Karakteristik dan optimalisasi tanah sawah di sentra produksi beras solok, Sumatera Barat

(1)

KARAKTERISTIK DAN OPTIMALISASI

TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI

BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT

ERNA SURYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Erna Suryani NIM. A 161070031


(3)

ABSTRACT

ERNA SURYANI. The Characteristics and Optimalization of Paddy Soil at Solok

Rice Production Center, West Sumatera. Under the supervisionof SUDARSONO, ISKANDAR and DJADJA SUBARDJA.

Solok is known as Rice Production Center which Cisokan as one of the supreme paddy varieties. Presently, the average of Cisokan production reach 4.15 tonnes/ha and varies among the parent materials, while the highest production reach 7.08 tonnes/ha dry milled unshelled rice. This showed Cisokan production not optimal. For this reason, research has been done to optimize Cisokan production in each parent material. Results showed that optimal management for paddy soil derived from volcanic material is: urea 200 kg/ha, SP-36 500 kg/ha and KCl 50 kg/ha, the paddy soil derived from river sediment is: urea 100 kg/ha, SP-36 500 kg/ha and KCl 50 kg/ha, and the paddy soil derived from lake sediment is: urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg/ha and KCl 100 kg/ha. The highest production reach 7.52 tonnes/ha, 6.47 tonnes/ha and 6.91 tonnes/ha dry milled unshelled rice, respectively. The application of optimal management on different soil characteristic, the criteria of land suitability for Cisokan variety have been made for each parent materials. The lesser land characteristics data needs bring through the land evaluation process easier, faster and cheaper with better results. Land characteristics that are needed to evaluate the Cisokan land use types in volcanic regions consist only of the clay content, available P2O5 and the Ca/K

ratio. The paddy field in the Alluvial Plain required the clay content, total N, available P2O5, and CEC of clay. While the paddy field in the Lacustrine Plain

required total N, available P2O5, Mg/K ratio and CEC of clay.

Keywords: Production controller land characteristics, optimal management, the criteria of land sutability for Cisokan


(4)

RINGKASAN

ERNA SURYANI. Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh SUDARSONO, ISKANDAR dan DJADJA SUBARDJA.

Solok dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan, disamping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera Barat, seperti Riau dan Jambi. Sentra Produksi Beras Solok berada pada ketinggian 365-1.250 m d.p.l., menempati lereng tengah volkanik Gunung Talang, Dataran Aluvial Batang Sumani hingga Dataran Lakustrin Danau Singkarak. Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan Sentra Produksi Beras Solok. Saat ini rata-rata produksi Cisokan baru mencapai 4.15 ton/ha, sementara produksi tertinggi mencapai 7.08 ton/ha Gabah Kering Giling (GKG). Ini menunjukkan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok belum optimal.

Dataran Aluvial dan Lakustrin terbentuk dari bahan endapan

(Alochthonous materials). Di daerah volkanik tanah terbentuk dari bahan in situ (Autochthonous materials). Hasil penelitian lapang menunjukkan rata-rata

produksi Cisokan di Dataran Lakustrin hanya 3.37 ton/ha, di Dataran Aluvial 4.46 ton/ha dan di daerah volkanik 4.39 ton/ha GKG. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing bahan induk mempunyai potensi berbeda, sehingga untuk mengoptimalkan produksi Cisokan perlu tindakan pengelolaan yang berbeda pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah sawah di Dataran Aluvial, Lakustrin dan Volkanik di Sentra Produksi Beras Solok mempunyai komposisi mineral pasir yang hampir sama, terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis amfibol (hornblende) dan piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Ini berarti bahwa tanah sawah yang terbentuk dari endapan sungai (Dataran Aluvial) dan endapan danau (Dataran Lakustrin) lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik dari Gunung Talang. Meski demikian, komposisi mineral liat dan sifat-sifat tanah yang terbentuk tidak sama. Tanah sawah dari bahan induk volkanik didominasi oleh mineral liat haloisit, tanah sawah dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit, serta kaolinit dalam jumlah sedang, sementara pada tanah sawah dari endapan sungai dijumpai campuran mineral liat smektit, haloisit dan kaolinit.

Pelapukan mineral di lereng volkanik dalam lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation basa ke dalam larutan tanah, kemudian tercuci dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada drainase terhambat.

Akumulasi kation basa terutama Ca2+ dan Mg2+ pada pH tinggi dan lingkungan


(5)

haloisit tidak mungkin terbentuk. Ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik. Selain Ca dan Mg, energi selektif air telah menyebabkan kandungan liat pada tanah sawah dari endapan danau lebih tinggi dibandingkan endapan sungai. Sementara tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai kandungan liat sedikit lebih rendah dan tidak berbeda nyata (taraf 5%) dengan

tanah sawah dari endapan danau. K2O dan P2O5 potensial dan P2O5 tersedia serta

Kejenuhan Basa (KB) juga lebih tinggi pada tanah sawah dari endapan danau. Akumulasi basa-basa terutama Ca dan Mg menyebabkan KB tinggi, namun kejenuhan K menjadi rendah. Pengaruh kejenuhan Ca dan Mg terhadap kejenuhan K yang dinyatakan sebagai rasio Ca/K dan Mg/K menunjukkan bahwa tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata rasio Ca/K paling tinggi (85.46), kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan sungai (56.87). Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio Ca/K paling rendah (39.83). Meski demikian, rata-rata rasio Ca/K pada tanah sawah dari bahan induk volkanik 3 kali lebih tinggi dari batas yang ditetapkan untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau hampir 5-7 kali lebih tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata rasio Mg/K yang mencapai 6-10 kali lebih tinggi dari batas yang ditetapkan sebesar 2 (10/5). Rata-rata rasio Mg/K tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai (19.27) yang tidak berbeda nyata (taraf 5%) dengan tanah sawah dari endapan danau (18.89). Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio Mg/K sebesar 11.86.

Perbedaan sifat-sifat tanah yang terbentuk menyebabkan karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan di masing-masing bahan induk tidak sama. Hasil identifikasi menunjukkan terdapat enam karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan pada tanah-tanah sawah di Sentra Produksi Beras Solok. Empat di antaranya mengontrol produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau dan tiga karakteristik tanah pada tanah sawah dari bahan induk volkanik. Ini menunjukkan tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau mempunyai faktor pembatas produksi lebih berat dibandingkan tanah sawah dari bahan induk volkanik. Hal ini terlihat pada upaya optimalisasi tanah sawah yang menunjukkan hampir di semua perlakuan, tanah sawah dari bahan induk volkanik menghasilkan Cisokan lebih tinggi dibandingkan tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau. Produksi Cisokan tertinggi pada tanah sawah dari bahan induk volkanik dicapai pada pemberian urea 200 kg/ha, SP-36 500 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dengan sekitar 7.52 ton/ha, pada tanah sawah dari endapan sungai urea 100 kg/ha, SP-36 500 kg/ha dan KCl 50 kg/ha sekitar 6.47 ton/ha, dan pada tanah sawah dari endapan danau urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha sekitar 6.91 ton/ha GKG.


(6)

Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan dibangun atas karakteristik tanah pengontrol produksi dan produksi Cisokan optimal di masing-masing bahan induk. Penyusunan kriteria tersebut diarahkan untuk tujuan spesifik lokasi dengan hasil penilaian fisik kuantitatif. Kebutuhan data karakteristik lahan yang lebih sedikit memungkinkan proses evaluasi lahan dilakukan lebih mudah, cepat dan murah dengan hasil yang lebih baik. Pada tanah sawah dari bahan induk

volkanik hanya diperlukan kandungan liat, P2O5 tersedia dan rasio Ca/K, pada

tanah sawah sungai diperlukan kandungan liat, N total, P2O5 tersedia dan KTK

liat, sedangkan pada tanah sawah dari endapan danau diperlukan N total, P2O5


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

KARAKTERISTIK DAN OPTIMALISASI

TANAH SAWAH DI SENTRA PRODUKSI

BERAS SOLOK, SUMATERA BARAT

ERNA SURYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Darmawan, M.Sc. 2. Dr Ir Sri Djuniwati, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka 1. Dr Ir Muhrizal Sarwani, M.Sc.

