perlindungan anak pelaku tindak pidana salah satunya adalah United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice Beijing
Rules.
b. United Nations Standard Minimum Rules for the Administration
of Juvenile Justice Beijing Rules. Beijing Rules disetujui pada tanggal 6 September 1985 dan menjadi
Resolusi PBB pada tanggal 29 November 1985 dalam Resolusi 4033. Isi dari Beijing Rules terdiri dari 6 enam bagian, dimana bagian I berisi tentang Asas
Umum, Bagian II mengenai penyelidikan dan penuntutan, bagian III berisi tentang Adjudikasi dan Deposisi, bagian IV mengenai Pembinaan di luar Lembaga,
bagian ke V mengenai Pembinaan dalam Lembaga, bagian VI mengenai Penelitian, Perencanaan dan Evaluasi.
Bagian I : General Principles Asas Umum Bagian ini secara umum berisi tentang perlunya kebijakan sosial
komprehensif yang bertujuan untuk mendukung tercapainya sebesar mungkin kesejahteraan anak, yang pada gilirannya akan mengurangi campur tangan sistem
peradilan anak.
71
71
Ibid, hlm. 109
Artinya kebijakan sosial yang diatur dalam bagian ini benar- benar bertujuan untuk memberikan kesejahteraan terhadap anak, hal tersebut
dapat tercapai apabila dilakukan dengan mendekatkan atau melibatkan anak dengan sistem peradilan pidana anak terhadap anak pelaku tindak pidana. Sistem
peradilan anak yang penerapannya tidak dihindarkan akan memberikan dampak
Universitas Sumatera Utara
kerugian kepada anak, dan ini mengakibatkan tidak tercapainya kesejahteraan anak tersebut.
Bagian ini menegaskan pula akan peranan peradilan anak, ia tidak lain merupakan bagian integral dari keadilan sosial anak,
72
Peradilan anak sebagai bagian dari upaya perwujudan kesejahteraan anak dilaksanakan atas dasar Asas Proporsionalitas.
dalam hal ini batasan umur anak akan sangat bergantung pada sistem hukum negara anggota pada satu pihak
dan kondisi ekonomi, sosial politik dan budaya masyarakat pada lain pihak, oleh karena itu batasan anak dirumuskan secara relatif. Perumusan batasan mengenai
pengkategorian perbuatan-perbuatan anak yang dapat dipidana hendaknya lebih luas dari batasan pidana dewasa, misalnya dengan memasukkan perbuatan bolos
sekolah, berbicara yang tidak sopan yang sebenarnya mengarah kepada penghinaan, ketidak taatan dengan peraturan sekolah, dan sebagainya.
Rule 4 secara singkat menerangkan bahwa batas usia pertanggungjawaban pidana masih dipengaruhi dengan berbagai aspek sejarah, budaya, dan
perkembangan zaman modern, namun yang terpenting bahwa batas usia pertanggung jawaban pidana anak tidak ditentukan terlalu rendah apalagi tidak
ditentukan sama sekali.
73
72
Ibid
73
Ibid, hlm. 110
Asas ini mengarah pada pembatasan pemberian sanksi yang bersifat penekanan terhadap anak, melainkan
untuk meningkatkan agar tanggapan dan reaksi masyarakat yang sesuai terhadap pelaku perbuatan anti sosial. Tanggapan dan reaksi masyarakat hendaknya sesuai
dengan memperhatikan lingkungan anak, yakni status sosial, keadaan keluarga,
Universitas Sumatera Utara
dan faktor lain penyebab anak melakukan tindak pidana, bukanlah hanya sebatas penilaian terhadap perbuatan yang dilakukan anak.
Rule 6 memberikan penjelasan secara ringkas bahwa tujuan peradilan anak dengan proporsionalitas secara operasional diperankan oleh aparat penegak
hukum, dalam konteks ini kepada para aparat penegak hukum diberikan kewenangan seluas mungkin dan dalam segala pemeriksaan mengupayakan
diskresi. Anak selama dalam proses peradilan, hak-haknya harus dilindungi, seperti
misalnya asas praduga tak bersalah, hak untuk memahami tuduhan, hak untuk diam, hak untuk menghadirkan orang tua atau wali, hak untuk bertemu
berhadapan dan menguji silang kesaksian atas dirinya dan hak untuk banding.
74
Penanganan anak di tingkat penyelidikan dan penuntutan harus dihindari dari sikap yang mengarah kepenekanan terhadap anak seperti pernyataan yang
bersifat gertakan bernada keras maupun tindakan kekerasan kontak fisik, agar tidak menimbulkan ketakutan dari dalam diri anak. Diversi pengalihan, suatu
mekanisme yang memungkinkan anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses pelayanan sosial diprioritaskan, karena keterlibatan anak dalam proses
peradilan telah mengalami proses stigmatisasi. Perlindungan terhadap privasi anak juga diatur dalam hal ini guna menghindari
stigmatisasi terhadap anak oleh masyarakat. Bagian II : Penyelidikan dan Penuntutan
75
74
Ibid, hlm.111
75
Ibid.
Bagian II ini secara tersirat
Universitas Sumatera Utara
menyarankan agar setiap proses pemeriksaan terhadap anak pelaku tindak pidana khususnya di kepolisian, dibentuk kesatuan kepolisian yang terlatih dalam
melayani dan menangani anak, yang benar-benar bersifat melindungi anak. Bagian III : Adjudikasi dan Disposisi
Proses Adjudikasi dan Disposisi, memberikan syarat penting yang wajib untuk diperhatikan ialah menjadikan laporan penyelidikan sosial anak, prinsip dan
pedoman penyelesaian perkara dan penempatan anak sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian dan penetapan sanksi. Satu asas penting yang harus diingat
dengan kaitan ini ialah, penempatan anak di dalam lembaga koreksi penjara hendaknya ditempatkan sebagai usaha terakhir, itupun hanya untuk jangka
pendek. Penahanan anak semata-mata karena alasan penundaan sidang dihindarkan. RULE 19-20.
76
Pembinaan dalam lembaga diarahkan agar pembinaan tidak bersifat umum, melainkan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya anak
bersangkutan individualisasi pembinaan penyediaan tenaga medis, ahli jiwa, Bagian IV dan V : Pembinaan Luar dan Dalam Lembaga
Penempatan anak di luar lembaga dan didalam lembaga harus tetap pada konteks untuk pembinaan. Pembinaan di luar lembaga tetap harus disiapkan
secara matang dan sistematis dengan melibatkan peran lembaga-lembaga kesejahteraan anak dengan petugas yang berkualitas.
76
Ibid, hlm 112
Universitas Sumatera Utara
khusus bagi anak pecandu narkotika.
77
C. Penjatuhan Sanksi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum