Pasal 121
1. Pembinaan anak dalam LPKA dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian
kemasyarakatan yang diawali dengan asesmen risiko dan asesmen kebutuhan.
2. Pembinaan sebagaiman dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 3.
Pembimbing kemasyarakatan melakukan : a.
Penentuan program pendidikan dan pembinaan; dan b.
Evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan dan Pembinaan Anak.
4. Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program
sebagaimana dimaksud pada ayat 3.
122
2. Perumusan Pidana Tambahan
Pidana tambahan merupakan pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat 2 UU SPPA. Pidana tambahan ini dapat berupa perampasan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat. Dari perspektif hukum pidana, substansi pidana tambahan adalah merupakan pidana
yang bersifat aksesoris, dalam artian melekat pada pidana pokok dan tidak dapat dijatuhkan secara parsial, dalam artian terlepas dan tersendiri dari pidana
pokok
123
a Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
, yang selanjutnya akan dijabarkan sebagai berikut :
Dari aspek teknis yuridis terminilogi perampasan merupakan terjemahan dari istilah Belanda “verbeurd verklaring” sebagai pidana tambahan yang dapat
dijatuhkan hakim disamping pidana pokok.
124
122
Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 178
123
Ibid . hlm. 179
124
Ibid., hlm.139
Universitas Sumatera Utara
Pengertian perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana adalah mencabut dari orang yang memegang keuntungan dari tindak pidana
yang dioeroleh demi kepentingan negara. Sebagai contohnya seorang anak mencuri sebuah handphone, handphone tersebut kemudian dijual dan uang hasil
penjualan digunakan untuk modal jual-beli saham. Dalam jual-beli saham tersebut juga diperoleh laba. Dalam kasus tersebut, barang yang dapat
dirampas adalah saham yang dibeli oleh pelaku tindak pidana dan laba yang diperoleh saat jual beli saham.
125
Akan tetapi, hampir Identik dengan konteks diatas ketentuan Pasal 7 ayat 1 huruf e UU Nomor 7drt1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf d UU Dalam hukum positif Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 10 huruf b
angka 2 KUHP dipergunakan terminologi perampasan barang-barang tertentu, dan apabila dianalisis lebih mendalam tujuan dan bentuknya hampir identik
dengan perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana. Akan tetapi dalam hukum positif ius contitutumius operatum terutama terhadap tindak
pidana khusus yang lain dipergunakan terminologi perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
Pada ketentuan Pasal 119 huruf a UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 164 huruf b UU No 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dipergunakan terminologi, “perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.”
125
Angger Sigit Pramukti Fuady Primaharsya, Op.Cit, hlm 91
Universitas Sumatera Utara
Nomor 31 Tahun 1999 jo Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mempergunakan terminologi,”penghapusan seluruh atau sebagai
keuntungan tertentu”. Kemudian mengenai pidana tambahan dalam ketentuan Pasal 71 ayat 2
huruf a UU SPPA ini tentang perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, ketentuan Pasal 122 RPP UU SPPA menentukan lebih lanjut
bahwa : 1
Selain Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, Hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan kepada anak berupa:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. Pemenuhan kewajiban adat.
2 Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat digunakan untuk melaksanakan pembayaran ganti kerugian kepada korban atau ahli warisnya.
Pada hakikatnya, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana merupakan bentuk perampasan aset pelaku tindak pidana. Konvensi PBB
Anti Korupsi 2003 United Nations Convention Againts Corruption 2003 yang diratifikasi pemerintah Republik Indonesia dengan UU Nomor 7 Tahun 2006
mewajibkan kepada negara-negara peserta mengambil langkah-langkah dalam sistem
peraturan perundang-undangan mengatur pembekuan freezing,
perampasan seizure dan penyitaan confiscation sebagaimana ketentuan Pasal 31 ayat 8 KAA 2003 yang selengkapnya berbunyi, bahwa “ satates parties may
consider the possibility of requiring that an offender demonstrate the lawful origin of alleged procced of crime og other property liable to confiscation, to the extent
that such a requirement is consistent with fundamental principles of their domestic law and with the nature of judicial and other proceedings”.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan pembekuan freezing, perampasan seizure dan penyitaan confiscation sebagaimana ketentuan Pasal 31 ayat 8 KAA 2003 bukan saja
diatur dalam hukum Indonesia, akan tetapi pada Negara Australian, Selandia Baru, Amerika Serikat, Belgia maupun Belanda juga mengatur kewenangan
negara dalam hukum nasional melakukan freezing, seizure dan confiscation.
126
b Pemenuhan Kewajiban Adat
Yang dimaksud dengan kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati
harkat martabat anak serta tidak membahayakan fisik dan mental.
127
1. Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dapat dijatuhkan
oleh hakim dengan memperhatikan hukum adat yang hidup dalam masyarakat tempat anak berdomisili.
Berdasarkan penjelasan Pasal 71 ayat 2 huruf b UU SPPA, bahwa pemenuhan kewajiban
adat yaitu denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap, menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak
membahayakan kesehatan fisik dan mental. Lebih lanjut mengenai pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban
adat diatur dalam Pasal 123 dan 124 RPP UU SPPA selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 123
2. Pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum
yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan pidana pokok atau yang diutamakan, jika tindak pidana yang
dilakukan memang merupakan tindak pidana menurut hukum adat setempat.
126
Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm.181
127
Angger Sigit Pramukti Fuady Primaharsya, Op.Cit, hlm. 91
Universitas Sumatera Utara
3. Kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam
masyarakat diganti dengan pidana pelatihan kerja atau pidana ganti kerugian, jika kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup
dalam masyarakat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh anak.
Pasal 124
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana tambahan diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri.
128
3. Perumusan Sanksi Tindakan