2. Dr Ir Suwardi


(10)

Judul Penelitian : Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat

Nama : Erna Suryani

NIM : A161070031

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc. Ketua

Dr Ir Iskandar Anggota

Dr Ir D. Subardja, M.Sc. Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana

Ir Atang Sutandi, M.Si. PhD. Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanawata’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah dilaksanakan di lapang dan laboratorium sejak bulan April 2009 sampai Oktober 2010 dengan judul “Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat”. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc., selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari perencanaan, persiapan dan pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi. Kepada Dr Ir Iskandar dan Dr Ir D. Subardja, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing, terimakasih atas bimbingan dan saran-sarannya.

Terimakasih disampaikan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian atas beasiswa dan pembiayaan penelitian selama mengikuti program Doktor di IPB. Demikian juga kepada Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian atas kesempatan dan izin belajar yang diberikan. Kepada Kepala Laboratorium Mineralogi Tanah alm. BH Prasetyo, M.Sc. dan staf, Kepala Laboratorium Kimia Tanah dan staf, terimakasih atas waktu dan bantuannya.

Penghargaan disampaikan kepada Ketua Program Studi Ilmu Tanah dan seluruh Staf Pengajar atas bekal ilmu yang telah diberikan selama mengikuti perkuliahan di SPs IPB. Rekan-rekan mahasiswa Ilmu Tanah, khususnya angkatan 2007 atas dukungan semangat dan doa. Kepada keluarga besar, ayah dan ibu, suami dan anak-anak, adik dan kakak semua terimakasih atas doa dan restunya.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam pengelolaan tanah untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian.

Bogor, Januari 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat 17 Oktober 1967 sebagai anak kedua dari Ayahanda H.M. Sarin Marahik dan Ibunda Sarinan Sihat. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, lulus tahun 1992. Pada tahun 2002, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB dan selesai tahun 2005. Kesempatan melanjutkan ke program doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Biaya pendidikan diperoleh dari Badan Litbang Pertanian.

Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian sejak tahun 1993. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah Genesis Tanah dan Evaluasi Lahan.

Pada tahun 1996, penulis menikah dengan Ir Rudi Eko Subandiono, M.Sc dan dikaruniai dua orang putri, Dina Noviana Rahmawati dan Dini Fitriana Wulandari.

Karya ilmiah berjudul Sifat-Sifat Tanah Sawah Dataran Aluvial di Sentra Produksi Beras Solok akan dipublikasi dalam Jurnal Tanah dan Iklim No. 36/Desember 2012. Karya ilmiah lainnya Upaya Peningkatan Produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok telah diajukan untuk dapat dipublikasi dalam Jurnal Agronomi Indonesia. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 4

1.3. Hipotesis Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kebaruan Penelitian ... 6

II. BAHAN DAN METODE 7 2.1. Tempat dan Waktu ... 7

2.2. Metode ... 8

2.2.1. Karakterisasi Lahan dan Identifikasi TPL ... 8

2.2.2. Identifikasi Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan ... 11 2.2.3. Optimalisasi Tanah Sawah ... 13

2.2.4. Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan ... 17 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 3.1. Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah ... 19

3.1.1. Komposisi Mineral ... 19

3.1.2. Sifat-Sifat Tanah Sawah ... 28

3.2. Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan ... 43

3.2.1. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Bahan Induk Volkanik ... 45 3.2.2. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Endapan Sungai ... 47 3.2.3. Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan pada Tanah Sawah dari Endapan Danau ... 49 3.3. Upaya Optimalisasi Tanah Sawah ... 51

3.3.1. Penyusunan Rekomendasi ... 52

3.3.2. Pengujian Rekomendasi ... 57

3.3.3. Rekomendasi Pengelolaan Lahan Optimal ... 70

3.4. Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan ... 72

3.4.1. TPL Lahan Sawah di Sentra Produksi Beras Solok ... 73


(14)

IV. PEMBAHASAN UMUM 81 4.1. Bahan Induk Tanah, Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah

Sawah ... 82 4.2. Hubungan Bahan Induk dengan Karakteristik Tanah Pengontrol

Produksi Cisokan ...

86

4.3. Hubungan Bahan Induk dengan Produksi Cisokan ... 91

4.4. Kelebihan Kriteria Kesesuaian Lahan yang Dibangun ... 91

V. KESIMPULAN DAN SARAN 93

5.1. Kesimpulan ... 93

5.2. Saran ... 94


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Attribute untuk identifikasi TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras

Solok ... 12

2 Rata-rata kandungan hara N, P dan K yang terdapat dalam padi

sawah ... 14

3 Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti ... 20

4 Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti ... 23

5 Sifat fisik dan kimia tanah pedon-pedon yang diteliti ... 31

6 Rata-rata kandungan debu dan liat lapisan olah (0-20 cm) ... 33

7 Rata-rata pH H2O dan pH KCl lapisan olah (0-20 cm) ... 33

8 Rata-rata P2O5 potensial dan P2O5 tersedia lapisan olah (0-20 cm) .. 36

9 Rata-rata K potensial dan Kdd lapisan olah (0-20 cm) ... 37

10 Rata-rata Kejenuhan Ca, Mg dan K lapisan olah (0-20 cm) ... 39

11 Rata-rata rasio Ca/K dan Mg/K lapisan olah (0-20 cm) ... 40

12 Rata-rata KB lapisan olah (0-20 cm) ... 41

13 Rata-rata KTK liat dan KTK tanah lapisan olah (0-20 cm) ... 41

14 Karakteristik curah hujan Sentra Produksi Beras Solok ... 44

15 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik ... 45 16 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai ... 47 17 Persamaan regresi karakteristik tanah vs produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan danau ... 51 18 Hasil analisis kandungan hara kompos jerami ... 53

19 Rekapitulasi penyusunan rekomendasi pemupukan N, P dan K berdasarkan karakteristik tanah sawah ... 57 20 Kombinasi perlakuan pupuk yang diuji di lapang ... 57

21 Rata-rata tinggi Cisokan pada umur 38 HST di masing-masing bahan induk ... 59 22 Rata-rata tinggi Cisokan pada umur 38 HST pada berbagai perlakuan ... 60 23 Rata-rata jumlah anakan Cisokan pada umur 38 HST pada berbagai perlakuan ... 61 24 Rata-rata jumlah anakan produktif Cisokan pada berbagai perlakuan ... 62 25 Rata-rata produksi Cisokan di masing-masing bahan induk ... 63


(16)

27 Rata-rata produksi Cisokan pada masing-masing kombinasi bahan induk dan perlakuan ...

65

28 Hasil analisis usahatani padi sawah di Sentra Produksi Beras Solok 71

29 Hasil evaluasi lahan menggunakan beberapa kriteria kesesuaian

lahan untuk padi sawah ... 76

30 Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan pada

tanah sawah dari bahan induk volkanik ... 77

31 Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan pada

tanah sawah dari endapan sungai ... 78

32 Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan pada

tanah sawah dari endapan danau ...


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Lokasi Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat ... 7

2 Diagram alir penelitian karakteristik dan optimalisasi tanah sawah

Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat ... 9

3 Penggunaan lahan, lokasi pedon pewakil dan percobaan lapang ... 10

4 Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti ... 21

5 Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang

diteliti ... 22 6 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di daerah volkanik ... 24 7 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Aluvial ... 26 8 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Lakustrin ... 27

9 Kenampakan pedon yang berkembang di daerah volkanik (PV1),

Dataran Aluvial (PA3) dan Dataran Lakustrin (PD1) ... 29 10 Trend hubungan karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada

tanah sawah dari bahan induk volkanik. a) kandungan liat, b) P2O5

potensial, c) K2O potensial, d) P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) rasio

