3.3.2. Pengujian Rekomendasi
Pengujian rekomendasi pemupukan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik dilakukan di Nagari Koto Gadang Guguk, Kecamatan Gunung Talang,
Kabupaten Solok. Lahan percobaan berada di bagian tengah dari lereng tengah volkanik Gunung Talang, bentuk wilayah melandai dengan lereng + 15.
Penempatan perlakuan berada pada tiga petak sawah, masing-masing petak sawah terdiri dari satu ulangan. Luas lahan percobaan + 0.32 ha dengan produksi rata-
rata di tingkat petani 1400 sukek GKP setara dengan 5.44 tonha GKG. Tabel 19 Rekapitulasi penyusunan rekomendasi pemupukan N, P dan K
berdasarkan karakteristik tanah sawah
N total Urea
kgha P
2
O
5
tersedia mgkg
SP-36 kgha
K
2
O potensial mgkg
KCl kgha
0.19 100
22.90 100
61.90 50
0.16-0.18 200
17.50-22.90 300
55.90-61.90 100
0.16 300
17.50 500
55.90 150
Tabel 20 Kombinasi perlakuan pupuk yang diuji di lapang
Kode Kombinasi
Kode Kombinasi Kode
Kombinasi Kode Kombinasi
Perlakuan Perlakuan
Perlakuan Perlakuan
1 N1P1K1
8 N2P1K3
15 N3P2K2
22 N1P3K2
2 N2P1K1
9 N3P1K3
16 N1P2K3
23 N2P3K2
3 N3P1K1
10 N1P2K1
17 N2P2K3
24 N3P3K2
4 N1P1K2
11 N2P2K1
18 N3P2K3
25 N1P3K3
5 N2P1K2
12 N3P2K1
19 N1P3K1
26 N2P3K3
6 N3P1K2
13 N1P2K2
20 N2P3K1
27 N3P3K3
7 N1P1K3
14 N2P2K2
21 N3P3K1
28 N0P0K0
Keterangan: N1, N2, N3 = 100, 200, 300 kg Ureaha, P1, P2, P3 = 100, 300, 500 kg SP-36ha, K1, K2, K3 = 50, 100, 150 kg KClha.
Pada tanah sawah dari endapan sungai, pengujian rekomendasi pemupukan dilakukan di Nagari IX Korong, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok. Lahan
percobaan berada di Dataran Aluvial Batang Sumani pada bentuk wilayah agak cekung dengan lereng 1. Penempatan perlakuan berada pada satu petak sawah
yang berukuran 0.42 ha. Produksi Cisokan rata-rata di tingkat petani pada lahan percobaan tersebut adalah 1300 sukek GKP setara dengan 4.61 tonha GKG.
Pada tanah sawah dari endapan danau, pengujian rekomendasi pemupukan dilakukan di Nagari Saning Bakar, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten
Solok. Lahan sawah lokasi percobaan berada + 1 km dari Danau Singkarak dengan bentuk wilayah agak datar, lereng 1 dan melandai ke arah Danau
Singkarak. Penempatan perlakuan berada pada tiga petak sawah, masing-masing petak sawah terdiri dari satu ulangan. Luas lahan percobaan + 0.28 ha dengan
produksi rata-rata di tingkat petani adalah 33 karung 50 kg setara setara dengan 4.93 tonha GKG. Denah penempatan perlakuan disajikan pada Lampiran 7.
Penelitian dalam rangka mengoptimalkan produksi Cisokan melalui optimalisasi tanah sawah di masing-masing bahan induk di Sentra Produksi Beras
Solok telah dilaksanakan. Untuk itu telah disusun rekomendasi pemupukan dan telah diuji di lapang serta telah diamati pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
produksi Cisokan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cisokan yang ditanam pada tanah sawah dari endapan endapan sungai dan endapan danau memberikan
pertumbuhan yang lebih baik ditunjukkan oleh tinggi tanaman yang lebih tinggi dan jumlah anakan yang lebih banyak, sebaliknya dengan produksi. Produksi
umumnya lebih tinggi pada tanah sawah dari bahan induk volkanik. Upaya Optimalisasi Tanah Sawah terhadap Pertumbuhan Cisokan
Parameter tumbuh yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah anakan produktif.
Tinggi Tanaman
Hasil pengukuran di lapang menunjukkan pada umur 38 HST, tinggi tanaman padi pada tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi, kemudian diikuti
oleh tanaman padi pada sawah dari endapan sungai selanjutnya dari bahan induk volkanik. Pada umur tersebut tinggi tanaman padi tertinggi pada tanah sawah dari
endapan danau mencapai 71 cm, tanah sawah dari endapan sungai 61 cm, sedangkan tanah sawah dari bahan induk volkanik hanya 59 cm. Analisis
statistik terhadap juga memperlihatkan hal yang sama. Hasil analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman pada umur 38 HST di
masing-masing bahan induk, perlakuan serta kombinasi bahan induk dan perlakuan disajikan pada Lampiran 8. Pada lampiran tersebut terlihat bahwa rata-
rata tinggi tanaman padi pada umur tersebut di masing-masing bahan induk dan perlakuan berbeda nyata taraf 5. Sementara kombinasi bahan induk dan
perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata taraf 5. Hasil analisis rata- rata tinggi tanaman pada umur 38 HST di masing-masing bahan induk dan
perlakuan disajikan pada Tabel 21 dan 22. Tabel 21 Rata-rata tinggi Cisokan pada umur 38 HST di masing-masing
bahan induk
Bahan induk Rata-rata tinggi tanaman cm
Endapan danau 64.97
a
Endapan sungai 54.76
b
Bahan induk volkanik 54.04
b
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DMRT.
Pada Tabel 21 terlihat bahwa rata-rata tinggi tanaman padi umur 38 HST pada tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dan berbeda nyata taraf 5
dengan tanah sawah dari endapan sungai dan bahan induk volkanik. Rata-rata tinggi tanaman berikutnya dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai, meski
rata-rata tinggi tanaman tersebut tidak berbeda nyata taraf 5 dengan rata-rata tinggi tanaman padi pada tanah sawah dari bahan induk volkanik.
Pada Tabel 22 terlihat bahwa pada umur 38 HST, perlakuan N3P2K3 memberikan rata-rata tinggi tanaman tertinggi di ketiga bahan induk, yaitu 62.73
cm. Rata-rata tinggi tanaman tersebut berbeda nyata taraf 5 dengan rata-rata tinggi tanaman pada sebagian perlakuan lainnya. Tanpa perlakuan N0P0K0
memberikan rata-rata tinggi tanaman 54.16 cm. Meskipun rata-rata tinggi tanaman yang dihasilkan bukan yang terendah, namun rata-rata tinggi tanaman tidak
berbeda nyata taraf 5 dengan perlakuan N1P1K2. Hingga umur 52 HST data tidak disajikan tinggi tanaman tertinggi pada
tanah sawah dari endapan sungai mencapai 86 cm, dan tanah sawah dari bahan induk volkanik 77 cm. Mengacu pada Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi
Balitpa, 2004 yang disajikan Lampiran 6 bahwa tinggi tanaman varietas Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok tergolong rendah. Pada tanah sawah dari endapan
danau, pengukuran tinggi tanaman pada umur tersebut 52 HST tidak dapat dilakukan karena pada umur 45 HST tanaman padi telah mengeluarkan malai,
lebih cepat dibandingkan dengan tanaman padi pada tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai.
Tabel 22 Rata-rata tinggi Cisokan pada umur 38 HST pada berbagai perlakuan
Perlakuan Rata-rata tinggi
tanaman cm Perlakuan
Rata-rata tinggi tanaman cm
N3P2K3 62.73
a
N2P1K3 58.00
bcdef
N3P3K2 61.80
ab
N3P1K2 57.87
bcdef
N3P3K1 61.38
ab
N3P1K1 57.53
bcdef
N3P3K3 60.82
abc
N1P3K2 56.67
cdefg
N2P3K2 60.67
abc
N1P3K3 56.67
cdefg
N3P2K2 60.36
abc
N1P2K2 56.53
cdefg
N2P3K3 60.29
abc
N1P2K1 56.51
cdefg
N2P3K1 59.76
abcd
N1P2K3 55.84
defg
N2P2K3 59.71
abcd
N2P1K2 55.56
defg
N2P2K1 59.67
abcd
N1P1K3 54.18
efg
N3P2K1 59.38
abcd
N0P0K0 54.16
efg
N2P2K2 58.80
abcd
N1P1K1 53.69
fg
N3P1K3 58.64
abcd
N2P1K1 53.62
fg
N1P3K1 58.20
bcde
N1P1K2 52.82
g
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DMRT.
Jumlah Anakan
Hasil analisis sidik ragam rata-rata jumlah anakan pada umur 38 HST di masing-masing bahan induk, perlakuan serta kombinasi bahan induk dan
perlakuan disajikan pada Lampiran 8. Pada lampiran tersebut ditunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata taraf 5 terhadap rata-rata jumlah anakan Tabel 23.
