e = Error
4. HASIL PENELITIAN
4.1
Sampel dan Statistik Deskriptif
Tabel 1 pada lampiran menunjukkan prosedur pemilihan sampel perusahaan Indonesia dan Singapura. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa 458 dari total
489 perusahaan manufaktur di Indonesia lebih memilih model biaya dan hanya 31 dari total 489 perusahaan yang memilih model revaluasi. Sedangkan 224 dari
total 262 perusahaan manufaktur di Singapura lebih memilih model biaya dan
hanya 38 dari total 262 perusahaan yang memilih model revaluasi.
Tabel 2 pada lampiran menunjukkan statistik deskriptif perusahaan Indonesia dan tabel 3 menunjukkan statistik deskriptif dari perusahaan Singapura. Pada tabel
2 tersebut menunjukkan hasil uji statistik secara keseluruhan, khusus variabel firm size dinyatakan dalam jutaan rupiah. Firm size memiliki nilai rata-rata sebesar
7.782.419,34, fixed asset intensity memiliki nilai rata-rata sebesar 0,3656343, level of indebtedness memiliki nilai rata-rata 0,5286159, liquidity memiliki nilai
rata-rata sebesar 2,7875285, dan declining cash flow from operation memiliki nilai rata-rata sebesar -0,0025583. Sedangkan pada tabel 3 dapat kita lihat, firm
size memiliki nilai rata-rata sebesar 3.760.263,55, fixed asset intensity memiliki nilai rata-rata sebesar 0,0523632, level of indebtedness memiliki nilai rata-rata
0,5787165, liquidity memiliki nilai rata-rata sebesar 19,1251575, dan declining
cash flow from operation memiliki nilai rata-rata sebesar -304,2624622.
4.2
Hasil Pengujian Hipotesis dan Analisis
4.2.1
Hubungan Firm Size Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap
Berdasarkan tabel 4 pada lampiran, variabel firm size yang diukur dengan logaritma natural dari total aset memiliki nilai koefisien -0,213
dengan nilai sig 0,138 alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H
1a
ditolak, hal ini menunjukkan bahwa firm size tidak berpengaruh positif terhadap keputusan
revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
Sedangkan berdasarkan tabel 5 pada lampiran, variabel firm size memiliki nilai koefisien -0,221 dengan nilai sig 0,133 alpha 0,05 dan arah koefisien
negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H
1b
ditolak, hal ini menunjukkan bahwa firm size tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya, semakin
besar ukuran perusahaan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan
merevaluasi aset tetapnya.
Hal ini berarti mungkin saja terjadi, dimana revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia dan Singapura bersifat upward revaluation,
yang artinya selisih dari nilai buku dan nilai revaluasi akan berakibat pada naiknya saldo laba komprehensif di perusahaan.
Hal ini menyebabkan perusahaan besar tidak bisa menghindari pajak yang sudah ditetapkan.
Adanya peraturan pajak PMK No.1912015 yang mengenakan pajak final antara 3 sampai 6 terhadap selisih revaluasi nilai wajar aset
memungkinkan perusahaan lebih memilih model biaya untuk menghindari risiko terkena regulasi perpajakan yang menyebabkan kenaikan pembayaran
pajak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurjanah 2013, Manihuruk dan Farahmita 2015, dan Yulistia, dkk 2015 yang
menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap revaluasi, artinya perusahaan yang berukuran besar lebih kecil
kemungkinan menggunakan model revaluasi pada pencatatan aset tetap
mereka.
4.2.2
Hubungan Fixed Asset Intensity Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap
Berdasarkan tabel 4 pada lampiran, variabel fixed asset intensity yang diukur dengan nilai buku dari total aset tetap dibagi total aset memiliki nilai
koefisien 4,481 dengan nilai sig 0,000 alpha 0,05 dan arah koefisien positif sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H
2a
diterima, hal ini menunjukkan bahwa fixed asset intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya,
semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin besar kemungkinan
perusahaan merevaluasi
aset tetapnya.
Sedangkan berdasarkan tabel 5 pada lampiran, variabel fixed asset intensity memiliki
nilai koefisien 4,721 dengan nilai sig 0,000 alpha 0,05 dan arah koefisien positif sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H
2b
diterima, hal ini menunjukkan bahwa fixed asset intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya,
semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin besar
kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
Hasil pengujian ini sesuai hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh signifikan positif terhadap keputusan
revaluasi aset tetap. Sesuai dengan penelitian Tay 2009 yang berpendapat bahwa revaluasi penting untuk diperhatikan dimana jumlah terbesar total
aset perusahaan adalah aset tetap yang dapat mengakibatkan nilai suatu