama 1 tahun atau karena anak tersebut selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus tersebut.
Pada putusan Hakim Pengadilan Negeri Binjai tersebut terdapat suatu kerancuan, di mana pada putusan tersebut terdapat kalimat “menjatuhkan saksi
pidana pokok dengan syarat terhadap anak selama 6 enam bulan”, yang mana pada putusan tersebut tidak disebutkan jangka waktu 6 bulan tersebut merupakan
jangka waktu untuk apa atau untuk jenis pidana pokok yang mana, sehingga menjadikan putusan hakim tersebut memiliki kerancuan di dalam amar
putusannya.
133
Lilik Mulyadi, Op.Cit. hlm. 168-170
Universitas Sumatera Utara
Apabila hakim ingin menyatakan jangka waktu 6 bulan tersebut adalah pidana pokok penjara dengan tujuan agar dasar hukum yang digunakan hakim
dalam menjatuhkan pidana dengan syarat telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 73 ayat 1 UU SPPA terlihat dengan jelas, maka hakim seharusnya juga
menyatakan secara jelas bahwa anak juga dijatuhi pidana penjara dengan jangka waktu 6 enam bulan, sehingga amar putusan hakim seharusnya berbunyi:
1. Menyatakan anak yang bernama Muhammad Riva’i telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya “ ;
2. Menjatuhkan pidana penjara kepada anak selama 6 enam bulan;
3. Menjatuhkan pidana dengan syarat terhadap dengan syarat khusus anak
harus melakukan pembersihan mesjid musholla di areal sekitar rumah anak selama 1 jam setiap hari selama 1 satu tahun;
4. Menyatakan pidana penjara tersebut tidak usah dijalani kecuali jika
dikemudian hari ada putusan Hakim lain, disebabkan karena anak tersebut melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan
selama 1 tahun, atau karena anak tersebut selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus tersebut;
5. Menyatakan barang bukti berupa : 1 satu unit sepeda motor merk
Suzuki Smash warna hijau BK-2714-RS beserta kunci sepeda motor, dikembalikan kepada pemiliknya;
6. Menetapkan anak dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000,-
seribu rupiah.
Universitas Sumatera Utara
Dari sanksi pidana yang diberikan Hakim Pengadilan Negeri Binjai tersebut dapat dilihat bahwa hakim anak tersebut telah berupaya untuk
melaksanakan perlindungan terhadap hak anak sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU SPPA, hal ini dapat dilihat dari dasar hukum yang digunakan hakim
dalam menjatuhkan sanksi pidana dengan syarat kepada anak telah berdasarkan Pasal 71 ayat 1 huruf b angka 2 UU SPPA yaitu pidana dengan syarat dimana
syarat yang diberikan adalah pelayanan masyarakat dan dalam menjatuhkan pidana dengan syarat tersebut pada dasarnya juga telah sesuai dengan ketentuan
pada Pasal 73 ayat 1 UU SPPA, hanya saja hakim melakukan sebuah kelalaian yaitu tidak teliti dalam merumuskan amar putusannya sehingga menjadikan
putusannya tidak jelas atau rancu. Syarat khusus berupa kewajiban anak untuk melakukan pembersihan
MesjidMusholla di areal sekitar rumah anak selama 1 jam setiap hari selama 1 satu tahun yang diberikan hakim tersebut pada dasarnya sudah tepat dan sudah
berdasarkan pada asas peradilan pidana anak yang terdapat pada Pasal 2 UU SPPA, karena dengan adanya syarat khusus tersebut maka anak dapat terhindar
dari sanksi yang dapat merampas kebebasan anak dalam melangsungkan hidup dan tumbuh kembangya. Sanksi tersebut juga akan menimbulkan efek jera
terhadap anak dan juga sebagai cara untuk memberikan pendidikan kepada anak mengenai tanggung jawab atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Selanjutnya, pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi terkait Putusan Pengadilan Tinggi
No.10Pid.Sus-Anak2014PT.Mdn., Hakim menerima permintaan banding pihak penuntut umum. Dimana dalam pertimbangan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan Hakim Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa pidana yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama adalah rancu dan kurang tepat karena mencampur
adukkan antara pidana pokok dengan syarat sebagaimana diatur dalam pasal 73 ayat 4 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana
Anak dengan pidana percobaan yang diatur dalam KUHP, karena menurut ketentuan yang dapat dijatuhkan pidana percobaan hanyalah pidana perampasan
kemerdekaan sebagai mana diatur dalam Pasal 14 huruf a ayat 1 KUHP. Berdasarkan pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi tersebut, dapat
diketahui bahwa Hakim Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa terdapat kerancuan dan ketidak tepatan Hakim Pengadilan Negeri Binjai dalam merumuskan pasal
yang digunakan dalam menjatuhkan sanksi kepada anak, dimana Hakim Pengadilan Tinggi berpandangan bahwa penggunaan Pasal 73 ayat 4 Undang-
Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak dapat dicampuradukkan dengan Pasal 14 huruf a ayat 1 KUHP mengenai pidana
percobaan, karena pada dasarnya yang menjadi poin utama Pasal 14 huruf a ayat 1 KUHP yaitu, yang dapat dijatuhkan pidana percobaan hanyalah terhadap
pidana perampasan kemerdekaan. Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi yang menyatakan bahwa Hakim
Pengadilan Negeri dalam putusannya telah mencampuradukkan antara ketentuan dalam UU SPPA dengan KUHP adalah sudah tepat, karena seharusnya Hakim
Pengadilan Negeri di dalam pertimbangannya tidak memasukkan lagi Pasal 14 huruf a ayat 1 KUHP tersebut. Kalau memang hendak menjatuhkan pidana
bersyarat sesuai Pasal 71 jo Pasal 73 UU SPPA cukup berdasarkan Pasal 73 ayat
Universitas Sumatera Utara
1 UU SPPA. Karena terdakwa adalah anak dibawah umur yang ketentuannya berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalsi harus menggunakan ketentuan
UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU SPPA. Selanjutnya Hakim Pengadilan Tinggi menjatuhkan pidana penjara dengan
masa percobaan dengan memandang dari sudut kepentingan anak, maka diharapkan dalam masa percobaan tersebut anak harus menahan diri dan menjadi
manusia yang lebih baik dengan tidak melakukan perbuatan yang dapat dipidana karena apabila syarat tersebut dilanggar anak wajib menjalankan pidana penjara
sebagimana yang telah ditentukan, sebaliknya apabila anak tidak melakukan perbuatan yang dapat dipidana maka anak akan terbebas melaksanakan pidana
penjara tersebut, dengan demikian anak masih berkesempatan untuk mengikuti pendidikan. Sedangkan dipandang dari sudut kepentingan anak korban dengan
pidana penjara dengan masa percobaan yang cukup lama dijatuhkan pada anak tersebut, secara psikologis akan mendatangkan rasa aman dan hilangnya rasa
trauma yang di deritanya. Dari pertimbangan Hakim diatas terlihat bahwa Hakim Pengadilan Tinggi
dengan putusannya tersebut bukan menjatuhkan pidana bersyarat seperti yang dimaksud dalam jenis sanksi pidana yang terdapat pada Pasal 71 jo Pasal 73 UU
SPPA, tetapi Hakim Pengadilan Tinggi menerapkan jenis pidana pokok penjara, namun dikenakan pidana percobaan seperti yang diatur dalam Pasal 14 huruf a
KUHP, karena Hakim Pengadilan Tinggi dalam amar putusannya sama sekali tidak ada menjatuhkan salah satu dari 3 tiga bentuk pidana bersyarat yang
dimaksud dalam Pasal 71 huruf b UU SPPA, yaitu
Universitas Sumatera Utara
1. Pembinaan diluar lembaga;
2. Pelayanan masyarakat, atau;
3. Pengawasan.
Dalam hal untuk memberikan pembelajaran terhadap anak dan untuk memperbaiki ahklak anak haruslah dengan memberikan suatu sanksi yang selain
membe rikan batasan terhadap anak agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat dipidana namun juga harus memberikan sanksi yang mampu untuk
memberikan pembelajaran serta mampu untuk membentuk ahklak anak menjadi lebih baik lagi seperti syarat khusus pembersihan mesjidmushollah yang
diberikan oleh Pengadilan Negeri terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Berdasarkan pertimbangan hakim-hakim tersebut diketahui bahwa Hakim
Pengadilan Negeri pada dasarnya hendak menerapkan pidana bersyarat berdasarkan Pasal 71 jo Pasal 73 UU SPPA dengan syarat pelayanan masyarakat
dengan memberikan kewajiban terhadap anak untuk membersihkan Masjid atau Mushollah, tetapi terdapat ketidaktelitian dalam menyebutkan jangka waktu yang
6 enam bulan tersebut pidana apa, apakah pidana penjara atau pidana bersyarat sesuai dengan Pasal 14 huruf a KUHP, sedangkan Hakim Pengadilan Tinggi
menerapkan pidana penjara tetapi tidak dijalankan karena dijatuhi pidana bersyarat atau percobaan sesuai dengan Pasal 14 a KUHP.
