Karakterisasi Edible Film Kosmetik

b. Karakterisasi Edible Film

2.5.1 Fourier Transform Infrared FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik REM. Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain Sudarmadji, 1989. Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat- sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang versus transmitasi. Menurut Sastrohamidjojo 1992, panjang gelombang yang diserap oleh berbagai tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berbeda.Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra inframerah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa tersebut Mulja, M. 1995. Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100T dalam keadaan ideal. Bila Universitas Sumatera Utara suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana T menunjukkan angka 100 atau hampir 100 disebut garis dasar baase line, yang didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas Fessenden, 1992.

2.5.2. Scanning Electron Microscope SEM

Scanning Electron Microscope SEM dikembangkan untuk mempelajari secara langsung struktur permukaan, mikrostruktur, dan morfologi bahan. Alat SEM yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS Energy Dispersive Spectroscopy. EDS dihasilkan dari Sinar-X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Scanning Electron Microscope SEM merupakan sejenis mikroskop yangmenggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resoles itinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur termasuk porositasdan bentuk retakan benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi dilensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray Tube CRT sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar. Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan coating cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antaralain: Universitas Sumatera Utara 1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan. 2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam.Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt. 3. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan. Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground. Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap dipermukaan spesimen. Gunawan dan Azhari, 2010.

2.5.3 Uji Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum E maks yang digunakan untuk memutuskan specimen bahan dibagi dengan luas penampang awal A o . Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan gaya per satuan luas, maka bahan akan mengalami perpanjangan regangan. Kurva tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan wirjosentono, 1996. Universitas Sumatera Utara

2.6 Mikrobiologi Pangan

Dokumen yang terkait

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 0 2

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

1 3 6

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 18

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 13

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 2

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 6

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

1 3 18

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 3

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

0 0 24