Sementara rata-rata jumlah anakan pada umur 38 HST di masing-masing bahan induk serta kombinasi bahan induk dan perlakuan memberikan perbedaan yang
tidak nyata taraf 5. Pada Tabel 23 terlihat bahwa perlakuan N3P3K3 memberikan rata-rata
jumlah anakan terbanyak di ketiga bahan induk, yaitu 20.22 anakan dan rata-rata jumlah anakan tersebut berbeda nyata taraf 5 dengan rata-rata jumlah anakan
pada sebagian perlakuan lainnya. Tanpa perlakuan N0P0K0 menghasilkan jumlah anakan rata-rata 14.11 anakan dan merupakan jumlah anakan terendah.
Sama halnya dengan tinggi tanaman, pengamatan jumlah anakan pada tanah sawah dari endapan danau hanya dapat dilakukan sampai tanaman berumur 38
HST karena pada umur 45 HST tanaman telah mengeluarkan malai, sehingga pengukuran pada umur 52 HST tidak dapat dilakukan.
Tabel 23 Rata-rata jumlah anakan Cisokan pada umur 38 HST pada berbagai
perlakuan
Perlakuan Rata-rata jumlah
anakan perrumpun Perlakuan
Rata-rata jumlah anakan perrumpun
N3P3K3 20.22
a
N1P1K1 17.44
abcde
N3P1K2 19.44
ab
N2P2K2 17.33
abcde
N3P2K2 19.33
abc
N1P3K3 17.33
abcde
N3P1K1 18.89
abc
N1P2K1 17.11
bcde
N2P1K1 18.56
abcd
N2P2K1 17.00
bcde
N3P2K3 18.00
abcde
N1P2K2 16.78
bcdef
N3P2K1 18.00
abcde
N2P3K1 16.67
bcdef
N3P1K3 18.00
abcde
N1P1K2 16.67
bcdef
N2P1K3 18.00
abcde
N2P2K3 16.44
cdef
N2P1K2 18.00
abcde
N1P3K1 16.44
cdef
N3P3K1 17.89
abcde
N1P3K2 15.67
def
N2P3K3 17.78
abcde
N1P2K3 15.22
ef
N3P3K2 17.78
abcde
N1P1K3 15.11
ef
N2P3K2 17.56
abcde
N0P0K0 14.11
f
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DMRT.
Berdasarkan pengamatan di lapang, jumlah anakan padi meningkat pesat saat pengukuran ke II 24 HST. Peningkatan jumlah anakan tersebut disebabkan
pada umur tersebut 21-28 HST adalah fase anakan produktif bagi tanaman padi. Untuk itu ketersediaan hara sangat perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi
jumlah anakan yang dihasilkan dan pada akhirnya akan mempengaruhi produksi.
Jumlah Anakan Produktif
Hasil analisis sidik ragam rata-rata jumlah anakan produkstif di masing- masing bahan induk, perlakuan serta kombinasi bahan induk dan perlakuan
disajikan pada Lampiran 8. Pada tabel tersebebut terlihat bahwa perlakuan berbeda nyata taraf 5 terhadap jumlah anakan produktif, sementara bahan
induk serta kombinasi bahan induk dan perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata taraf 5. Hasil analisis pengaruh perlakuan terhadap rata-rata jumlah
anakan produktif disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Rata-rata jumlah anakan produktif Cisokan pada berbagai perlakuan
Perlakuan Rata-rata jumlah
anakan produktif perrumpun
Perlakuan Rata-rata jumlah
anakan produktif perrumpun
N3P2K2 16.40
a
N3P2K1 14.87
abcd
N3P1K2 16.22
ab
N1P2K1 14.64
abcd
N3P1K1 15.98
abc
N2P2K1 14.41
abcd
N2P1K1 15.80
abc
N1P3K3 14.28
abcd
N3P3K3 15.42
abcd
N2P2K3 13.93
bcde
N3P3K2 15.42
abcd
N1P1K1 13.88
cde
N2P1K3 15.38
abcd
N1P1K2 13.77
cde
N2P1K2 15.30
abcd
N2P3K1 13.71
cde
N3P3K1 15.13
abcd
N1P2K2 13.64
cde
N2P3K2 15.03
abcd
N1P3K2 13.38
de
N2P2K2 15.02
abcd
N1P1K3 13.29
de
N3P2K3 15.00
abcd
N1P3K1 13.27
de
N2P3K3 14.98
abcd
N1P2K3 13.18
de
N3P1K3 14.89
abcd
N0P0K0 11.89
e
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DMRT.
Pada Tabel 24 terlihat bahwa perlakuan N3P2K2 menghasilkan rata-rata jumlah anakan produktif terbanyak di ketiga bahan induk, yaitu 16.40 anakan dan
rata-rata jumlah anakan tersebut berbeda nyata taraf 5 dengan rata-rata jumlah anakan pada sebagian perlakuan lainnya. Tanpa perlakuan N0P0K0
menghasilkan rata-rata jumlah anakan produktif 11.89 anakan dan merupakan jumlah anakan produktif terendah.
Berdasarkan hasil analisis di atas, upaya optimalisasi tanah sawah terhadap pertumbuhan Cisokan menunjukkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi terdapat
pada pemberian 300 kgha Urea, 300 kgha SP-36 dan 150 kgha KCl N3P2K3. Rata-rata jumlah anakan terbanyak pada pemberian 300 kgha Urea, 500 kgha
SP-36 dan 150 kgha KCl N3P3K3, dan rata-rata jumlah anakan produktif terbanyak pada pemberian 300 kgha Urea, 300 kgha SP-36 dan 100 kgha KCl
N3P2K2. Dari perlakuan-perlakuan tersebut bahwa pertumbuhan maksimum terjadi pada pemberian pupuk N maksimum Urea 300 kgha. Hal ini
membuktikan bahwa N sangat diperlukan dalam fase pertumbuhan tanaman padi, dan ketersediaannya di dalam tanah menjadi penting dalam meningkatkan
produksi, seperti yang dijelaskan Havlin et al. 1999 bahwa N sangat diperlukan
tanaman dalam pertumbuhan vegetatif, meningkatkan jumlah anakan dan bulir jumlah anakan produktif.
Upaya Optimalisasi Tanah Sawah terhadap Produksi Cisokan
Parameter produksi yang diamati adalah berat gabah yang dihasilkan setiap petak kgpetak dan kesetaraannya dalam tonha. Hasil analisis sidik ragam
rata-rata produksi Cisokan di masing-masing bahan induk, perlakuan serta kombinasi bahan induk dan perlakuan disajikan pada Lampiran 8. Pada lampiran
tersebut ditunjukkan bahwa rata-rata produksi Cisokan di masing-masing bahan induk, perlakuan dan kombinasi bahan induk dan perlakuan berbeda nyata pada
taraf 5 menurut uji DMRT. Hasil analisis berturut-turut disajikan pada Tabel 25, 26 dan 27.
Tabel 25 Rata-rata produksi Cisokan di masing-masing bahan induk
Bahan induk Rata-rata produksi kgpetak
Bahan induk volkanik 13.27
a
Endapan sungai 11.37
b
Endapan danau 11.34
b
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DMRT.
Pada Tabel 25 terlihat bahwa rata-rata produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik berbeda nyata taraf 5 dengan rata-rata produksi
Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau. Dalam hal ini tanah sawah dari bahan induk volkanik menghasilkan rata-rata produksi tertinggi,
yaitu 13.27 kgpetak atau setara dengan 6.64 tonha GKG, sementara rata-rata produksi pada tanah sawah dari endapan sungai tidak berbeda nyata taraf 5
dengan rata-rata produksi pada tanah sawah dari endapan danau, yaitu masing- masing 11.35 kgpetak atau setara dengan 5.68 tonha GKG dan 11.34 kgpetak
yang setara dengan 5.67 tonha GKG. Pengaruh perlakuan terhadap produksi Cisokan yang disajikan pada Tabel
26 menunjukkan bahwa perlakuan N3P1K2 menghasilkan rata-rata produksi Cisokan tertinggi yang dapat dicapai oleh ketiga bahan induk, yaitu 13.35
kgpetak yang setara dengan 6.68 tonha GKG. Rata-rata produksi tertinggi tersebut berbeda nyata taraf 5 dengan rata-rata produksi pada sebagian
perlakuan lainnya. Rata-rata produksi terendah terdapat pada perlakuan N1P1K2, sekitar 10.12 kgpetak atau setara dengan 5.06 tonha GKG. Tanpa perlakuan
N0P0K0 menghasilkan gabah sekitar 10.34 kgpetak setara 5.17 tonha GKG. Tabel 26 Rata-rata produksi Cisokan pada berbagai perlakuan
Perlakuan Rata-rata produksi
kgpetak Perlakuan
Rata-rata produksi kgpetak
N3P1K2 13.35
a
N2P1K1 12.11
abcde
N3P1K1 13.15
ab
N3P3K3 12.04
abcde
N3P3K2 13.00
ab
N3P2K2 11.98
abcde
N2P2K3 12.90
abc
N1P3K1 11.77
abcdef
N3P3K1 12.78
abc
N1P1K3 11.64
bcdefg
N2P3K3 12.77
abc
N2P3K2 11.54
bcdefg
N3P1K3 12.77
abc
N1P2K1 11.28
cdefg
N3P2K3 12.76
abc
N1P2K2 11.27
cdefg
N2P2K1 12.74
abc
N1P3K3 10.92
defg
N2P2K2 12.74
abc
N1P2K3 10.89
defg
N3P2K1 12.40
abcd
N1P3K2 10.88
defg
N2P3K1 12.38
abcd
N1P1K1 10.74
efg
N2P1K2 12.24
abcde
N0P0K0 10.34
fg
N2P1K3 12.21
abcde
N1P1K2 10.12
g
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DMRT.
