Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

Oleh karena itu penelitian “Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat” perlu dilakukan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan serta mengembangkan metode penilaian kesesuaian lahan yang kuantitatif. Untuk itu telah dilakukan 1 Karakterisasi lahan dan identifikasi TPL, 2 Identifikasi karakteristik lahan pengontrol produksi Cisokan, 3 Optimalisasi tanah sawah, dan 4 Penyusunan kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok. Berikut disajikan bahasan tentang bahan induk tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok, komposisi mineral dan sifat-sifat tanah yang terbentuk, hubungan bahan induk dengan karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan, hubungan bahan induk dengan produksi Cisokan serta keunggulan kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang dihasilkan di Sentra Produksi Beras Solok.

4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah

Lahan sawah Sentra Produksi Beras Solok membentang dari lereng tengah volkanik Gunung Talang, Dataran Aluvial Batang Sumani hingga Dataran Lakustrin di pinggir Danau Singkarak pada ketinggian 365-1.250 m d.p.l. Secara administrasi lahan sawah Sentra Produksi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Gunung Talang, Bukit Sundi, Lembang Jaya, Kubung dan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok dan Kecamatan Lubuk Sikarah di Kota Solok BPS Kabupaten Solok, 2004 dengan luas 18.556 ha Balai Penelitian Tanah, 2006. Berdasarkan proses pembentukan landform-nya, tanah-tanah sawah di daerah dataran terbentuk dari endapan bahan volkanik Alochthonous materials, sedangkan di daerah volkanik dari bahan in situ Autochthonous material. Dataran Aluvial merupakan daerah pengendapan pertama, sedangkan Dataran Lakustrin adalah daerah pengendapan berikutnya terakhir. Karena proses pembentukan landform tersebut, sangat dimungkinkan tanah-tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok mempunyai komposisi mineral pasir yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi mineral pasir terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas labradorit, feromagnesia jenis amfibol hornblende dan piroksin augit dan hiperstin, opak dan sedikit kuarsa, perbedaan hanya terdapat pada jumlah mineral penyusunnya. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa tanah-tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik andesitik Gunung Talang. Di samping itu, adanya perbedaan asosiasi mineral di dalam penampang memperkuat bukti bahwa tanah sawah yang berkembang di Dataran Aluvial dan Lakustrin terbentuk dari endapan. Pengendapan bahan volkanik di Dataran Aluvial dipengaruhi oleh aktivitas Batang Sumani yang hulunya berada di Gunung Talang dan muaranya di Danau Singkarak. Bahan-bahan yang belum sempat diendapkan di Dataran Aluvial diteruskan ke dasar Danau Singkarak, kemudian terangkat ke permukaan karena penurunan permukaan air. Dataran luas yang terbentuk oleh Marsoedi et al. 1997 disebut sebagai Dataran Lakustrin. Warna kelabu hingga kelabu kebiruan yang muncul dan sisa-sisa kerang danau yang terdapat di dalam penampangnya menunjukkan perkembangan tanah di dataran ini lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas danau. Bahan-bahan yang dibawa dari daerah volkanik meliputi semua bahan yang dapat diangkut oleh air. Pada proses pengendapannya di daerah dataran sangat tergantung pada energi air sebagai agen pembawa dan bentuk wilayah. Bahan-bahan yang kasar akan diendapkan terlebih dahulu di Dataran Aluvial, sedangkan bahan yang lebih halus akan diteruskan ke daerah pengendapan terakhir. Bentuk wilayah cekung akan lebih banyak menerima bahan endapan, terutama bahan endapan halus dibandingkan dengan bentuk wilayah cembung. Mineral liat merupakan hasil pelapukan secara kimia mineral primer atau hasil pembentukan baru neoformation di dalam tanah Allen dan Hajek, 1989. Pembentukan mineral liat smektit pada tanah yang berkembang dari endapan diduga berasal dari pembentukan baru. Dugaan ini didasarkan kepada perbedaan komposisi mineral liat, meski jumlah mineral pasir penyusunnya relatif sama, ini terlihat pada pedon-pedon yang berkembang dari endapan sungai pedon-pedon PA. Demikian pula sebaliknya, pada pedon-pedon yang berkembang dari endapan danau, mempunyai komposisi mineral liat sama, meski jumlah mineral pasir penyusunnya relatif berbeda. Pelapukan mineral di lereng atas dan tengah volkanik pada lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation-kation basa ke dalam larutan tanah yang kemudian mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada drainase terhambat. Akumulasi kation basa terutama Ca 2+ dan Mg 2+ , pada pH tinggi dan lingkungan kaya Si membentuk smektit Borchardt, 1989. Smektit dominan terbentuk pada tanah-tanah sawah yang berkembang dari endapan danau. Sementara pada tanah-tanah yang berkembang dari endapan sungai, smektit banyak terdapat pada daerah agak cekung, sedangkan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik terdapat pada lereng bawah volkanik. Tanah-tanah sawah dari bahan induk volkanik didominasi oleh mineral liat haloisit, baik metahaloisit maupun haloisit hidrat. Pembentukan haloisit diduga berasal dari pelapukan alofan. Wada 1989 telah melaporkan hal tersebut. Beberapa studi meyakini bahwa haloisit merupakan bentuk intermedier sebelum akhirnya ditransformasi ke bentuk yang lebih stabil McIntosh, 1979; Singleton et al ., 1989. Dalam kaitan itu, Wada dan Aomine 1973 membuat hipotesis bahwa haloisit yang terbentuk dari alofan akan melapuk membentuk kaolinit dan terakhir gibsit mengingat adanya proses desilikasi pencucian silika. Terbentuknya haloisit dan kaolinit pada tanah-tanah sawah dai bahan induk volkanik menyebabkan mineral liat tanah-tanah sawah dari endapan, tidak hanya smektit tetapi juga haloisit dan kaolinit. Dua mineral liat terakhir diduga ditranslokasikan dan mengendap bersama-sama dengan senyawa terlarut lainnya di daerah yang lebih datar. Dugaan ini diperkuat oleh tingginya pH tanah pada kedua tanah tersebut. Menurut van Wambeke 1992 pada pH tinggi, kedua mineral liat tersebut haloisit dan kaolinit tidak mungkin terbentuk. Bahkan menurut Dixon 1989 mineral liat kaolinit dan haloisit merupakan hasil pembentukan pada lingkungan masam. Kaolinit dijumpai dalam jumlah sedang pada tanah-tanah sawah yang berkembang dari endapan danau, sedangkan pada tanah-tanah sawah dari endapan sungai jumlah yang bervariasi. Kaolinit dalam jumlah banyak terdapat pada wilayah yang agak cembung, terutama di pinggiran sungai. Selain kaolinit dan smektit, pada tanah sawah dari endapan sungai juga dijumpai haloisit. Komposisi mineral liat ini sangat berpengaruh pada kemampuan tanah mempertukarkan kation. Tanah sawah yang didominasi mineral liat smektit, seperti tanah sawah dari endapan danau mempunyai KTK liat lebih tinggi dibandingkan tanah sawah yang didominasi oleh haloisit. Tanah sawah dari endapan sungai mempunyai KTK liat paling rendah. Energi selektif air telah menyebabkan kandungan liat tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari endapan sungai. Sementara tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai kandungan liat sedikit lebih rendah dan tidak berbeda nyata taraf 5 dengan tanah sawah dari endapan danau. Selain kandungan liat, P 2 O 5 potensial dan P 2 O 5 tersedia serta K 2 O potensial juga lebih tinggi pada tanah-tanah sawah dari endapan danau. Akumulasi basa-basa terutama Ca dan Mg pada tanah-tanah sawah yang berkembang di daerah endapan menyebabkan KB tinggi, namun kejenuhan K menjadi rendah. Berdasarkan analisis, tingginya kejenuhan Ca dan Mg menyebabkan tanah-tanah sawah dari endapan danau mempunyai kejenuhan K paling rendah, yaitu 1.41, tanah sawah dari endapan sungai sebesar 1.88, sedangkan tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai kejenuhan K sedikit lebih tinggi, yaitu 2.12 sejalan dengan berkurangnya kejenuhan Ca dan Mg pada tanah tersebut. Semua kejenuhan K tersebut tergolong rendah berdasarkan kriteria McLean 1977 dalam Kasno et al., 2005 yang menetapkan 5 sebagai kejenuhan K ideal untuk pertumbuhan tanaman. Pengaruh kejenuhan Ca dan Mg terhadap kejenuhan K yang dinyatakan sebagai rasio CaK dan MgK menunjukkan tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata rasio CaK tertinggi 85.46, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan sungai 56.87. Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rasio CaK paling rendah 39.83. Meski demikian, rata-rata rasio CaK pada tanah sawah dari bahan induk volkanik 3 kali lebih tinggi dari yang dikemukakan McLean 1977 dalam Kasno et al., 2005 sebesar 13 655, sedangkan tanah sawah dari endapan hampir 5-7 kali. Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata rasio MgK yang mencapai 6-10 kali lebih tinggi berdasarkan kriteria tersebut sebesar 2 105. Kandungan C organik tanah sawah daerah penelitian umumnya 2. Berdasarkan kriteria Simarmata dan Yuwariah 2008 bahwa tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok dalam kondisi baik. Kandungan N total umumnya 0.20. Kandungan N total demikian menurut kriteria Neue 1985 dan Smith et al. 1987 tanah sawah Sentra Produksi mempunyai N total yang optimum 0.20- 0.25 untuk pertumbuhan tanaman padi, bahkan di beberapa tanah melebihi batas optimum.

4.2. Hubungan Bahan Induk dengan Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan