a. Tumpang Tindih Penggunaan Tanah
Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan jumlah penduduk bertambah, sedangkan produksi
pangan tetap atau mungkin berkurangnya karena banyak tanah pertanian telah berubah fungsi. Pemerintah juga terus
menyelenggarakan banyak proyek pembangunan. Tidak dapat dihindarkan bahwa dalam sebidang tanah yang sama dapat timbul
kepentingan yang berbeda. Masalah pembangunan yang bersentuhan langsung dengan
penggunaan tanah tersebut ternyata telah membawa implikasi lain terutama terhadap ketersediaan tanah pertanian sebagai sumber
pangan dan
mata pencaharian
petani, serta
semakin menyempitnya pemilikan tanah pertanian oleh petani. Apabila
tidak ditanggulangi maka dalam jangka panjang akan berdampak merugikan.
Alih fungsi lahan yang tidak dapat dihindari tersebut menuntut peran pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan
untuk tetap menjaga ketersediaan tanah pertanian. Selain pemerintah partisipasi masyarakat dalam menjaga ketersediaan
tanah pertanian juga diperlukan. Dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan, termasuk di dalamnya tanah, maka
memerlukan dukungan dari pelabagai pihak, disamping peranan
segenap lembaga swadaya masyarakat yang berkaitan dengan penelolaan lingkungan juga sangat diharapkan peran serta
masyarakat. Tumpang tindih penggunaan tanan, terkait dengan kebijakan
pemerintah dalam pemanfaatan tanah yaitu pemanfaatan yang tidak sesuai dengan rancana tata ruangnya, sebagai contoh
pemberian ijin oleh Pemerintah Daerah setempt untuk berdirinya sebuah pabrik atau perumahan di atas sawah yang produktif,
berdirinya pabrik di tengah-tengah perumahan, berdirinya perumahan di tengah kawasan industri.
b. Nilai Ekonomis Tanah Tinggi
Sejak masa orde baru, nilai ekonomis tanah semakin tinggi. Hal ini terkait dengan politik peningkatan pertumbuhan ekonomi
yang dicanangkan
pemerintah menitikberatkan
pada pembangunan. Tuntutan pembangunan khususnya infrastruktur
yang semakin tinggi dan merata di seluruh wilayah Indonesia serta perkembangan kebutuhan masyarakat menyebabkan harga
tanah naik. Pemerintah orde baru menetapkan kebijakan berupa tanah
sebagai bagian dari sumber daya agraria tidak lagi menjadi sumber produksi atau tanah tidak lagi untuk kemakmuran rakyat,
melainkan tanah sebagai aset pembangunan demi mengejar
pertumbuhan ekonomi yang bahkan kebijakan itu sangat merugikan kepentingan rakyat. Fungsi sosial tanah pun
dikesampingkan karena semuanya berorientasi pada prinsip bisnis. Rencana pembangunan jalan tol di sebuah daerah,
misalnya, menyebabkan harga tanah rakyat di sekitar objek pembangunan jalan tol tersebut mendadak tinggi dan akan
bertahan mati-matian untuk menjual menuntut nilai ganti rugi yang tinggi.
Kebijakan pemerintah orde baru dapat menimbulkan sengketa penguasaan seumber daya agraria antara pemilik sumber
daya agraria dalam hal ini rakyat dengan para pemilik modal yang difasilitasi pemerintah. Sengketa pun timbul, bukan saja
mengenai kepemilikan tanah tetapi juga menyangkut penguasaan areal untuk perkebunan.
c. Kesadaran Masyarakat Meningkat