Mg/K dan g) KB ... 46

11 Trend hubungan karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada

tanah sawah dari endapan sungai. a) kandungan liat, b) N total, c)

K2O potensial (mg/kg), d) P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) rasio

Mg/K, dan g) KTK liat ... 48

12 Trend hubungan karakteristik tanah dengan produksi Cisokan pada

tanah sawah dari endapan danau. a) kandungan liat, b) N total, c)

K2O potensial, d) P2O5 tersedia, e) rasio Ca/K, f) Rasio Mg/K dan

g) KTK liat ... 50


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 X-Ray Difractogram pedon-pedon yang diteliti ... 101

2 Sifat morfologi pedon-pedon yang diteliti ... 110

3 Analisis contoh tanah komposit lapisan olah (0-20 cm) ... 119

4 Hasil analisis sidik ragam sifat-sifat tanah lapisan olah (0-20 cm) .... 126

5 Validasi persamaan regresi dengan produksi di masing-masing

bahan induk ...

131

6 Deskripsi varietas Cisokan (Balitpa, 2004) ... 134

7 Denah penempatan perlakuan di masing-masing bahan induk ... 135

8 Hasil analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman dan jumlah

anakan pada umur 38 HST, jumlah anakan produktif dan produksi Cisokan ...

138


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak negara dengan sumber ekonomi cukup memadai, tetapi mengalami kehancuran karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Sampai saat ini sawah masih menjadi tulang punggung pengadaan pangan nasional. Beras merupakan komoditi pangan nasional yang akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Sensus penduduk 2010 mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.56 juta jiwa dengan laju peningkatan sebesar 1.49% (BPS, 2010). Angka tersebut sekaligus menunjukkan besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Di sisi lain perubahan iklim, konversi lahan sawah yang terus berjalan dan rendahnya kemampuan pemerintah mencetak lahan sawah baru menjadi ancaman bagi pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

Revolusi Hijau memang telah menghantarkan Indonesia berswasembada

beras, namun pemberian pupuk kimia (input) dalam dosis tinggi secara terus

menerus untuk memacu peningkatan hasil telah menyebabkan deteriorasi

kesuburan tanah, sehingga penambahan input tidak lagi mampu menaikan hasil

padi, bahkan terjadi fenomena tanah sakit (soil sickness) dan kelelahan teknologi

(technology fatique) (Las, 2009). Dalam kondisi ini pemupukan berimbang tidak

mampu mengatasinya, bahkan terjadi penurunan efisiensi pemupukan dan

pencemaran lingkungan (Adiningsih, 1992). Dari segi ekonomi, penggunaan input

tinggi telah pula menyebabkan rendahnya kelenturan sistem usahatani padi sawah (Las, 2009).

Banyak peneliti melaporkan telah terjadi penurunan hasil padi karena

pemakaian pupuk kimia yang tidak tepat, seperti yang dilaporkan Regmi et al.

(2002); (Bhandari et al., 2002); Yadvinder-Singh et al. (2004); Pramono (2004).

Menurut Regmi et al. (2002); Bhandari et al. (2002) penurunan hasil padi

disebabkan penurunan bertahap (gradual depletion) dan ketidakseimbangan dari

satu atau lebih unsur hara, terutama C organik. Menurut Larson dan Pierce (1991); Doran dan Parkin (1994) penurunan C organik mengindikasikan menurunnnya kualitas tanah sawah.


(20)

Penurunan kualitas tanah sawah karena menurunnya C organik juga telah terjadi di beberapa sentra produksi padi. Pramono (2004) melaporkan bahwa hasil analisis contoh tanah yang berasal dari sentra produksi padi di Jawa Tengah

menunjukkan bahwa rata-rata C organik < 2%. Sebelumnya Karama et al. (1990)

melaporkan bahwa dari 30 contoh tanah yang diambil dari sawah-sawah di Indonesia, sekitar 68% diantaranya mempunyai C organik < 1.5% dan hanya 9% saja yang mempunyai C organik > 2%. Kandungan C organik < 2% tersebut menurut Simarmata dan Yuwariah (2008) mengindikasikan tanah sawah dalam kondisi sakit.

