Hasil Identifikasi Tumbuhan Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Daun Afrika Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Afrika

36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam MIPA Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan daun Afrika Vernoniaamygdalina Delile suku Asteraceae dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 54.

4.2 Hasil Karakterisasi Daun Afrika

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik dari daun Afrika segar yaitu bentuk daun oval-elips, ujung dan pangkal daun meruncing, susunan tulang daun menyirip, tepi daun bergerigi dan kasar, permukaan berambut sangat halus, panjang 15 cm - 19 cm, lebar 5 cm - 8 cm, berwarna hijau muda dan rasanya pahit, dan diikuti rasa manis. Gambar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 58. Simplisia daun Afrika dicirikan dengan daun berwarna hijau kecoklatan, panjang 12 cm - 16 cm, lebar 3,5 cm - 5 cm, rasa pahit, dan berbau khas. Serbuk simplisia berwarna hijau kecoklatan dan berbau khas. Gambar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 59.

4.2.2 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia

Universitas Sumatera Utara 37 Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu yang tidak larut asam pada serbuk simplisia daun Afrika dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Data karakterisasi simplisia daun Afrika No Parameter Simplisia 1 Kadar air 7,87 2 Kadar sari yang larut dalam air 24,99 3 Kadar sari yang larut dalam etanol 16,22 4 Kadar abu total 9,79 5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,64 Hasil karakterisasi simplisia daun Afrika menunjukkan hasil penetapan kadar air diperoleh lebih kecil dari 10 yaitu 7,87. Persyaratan kadar air simplisia daun Afrika tidak ditetapkan Materia Medika Indonesia. Namun, kadar air yang melebihi 10 dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan karena terjadi proses hidrolisis Trease, 1983; WHO, 1992. Penetapan kadar sari dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan etanol. Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non polar. Hasil karakterisasi simplisia daun Afrika menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 24,99; sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 16,22. Kadar sari yang larut dalam air lebih besar dari kadar sari yang larut dalam etanol karena senyawa bersifat polar lebih banyak larut di dalam pelarut air dari etanol, dan senyawa yang tidak larut dalam pelarut air akan larut di dalam pelarut etanol. Air dapat melarutkan zat lain yang tidak diperlukan seperti Universitas Sumatera Utara 38 gom, pati, protein, lemak, lendir dan lain-lain, hal ini yang menyebabkan tingginya kadar sari yang larut dalam air dari tanaman yang dilarutkan Depkes RI, 1995. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan eksternal abu non-fisiologis yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat di dalam sampel Ditjen POM RI, 2000; WHO, 1992. Kadar abu tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1992. Penetapan kadar abu pada simplisia daun Afrika menunjukkan kadar abu total sebesar 9,79 dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,64. Kadar abu total pada umumnya untuk masing-masing simplisia tidak sama. Umumnya syarat kadar abu tidak larut dalam asam 1, dan memenuhi persyaratan. Monografi simplisia daun Afrika tidak terdaftar di buku Materia Medika Indonesia MMI, sehingga perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai parameter karakterisasi simplisia daun Afrika. Hasil perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun Afrika dapat terlihat pada Lampiran 5-9, halaman 60-64.

4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia Daun Afrika

Hasil ekstraksi 500 g serbuk simplisia daun Afrika dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 80 dipekatkan dengan menggunakan alat pemutar uapdiperoleh ekstrak kental 57,3 g rendemen 11,46. Universitas Sumatera Utara 39

4.4 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Afrika

Penentuan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol daun Afrika dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya. Adapun pemeriksaan yang dilakukan terhadap ekstrak etanol daun Afrika adalah pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, tanin, flavonoid, dan steroidtriterpenoid. Hasil skrining dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Data hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun Afrika No Pemeriksaan Hasil Skrining Ekstrak 1 Alkaloida - 2 Glikosida + 3 Saponin + 4 Tanin + 5 Flavonoida + 6 Steroida Triterpenoida + Keterangan: + = mengandung senyawa yang diperiksa - = tidak mengandung senyawa yang diperiksa Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Afrika memiliki kandungan senyawa kimia yaitu glikosida, saponin, tanin, flavonoid, dan steroidtriterpenoid. Senyawa-senyawa tersebut tertarik disebabkan oleh sifat etanol yang memiliki gugus hidroksil polar dan gugus alkil yang bersifat nonpolar Wilbraham dan Matta, 1992. Menurut Robinson 1995, senyawa flavonoida, saponin dan steroidatriterpenoid merupakan senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus. Senyawa fenol dan turunannya flavonoid merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan Universitas Sumatera Utara 40 pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel Volk dan Wheller, 1993. Senyawa saponin yang bersifat detergen bekerja dengan membentuk suatu kompleks dengan sterol yang terdapat pada membran, sehingga menyebabkan kerusakan membran Barile, et al., 2006. Rusaknya membran sel bakteri mengakibatkan membran plasma pecah, sel kehilangan sitoplasma, transport zat terganggu, dan metabolisme terhambat sehingga bakteri mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian sehingga menyebabkan sel bakteri lisis Tortora, dkk., 2004. Kandungan tanin mampu mengurangi perlekatan bakteri pada permukaan gigi dengan menghambat enzim glukosiltransferase GTF yang diproduksi oleh Streptococcus mutans Nuria, dkk., 2009.

4.5 Hasil Identifikasi Bakteri Dengan Menggunakan Pengecatan Gram