Kombinasi bahan induk dan perlakuan terhadap produksi Cisokan disajikan pada Tabel 27. Pada tabel tersebut terlihat bahwa produksi Cisokan
tertinggi terdapat pada kombinasi bahan induk volkanik dengan perlakuan N2P3K1, yaitu 15.04 kgpetak atau setara dengan 7.52 tonha GKG. Produksi
tertinggi tersebut melebihi produksi yang ditargetkan 7.08 tonha GKG dan berbeda nyata taraf 5 dengan sebagian produksi pada kombinasi bahan
induk dengan perlakuan lainnya. Pada tanah sawah dari endapan danau, produksi tertinggi diperoleh dari
hasil kombinasi bahan induk tersebut dengan perlakuan N3P1K2 sebesar 13.81 kgpetak atau setara dengan 6.91 tonha GKG. Secara statistik produksi tersebut
tidak berbeda nyata taraf 5 dengan produksi tertinggi yang dihasilkan pada kombinasi bahan induk volkanik dengan perlakuan N2P3K1 di atas. Pada tanah
sawah dari endapan sungai, produksi tertinggi diperoleh pada kombinasi bahan induk tersebut dengan perlakuan N1P3K1 sebesar 12.93 kgpetak atau setara
dengan 6.47 tonha GKG. Secara statistik produksi tersebut tidak berbeda nyata
taraf 5 dengan produksi tertinggi yang dihasilkan pada kombinasi bahan induk volkanik dengan perlakuan N2P3K1 dan kombinasi endapan danau dengan
perlakuan N3P1K2 di atas. Tabel 27 Rata-rata produksi Cisokan pada masing-masing kombinasi bahan
induk dan perlakuan
Perlakuan Rata-rata
Produksi kgpetak Perlakuan
Rata-rata Produksi kgpetak
V-N2P3K1 15.04
a
A-N3P1K1 11.85
defghijklmnopgrst
V-N3P2K1 15.00
ab
A-N2P1K1 11.79
defghijklmnopgrst
V-N2P2K1 14.90
abc
D-N3P1K3 11.73
efghijklmnopgrst
V-N2P3K3 14.72
abcd
A-N3P1K2 11.72
efghijklmnopgrst
V-N3P3K2 14.70
abcde
A-N1P2K1 11.69
fghijklmnopgrst
V-N3P1K2 14.53
abcdef
A-N3P3K1 11.69
fghijklmnopgrst
V-N3P1K3 14.47
abcdef
D-N3P2K1 11.67
fghijklmnopgrst
V-N3P2K3 14.46
abcdef
A-N2P1K3 11.65
fghijklmnopgrst
V-N3P3K3 14.24
abcdefg
V-N1P3K2 11.59
fghijklmnopgrst
V-N3P1K1 14.17
abcdefgh
A-N1P2K3 11.57
fghijklmnopgrst
V-N2P2K3 14.15
abcdefghi
A-N2P3K1 11.47
ghijklmnopgrst
V-N3P3K1 14.14
abcdefghi
V-N1P1K2 11.45
ghijklmnopgrst
D-N3P1K2 13.81
abcdefghij
V-N1P3K1 11.40
ghijklmnopgrst
V-N2P2K2 13.74
abcdefghijk
A-N2P2K2 11.35
ghijklmnopgrst
D-N3P3K2 13.73
abcdefghijk
A-N2P3K3 11.29
ghijklmnopgrst
V-N2P1K1 13.55
abcdefghijkl
V-N0P0K0 11.24
hijklmnopgrst
V-N2P3K2 13.46
abcdefghijklm
D-N3P3K3 11.19
hijklmnopgrst
D-N3P1K1 13.45
abcdefghijklm
A-N1P3K3 11.16
ijklmnopgrstu
V-N3P2K2 13.39
abcdefghijklm
D-N2P2K1 11.02
jklmnopgrstu
D-N2P2K2 13.12
abcdefghijklm
D-N2P1K1 10.99
jklmnopgrstu
D-N3P2K3 13.00
abcdefghijklmo
D-N1P3K1 10.99
jklmnopgrstu
D-N2P1K3 12.99
abcdefghijklmo
A-N3P2K3 10.82
jklmnopgrstu
A-N1P3K1 12.93
abcdefghijklmo
D-N1P2K2 10.74
klmnopgrstu
V-N1P1K3 12.75
abcdefghijklmop
A-N3P3K3 10.70
lmnopgrstu
D-N2P1K2 12.71
abcdefghijklmop
D-N2P3K2 10.69
lmnopgrstu
D-N2P2K3 12.54
abcdefghijklmopq
A-N3P2K2 10.67
lmnopgrstu
D-N3P3K1 12.52
abcdefghijklmopq
A-N1P1K2 10.63
lmnopgrstu
V-N1P2K2 12.49
abcdefghijklmopq
D-N2P3K1 10.63
lmnopgrstu
D-N2P3K3 12.32
abcdefghijklmopqr
A-N1P1K1 10.60
lmnopgrstu
A-N2P2K1 12.31
abcdefghijklmopqr
A-N3P3K2 10.57
lmnopgrstu
V-N1P2K1 12.27
abcdefghijklmopqr
A-N1P2K2 10.57
lmnopgrstu
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DNMRT. Keterangan: Angka-angka yang digarisbawahi merupakan produksi tertinggi di masing-
masing bahan induk. V = Volkanik, A = Aluvial dan D = Lakustrin.
Tabel 27 Lanjutan
Perlakuan Rata-rata
Produksi kgpetak Perlakuan
Rata-rata Produksi kgpetak
A-N3P1K3 12.12
abcdefghijklmopqr
A-N3P2K1 10.54
mnopgrstu
A-N1P1K3 12.09
abcdefghijklmopqr
A-N2P3K2 10.48
mnopgrstu
A-N2P1K2 12.09
abcdefghijklmopqr
D-N0P0K0 10.29
nopgrstu
V-N1P2K3 12.07
bcdefghijklmopqr
D-N1P1K3 10.09
opgrstu
A-N1P3K2 12.03
cdefghijklmopqrs
D-N1P2K1 9.87
pgrstu
A-N2P2K3 12.00
cdefghijklmopqrst
D-N1P1K1 9.75
pgrstu
V-N1P3K3 11.99
cdefghijklmopqrst
D-N1P3K3 9.61
grstu
V-N2P1K3 11.98
cdefghijklmopqrst
A-N0P0K0 9.49
rstu
V-N2P1K2 11.93
cdefghijklmopqrst
D-N1P2K3 9.05
stu
D-N3P2K2 11.90
defghijklmopqrst
D-N1P3K2 9.02
tu
V-N1P1K1 11.88
defghijklmnopgrst
D-N1P1K2 8.26
u
Huruf yang sama memberikan pengaruh tidak nyata pada taraf 5 menurut DNMRT. Keterangan: Angka-angka yang digarisbawahi merupakan produksi tertinggi di masing-
masing bahan induk. V = Volkanik, A = Aluvial dan D = Lakustrin.
Pada tanah sawah dari endapan danau, produksi tertinggi diperoleh dari hasil kombinasi bahan induk tersebut dengan perlakuan N3P1K2 sebesar 13.81
kgpetak atau setara dengan 6.91 tonha GKG. Secara statistik produksi tersebut tidak berbeda nyata taraf 5 dengan produksi tertinggi yang dihasilkan pada
kombinasi bahan induk volkanik dengan perlakuan N2P3K1 di atas. Pada tanah sawah dari endapan sungai, produksi tertinggi diperoleh pada kombinasi bahan
induk tersebut dengan perlakuan N1P3K1 sebesar 12.93 kgpetak atau setara dengan 6.47 tonha GKG. Secara statistik produksi tersebut tidak berbeda nyata
taraf 5 dengan produksi tertinggi yang dihasilkan pada kombinasi bahan induk volkanik dengan perlakuan N2P3K1 dan kombinasi endapan danau dengan
perlakuan N3P1K2 di atas. Hasil analisis contoh tanah lapisan olah Lampiran 3 menunjukkan bahwa
tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai N total sebesar 0.38, P
2
O
5
tersedia sebesar 19.62 mgkg dan K
2
O potensial sebesar 369 mgkg KV1. Dengan karakteristik tanah demikian dan mengacu pada Tabel 19 bahwa untuk
menghasilkan Cisokan 7.08 tonha GKG diperlukan pupuk N Urea sebesar 100 kgha, pupuk P SP-36 sebesar 300 kgha dan pupuk K KCl sebesar 50 kgha
N1P2K1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rekomendasi tersebut
menghasilkan Cisokan sebesar 6.14 tonha GKG. Menurut FAO 1983 produksi tersebut sudah optimal karena menghasilkan Cisokan 80 dari potensi hasil
86.65. Tanah sawah dari endapan sungai mempunyai N total sebesar 0.47, P
2
O
5
tersedia sebesar 32.50 mgkg dan K
2
O potensial sebesar 183 mgkg KA20. Dengan karakteristik tanah demikian dan mengacu pada Tabel 19, maka untuk
menghasilkan Cisokan 7.08 tonha GKG diperlukan pupuk N Urea sebesar 100 kgha, pupuk P SP-36 sebesar 100 kgha dan pupuk K KCl sebesar 50 kgha
N1P1K1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rekomendasi tersebut hanya mampu menghasilkan Cisokan 5.30 tonha GKG. Menurut FAO 1983 produksi
tersebut belum optimal karena menghasilkan Cisokan 80 dari potensi hasil 74.89.
