Pemberian Vitamin K pada Bayi Baru Lahir

makanan jarang terjadi, sebab vitamin K terdapat secara luas dalam makanan. Kekurangan vitamin K terjadi bila ada gangguan apsorpsi lemak bila produksi empedu kurang atau pada diare. Kekurangan vitamin K bisa juga terjadi bila seseorang mendapat antibiotika sedangkan tubuhnya kurang mendapat vitamin K dari makanan. Antibiotika membunuh kuman- kuman didalam usus yang membentuk vitamin K. Oleh karena itu,sebelum operasi biasanya diperiksa terlebih dahulu kemampuan darah untuk menggumpal dan sebagai pencegahan diberi suntikan vitamin K. Vitamin K biasanya diberikan sebelum operasi untuk mencegah perdarahan berlebihan. Kelebihan vitamin K hanya bisa terjadi bila vitamin K diberikan dalam bentuk berlebihan berupa vitamin K sintetik menadion. Gejala kelebihan vitamin K adalah hemolisis sel darah merah,sakit kuning jaundice dan kerusakan pada otak Almatsier,2009. Kekurangan vitamin K pada neonatus menyebabkan gejala melena neonatorium dan timbul pada umur 2 atau 3 hari. Adapun gejalanya ialah perdarahan pada lambung dan usus sehingga menyebabkan muntah darah dan berak darah, kadang-kadang juga perdarahan dari hidung dan umbilicus. Keadaan yang berarti dapat menimbulkan kematian. Pada keadaan kekurangan vitamin K, dan bayi cukup bulan yang dilahirkan dengan ekstrasi forsep atau vakum: 1 mg selama 3 hari berturut-turut Pudjiadi, 2000

2.2. Pemberian Vitamin K pada Bayi Baru Lahir

Universitas Sumatera Utara Bayi baru lahir adalah bayi yang berusia 0 baru lahir sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Bayi baru lahir dibagi menjadi dua : bayi baru lahir dini usia 0 sampai 7 hari dan bayi baru lahir lanjut usia 7 sampai 28 hari Zunera, 2006. Masa perinatal dan neonatal merupakan masa yang kritis bagi kehidupan bayi. Dua pertiga kematian bayi terjadi dalam masa 28 hari neonati dini dimana 60 nya terjadi dalam waktu 7 hari setelah persalinan. Dengan pemantauan kontinuketat dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah angka kematian bayi. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal adalah: Perdarahan, Hipertensi, Infeksi, Kelahiran preterm atau bayi berat lahir rendah, Asfiksia, Hipotermi. Penanganan bayi baru lahir yang kurang baik dapat menyebabkan hipotermi, cold stress stress dinginhipotermi sedang, yang selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemi, hipoglikemi dan mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, syok dan keterlambatan tumbuh kembang Soetjoningsih, 1995. Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskuler di paha kiri sesegera mungkin untuk mencegah perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir JNPK- KRPOGI, 2007. Adapun cara pemberian vitamin K1 pada bayi baru lahir yaitu: pertama; perhatikan jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1phytomenadione injeksi dalam sediaan ampul yang berisi 10 mg Vitamin K1 per 1 ml. kedua; Masukkan vitamin K1 ke dalam semprit sekali pakai steril 1ml, kemudian Universitas Sumatera Utara disuntikkan secara intramuskular di paha kiri bayi bagian anterolateral sebanyak 1 mg dosis tunggal, diberikan paling lambat 2 jam setelah lahir. Vitamin K1 injeksi diberikan sebelum pemberian imunisasi hepatitis B0 uniject, dengan selang waktu 1-2 jam. Pada bayi yang akan dirujuk tetap diberikan vitamin K1 dengan dosis dan cara yang sama. Pada bayi yang lahir tidak ditolong bidan, pemberian vitamin K1 dilakukan pada kunjungan neonatal pertama KN 1 dengan dosis dan cara yang sama. Ketiga; Setelah pemberian injeksi vitamin K1, dilakukan observasi Kemenkes RI, 2009. 2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Vitamin K Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu 2011 mengenai gambaran pengetahuan ibu hamil tentang vitamin K pada Bayi Baru Lahir di Desa Banjarsari, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan ibu hamil tentang vitamin K pada bayi baru lahir dari 50 responden terdapat 35 responden 70 termasuk kategori kurang Rahayu, 2011. Hasil penelitian oleh Ervinawati 2010 mengenai pelaksanaan pemberian vitamin K oleh Bidan pada bayi baru lahir di Puskesmas Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010, penelitian ini menunjukkan mayoritas dari segi Umur 10 orang 32,2 pada rentang usia 36-40 tahun, dan berdasarkan Pendidikan sebagian besar 28 orang 90,3 berpendidikan D-III, sedangkan berdasarkan Lama berkerja sebagian besar 9 responden 29 lama berkerja 16-20 tahun, dan sebagian besar 31 orang 100 bersifat positif Ervinawati, 2010. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian oleh Mark tentang “The Risk of Childhood Cancer after Neonatal Exposure to Vitamin K” menyatakan bahwa vitamin K diberikan di ruang bersalin oleh tenaga kerja CPP dan ruang observasi anak, terdapat 18 anak yang belum mendapat vitamin K Mark A, 1993. Berdasarakan dari berbagai penelitian diatas dapat dikaitkan dengan teori Green 1980, bahwa Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor perilaku behavior causes dan faktor luar perilaku non behavior causes sedangkan perilaku ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : Faktor pertama lama kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya, petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit. Menurut Ranupendoyo dan Saud 1990, semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik. Masa kerja adalah rata-rata masa kerja responden yang dihitung setelah dia menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja pertama kalinya sebagai tenaga penolong persalinan khususnya dalam penanganan perlengketan plasenta. Lamanya bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas dan pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan Universitas Sumatera Utara teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya. Faktor kedua yaitu pengetahuan, berdasarkan Bloom 1974 dalam Notoatmodjo 2003, menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behaviour. Faktor ketiga sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Allport, 1954. Menurut Purwanto 1999 sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu obyek. Ciri-ciri sikap adalah, sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah pada orang- orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dirumuskan dengan jelas. Objek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi Universitas Sumatera Utara dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu Purwanto, 1999. Faktor keempat ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan. Menurut Heni 2009, prosedur ketersediaan alat meliputi: Tersedia peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat. Faktor kelima yaitu program pemerintah adalah suatu ketetapan atau keputusan dari pemerintah dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan. Khususnya dalam penyelenggaraan pemberian profilaksis injeksi vitamin K1 yang dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat yang berbasis hak anak melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan pemberian profilaksis injeksi vitamin K1 pada bayi baru lahir. Mengupayakan kualitas pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir yang bermutu dan Universitas Sumatera Utara mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. Pemerintah meningkatkan akses pelayanan kesehatan gizi yang bermutu, melalui penempatan bidan di desa dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam mendeteksi, menemukan dan menangani kasus gizi buruk sedini mungkin. Selain itu pemerintah juga membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan tepat pada kasus gizi buruk baik di Puskesmas maupun di rumah sakit.

2.4. Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

2 75 115

Pelaksanaan Pemberian Vitamin K oleh Bidan Pada Bayi Baru Lahir di Puskesmas Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010

3 57 46

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI BIDAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI BARU LAHIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU TAHUN 2015 Rani Gartika Silalahi

0 0 12

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vitamin - Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Medan Tahun 2013

0 0 16

II. Petunjuk Pengisian Isilah data dengan benar - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 27

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 10

Faktor – faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

0 0 17