Solok merupakan pemasok beras utama di Sumatera Barat yang dikenal sebagai Sentra Produksi Beras. Beras yang dihasilkan Sentra Produksi, disamping mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Sumatera Barat, juga masyarakat di luar Sumatera Barat, seperti Riau dan Jambi. Data Diperta Kabupaten Solok (2008) menyebutkan bahwa produksi padi rata-rata telah mencapai 5.01 ton/ha, angka ini lebih tinggi dari produksi padi rata-rata di Sumatera Barat (4.57 ton/ha), bahkan produksi padi nasional (4.78 ton/ha). Namun tingkat produktivitas padi tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya. Cisokan adalah salah satu varietas padi sawah unggulan Sentra Produksi Beras Solok, selain rasanya yang disukai karena beras putih dan nasi pera, daya jual juga tinggi. Hasil pengamatan lapang, saat ini rata-rata produksi Cisokan baru mencapai 4.15 ton/ha dengan hasil tertinggi 7.08 ton/ha GKG. Hal ini mengindikasikan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok belum optimal.

Praktek pengelolaan tanah sawah yang dilakukan petani saat ini menggunakan pupuk kimia tanpa diikuti pupuk organik yang memadai karena jerami padi sebagai sumber pupuk organik selalu dibakar, bahkan dibuang ke luar areal persawahan guna mempercepat proses penyiapan lahan untuk musim tanam berikutnya. Jika hal ini tetap berlanjut, tidak mustahil deteriorasi kesuburan tanah juga akan terjadi di Sentra Produksi Beras Solok. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan produksi Cisokan perlu diupayakan teknik budidaya yang mampu mengefisienkan penggunaan pupuk kimia melalui optimalisasi sumberdaya tanah sawah.


(21)

3

Tanah sebagai media tumbuh adalah salah satu sumberdaya yang memiliki

ciri dan karakteristik tergantung bahan induk pembentuknya (Buol et al., 1980).

Mineral adalah penyusun bahan induk dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah (Allen dan Hajek, 1989). Pelapukan mineral primer seperti feldspar, feromagnesia (olivin, piroksin, amfibol), mika, zeolit, gelas volkanik

menyumbangkan unsur hara seperti Ca, Mg, K dan Na (Huang, 1989; Fanning et

al., 1989; Wada, 1989). Selain sebagai sumber hara, pelapukan mineral primer di

dalam tanah menghasilkan mineral liat yang berperan penting menentukan muatan tanah. Tanah sawah yang didominasi mineral liat bermuatan negatif lebih reaktif dari tanah sawah yang didominasi muatan positif (Borchardt, 1989).

Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari endapan liat, pasir dan

kerikil pada Formasi Qal dan rombakan andesit gunung berapi pada Formasi Qf

(Peta Geologi Bersistem Sumatera, 1995). Formasi Qal menempati Dataran

Aluvial dan Lakustrin, sedangkan Formasi Qf menempati daerah volkanik.

Menurut Marsoedi et al. (1997), Dataran Aluvial adalah dataran luas yang

terbentuk akibat aktivitas sungai dan Dataran Lakustrin awalnya merupakan cekungan yang terisi oleh sedimen halus, kemudian muncul ke permukaan karena penurunan permukaan air danau, sedangkan daerah volkanik terbentuk akibat

aktivitas gunung berapi. Proses pembentukan landform tersebut menunjukkan

tanah sawah di Dataran Aluvial dan Lakustrin terbentuk dari bahan endapan

(Alochthonous materials), di Dataran Aluvial pengendapan bahan dipengaruhi

oleh aktivitas sungai dan di Dataran Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh

aktivitas danau. Di daerah volkanik tanah sawah terbentuk dari bahan in situ

(Autochthonous materials).

