20
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak etanol daun Afrika dalam bentuk
sediaan obat kumur terhadap aktivitas antibakteri dari bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Ekstrak etanol daun Afrika dengan berbagai
konsentrasi ditentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum KHM, kemudian setelah didapat KHM dari ekstrak tersebut diformulasikan ke dalam bentuk
sediaan obat kumur dengan konsentrasi sebesar 0, 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 9, dan dilakukan pemeriksaan terhadapsediaan meliputi uji stabilitas sediaan,uji pH
selama 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar, dan uji aktivitas antibakteri dari sediaan obat kumur tersebut. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Kosmetologi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, alat maserasi, alat pemutar uap Haake D, alat penetapan kadar air, aluminium foil,
otoklaf Fison, botol kaca, benang wol, blender, lampu bunsen, cawan penguap yang berdasar rata, cawan petri, inkubator Memmert, jangka sorong, jarum ose,
kapas steril, kasa steril, kertas perkamen, laminar airflow cabinet Astec HLF 1200 L, lemari pendingin Toshiba, lemari pengering, mikroskop, mikro pipet
Eppendorf, neraca kasar Ohanus, neraca analitik Mettler AE 200, oven Gallenkamp, penangas air, pencadang kertas, pH meter Eco Testr, pinset,
pipet tetes,spatula, tisu, dan vial.
Universitas Sumatera Utara
21
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, daun Afrika, etanol 96 Merck, nutrient agar Merck, nutrient broth Merck, bakteri
Staphylococcus aureus KCCM 11764, bakteri Steptococcus mutans ATCC 25175, dimetil sulfoksida DMSO, larutan BaCl
2
1,175, larutan H
2
SO
4
1, gentian violet, lugol, minyak emersi, safranin, sakarin, tween 80, peppermint oil, larutan
dapar asam pH 4,01 Hanna, larutan dapar standar netral pH 7,01 Hanna, bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa berasal dari Merck, kecuali
dinyatakan lain: alfa naftol, asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, besi III klorida, bismut III nitrat pekat, n-heksan,
iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform, metanol, kristal natrium hidroksida, raksa II klorida, serbuk magnesium, timbal II asetat, amil alkohol,
dan toluen.
3.3 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengambilan bahan, identifikasi tumbuhan, dan pembuatan simplisia daun Afrika.
3.3.1 Pengambilan bahan
Metode pengambilan bahan dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan bahan yang sama dari daerah lain. Daun Afrika diambil
di daerah Galang, Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam MIPA Universitas
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
22
3.3.3 Pembuatan simplisia
Bahan baku daun Afrika tua yang masih segar dikumpulkan, dicuci bersih di bawah air mengalir, ditiriskan, dan ditimbang berat basahnya. Daun Afrika
selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering, kemudian diblender sampai diperoleh serbuk simplisia, ditimbang berat keringnya dan disimpan dalam
wadah plastik yang tertutup rapat.
3.4 Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam akuades hingga volume 100 ml Ditjen POM RI, 1979.
3.4.2 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan akuades hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1979.
3.4.3 Pereaksi besi III klorida 1
Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1995.
3.4.4 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam akuades, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan akuades
hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1995.
3.4.5 Pereaksi Dragendorff
Campur 20 ml larutan bismut nitrat P 40 dalam asam nitrat P dengan 50 ml larutan kalium iodida P 54,4 hingga memisah sempurna, ambil larutan
jernih, encerkan dengan akuades hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
23
3.4.6 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 ml etanol 96. Kemudian tambahkan 5 ml asetat anhidrida, dinginkan Ditjen POM RI,1995.
3.4.7 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,35 g raksa II klorida dilarutkan dalam 60 ml akuades. Pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml akuades, keduanya
dicampurkan, dan ditambahkan akuades hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1995.
3.4.8 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml Ditjen POM RI, 1995.
3.4.9 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1979.
3.4.10 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam akuades bebas karbondioksida hingga 100 ml Ditjen POM RI, 1995.
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut
etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam Ditjen POM RI, 1995; WHO, 1992.
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar, ukuran, bau, rasa serta warna dari simplisia.
Universitas Sumatera Utara
24
3.5.2 Penetapan kadar air
a. Penjenuhan toluen Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu
ditambahkan 2 ml akuades, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit,
kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. b. Penetapan kadar air simplisia
Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen
mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik.
Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada
suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air
yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1992.
3.5.3 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml akuades-kloroform 2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 L
dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering di
dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
25
3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
3.5.5 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600
o
C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara Depkes RI, 1995.
3.5.6 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan, dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
26
3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Afrika
Sebanyak 500 g simplisia yang telah diserbukkan dimasukkan ke dalam wadah tertutup, lalu dimaserasi dengan 3750 ml pelarut etanol 80 selama 5 hari
terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, lalu diserkai, diperas dengan kain flanel. Lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga
diperoleh seluruh sari sebanyak 5000 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuang. Maserat diuapkan dengan bantuan alat pemutar uap pada temperatur
tidak lebih 40°C dan diperoleh ekstrak kental Ditjen POM RI, 1979.
3.7 Skrining Fitokimia Ekstrak