25 dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1 yaitu ditimbang 1 g
sediaan dilarutkan dalam beker glass hingga 100 ml aquades. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali pada krim terhadap masing-masing konsentrasi Rawlins,
2003. Nilai pH diamati sebelum dan sesudah penyimpanan. Nilai pH penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan agar tidak mengiritasi kulit.
Sehingga pH sediaan kosmetik harus sesuai dengan pH fisiologis “mantel asam” kulit, mantel asam kulit merupakan lapisan tipis lembab yang bersifat asam,
lapisan ini merupakan lapisan perlindungan pertama kulit yang berfungsi sebagai penyangga untuk menetralisir bahan kimia yang terlalu asam atau terlalu alkalis,
semakin alkalis atau semakin asam bahan yang mengenai kulit akan semakin sulit untuk menetralisirnya sehingga kulit menjadi kering, pecah-pecah, sensitif dan
mudah terkena infeksi. Uji pH bertujuan untuk melihat kesesuaian keasaman dari sediaan dengan pH kulit yang mempunyai rentang 4,5-7,0 Wasitaatmadja, 1997.
3.5.5 Pengamatan stabilitas sediaan
Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik, ditutup bagian atasnya dengan plastik. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat
sediaan telah selesai dibuat, penyimpanan dilakukan selama 12 minggu pada temperatur kamar, bagian yang diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna
dan bau dari sediaan.
3.6 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan
Percobaan ini dilakukan pada 6 orang sukarelawan menggunakan formula dengan konsentrasi ekstrak tertinggi yaitu 10 dengan cara mengoleskan sediaan
pada kulit lengan bawah bagian dalam selama 2 hari berturut-turut pada pagi dan
Universitas Sumatera Utara
26 malam hari Wasitaatmadja, 1997. Reaksi yang diamati adalah terjadinya eritema
dan edema. Menurut Barel, dkk 2001, indeks iritasi primer dengan skor Federal Hazardouz Substance Act :
3.7 Penentuan Nilai SPF
3.7.1 Penyiapan sampel
Penentuan efektivitas tabir surya dilakukan dengan menentukan nilai SPF secara in vitro dengan alat spektrofotometer UV-Vis. Sebanyak 1 gram sampel
ditimbang seksama kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan etanol 96, lalu disaring dengan kertas saring. 10 mL filtrat
pertama dibuang. Sebanyak 5,0 mL dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan dengan etanol 96. Sebanyak 5,0 mL aliquot dipipet,
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL kemudian diencerkan dengan etanol 96
Setiawan, 2010. 3.7.2 Penentuan nilai SPF
Nilai SPF dihitung dengan menggunakan persamaan Mansur. Spektrum serapan sampel diperoleh dengan menggunakan spektrofotomoter UV-Vis pada
panjang gelombang 290 - 400 nm dengan menggunakan etanol sebagai blanko. Nilai serapan dicatat setiap interval 5 nm dari panjang gelombang 290 sampai 320
nm. Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan EE × I untuk masing-masing interval. Nilai EE × I tiap interval dapat dilihat pada lampiran. Jumlah EE × I
Erythema Edema
Tidak eritema Tidak edema
Sangat sedikit eritema 1
Sangat sedikit edema 1
Sedikit eritema 2
Sedikit edema 2
Eritema sedang 3
Edema sedang 3
Eritema sangat parah 4
Edema sangat parah 4
Universitas Sumatera Utara
27 yang diperoleh dikalikan dengan faktor koreksi akhirnya diperoleh nilai SPF dari
sampel yang diuji Dutra, dkk., 2004.
SPF
spectrophotometric
= CF x
∑ ��
λ� �
��� ���
λ� ��� λ
Keterangan : CF
= Faktor Koreksi 10 EE
= Spektrum Efek Erytemal I
= Spektrum Intensitas dari Matahari Abs
= Absorban dari sampel Nilai EE x I adalah konstan, dimana nilainya sudah ditetapkan Dutra, dkk.,
2004. Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai SPF yang bermakna antar
formula dilakukan uji statistic dengan program SPSS Statistical Package for the Social Sciences dengan taraf tingkat kepercayaan 95, dan untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan yang signifikan efektivitas sediaan.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Organoleptis Sediaan