Tanah sawah dari endapan danau mempunyai N total sebesar 0.41, P
2
O
5
tersedia sebesar 284.46 mgkg dan K
2
O potensial sebesar 231 mgkg KD1. Dengan karakteristik tanah demikian dan mengacu pada Tabel 19, maka untuk
menghasilkan Cisokan 7.08 tonha GKG diperlukan pupuk N Urea sebesar 100 kgha, pupuk P SP-36 sebesar 100 kgha dan pupuk K KCl sebesar 50 kgha
N1P1K1. Hasil pengujian menunjukkan rekomendasi tersebut hanya mampu menghasilkan Cisokan 4.88 tonha GKG. Menurut FAO 1983 produksi tersebut
belum optimal karena menghasilkan Cisokan 80 dari potensi hasil 68.93. Meski pada tanah sawah dari bahan induk volkanik, upaya optimalisasi
tanah sawah mampu menghasilkan produksi optimal 80 dari potensi hasil, namun secara ekonomi produksi yang dihasilkan tersebut mempunyai kelayakan
ekonomi lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi tertinggi yang dicapai pada tanah tersebut. Pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau,
upaya optimalisasi tanah sawah belum mampu menghasilkan produksi optimal dan secara ekonomi tidak layak diusahakan karena mempunyai BC 1. Hasil
analisis dapat dilihat pada Tabel 28. Masih pada Tabel 27, produksi tertinggi yang dicapai oleh tanah sawah
dari bahan induk volkanik dihasilkan pada pemberian pupuk N Urea 200 kgha, pupuk P SP-36 500 kgha dan pupuk K KCl 50 kgha N2P3K1 sebesar 7.52
tonha GKG. Pada tanah sawah dari endapan sungai produksi tertinggi dicapai
pada pemberian pupuk N Urea 100 kgha, pupuk P SP-36 500 kgha dan pupuk K KCl 50 kgha N1P3K1 sebesar 6.47 tonha GKG, sedangkan pada tanah
sawah dari endapan danau produksi tertinggi dicapai pada pemberian pupuk N Urea 300 kgha, pupuk P SP-36 100 kgha dan pupuk K KCl 100 kgha
N3P1K2 sebesar 6.91 tonha GKG. Jika rekomendasi upaya optimalisasi tanah sawah dibandingkan dengan
rekomendasi produksi tertinggi di masing-masing bahan induk berturut-turut Urea-SP36-KCl yaitu: 100-300-50 vs 200-500-50 kgha N1P2K1 vs N2P3K1
pada tanah sawah dari bahan induk volkanik; 100-100-50 vs 100-500-50 kgha N1P1K1 vs N1P31K1 pada tanah sawah dari endapan sungai; 100-100-50 vs
300-100-100 kgha N1P1K1 vs N3P1K2 pada tanah sawah dari endapan danau, terlihat bahwa rendahnya ketersediaan N dan P masih menjadi kendala untuk
memproduksi Cisokan tertinggi pada tanah sawah dari bahan induk volkanik. Pada tanah sawah dari endapan sungai upaya optimalisasi tanah sawah terkendala
oleh rendahnya ketersediaan P, sedangkan pada tanah sawah dari endapan danau oleh rendahnya ketersediaan N dan K.
Rendahnya ketersediaan N pada tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan danau diduga rendahnya efisiensi pupuk N pada kedua tanah
tersebut. Tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan danau mempunyai rata-rata kandungan liat lebih tinggi, berbeda dengan tanah sawah dari endapan
sungai yang mempunyai kandungan debu lebih tinggi Tabel 6. Pengolahan tanah sawah menggunakan hand tractor pada kedua tanah ini tanah sawah dari bahan
induk volkanik dan endapan danau menghasilkan lapisan olah rata-rata 10 cm, sedangkan pada tanah sawah dari endapan sungai 25 cm. Selain rata-rata kadar
liat yang lebih rendah, fisiografi Dataran Aluvial yang agak cekung memungkinkan tanah tersebut mempunyai lapisan olah yang lebih tebal karena
tanah selalu tergenang. Terdapat dua proses penting penyebab hilangnya N dari dalam tanah, yaitu
denitrifikasi N
2
O dan N
2
dan volatilisasi NH
3
. Pada lapisan olah yang dangkal, pupuk N dalam bentuk Urea CONH
2 2
yang ditambahkan dapat hilang melalui proses volatilisasi. FAO 2000 mengemukakan N-amida bentuk N dalam urea
ditransformasi dihidrolisis dengan cepat oleh enzim urease yang berada di permukaan tanah menjadi ammonia, CO
2
and H
2
O:
Urease
CONH
2 2
+ H
2
O 2 NH
3
+ CO
2
Pada temperatur rendah transformasi N-amida dan N-ammonium akan berlangsung dalam satu hingga tiga hari, tetapi di daerah tropik dan subtropik
dapat berlangsung dalam beberapa jam saja. Ketika urea tidak berada di dalam tanah, melainkan di permukaan terjadi penguapan ammonia. Penguapan ammonia
semakin banyak terjadi pada tanah dengan pH tinggi. Ketika urea berada di dalam tanah, ammonia terikat sebagai NH
4 +
pada liat dan bahan organik yang melindunginya dari penguapan.
