Analisis Data Kualitatif Informan I

57 yang diberikan, maka peneliti mencari lagi orang lain yang dapat melengkapi data yang diberikan oleh orang sebelumnya. Daftar para informan dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 12 Karakteristik Informan No. Nama Informan Jenis Kelamin Usia Agama Pendidikan 1. Geong Pria 42 tahun Islam SD 2. Rahmad Pria 30 tahun Islam SMU 3. Rami Perempuan 33 tahun Islam SLTA 4. Leman Pria 44 tahun Islam SLTP 5. Darma Pria 37 tahun Islam SMU 6. Wawan Pria 40 tahun Islam SMU 7. Adi Pria 32 tahun Islam SMU Sumber data : hasil survey lapangan 2012

4.1.4 Analisis Data Kualitatif Informan I

Nama : Geong bukan nama sebenarnya Usia : 42 tahun Jenis kelamin : Pria Status : Pemulung Tanggal wawancara: 20 Desember 2011 Geong seorang pria berkulit hitam ini, bertubuh tinggi besar merupakan seorang pemulung “Tauke besar” dalam komunitas pemulung di tempat pembuangan akhir Namo Bintang Simpang Kongsi, kecamatan Pancur Batu. Semua komunitas pemulung di daerah ini mengenal beliau sebagai penjaga dan penentu dari semua yang terjadi di kawasan ini. Geong sendiri Universitas Sumatera Utara 58 merupakan penduduk asli dari daerah ini, semenjak kecil dia juga seorang pemulung, kemudian dia mengikuti seorang penduduk keturunan Tionghoa untuk membawa truk, dan mulai belajar bisnis secara otodidak. Perlahan Geong mulai paham jalur dagang, dia mulai memiliki dan mengenal pihak- pihak yang bisa dijadikannya sebagai rekan dagangnya. Perlahan namun pasti Geong meninggalkan statusnya sebagai pemulung, dia mulai mengurusi penjualan barang-barang bekas yang diperoleh dari tempat pembuangan akhir, sampai akhirnya dia menjadi bos besar atau dalam kalimat la Pembahasan in menjadi bos tunggal dalam perdagangan barang bekas tersebut. Dalam perjalanannya sebagai bos besar, Geong tidak langsung mendapatkannya dengan mudah, banyak sekali hambatan-hambatan. Hambatan atau rintangan yang datang tentunya dari dalam kelompoknya, datang dari luar kelompoknya. Dari kelompoknya, geong mendapatkan rintangan dari tidak mau menjual hasil barang memulung, rasa tidak percaya akan harga yang diberikan, sampai perilaku tidak memuaskan lainnya, seperti tindakan pencurian dan hasutan. Geong sendiri meyadari akan perilaku ini datang dari masyarakat di lingkungannya muncul dari rasa kecemburuan sosial karena perbedaan status yang muncul terhadap Geong dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya mulai nampak. Geong sendiri pada awalnya mulai memiliki pengaruh sendiri dalam lingkungannya. Mulai menjadi penentu harga, penentu kebijakan-kebijakan dalam lingkungan dan pendapatnya menjadi pertimbangan bagi sebagian masyarakat di lingkungannya. Universitas Sumatera Utara 59 Geong menyatakan, bahwa dalam menentukan harga barang bekas tidak semena-mena. Dia tetap mempertimbangkan layak atau tidak layak akan nilai dari barang bekas tersebut. Geong mengikuti harga pasaran yang ada dan mengajarkan kepada anak buah untuk tidak mempergunakan kekerasan terhadap masyarakat di kawasan tempat pembuangan akhir. Geong juga berperan aktif dalam masyarakat, contohnya dia juga berperan dan memiliki andil dalam pembangunan mesjid, kamar mandi serta fasilitas umum lainnya. Hal ini dilakukannya untuk menjaga pengaruhnya di masyarakat lingkungannya. Menurutnya, masyarat pemulung merupakan komunitas yang solid, dalam menjaga kebersamaannya mereka mengutamakan saling gotong royong dalam menghadapi permasalahn, misalnya ada ibu yang akan melahirkan, warga masyarakat tempat pembuangan akhir tersebut akan mengadakan sumbangan bersama untuk membantu biaya rumah sakit. Meskipun hidup dalam kawasan sampah tidak membuat mereka kehilangan rasa kemanusiaan, malah kebersamaan akan senasib sepenanggungan membuatan ikatan di antara mereka semakin kuat. Menurut Geong masalah penghasilan yang didapatkan masyarakat pemulung, cukup untuk bertahan hidup, meski ia menolak memberikan jawaban mengenai pendapatannya dalam sebulan sebagai bos besar di kawasan ini, menurutnya penghasilannya mencukupi untuk membiayai anaknya sekolah. Masyarakat pemulung juga menyadari akan pentingnya pendidikan, meski tidak seluruhnya anak di lingkungan pemulung mengenyam pendidikan tetapi setidaknya ada sebahagian masyarakat yang menyadari akan pentingnya pendidikan tersebut. Universitas Sumatera Utara 60 Informan II Nama : Rahmad Usia : 30 tahun Jenis kelamin : Pria Status : Bos Kecil Tanggal wawancara : 20 Desember 2011 Pria berbadan gendut dan berkulit coklat ini merupakan anak buah Geong, dia merupakan tangan kanan dan sekaligus bos kecil di lingkungan pemulung. Layaknya seorang bos, Rahmad juga memiliki pengaruh terhadap komunitas pemuluk tersebut. Sebagai anak buah Geong, Rahmad memiliki peran yang cukup besar dalam kebijakan yang diambil Geong sebagai bos besar. Rahmad memiliki kedekatan terhadap Geong karena dirinya merupakan tangan kanan yang diberikan kepercayaan untuk mengurusi keuangan dan barang masuk dan keluar. Rahmad juga merupakan warga asli dari lingkungan pemulung, jadi dia memiliki hubungan tersendiri terhadap masyarakat pemulung. Rahmad menjadi bos kecil di lingkungan pemulung karena kedekatannya dengan Geong, dan ia merupakan orang kepercayaan dari bos besar tersebut. Rahmad sendiri berperan sebagai penghubung langsung dari masyarakat pemulung terhadap Geong. Rahmad merupakan sumber informasi bagi bos besar dan masyarakat pemulung. Menurut Rahmad, masyarkat pemulung memiliki kedekatan dan hubungan yang sangat kuat, hal ini dikarenakan rasa senasib dan sepenanggungan. Semua permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat pemulung dibicarakan bersama untuk Universitas Sumatera Utara 61 mendapatkan jawaban dari permasalahan. Gotong royong yang ada di dalam masyarkat pemulung tidak hanya dalam membangun rumah ibadah, tetapi juga dapat dilihat jika tejadi musibah terhadap salah satu warganya, misalnya kebakaran, atau melahirkan. Masyarakat pemulung mengadakan sumbangan bersama untuk membantu warga mereka. Rasa kebersamaan terhadap sesama warganya juga dapat dilihat, misalnya tidak akan merebut lahan pencarian, jikapun terjadi akan diselesaikan dengan tidak menggunakan kekerasan. Para pemulung juga akan saling berbagi informasi-informasi yang ada dilingkungan mereka, sehingga informasi akan sangat cepat menyebar, misalnya kabar kelahiran ataupun kematian. Rahmad menganggap penghasilan para pemulung mencukupi untuk bertahan hidup, meski tidak berlebih tetapi cukup untuk makan dan minumnya sehari-hari. Rahmad juga tidak memilki data-data lengkap mengenai pendapatan para pemulung tetapi jika dirata-ratakan penghasilan para pemulung berkisar Rp. 25.000 hari, dan ketika ditanya penghasilan Rahmad sebagai bos kecil rahmad menyatakan berkisar Rp. 200 ribu perharinya. Informan III Nama : Rami Usia : 33 tahun Jenis kelamin : Perempuan Status : Pemulung Tanggal wawancara : 21 Desember 2011 Universitas Sumatera Utara 62 Rami merupakan ibu dari 2 orang anak, perempuan berkulit hitam ini berprofesi sebagai pemulung sejak berusia 10 tahun. Dia menikah dengan penduduk setempat yang berprofesi sama dengan dirinya. Rami sendiri memulung di tempat pembuangan akhir karena alasan ekonomi, untuk membantu suaminya, karena biaya kehidupan semakin tinggi. Apalagi Rami memiliki 2 orang anak yang berumur 7 tahun dan 4 tahun keduanya laki-laki. Rami memulung membantu suaminya di pagi sampai siang hari. Pada siang hari sekitar jam 1 dia pulang untuk memasak dan mengurus urusan rumah tangganya. Rami memiliki tempat tinggal di dekat tempat memulungnya. Menurutnya, kehidupan di lingkungan tempat tinggalnya masyarkatnya saling membantu sesamanya, tidak ada yang bisa dikatakan hidup sendiri lepas dari masyarakat lainnya. Kebersamaan yang terjadi menurutnya karena persamaan nasib diantara mereka, sehingga menimbulkan hubungan keterikatan secara emosional yang kuat. Hal ini bisa dilihat jika ada yang terimpa bencana seperti jika ada penduduk setempat yang meninggal, maka semua warg dari lingkungan pemulung akan datang dan memberikan bantuan dan mengurusi semua urusan dari memandikan sampai menguburkan. Rami sendiri sangat berhutang budi kepada semua masyarakat di lingkungannya, karena dia juga merasakan bantuan secara langsung ketika dia melahirkan dua anaknya, para warga memberikan bantuan dari menyumbangkan uang untuk biaya rumah sakit, menyediakan baju bayi dan perlengkapannya, dan juga menyediakan perlengkapan bagi ibu setelah melahirkan. Menurut Rami kehidupan di lingkungan pemulung tidak bisa Universitas Sumatera Utara 63 dilepaskan dari tindakan gotong royong, semua dilakukan secara bersama, jika terjadi masalah di dalam masrakat pemulung maka akan diadakan pembicaraan bersama untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut. Rami menyatakan bahwa permasalahan yang sering terjadi di lingkungan pemulung adalah masalah air bersih, masalah kebersihan lingkungan dan masalah ekonomi. Dalam mendapatkan air bersih setiap penduduk di lingkungan pemulung tersebut harus mengambil di kamar mandi umum yang disediakan, hal ini tentunya tidak praktis tetapi untuk membangun saluran air atau membuat sumur di rumah tentunya membutuhkan biaya yng tidak ada dalam anggaran mereka. Masalah kebersihan tentunya juga masalah utama, bagi Rami banyak warga sering terkena diare dikarenakan hidup di kawasan yang tidak bersih. Masalah tempat tinggal juga Rami menyadari bahwa mereka membangun rumah di atas tanah yang bukan milik mereka, mereka membangun tempat tinggal seadanya secara tidak legal. Para penduduk di kawasan pemulung sudah bertempat tinggal dari kecil dan mereka tahu suatu saat tempat tinggal mereka akan digusur, tetapi bagi para warga sebelum digusur mereka akan tetap berdomisili di temapat itu. Mengenai pendapatan, Rami sendiri mengaku bahwa pendapatan dari memulung tentunya bisa dibilang hanya cukup untuk makan saja, pendapatan dari suaminya saja hanya cukup untuk makan sehari, sehingga dia juga tetap harus memulung. Bagi Rami memulung bukan profesi yang memalukan, karena menurutnya dia menghasilkan uang dari usaha sendiri bukan dari tindakan meminta-minta. Rata-rata penghasilan memulung satu hari berkisar Universitas Sumatera Utara 64 25 ribu perhari, dan inilah yang membuat dirinya juga harus tetap memulung untuk membantu suaminya membiayai rumah tangga dan anak-anak mereka. Rami sendiri juga menyadari bahwa hari ini pendidikan juga penting, sehingga dirinya juga menyekolahkan putra sulungnya, setidaknya agar tidak buta huruf dan bisa berhitung. Meski belum memadai, namun menurut Rami bantuan untuk pendidikan yang ada baik itu datangnya dari pemerintah atau dari pihak lainnya setidaknya dapat membuat anaknya bisa bersekolah saat ini di sekolah dasar. Rami juga selain menjadi pemulung juga menjadi buruh cuci di tempat cuci kiloan, hal ini dilakukannya untuk mencukupi dan membantu suaminya. Informan IV Nama : Leman Usia : 44 tahun Jenis kelamin : Pria Status : Pemulung Tanggal wawancara : 21 Desember 2011 Leman merupakan suami dari Rami, pria berbadan besar ini juga merupakan warga asli dari lingkungan pemulung ini. Dia sudah mulai memulung sejak umurnya 7 tahun, awalnya ia ikut membantu ayahnya, dan juga tujuan untuk mendapat uang saku. Saat ini ia merupakan ayah dari 2 orang anak, dan tentunya ia memiliki tanggung jawab yang tidak kecil. Sebagai kepala rumah tangga, Leman tidak hanya berprofesi sebagai pemulung saja, tetapi dia juga berprofesi sebagai supir. Dia membawa Universitas Sumatera Utara 65 barang-barang hasil pemulung lainnya setelah selesai di hitung oleh para bos kecil ditempat penghitungan. Leman memiliki tempat tinggal seadanya yang didirikan secara gotong royong oleh warga tempat tinggalnya. Budaya membagun rumah secara bersama-sama adalah budaya yang wajar dan sering terjadi di lingkungan tempat tinggal Leman. Menurutnya, para pemulung tidak bisa hidup secara individual, karena keterbatasan yang ada. Budaya kebersamaan diantara para pemulung muncul karena kesamaan nasib dan tentunya kesamaan pekerjaan dan kebutuhan yang sama. Kehidupan para warga di lingkungan pemulung menjunjung tinggi kebersamaan diantara mereka, musyawarah sering terjadi ketika menyangkut kepentingan bersama. Kebersamaan akan juga terlihat ketika ada warga tertimpa musibah, seperti kebakaran, meninggal dan kelahiran. Menurut Leman pendapatan perharinya sebagai pemulung berkisar 25 ribu perhari, tentunya ini tidak mencukupi mengingat dirinya memiliki 2 orang anak dan seorang istri yang harus diberikannya nafkah. Meski Rami istrinya membantunya dalam memulung dan bekerja ditempat cuci kiloan. Sebagai supir truk barang bekas cukup membantunya menghidupi keluarganya, Leman juga menyatakan keinginannya untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik lagi, setidaknya lebih sehat dan tidak takut akan tejadinya penggusuran, tersedianya air bersih dan udara yang lebih baik. Sebagai pemulung tentunya Leman juga tidak malu, dia merasa bangga mampu menghasilkan uang dari usaha sendiri bukannya meminta-minta. Universitas Sumatera Utara 66 Informan V Nama : Dharma Usia : 37 tahun Jenis kelamin : Pria Status : Pemulung Tanggal wawancara : 20 Desember 2011 Dharma merupakan juga penduduk asli dari kawasan pemulung ini. Dharma juga merupakan kepala rumah tangga dari 2 orang anak. Dia sendiri memulung juga sama dengan leman sudah memulung sejak dari kecil. Alasan dharma memulung tentu juga untuk membantu keluarganya. Profesinya sebagai memulung tetap dilakukannya karena latar belakang pendidikannya tidak mengijinkannya untuk bekerja lain, Dharma sama sekali belum pernah bersekolah. Dia mampu membaca dan menulis dari otodidak, sehingga profesi selain pemulung yang pernah dia jalani adalah sebagai buruh bangunan, supir dan kuli panggul. Pendapatan sehari Dharma dari memulung juga hampir sama dengan Leman, berkisar 25 sampai 30 ribu perhari. Menurutnya, pendapatan yang ia dapatkan harus dicukup-cukupkan. Dharma juga tidak melarang untuk anak- anaknya bersekolah dan memulung. Dia tahu pendidikan itu perlu tetapi juga sekaligus mahal, sehingga dia tetap berusaha agar anak-anaknya tetap bersekolah, setidaknya bisa untuk membaca dan menulis. Kehidupan di kawasan ini bisa dibilang lumayan aman, dharma juga mengetahui bahwa tanah yang mereka tempati bukan milik mereka, tetapi dengan sudah lamanya mereka semua berdomisili di daerah ini membuat mereka Universitas Sumatera Utara 67 menganggap bahwa tanah dan rumah yang mereka bangun adalah miik mereka. Sampai saat ini belum pernah ada pengusiran dari pemerintah. Kehidupan di Namo Bintang Simpang Kongsi, Kecamatan Pancur Batu ini juga masih memegang rasa kekeluargaan. Semua permasalahan warga diselesaikan secara kekeluargaan. Masalah kelahiran, meninggal, dan membangun rumah contohnya semua diselesaikan secara berasama. Meskipun begitu menurut Dharma keadaan lingkungan di Namo Bintang juga masih perlu diperbaiki, sistem saluran air, penyediaan air bersih, karena menurut Dharma kualitas air di daerah ini sudah tercemar, karena melihat situasi dan kondisi di Namo Bintang. Meski sudah biasa, Dharma juga mengakui udara di daerah ini tidak segar, dan ini juga merupakan kekurangan yang ada dan tidak bisa dihindari mengingat daerah ini merupakan tempat pembuangan akhir. Informan VI Nama : Wawan Usia : 42 tahun Jenis kelamin : Pria Status : Pemulung Tanggal wawancara : 20 Desember 2011 Pria ini sebenarnya adalah penduduk asli dari Namo Bintang ini, namun sejak usia 20 tahun dia merantau ke Pekanbaru, sejak 4 tahun yang lalu dia kembali ke daerah ini. Pria ini juga kembali jadi pemulung karena untuk menyambung hidupnya. Di kampung halamannya ini dia yang sudah tidak memiliki istri dan anak karena mereka lebih memilih tinggal di Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara 68 Karena minimnya keahlian yang dimiliki sehingga Wawan kembali memulung, meski terkadang jika ada yang membutuhkan buruh bangunan dia akan bersedia untuk meninggalkan memulungnya. Wawan di Namo Bintang ini tinggal di rumah orang tuanya, menurutnya keadaan di Namo Bintang ini tidak banyak berubah. Bagi Wawan, keadaan di daerah ini masih tetap terjaga rasa tolong menolongnya, kekeluargaan semuanya masih ada dan terjaga. Tingkat keamanan di daerah ini juga masih sama, bisa dibilang bahwa daerah ini aman. Kehidupan masyarakat di daerah ini terhadap sesama penduduknya terjalin karena mereka merasa persamaan nasib dan kesadaran tolong menolongnya masih sangat tinggi. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama dirembug bersama. Wawan sendiri jika berbicara tentang penghasilan dari memulung tentunya tidak bisa berharap banyak, sekitar 25 sampai 30 ribu per harinya. Setidaknya bagi Wawan dia tidak lagi menyusahkan orang tuanya. Ketika di tanya soal keluarganya di Pekanbaru, Wawan tidak mau membahasnya. Bagi Wawan keadaan kebersihan di Namo Bintang juga tidak berubah banyak seperti dahulu. Perubahan yang terjadi hanya sekarang ada sumur bor, kamar mandi umum dan tempat ibadah yang sudah lebih besar. Informan VII Nama : Adi Usia : 32 tahun Jenis kelamin : Pria Status : Pemulung Universitas Sumatera Utara 69 Tanggal wawancara : 20 Desember 2011 Adi juga sudah lama tinggal di Namo Bintang ini dan berprofesi sebagai pemulung. Adi seorang diri merantau dari kampungnya untuk mencari kehidupan yang lebih layak. Meski sekarang hidupnya sebagai pemulung tidak bisa dibilang layak, tetapi Adi masih bangga tidak menjadi pengemis atau menjadi perampok atau pencopet. Baginya pemulung masih lebih baik dari pada meminta atau merampok, baginya menghasilkan uang 30 ribu perhari sudah bisa mencukupi kebutuhan hariannya. Kegiatan memulungnya dilakukannya dari pagi sampai sore hari saja, setelah itu dia pulang untuk beristirahat dan malamnya dia akan membantu di tempat temannya yang membuka warung nasi. Adi tinggal di sebuah rumah yang dibangunnya bersama warga, meski belum layak disebut rumah, tetapi bagi Adi, dia sudah banyak berhutang budi kepada masyarakat di daerah ini. Rasa kebersamaan, senasib dan tolong menolong diantara warga Namo Bintang ini masih sangat kuat, dan Adi juga berharap tidak akan pernah hilang. Keadaan lingkungan di daerah ini sudah bisa membuat adi bertahan selama 10 tahun. Bagi dirinya kamar mandi umum, sumur bor sudah mencukupi kebutuhannya sehari-hari untuk membersihkan diri. Meski dia membenarkan bahwa udara di daerah ini tidak begitu segar, tetapi karena sudah terbiasa dirinya tidak merasa terganggu.

4.2. Pembahasan

Setelah menganalisa setiap data hasil wawancara, dilanjutkan observasi ke lapangan yaitu mengukur tingkat hubungan antara pemulung dalam komunikasi kelompok. Wawancara dan observasi yang diajukan diharapkan Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Patron-Klien dalam kelompok Pemulung (Studi Kasus Kelompok Pemulung Kelurahan Jatinegara,Kecamatan Cakung,Jakarta Timur)

0 11 172

Hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung (studi kasus kelompok pemulung kelurahan Jatinegara,kecamatan Cakung,Jakarta Timur

1 12 172

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN PEMULUNG (Studi Kasus Terhadap Empat Pemulung Perempuan Kepala Keluarga yang Ada di TPA Bakung, Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung)

14 83 92

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

1 20 119

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 2 10

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 1

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 13

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 17

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 2

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 11