Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan berbicara merupakan salah satu potensi bawaan Fitroh yang diberikan oleh Allah Swt kepada manusia. Sebab, hanya manusialah satu-satunya makhluk yang diberi karunia bisa berbicara. Dengan kemampuan bicara itulah memungkinkan manusia membangun hubungan sosialnya, sebagaimana bisa dipahami dari firman Allah “mengajarnya pandai berbicara” 1 . Kemampuan bicara berarti kemampuan berkomunikasi, berkomunikasi adalah sesuatu yang dihajatkan di hampir setiap kegiatan manusia. Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu pembeda manusia dengan makhluk lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial menduduki posisi yang sangat penting dan strategis. Dalam sebuah penelitian telah dibuktikan, hampir 75 sejak bangun dari tidur manusia berada dalam kegiatan komunikasi. Dengan komunikasi manusia dapat membentuk saling pengertian dan menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban 2 . 1 Q.S. Ar-Rahman: 4. 2 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan BerpolitikTafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2009, Cet.1, hal. 286. Selain itu kemampuan berkomunikasi juga membantu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif dan efisien. Sebab dengan memiliki kemampuan berkomunikasi, manusia akan bisa meminta bantuan kepada orang lain, atau mengutarakan maksud-maksud lainnya, atau fungsi-fungsi lainnya yang intinya bahwa berkomunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Memang benar bahwa manusia bisa menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau mengekpresikan keinginan dirinya, namun ternyata bahasa isyarat tidak seefektif bahasa lisan, baik dari cara pengungkapan maupun pengaruh yang ditimbulkannya. Lebih dari itu dengan memiliki kemampuan berkomunikasi juga dapat meninggikan derajat seseorang, jika ia mampu berbicara secara baik, meyakinkan, menyenangkan, dan menarik, yakni dengan memakai etika komunikasi. Dalam realitas kehidupan, kemampuan berkomunikasi secara baik yang dimiliki seseorang kerap menjadikannya sebagai panutan masyarakat, bahkan tidak sedikit yang disegani di dunia internasional dikarenakan kemampuannya dalam berkomunikasi lisan secara baik. Namun dengan demikian, berkomunikasi juga bisa berakibat fatal bagi seseorang jika salah dalam berkomunikasi juga dapat menumbuh-suburkan perpecahan, menghidupkan permusuhan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat pemikiran. 3 Apalagi jika orang tersebut dipandang sebagai pejabat public atau pablik figure, sebab pembicaraan yang kurang kontrol akan menimbulkan keresahan di masyarakat atau menyebabkan munculnya reaksi negatif terhadap dirinya. Misalnya yang menimpa salah seorang mantan presiden, bahwa diantara penyebab jatuhnya dari singgasana kepresidenan karena ada beberapa yang dinilai tidak konsisten dan sering meresahkan masyarakat, sehingga hal itu menjadi lahan empuk bagi para lawan politiknya untuk menggulingkan dari jabatanya. Realitasnya, tidak sedikit perselisihan, percekcokan, permusuhan, dan pertengkaran muncul karena perkataan yang tidak terkontrol. Bahkan tidak sedikit pertumpahan darah mengerikan yang berawal dari pekerjaan lidah yang membabi buta. Rosulullah Saw menegaskan sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori: : 4 “Diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a bahwa Rosulullah Saw. Bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah Swt, dan hari kiamat, maka ia hendaknya berkata hanya perkara yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada 3 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan BerpolitikTafsir Al-Qur’an Tematik, hal. 286. 4 Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, Beirût: Dar Ibn Katsîr, 1987, Juz. 20, hal. 11. Allah dan hari kiamat, maka ia hendaklah memuliakan tetangganya. Begitu pula barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah memulaikan tetamunya”. Dalam hadits yang lain Rosulullah menegaskan lagi tentang bahaya yang akan menimpa seseorang jika ia berbicara salah: 5 “Telah menceritakan kepada saya Ibrahim kepada Ibrahim bin Hamzah, telah menceritakan kepada saya Ibn Abi Hajim, dari Yazid, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Isa bin Thalhah bin Ubaidillah dari Abu Hurairoh r.a bahwa ia mendengar Rosulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba, bisa jadi dia mengungkapkan satu kalimat satu kata yang tampak dari perkataannya bahwa ia akan tergelincir ke dalam neraka yang sangat jauh sangat dalam sejarak timur dan barat”. Berdasarkan hadits-hadits tersebut jelaslah bahwa Islam memberikan perhatian khusus terhadap pembicaraan, bahkan dipandang salah satu perkara yang akan menyelamatkan manusia, baik didunia dan diakhirat. Pembicaraan dimaksud adalah pembicaraan yan beretika, sehingga proses komunikasi berjalan dengan baik serta terjalin hubungan yang harmonis antara komunikator dengan komunikan. 5 Muhammad bin Ismâîl bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri, Beirût: Dar Ibn Katsîr, 1987, Juz. 20, hal. 118. Hanya saja, etika komunikasi yang di maksud dalam kajian ini adalah etika yang berdimensi moral dan bersumber dari ajaran suci. Berkaitan dengan etika komunikasi tersebut, bagaimanapun juga seorang muslim harus berpedoman pada sumber utama Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sebab akhlak Nabi sebagimana dinyatakan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Adalah Al-Qur’an. 6 Dalam al-Qur’an Allah ternyata memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah berkomunkasi ini. Bahkan ucapan yang baik dipandang lebih baik dari pada shadaqah yang dibarengi dengan menyakiti hati penerima: ٢ ٦ ٣ “Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari pada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun“ 7 QS. Al- Baqarah: 263 Dalam ayat lain Allah juga memerintahkan manusia agar berkata baik: “Bertuturkatalah yang baik kepada manusia. 8 “QS. Al-Baqarah: 83 Selain itu, ada perintah untuk berkata benar, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an: 6 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, hal. 259 7 Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, Cet. Ke-3, jilid.1, hal. 390. 8 Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, cet. Ke-3, jilid., hal. 140. ٧ ٠ “Dan Ucapkanlahlah Perkataan yang benar. 9 QS. Al-Ahzab: 70 Masih banyak ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan masalah etika berkomunikasi. Hanya saja dalam kajian ini, akan dibahas ayat-ayat tentang etika yang menggunakan Shight Fi’il amr. Hal ini disimpulkan dalam enam prinsip komunikasi, yaitu: Qaulan Sadidan QS 4:9, 33:70, Qaulan BalighanQS 4:63, Qaulan MasyuranQS 17:28, Qaulan LayyinanQS 20:44, Qaulan KarimanQS 17:23, Qaulan Ma’rufanQS 4:5. Namun demikian, untuk memahami ayat-ayat tersebut bukanlah perkara mudah, penulis perlukan berbagai ilmu pendukung untuk dapat mengkaji ayat tentang komunikasi ini. Seperti Firman Allah: ٧ ٠ “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah Perkataan yang benar. “ 10 QS. Al-Ahzab: 70 Menurut Hamka maksud ayat tersebut bahwa diantara sikap hidup karena iman dan taqwa adalah jika kata-kata yang tepat, yaitu jitu. Dalam kata-kata yang tepat itu terkandung kata yang benar. 11 Sedangkan Hasbi Ash-Shiddiqi berpendapat 9 Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, cet. Ke-3, jilid.8, hal. 140. 10 Tim Depag RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, cet. Ke-3, jilid.8, hal. 46. 11 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1986, hal. 109. maksud ayat tersebut adalah bahwa ucapkanlah perkataan-perkataan yang benar yang mengandung kebajikan bagimu dan jauhilah dari ucapan-ucapan yang salah, yang menyebabkan kamu mendapat azab di akhirat kelak. 12 Dengan perkataan yang tepat atau baik yang terucapkan dengan lidah dan didengar banyak orang maka akan tersebar luas informasi dan pengaruh yang tidak kecil bagi jiwa dan pikiran manusia. Kalau ucapan itu baik maka baik pula pengaruhnya, dan bila buruk maka buruk pula pengaruhnya. 13 Pandangan penulis, kajian tentang etika berkomunikasi ini relevan untuk dikaji dalam kondisi sekarang, khususnya bagi bangsa Indonesia dewasa ini yang sedang berada era reformasi dan kebebasan, termasuk di dalamnya bebas berbicara. Sebab, secara fenomenal tidak sedikit di antara masyarakat Indonesia tak terkecuali kaum terpelajar yang memahami era kebebasan tersebut sebagai kebebasan yang tanpa batas, terutama dalam berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat. Sehingga tidak jarang yang berkomunikasi menyuarakan ‘kebenaran’ tanpa mengindahkan etika berkomunikasi. Padahal mereka mengaku sebagai umat Islam. Berdasarkan deskripsi di atas, penulis akan mengadakan penelitian tentang “ETIKA KOMUNIKASI LISAN MENURUT AL-QUR’AN: KAJIAN TAFSIR TEMATIK” 12 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000, h. 3315. 13 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Vol. 11, hal. 33.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah