1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan PP mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan.
Keberadaan PP selain menunjang nelayan tradisional dalam pembangunan perikanan, juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan
daerah atau regional. Prospek pembangunan PP bagi pembangunan daerah adalah seperti terlaksananya pemerataan pembangunan, perluasan kesempatan
kerja dan berkurangnya arus urbanisasi. Hal ini akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat pada umumnya dan nelayan pada khususnya.
Berdasarkan data dari Kusyanto 2006 menunjukkan bahwa perkembangan industri yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
PPSNZJ tercatat 139 unit usaha dari berbagai bidang usaha menanamkan investasi dan telah menyerap tenaga kerja sekitar 40.000 orang yang setiap hari
melakukan aktivitas di kawasan PPSNZJ. Sesuai dengan pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
disebutkan bahwa PP merupakan fasilitas umum yang penyelenggaraan dan pembinaannya menjadi kewajiban pemerintah Dirjen PSDKP 2005. Mengingat
sampai saat ini pembangunan PP sebagai prasarana perikanan telah banyak dilakukan, maka pembinaannya dilakukan secara ganda, yaitu meningkatkan
pemanfaatan prasarana yang telah dibangun dan terus melanjutkan pembangunan di tempat-tempat lain yang strategis dan prospektif.
PP diperlukan dalam pengembangan perikanan tangkap karena dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi kapal penangkap ikan untuk
mengeksploitasi sumber daya perikanan di laut. Bagi kapal-kapal perikanan diperlukan tempat yang “aman” untuk berlabuh guna mendaratkan ikan hasil
tangkapan dan melakukan kegiatan persiapan untuk kembali melakukan penangkapan ikan di laut Murdiyanto 2004.
Secara khusus, PP menampung kegiatan masyarakat perikanan, terutama terhadap aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, serta
pembinaan masyarakat nelayan. Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi meliputi: penyediaan basis home base bagi armada
penangkapan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai logistik bagi kapal-kapal ikan seperti air tawar, BBM, es untuk perbekalan
1
dan lain-lain. Sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga produksi meliputi : aspek pengolahan, aspek pemasaran dan aspek pembinaan
masyarakat nelayan. PP memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan
kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut. PP selain merupakan penghubung antara nelayan dengan pengguna-pengguna hasil
tangkapan, baik pengguna langsung maupun tak langsung seperti: pedagang, pabrik pengolah, restoran dan lain-lain, juga merupakan tempat berinteraksinya
berbagai kepentingan masyarakat pantai yang bertempat di sekitar PP Israel and Roque 2000. PP yang berfungsi dengan baik akan merupakan titik temu
terminal point yang menguntungkan antara kegiatan ekonomi di laut dengan kegiatan ekonomi di darat Dubrocard and Thoron 1998; Lubis 1999;
Kusumastanto 2002; dan Purnomo et al. 2003. Ukuran berhasilnya sebuah PP terletak pada kemampuannya menarik
kapal-kapal ikan untuk melakukan aktivitas pendaratan ikan ke dalam lingkungan TPI dan melelangkan hasil tangkapannya. Untuk menunjang hal tersebut
diperlukan pelayanan yang memuaskan dan pengelolaan fasilitas operasional yang sinergi antara fasilitas satu dengan lainnya.
Secara detail disebutkan oleh Lubis et al. 2005 bahwa dalam bidang kegiatan penangkapan ikan sesungguhnya PP merupakan titik temu atau titik
penyambung antara wilayah perairan atau avant-pays maritime dapat disebut juga daerah penangkapan ikan atau daerah produksi penangkapan dan wilayah
daratan atau arriere pays continental disebut juga daerah distribusi dan konsumsi produk perikanan laut. Fungsinya adalah sebagai tempat berlindung,
tempat bertambat dan berlabuh bagi armada penangkapan ikan, termasuk didalamnya semua aktivitas yang berhubungan dengan perbaikan dan perawatan
kapal galangan kapal, bengkel reparasi, slipway. PP juga merupakan zona transit, bahkan tempat pengolahan ikan. Pelabuhan memiliki kantor-kantor
administratif, koperasi, lembaga perbankan, balai pertemuan nelayan dan sebagainya. Pada akhirnya PP menghimpun, dan tidak kalah pentingnya, zona
pemukiman masyarakat pantai beserta aktivitas perdagangannya dan bahkan kadang-kadang juga pemukiman-pemukiman nelayannya yang membelah bagian
ujung dari perkembangan kota. Manurung 1995 yang meneliti tentang “Urgensi Pelabuhan dalam
Pengembangan Agribisnis Perikanan Rakyat Kasus Jawa Tengah” menyatakan
bahwa pada hakekatnya PP merupakan sentra pengembangan industri perikanan di desa pantai. Hasil penelitian agribisnis di Jawa Tengah
memperlihatkan bahwa ketersediaan PP dengan kapasitas yang relatif besar dan fasilitas yang memadai mendorong investasi di bidang perikanan terutama
perikanan tangkap. Namun, sebagai suatu sistem, fungsi PP sebagai sentra pengembangan industri berkembang dengan lambat. Lembaga pendukung untuk
mencapai tujuan itu belum tersedia secara lengkap di wilayah pelabuhan. Lembaga di sana kurang berfungsi dan terkoordinasi ke arah itu. Untuk mencapai
tujuan tersebut, pembangunan PP sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dengan lembaga pendukung lainnya dan segala fungsi-fungsinya telah
dirumuskan sejak awal. Selain itu, pembangunan PP sebaiknya dipolakan sesuai dengan potensi sumber daya dan keragaman skala usaha perikanan.
Keberhasilan pembangunan PP tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan dalam proses pembangunan fisiknya saja, namun yang paling penting adalah
pemanfaatannya yang mempunyai dampak positif terhadap pembangunan daerah atau wilayah yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
masyarakat khususnya nelayan. Hal tersebut juga disebutkan oleh Dirjen Perikanan 2000 bahwa pengembangan perikanan laut dianggap menjadi
sumber pertumbuhan baru dewasa ini, karena sumber dayanya belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagaimana disebutkan oleh Barani 2005
bahwa tingkat pemanfaatan hasil perikanan laut pada tahun 2004 sebesar 4.50 juta ton atau sekitar 70.31. Selanjutnya berdasarkan data dari DJPT 2007
bahwa rata-rata produksi perikanan tangkap dari periode 1995-2005 meningkat 2.68, untuk tahun 2005 produksi perikanan tangkap menjadi sebesar 4.71 juta
ton. Sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru, maka sektor perikanan pada masa yang akan datang semakin dituntut untuk menunjukkan perannya dalam
peningkatan devisa, perbaikan konsumsi pangan dan gizi masyarakat, serta penyediaan lapangan kerja maupun dalam peningkatan pendapatan nelayan
Soepanto 2001. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dalam rangka membuat sub
sektor perikanan tangkap menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, diperlukan usaha-usaha memanfaatkan sumber daya perikanan
sampai tingkat optimal pada seluruh wilayah, dengan sasaran untuk peningkatan devisa dan peningkatan kesejahteraan bagi nelayan Soepanto 2001. Bertitik
tolak dari landasan pemikiran bahwa pembangunan ekonomi perikanan harus
memberikan prospek ekonomi yang menarik bagi para nelayan tradisional maupun swasta, maka perlu diciptakan pertumbuhan yang seimbang antara
kedua sektor tersebut sehingga tercapai tingkat pengusahaan sumber daya hayati perikanan secara rasional.
Pengembangan suatu PP saat ini masih perlu dilakukan karena berbagai pertimbangan antara lain: 1 tingkat produksi perikanan laut di beberapa wilayah
pengelolaan masih rendah jika dibandingkan dengan potensi SDI di wilayah perairan Indonesia Tabel 1, 2 mendukung dan menerapkan konsepsi
wawasan nusantara dalam pembangunan perikanan nasional untuk memanfaatkan potensi SDI, 3 optimalisasi pemanfaatan potensi SDI di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI sebagai implementasi konvensi hukum laut internasional.
Pengembangan PP bertujuan untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap, terutama dalam rangka memperlancar operasi penangkapan,
pendaratan hasil tangkapan, pengolahan dan mempermudah dalam pemasaran hasil tangkapan. Pengembangan PP dimaksudkan untuk mendukung
pengembangan usaha penangkapan di laut yang diarahkan menuju modernisasi nelayan beserta lokasi PP yang pada dasarnya merupakan sentra-sentra
pembinaan masyarakat perikanan serta pengembangan usaha maupun teknologi perikanan laut. Hal tersebut juga disebutkan oleh Tambunan 2005 bahwa untuk
mendukung upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP Gambar 2 dan untuk peningkatan
produksi perikanan telah dibangun 33 buah PP yang terdiri dari 5 Pelabuhan Perikanan Samudera PPS, 11 Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN dan 17
Pelabuhan Perikanan Pantai PPP, yang sebagian besar terdapat di wilayah Indonesia bagian Barat, utamanya di Sumatera dan Jawa. Selain ke 33 PP
tersebut di atas, dalam rangka mendukung upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah telah dibangun 478 pusat pendaratan ikan PPI
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pengembangan PP, pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: 1 pendekatan sumber daya perikanan, 2 pengembangan PP dibuat berdasarkan
pendekatan sentralisasi dan distribusi hasil, dan 3 pendekatan daerah berkembang DJPT 2003; Ismail 2005.
Penelitian tentang pengembangan PP belum banyak dilakukan dan cenderung parsial, sehingga perbaikan pada suatu bagian tidak diikuti oleh
bagian yang lain. Beberapa penelitian yang terkait dilakukan oleh Lubis 1999 meneliti tentang pola pengelolaan PPS dan PPI Muara Angke, Lubis 2000
meneliti tentang Pengelolaan aktifitas dan sistem pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang terletak di wilayah perairan Laut Jawa, dan
Lubis 2001 meneliti tentang sistem PP di wilayah perairan Laut China Selatan. Penelitian Ardi 2002 mengenai analisis sistem PP di Kabupaten Lombok
Timur Nusa Tenggara Barat; Ernaningsih 2002 tentang analisis fungsional PPI Muara Angke Jakarta dan pengembangannya; Kamarijah 2003 meneliti tentang
analisis dampak pengembangan PPN Pelabuhanratu terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir; Latif 2003 meneliti tentang analisis
pengembangan fasilitas pelabuhan laut; Indar 2004 mengkaji tentang pengembangan fasilitas PP di kawasan timur Indonesia; Kresnanto 2004
mengkaji analisis kinerja dan pengembangan PPN Pekalongan di Kota Pekalongan; Kandi 2005 meneliti tentang analisis pengelolaan PPP di desa
Lampulo Kecamatan Kuta Alam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; Kusyanto et al. 2006 meneliti tentang kebijakan dan pelayanan PPS terhadap daya saing
industri perikanan pada perdagangan global di PPS Jakarta, Suherman et al. 2006 meneliti tentang analisis pengembangan fasilitas PPSC, dan Kusyanto
2006 meneliti tentang model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi: kasus PPS Nizam Zachman Jakarta.
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu penelitian terpadu dan komprehensif serta berkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem
pengembangan PPS. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan akan
membuat persoalan semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan pendekatan sistem Eriyatno 2003 dan Marimin 2004.
Pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku sistem yang dikaji dan perubahannya pada setiap waktu
serta menjelaskan hubungan kompleksitas dari masing-masing aspek. Dengan pendekatan sistem dapat disusun skenario pengembangan PPSC sesuai yang
diharapkan.
Tabel 1 Produksi, potensi dan tingkat pemanfaatan masing-masing kelompok SDI laut pada setiap WPP tahun 1997 Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP
Kelompok Sumber Daya 1 2 3 4 5 6 7
8 9
Perairan Indonesia Ikan
Pelagis Besar
- Potensi 10
3
tontahun 27.67
66.08 55.00
193.60 104.12
50.86 106.51
175.26 366.26
1 145.36 - Produksi 10
3
tontahun 36.27
35.16 137.82
85.10 29.10
34.56 37.46
153.43 188.28
737.18 - Pemanfaatan
131.08 53.21
250.58 43.96
27.95 67.95
35.17 87.54
51.41 748.85
Ikan Pelagis
Kecil - Potensi 10
3
tontahun 147.30
621.50 340.00
605.44 132.00
468.66 379.44
384.75 526.57
3 605.66 - Produksi 10
3
tontahun 132.70
205.53 507.53
333.35 146.47
12.31 119.43
62.45 26.56
1 546.33 - Pemanfaatan
90.09 33.07
149.27 55.06
110.96 2.63
31.48 16.23
5.04 493.83
Ikan Demersal
- Potensi 10
3
tontahun 82.40
364.80 375.20
87.20 9.32
202.34 88.84
54.86 135.13
1 400.09 - Produksi 10
3
tontahun 146.29
54.69 334.92
167.38 43.20
156.60 32.14
15.31 134.83
1 085.36 - Pemanfaatan
177.54 14.99
89.26 191.95
463.52 77.39
36.18 27.91
99.78 1 178.52
Ikan Karang
Konsumsi - Potensi 10
3
tontahun 5.00
21.57 9.50
34.10 32.10
3.10 12.50
14.50 12.88
145.25 - Produksi 10
3
tontahun 21.60
7.88 48.24
24.11 6.22
22.58 4.63
2.21 19.42
156.89 - Pemanfaatan
432.00 36.53
507.79 70.70
19.38 728.39
37.04 15.24
150.78 1 997.85
Udang Paneid
- Potensi 10
3
tontahun 11.40
10.00 11.40
4.80 0.00
43.10 0.90
2.50 10.70
94.80 - Produksi 10
3
tontahun 49.46
70.51 52.83
36.91 0.00
36.67 1.11
2.18 10.24
259.91 - Pemanfaatan
433.86 705.10
463.42 768.96
0.00 85.08
123.33 87.20
95.70 2 762.65
Lobster - Potensi 10
3
tontahun 0.40
0.40 0.50
0.70 0.40
0.10 0.30
0.40 1.60
4.80 - Produksi 10
3
tontahun 0.87
1.24 0.93
0.65 0.01
0.16 0.02
0.04 0.16
4.08 - Pemanfaatan
cumi 217.50
310.00 186.00
92.86 2.50
160.00 6.67
10.00 10.00
995.52 Cumi-
- Potensi 10
3
tontahun 1.86
2.70 5.04
3.88 0.05
3.39 7.13
0.45 3.75
28.25 - Produksi 10
3
tontahun 3.15
4.89 12.11
7.95 3.48
0.30 2.86
1.49 6.29
42.52 - Pemanfaatan
TAL 169.35
181.11 240.28
204.90 6 960.00
8.85 40.11
331.11 167.73
8 303.45 TO
- Potensi 10
3
tontahun 276.03
1 087.05 796.64
929.72 277.99
771.55 595.62
632.72 1056.89
6 424.21 - Produksi 10
3
tontahun 390.34
379.90 1 094.38
655.45 228.48
263.18 197.65
237.11 385.78
3 832.27 - Pemanfaatan
1 651.42 1 334.01
1 886.61 1 428.38
7 584.31 1 130.29
309.98 575.24
580.44 16 480.67
Sumber: KOMNAS KAJIKANLUT 1998; 2001; 2002 dan DJPT 2004 6
7
8
9
Eriyatno 2003 dan Marimin 2004 berpendapat bahwa pendekatan sistem memberikan metode yang logis untuk penanganan masalah dan
merupakan alat yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan, menganalisis, menstimulasi dan mendesain sistem keseluruhan. Pada penelitian ini akan
diformulasikan sebuah model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam sistem penunjang keputusan SPK yang terkait dengan masalah pengembangan
PP. Model yang direkayasa diverifikasi di PPSC. PPSC merupakan salah
satu PP yang bertipe samudera yang berada di selatan Jawa Tengah, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi SDI
pelagis kecil maupun pelagis besar. Prakiraan potensi perikanan tangkap terdiri atas: perairan pantai Cilacap dan lepas pantai Kabupaten Cilacap sebesar 60
560 ton Tabel 2 DPK Cilacap 2002. Fungsi lain dari keberadaan PPSC adalah sebagai salah satu penggerak
bagi sektor yang lain, dengan kata lain memiliki multiplier effect bagi sektor yang lain, seperti sektor perdagangan, sektor jasa angkutan, pembukaan jalan dan
lain-lain. Kontribusi PPSC terhadap daerah antara lain menunjang Pendapatan Asli Daerah PAD Pemerintah Kabupaten Cilacap dan Pemerintah Propinsi
Jawa Tengah. Tabel 2 Potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan laut di Kabupaten Cilacap
Tahun 2001 Pemanfaatan
Jenis Ikan Potensi Ton
Jumlah Ton Pelagis
22 000.00 3 215.09
14.61 Demersal
22 360.00 7 402.82
33.10 Udang
12 500.00 2 701.76
32.47 Cumi-Cumi 3
700.00 189.12
5.11 Jumlah
60 560.00 13 508.79
Sumber: DPK Cilacap 2002 Untuk menunjang keberhasilan kegiatan penangkapan dan proses
pengolahan serta pemasaran ikan hasil tangkapan, PPSC harus didukung dengan penyediaan prasarana yang memadai baik fasilitas dasar, fungsional
maupun penunjang. Fungsi PPSC dapat berjalan efektif apabila keadaan fasilitas dan aktifitasnya maupun besaran fasilitas sesuai dengan kebutuhan yang ada.
10
1.2 Perumusan Masalah