b. Penerapan Sanksi Denda Terhadap Anak Yang Dikenakan Sanksi Berupa
Denda. Pasal 71 ayat 3 UUSPPA menyatakan bahwa “apabila didalam hukum
materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda
Universitas Sumatera Utara
diganti dengan pelatihan kerja”. Hal tersebut menjelaskan bahwa aturan yang memberikan pidana denda terhadap anak akan digantikan dengan pelatihan kerja,
dengan kata lain Pasal 71 ayat 3 menyatakan bahwa jika terdapat ketentuan yang memberikan sanksi pidana denda terhadap anak, maka anak tidak perlu membayar
denda melainkan anak diharuskan untuk melaksanakan pelatihan kerja. Selanjutnya dapat dilihat perbedaan bagaimana hakim pada Pengadilan
Negeri dan hakim pada Pengadilan Tinggi dalam merumuskan sanksi terhadap anak, dimana pada Pengadilan Negeri menjatuhkan sanksi pidana berupa pidana
pokok dengan syarat terhadap anak selama 6 enam bulan dengan syarat khusus anak harus melakukan pembersihan mesjidmusholla di areal sekitar rumah anak
selama 1 jam setiap hari selama 1 satu tahun. Sementara hakim pada Pengadilan Tinggi menjatuhkan sanksi berupa pidana penjara selama 1 satu tahun dan
menyatakan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali dikemudia hari ada putusan hakim lain sebelum masa percobaan selama 2 dua tahun usai dan
menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp.60.000.000,00 enam puluh juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan wajib latihan
kerja selama tiga bulan. Pidana denda yang terdapat didalam Pasal 81 ayat 1 UU No.23 Tahun
2002 tersebut tidak terdapat pada rumusan sanksi yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri, artinya terdapat suatu kelalaian lagi yang dilakukan oleh
Hakim Pengadilan Negeri. Berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat 1 UU No.23 Tahun 2002, sudah semestinya hakim juga menjatuhkan pidana denda di dalam
putusannya dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan
Universitas Sumatera Utara
wajib latihan kerja selama tiga bulan. Hal tersebutlah yang menjadi kekurangan di dalam rumusan sanksi yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri, namun hal
tersebut terdapat di dalam rumusan sanksi yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi. Sehingga dapat diketahui bahwa amar putusan yang dijatuhkan terhadap
anak yang berkonflik dengan hukum seharusnya adalah sebagai berikut : 1.
Menyatakan anak yang bernama Muhammad Riva’i telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan
sengaja membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya “ ; 2.
Menjatuhkan pidana penjara kepada anak selama 6 enam bulan; 3.
Menjatuhkan pidana dengan syarat terhadap dengan syarat khusus anak harus melakukan pembersihan mesjid musholla di areal sekitar rumah
anak selama 1 jam setiap hari selama 1 satu tahun; 4.
Menyatakan pidana penjara tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan Hakim lain, disebabkan karena anak
tersebut melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun, atau karena anak tersebut selama masa percobaan tidak
memenuhi syarat khusus tersebut; 5.
Menjatuhkan pula terhadap anak tersebut dengan pidana denda sejumlah Rp.60.000.000.- enam puluh juta rupiah dengan ketentuan
apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja selama 3 tiga bulan ;
6. Menyatakan barang bukti berupa : 1 satu unit sepeda motor merk
Suzuki Smash warna hijau BK-2714-RS beserta kunci sepeda motor,
Universitas Sumatera Utara
dikembalikan kepada pemiliknya; 7.
Menetapkan anak dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1.000,- seribu rupiah.
Universitas Sumatera Utara
155
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan