41
semakin rendah likuiditas perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
5. Pengujian Hipotesis Lima
H
5a
: Declining Cash Flow From Operation berpengaruh positif terhadap
keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia.
H
5b
: Declining Cash Flow From Operation berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura.
Berdasarkan tabel 4.10 variabel declining cash flow from operation yang diukur dengan perubahaan arus kas operasi selama 2 tahun dibagi
total aset tetap memiliki nilai koefisien -0,276 dengan nilai sig 0,443 alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa H
5a
ditolak, hal ini menunjukkan bahwa declining cash flow from operation tidak berpengaruh positif
terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin tinggi penurunan arus kas operasi perusahaan maka semakin rendah
kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya. Berdasarkan tabel 4.11 variabel declining cash flow from operation
yang diukur dengan perubahaan arus kas operasi selama 2 tahun dibagi total aset tetap memiliki nilai koefisien -0,001 dengan nilai sig 0,834
alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H
5b
ditolak, hal ini menunjukkan bahwa declining cash flow from operation tidak berpengaruh positif
terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya, semakin
42
tinggi penurunan arus kas operasi perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
D. PEMBAHASAN
1. Hubungan Firm Size Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap
Hasil pengujian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa firm size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia
dan di Singapura tidak dapat dibuktikan secara statistik. Hal ini berarti mungkin saja terjadi, dimana revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan
di Indonesia dan Singapura sifatnya adalah upward revaluation, yang artinya selisih antara nilai buku dengan nilai revaluasi akan
mengakibatkan naiknya saldo laba komprehensif perusahaan. Hal ini
menyebabkan perusahaan besar tidak bisa menghindari pajak yang sudah ditetapkan.
Adanya peraturan pajak PMK No.1912015 yang mengenakan pajak final antara 3 sampai 6 terhadap selisih revaluasi nilai wajar aset
memungkinkan perusahaan lebih memilih model biaya untuk menghindari risiko terkena regulasi perpajakan yang menyebabkan
kenaikan pembayaran pajak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurjanah 2013, Manihuruk dan Farahmita 2015, dan
Yulistia, dkk 2015 yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap revaluasi, artinya perusahaan yang