175
SISBANGPEL mampu memberikan gambaran yang komprehensif terkait dengan aspek-aspek yang berpengaruh langsung terhadap pengembangan suatu PP.
Rancangan pengembangan yang dihasilkan SISBANGPEL perlu didukung dengan analis yang baik, sehingga rancangan pengembangan yang dihasilkan
akan lebih tepat.
6.2 Verifikasi Model SISBANGPEL
Hasil verifikasi model yang dilakukan dengan memasukkan data dan informasi tentang variabel-variabel ataupun peubah-peubah yang terkait dengan
rencana pengembangan PPSC menunjukkan bahwa paket model SISBANGPEL yang merupakan suatu SPK yang direkayasa dalam bentuk perangkat lunak
komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0 dan program Microsoft Access 2002 bisa digunakan.
Pengguna paket model SISBANGPEL dapat mengisi, mengedit, menghapus, menampilkan, meng-update dan menyimpan data melalui sistem
manajemen basis data sesuai dengan kebutuhan. Keluaran dalam model SISBANGPEL dalam bentuk tabel dan grafik sangat membantu pengambil
kebijakan dalam melihat gambaran tentang kondisi saat ini dan masa depan tentang rancangan pengembangan PPSC.
Analisis yang terdapat pada sistem manajemen basis model SISBANGPEL yang terdiri dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan aktivitas,
analisis tingkat pemanfaatan fasilitas, analisis biaya dan manfaat, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP dan
analisis strategi pengembangan. Analisis yang ada pada model SISBANGPEL saling terkait satu sama lain. Berdasarkan hasil verifikasi model SISBANGPEL,
maka hipotesis penelitian terbukti bahwa model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat
dijadikan sebagai model pengembangan PP.
6.2.1 Analisis Potensi SDI di Cilacap
Gambaran potensi SDI di Cilacap menunjukkan semua jenis SDI di wilayah ini tingkat pemanfaatannya dibawah optimal Tabel 33. Dari kemampuan
tangkapan per unit tangkap dan trend upaya penangkapan yang terjadi seperti pada Gambar 15 sampai 26, tampak bahwa trend CPUE untuk pelagis kecil dan
udang menunjukkan kecenderungan positif, ini menunjukkan bahwa sumber daya pelagis kecil dan udang masih memungkinkan untuk meningkatkan effort.
176
Sementara CPUE demersal relatif mendatar, sedangkan CPUE pelagis besar negatif. Untuk itu penangkapan ikan pelagis besar di sekitar Cilacap perlu
dikendalikan, melalui pembatasan kegiatan penangkapan di sekitar Cilacap. Kegiatan penangkapan pelagis besar yang menggunakan alat tangkap tuna long
line perlu diarahkan ke perairan ZEEI. Informasi tentang potensi SDI yang ada di Cilacap yang merupakan
keluran sub model potensi SDI sebaiknya dilakukan validasi melalui proses pembandingan dengan informasi potensi SDI WPP 9 yang dikeluarkan oleh
Komnas Kajikanlut 1998; 2001;2002 dan DJPT 2004. Berdasarkan proses validasi tersebut tampak bahwa hasil sub model potensi SDI di Cilacap yang ada
di WPP 9 menunjukkan hasil yang bisa saling melengkapi. Akan lebih ideal lagi jika keluaran sub model potensi SDI tersebut juga di validasi dengan informasi
SDI yang dikeluarkan dari hasil-hasil penelitian maupun publikasi-publikasi yang ada, sehingga akan meningkatkan ketepatan dalam menyusun rancangan
pengembangan PPSC. Khusus SDI ikan pelagis baik pelagis besar maupun pelagis kecil yang memiliki ruaya yang relatif jauh bahkan untuk ikan tuna higly
migratory, model pendugaan stok yang digunakan perlu di evaluasi setiap tahun. Sebagaimana saran penelitian Tinungki 2005 yang meneliti tentang “ Evaluasi
Model Produksi Surplus dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari Untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali”
menyebutkan bahwa sumber daya ikan lemuru di Selat Bali sangat dinamis sehingga model pendugaan stok yang digunakan perlu di evaluasi setiap tahun.
Untuk lebih meningkatkan akurasi pengembangan suatu PP yang ditinjau dari aspek SDI, beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga potensi
SDI selain Surplus Production Model metode yang didasarkan atas data produksi tahunan dari penangkapan yaitu:
1. Pendugaan secara langsung, pendugaan yang didasarkan pada
penangkapan ikan secara langsung dengan mengunakan alat tertentu seperti trawl survey, longline dan trap survey, telur dan larva serta young fish survey.
2. Accoustic survey, survei yang menggunakan peralatan akustik. Pendekatan ini dapat melakukan pengamatan terhadap potensi ikan dalam areal yang
lebih luas, namun terbatas. 3. Virtual population analysis VPA, pendekatan yang didasarkan pada
perhitungan pendugaan fishing mortality. Metode ini digunakan bersama
177
dengan cara kelimpahan dari hasil analisis trawl survey atau survey akustik dan rangkaian CPUE.
4. Ecosystem simulation and multispecies models, metode yang digunakan melalui embentukan model yang dapat menirukan situasi ikan yang
sebenarnya ketika hidup di alam. Apabila melihat armada yang berdomisili di Cilacap umumnya masih
tergolong menengah ke bawah 50 GT. Lambatnya perkembangan armada besar dikarenakan adanya kendala alur pelayaran dan fasilitas bongkar muat
bagi armada besar. Meskipun armada besar melakukan operasi penangkapan di selatan Jawa, mereka membongkar hasil tangkapan di Jakarta. Kondisi ini dari
sisi efisiensi biaya operasi kurang baik. Ke depan, PPSC perlu ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai untuk mempermudah kegiatan bongkar muat
ikan dan fasilitas untuk pengolahan ikan. Selanjutnya berdasarkan data dari PPSC diketahui bahwa terjadi penurunan produksi di PPSC akibat dari sedikitnya
kapal-kapal yang melakukan kegiatan bongkar di PPSC. Hal tersebut disebabkan adanya pendangkalan di alur pelayaran sehingga prioritas utama pengembangan
PPSC adalah pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan, memelihara kebersihan kolam pelabuhan, perpanjangan breakwater utara dan selatan, serta
pelebaran alur pelayaran. Dalam kaitannya dengan potensi SDI yang ada, maka PPSC perlu
mempersiapkan sarana yang sesuai dengan armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan untuk masing-masing target penangkapan. Berdasarkan
Tabel 34 dan 35 diketahui bahwa armada penangkapan pelagis besar adalah tuna long line, pelagis kecil drift gill net, penangkapan demersal dan udang
dengan alat tangkap trammel net. Hal tersebut sesuai dengan data di PPSC 2005; 2005
b
menyebutkan bahwa armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan yang berpangkalan di PPSC dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok dominan yaitu gill net termasuk didalamnya drift gill net dan bottom gill net, trammel net dan long line. Adapun daerah operasi unit penangkapan di
PPSC terbagi dalam tiga jalur, yaitu : 1 jalur I : operasi penangkapannya hanya berjarak 3 mil dari garis pantai atau hanya berada di sekitar Teluk Penyu. Kapal-
kapal yang melakukan aktivitas penangkapan di jalur ini berukuran 10 GT, menggunakan motor tempel, bersayap atau disebut perahu katir dan alat tangkap
yang digunakan adalah payang, trammel net, gill net, rawai hanyut dan serok, 2 jalur II, operasi penangkapannya berjarak 3-7 mil dari garis pantai dengan kapal
178
yang berukuran 10–30 GT dan alat tangkap yang digunakan adalah trammel net, gill net dan long line dengan daerah penangkapannya meliputi sekitar Teluk
Penyu, Gombong, Yogyakarta bagian selatan, Pacitan dan Pangandaran, 3 jalur III, daerah operasi berjarak minimal 12 mil dari garis pantai dengan kapal
yang berukuran minimal 30 GT dan alat tangkap yang digunakan adalah gill net dan long line, daerah penangkapannya meliputi sekitar Teluk Penyu,
Gombong, Yogyakarta bagian selatan, Pacitan dan Pangandaran serta daerah yang lain. Jalur-jalur penangkapan tersebut hanya didasarkan pada kebutuhan
nelayan, dan tidak melanggar jalur-jalur penangkapan yang diatur diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 392KptsIK.120499 Tentang Jalur-Jalur
Penangkapan Ikan. Berdasarkan estimasi terhadap kapasitas penangkapan dan produksi di
PPSC, maka pengembangan PPSC diarahkan untuk kapal-kapal tuna long line dengan tonase 30 GT, kapal drift gill net ukuran 10-30 GT dan kapal trammel
net ukuran 5-30 GT; antara lain pengembangan kolam pelabuhan, sarana tambat untuk menghindari antrian dan pengembangan untuk penyediaan sarana
perbekalan logistik penambahan SPBU, pemenuhan es, serta air tawar Tabel 35 dan Tabel 36.
Sebagaimana disebutkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah 2003 untuk menunjang keberhasilan kegiatan penangkapan dan
proses pengolahan serta pemasaran ikan hasil tangkapan di PP harus didukung dengan penyediaan prasarana yang memadai baik fasilitas dasar, fungsional dan
penunjang yang ada di PP, di mana fungsi PP dapat berjalan efektif apabila keadaan fasilitas dan aktivitasnya maupun besaran fasilitas sesuai atau melebihi
kesesuaian dengan kebutuhan. Sesuai dengan estimasi terhadap tingkat produksi, maka pengembangan PPSC antara lain : perluasan dermaga bongkar,
pengembangan TPI I dan II, pengembangan kawasan industri, pengadaan keranjang ikan untuk menghindari kerusakan ikan serta fasilitasi sarana angkut
dari dermaga bongkar menuju TPI. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPSC selain untuk tujuan ekspor ke negara Jepang, Thailand, China, Singapura,
Hongkong, Vietnam, Taiwan, USA, Inggris, Jerman, Finlandia, Belgia dan Yunani, juga untuk tujuan domestik, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang.
Untuk itu perlu pengembangan kawasan industri pengolahan ikan dan cold storage untuk mempertahankan kualitas ikan tangkapan agar tetap baik dan
segar.
179
6.2.2 Analisis Prakiraan Aktivitas di PPSC