Syarat Permohonan Pailit Perusahaan Efek

BAB III Kepailitan Perusahaan Efek Dalam Pasar Modal

A. Syarat Permohonan Pailit Perusahaan Efek

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatif masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU. Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135. 51 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah. Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang- Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348 yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan. 45 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tetang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UUK dan PKPU adalah salah satu undang- undang yang penting dalam hukum bisnis selain undang-undang tentang perseroan terbatas, Undang-undang tentang penanaman modal, undang-undang tetang pasar modal, dan undang-undang lain yang berkaitan dengan bisnis.Kalau melihat penamaannya, UUK dan PKPU adalah undang-undang yang mengatur tata cara memailitkan perusahaan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh kurator dalam melakukan pemberesan perusahaan atau badan hukum. Menurut pengertian yang dapatdiperoleh dalam UUK dan PKPU, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu keadaan dimana harta kekayaan debitur berada dalam keadaan sita umum dan debitur demihukum kehilangan haknya untuk menguasai dan 45 http:dewirahmiati.blogspot.com201205kepailitan.htmldiakses tanggal 10 Maret 2015. mengurus kekayaannya. Pasal 21,24 UUK dan PKPU dan Pasal 1131-1132 KUHPerdata.Satu hal yang luar biasa dalam pengertian ini adalah seluruh kekayaan debitur ada dalam keadaan sita umum, sehingga dengan demikiantidak ada pihak manapun yang berhak atas harta ini, kecuali kurator. 46 Kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur orang-orang yang berutang untuk kepentingan semua kreditur- krediturnya orang-orang berpiutang. 47 1. Debitur tersebut mempunyai paling sedikit dua kreditur concursus creditorum. Pasal 2 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa suatu pernyataan pailit dapat diajukan, jika pernyataan kepailitan tersebut dibawah ini telah terpenuhi : Hal ini merupakan persyaratan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU, yang merupakan realisasi dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang berbunyi: Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing- masing, kecuali apabila diantara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut bahwa pada dasarnya setiap kebendaan yang merupaka harta kekayaan seseorang harus di bagi secara adil kepada setiap orang yang berhak atas pemenuhan perikatan 46 http:hikmaningtyas.blogspot.com201205pengertian-perusahaan-pailit.html diakses tanggal 10 Maret 2015. 47 Adrian Sutedi, Hukum KepailitanBogor: Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 24. individu ini, yang disebut dengan nama kreditur.Yang dimaksud dengan adil disini adalah bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagi secara: a. Pari passu, dengan pengertian bahwa harta kekayaan tersebut harus dibagikan secara bersama-sama diantara para krediturnya tersebut. b. Prorata parte, sesuai dengan besarnya imbangan piutang masing- masing kreditur terhadap utang debitur secara keseluruhan. Prinsip pari passu prorata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. Prinsip ini menekankan pada pembagian harta debitur untuk melunasi utang-utangnya terhadap kreditur secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya pond-pondgewijs dan bukan dengan cara sama rata. 48 a. Pengertian utang 2. Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Salah satu revisi yang dilakukan UUK dan PKPU adalah dicantumkannya definisi dari utang, dimana dalam Undang-undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 sebelumnya tidak ada dicantumkan pengertian utang sehingga terdapat dua pandangan dalam penafsiran terhadap utang oleh majelis hakim, baik ditingkat Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung. Perbedaan penafsiran ini terlihat sekali terutama pada masa awal diberlakukannya Undang-Undang Kepailitan 48 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan Jakarta : Kencana, 2008, hlm. 29. Nomor 4 Tahun 1998.Sebagian majelis hakim berpendapat dan menafsirkkan pengertian utang dalam kerangka hubungan perikatan pada umunya. Namun, disisi lain ada pendapat yang keliru dari majelis hakim yang menganggap pengertian utang dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 sebatas utang yang muncul dari perjanjian pinjam-meminjam saja. Pasal 1 butir 6 UUK dan PKPU menyebutkan secara jelas definisi mengenai utang : Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk dapat pemenuhannyadari harta kekayaan debitur. b. Pengertian jatuh tempo dan dapat ditagih Prasyarat jatuh waktu yang dapat ditagih merupakan satu kesatuan. Maksudnya, utang yang telah jatuh waktu atau lebih dikenal jatuh tempo secara otomatis telah menimbulkan hak tagih pada kreditur. 49 Ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan bahwa debitur dianggap lalai apabila dengan suatu surat perintah atau dengan sebuah akta telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, jika ia menetapkan bahwa debitur dianggap Pada dasarnya, debitur dianggap lalai apabila ia tidak atau gagal memenuhi kewajibannya dengan melampaui batas waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sehingga, untuk melihat apakah suatu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, harus menunjuk pada perjanjian yang mendasari utang tersebut. 49 Aria Sayudi dkk, Kepailitan Di Negeri Pailit Jakarta:Dimensi, 2004, hlm. 135. lalai dengan lewatnya waktuyang ditentukan. Dari rumusan pasal tersebut dapat dilihat bahwa, dalam perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, undang-undang membedakan kelalaian berdasarkan adanya ketepatan waktu dalam perikatan, dimana: 1. Dalam hal terdapat ketetapan waktu, maka saat jatuh tempo adalah saat atau waktu yang telah ditentukan dalam perikatannya tersebut, yang juga merupakan saat atau waktu pemenuhan kewajiban bagi debitur 2. Dalam hal ini tidak ditentukan terlebih dahulu saat mana debitur berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya tersebut dalam perikatannya, maka saat jatuh tempo adalah saat dimana debitur telah ditegur oleh kreditur untuk memenuhi atau menunaikan kewajibannya. Tanpa adanya teguran tersebut maka kewajiban atau utang debitur kepada kreditur belum dianggap jatuh tempo. Dalam hal yang demikian maka bukti tertulis dalam bentuk teguran yang disampaikan oleh kreditur kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya menjadi dan merupakan satu-satunya bukti debitur lalai. Akan tetapi jika penentuan jatuh temponya suatu utang berdasarkan kesepakatan para pihak dalam perjanjian, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1138 KUH Perdata, kesepakatan tersebut mengikat para pihak yang membuatnya seperti undang-undang. Sehingga yang menjadi pegangan dalam penentuan apakah utang tersebut sudah jatuh tempo atau belum adalah perjanjian yang mendasari hubungan perikatan itu sendiri. Berdasarkan Pasal 2 UUK dan PKPU, perusahaan efek adalah salah satu pihak yang dapat mengajukan pailit setelah syarat dan ketentuan yang telah dibahas sebelumnya telah terpenuhi. 50 50 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2. Pengajuan pailit perusahaan efek hanya dapat dilakukan melalui Badan Pengawas Pasar Modal sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dibandingkan peraturan kepailitan lama Faillissementsverordening, subjek pemohon pernyataan pailit yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 UUK lebih diperluas.Pasal 1 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa pemohon pernyataan pailit dapat diajukan oleh seorang debitur atau seorang atau lebih kreditur maupun kejaksaan, juga oleh Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal. Dalam hal menyangkut debitur adalah bank, pemohon pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, sedang dalam hal debitur adalah perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit diajukan oleh badan pengawas pasar modal. Permohonan pernyataan pailit pada debitur perseorangan atau berbentuk badan hukum, bank dan perusahaan efek, dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Agar perusahaan efek dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, maka berbagai persyaratan juridis harus dipenuhi ketentuan dalam Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 UUK dan PKPU. Syarat yang harus dipenuhi adalah: 1. Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat 2. Surat tugassurat kuasa 3. Izinkartu pengacara yang dilegalisir pada kepaniteraan pengadilan niaga setempat 4. Surat kuasa khusus 5. Akta pendaftaran perusahaanbankperusahaan efek yang dilegalisir dicap oleh kantor perdagangan paling lambat 1 satu minggu sebelum permohonan didaftarkan 6. Surat perjanjian utang 7. Perincian utang yang telah jatuh tempotidak dibayar 8. Neraca keuangan terakhir 9. Daftar asset dan tanggung jawab 10.Nama serta alamat semua kreditur dan debitur.

B. ProsedurPermohonan Pailit Perusahaan Efek