Tanah sawah dari endapan danau mempunyai pH tanah lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari bahan induk volkanik, sehingga kehilangan N
melalui volatilisasi juga lebih tinggi. Hal ini dibuktikan oleh jumlah urea yang dibutuhkan tanah sawah dari endapan danau lebih banyak dibandingkan tanah
sawah dari bahan induk volkanik 300 vs 200. Pada tanah sawah dari endapan sungai, proses volatilisasi diduga sangat sedikit terjadi. Tebalnya lapisan reduksi
menyebabkan bentuk N-NH
4 +
justru terakumulasi dalam tanah. Selain melalui volatilisasi, rendahnya efisiensi pemupukan N diperparah
oleh tingginya curah hujan selama musim tanam. Sentra Produksi Beras Solok mempunyai curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.603-3.008 mm dengan
bulan basah 7-10 bulan berturut-turut dan tanpa bulan kering Tabel 14. Hasil penelitian De Datta 1981 di Filipina bahwa pada musim hujan efisiensi pupuk N
berkisar 33, bahkan menurut Fillery et al. 1984 dapat mencapai 10 dari pupuk yang ditambahkan. Pada tanah sawah dari endapan danau, selain dibatasi
oleh rendahnya ketersediaan N, upaya optimalisasi tanah sawah juga terkendala oleh rendahnya ketersediaan K yang diduga disebabkan tingginya kejenuhan Ca
dan Mg pada tanah sawah tersebut Tabel 12. Rendahnya ketersediaan P membatasi upaya optimalisasi tanah sawah dari
bahan induk volkanik dan endapan sungai. Hal ini diduga belum semua bentuk P terekstrak Olsen dan Bray I tersedia bagi tanaman. Pengekstrak Olsen dan Bray I
dapat melarutkan bentuk P tanah yang cepat dan sedang tersedia. Ca-P, Fe-P, dan
Al-P adalah bentuk P yang cepat tersedia, sedangkan organik-P dan residu-P merupakan bentuk P yang sedang hingga lambat tersedia Nursyamsi dan
Setyorini, 2009. Pada tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai, kemungkinan baru bentuk P cepat tersedia yang menyumbangkan P ke
dalam tanah, sementara bentuk P sedang tersedia belum menyediakan P selama musim tanam.
Selain pemupukan yang tepat, pemberantasan hama dan penyakit memegang peranan penting dalam usahatani padi sawah. Hasil pengamatan di
lapang bahwa keong mas merupakan hama utama yang menyerang tanaman padi pada usia muda. Setelah keong mas, ulat penggerek batang Scirpophaga
innotata merupakan hama yang paling banyak menyerang tanaman di daerah
volkanik. Keberadaan hama ini ditandai oleh kematian tunas-tunas padi sundep, kematian malai beluk dan ulat larva penggerek batang.
Selain hama di atas, juga dijumpai hama putih palsu Cnaphalocrocis medinalis
Guenee dan walang sangit Leptocorisa oratorius Fabricus. Walang sangit merusak tanaman mulai fase berbunga primordia hingga
pematangan. Kedua hama tersebut menyerang tanaman padi di seluruh daerah penelitian dengan intensitas serangan tergolong ringan. Hama tikus Rattus
argentiventer Rob. Kloss menyerang tanaman padi di Dataran Lakustrin.
Tikus merusak tanaman pada fase primordia hingga pematangan. Pola serangan dimulai dari bagian tengah petakan meluas ke arah pinggir, sehingga sukar
dideteksi. Karena serangan hama ini kehilangan hasil mencapai 50. Penyakit yang dijumpai adalah “blast” yang menyerang tanaman padi di Dataran Lakustrin.
Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah yang rentan terhadap serangan penyakit blast.
3.3.3. Rekomendasi Pengelolaan Lahan Optimal