Hasil penelitian Sudarsono et al. (2010) menyatakan sebagian besar

(79.49%) Sentra Produksi Beras Solok merupakan daerah volkanik atau sekitar 14.751 ha, Dataran Aluvial sekitar 14.93% (2.770 ha) dan Dataran Lakustrin sekitar 5.58% (1.035 ha). Hasil penelitian lapang menunjukkan rata-rata produksi Cisokan di Dataran Lakustrin hanya 3.37 ton/ha, di Dataran Aluvial 4.46 ton/ha dan di daerah volkanik 4.39 ton/ha GKG. Hal ini menunjukkan masing-masing bahan induk mempunyai potensi berbeda, sehingga untuk mengoptimalkan produksi Cisokan perlu tindakan pengelolaan yang berbeda pula.


(22)

Dalam penerapannya, tindakan pengelolaan memerlukan metode evaluasi lahan yang memuat persyaratan tumbuh tanaman untuk berproduksi optimal. Banyak metode evaluasi lahan telah dikembangkan, namun metode-metode

tersebut berbeda dalam kriteria dan cara pengambilan keputusan (Hardjowigeno et

al., 1999), sehingga bila digunakan pada lahan yang sama seringkali memberikan

hasil yang berbeda, bahkan hasil penilaian tidak sesuai dengan potensi lahannya. Selain itu, kriteria kesesuaian lahan masih bersifat umum karena disusun berdasarkan kompilasi data dan pengalaman empiris mengacu pada publikasi luar

negeri, seperti FAO (1976, 1983) dan Sys et al. (1993), sehingga tidak sesuai bila

digunakan untuk mengevaluasi penggunaan lahan yang spesifik di Sentra Produksi Beras Solok. Subardja (2005) menambahkan bahwa metode penilaian kesesuaian lahan masih dilakukan secara kualitatif berdasarkan kondisi fisik lahan, belum dikaitkan dengan produksi ataupun keuntungan pada tingkat pengelolaan tertentu, demikian juga parameter yang digunakan dan pengharkatannya belum dikaji di lapang.

Berdasarkan uraian di atas penelitian tentang “Karakteristik dan Optimalisasi Tanah Sawah di Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat” perlu dilakukan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk Tipe Penggunaan Lahan (TPL) Cisokan serta mengembangkan metode penilaian kesesuaian lahan yang kuantitatif.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk dari

bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau.

2. Mengidentifikasi sifat-sifat tanah yang mengontrol produksi Cisokan di

masing-masing bahan induk.

3. Mengetahui potensi tanah sawah dan tindakan pengelolaan yang tepat untuk

mengoptimalkan produksi Cisokan di masing-masing bahan induk.

4. Menyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang

kuantitatif, sehingga terdapat hubungan yang erat antara kelas kesesuaian lahan dengan produksinya.


(23)

5

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari tiga bahan

induk, yaitu bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau. Perbedaan bahan induk tersebut menyebabkan komposisi mineral dan sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk berbeda.

2. Perbedaan produksi Cisokan disebabkan karena sifat-sifat tanah yang

mengontrol produksi di masing-masing bahan induk berbeda.

3. Mengoptimalkan potensi tanah dan menyusun tindakan pengelolaan yang

tepat, dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usahatani.

4. Kriteria kesesuaian lahan padi sawah yang ada masih bersifat umum dan

penilaian berdasarkan fisik kualitatif, selain kurang sesuai untuk mengevaluasi penggunaan lahan yang spesifik, hasil penilaian seringkali tidak bersesuaian dengan produksi lahannya.

1.4. Manfaat Penelitian

Informasi sifat-sifat tanah sawah yang terbentuk di masing-masing bahan induk memberikan gambaran tentang potensi tanah sawah menyediakan hara bagi tanaman. Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam menyusun tindakan pengelolaan guna mengoptimalkan produksi Cisokan dan varietas padi sawah unggulan lainnya di Sentra Produksi Beras Solok.

Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah Sentra Produksi Beras Solok dan lahan-lahan sawah lainnya jika TPL yang sama diterapkan, sehingga potensi produksi dan keuntungan usahatani yang akan diperoleh dapat diketahui. Pada skala luas, hasil penilaian menggambarkan besarnya sumbangan Sentra Produksi Beras Solok terhadap ketahanan pangan di Sumatera Barat.

Metodologi penyusunan kriteria dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan kriteria kesesuaian lahan yang kuantitatif untuk varietas padi sawah unggulan lainnya atau komoditas potensial lainnya, baik di Sentra Produksi Beras Solok maupun di lokasi-lokasi lain.


(24)

1.5. Kebaruan Penelitian

Beberapa hal baru yang dihasilkan adalah: 1) Karakteristik tanah sawah pengontrol produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau di Sentra Produksi Beras Solok, 2) Rekomendasi pemupukan optimal untuk Cisokan di masing-masing bahan induk, 3) Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan yang bersifat fisik kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah Sentra Produksi atau lokasi-lokasi lain dengan karakteristik lahan yang sama.


(25)

II. BAHAN DAN METODE

2.1. Tempat dan Waktu

Penelitian terdiri atas penelitian lapang dan laboratorium. Penelitian lapang dilakukan di Sentra Produksi Beras Solok, secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kubung, Gunung Talang, Bukit Sundi, Lembang Jaya dan X Koto Singkarak Kabupaten Solok dan Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok. Penyebaran lahan sawah diperoleh dari Peta Topografi skala 1:50.000 lembar Solok dan Talawi. Informasi bahan induk didekati dari Peta Geologi Bersistem Sumatera (1995) Lembar Solok skala 1:250.000. Lokasi Sentra Produksi Beras Solok di dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat.

Penelitian laboratorium untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor dan sifat mineralogi tanah di Laboratorium Mineralogi, Balai Besar Litbang


(26)

Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Penelitian telah dilaksanakan sejak bulan April 2009 hingga Oktober 2010.

2.2. Metode

Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan, yaitu: 1) Karakterisasi lahan dan identifikasi TPL, 2) Identifikasi karakteristik lahan pengontrol produksi Cisokan, 3) Optimalisasi tanah sawah, dan 4) Penyusunan kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok. Diagram alir kegiatan penelitian disajikan pada Gambar 2.

2.2.1. Karakterisasi Lahan dan Identifikasi TPL

Karakterisasi lahan bertujuan mengumpulkan data karakteristik lahan, baik karakteristik tanah sebagai media tumbuh maupun karakteristik lingkungan tumbuh. Berdasarkan data karakteristik lahan tersebut ditentukan karakteristik lahan pengontrol produksi yang menjadi dasar penyusunan tindakan pengelolaan lahan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di masing-masing bahan induk. Kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan disusun berdasarkan karakteristik lahan pengontrol produksi dan produksi optimal di masing-masing bahan induk.

Pengamatan dilakukan pada tiga bahan induk, yaitu bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau. Karakterisasi tanah di lapang dilakukan terhadap sembilan pedon pewakil, masing-masing bahan induk diwakili oleh tiga pedon. Pedon PV1, PV2 dan PV3 untuk bahan induk volkanik, pedon PA1, PA2 dan PA3 untuk endapan sungai dan pedon PD1, PD2 dan PD3 untuk endapan danau. Pedon PV1 diambil pada lereng tengah volkanik bagian atas, pedon PV2 pada lereng tengah volkanik bagian bawah dan pedon PV3 pada lereng bawah volkanik. Pedon PA diambil tegak lurus terhadap Sungai Batang Sumani, sedangkan pedon-pedon PD tegak lurus terhadap Danau Singkarak.

Pedon pewakil dibuat dengan cara menggali tanah sampai kedalaman + 200 cm atau sampai pembatas perakaran, selanjutnya dilakukan pengamatan sifat morfologi tanah, antara lain: ketebalan horizon, batas horizon, warna matrik tanah, tekstur, struktur, karatan, perakaran, drainase, permeabilitas dan kedalaman muka air tanah. Semua data pengamatan dicatat dalam suatu form isian untuk


(27)

9

di-entry sebagai database tanah sawah. Setelah dideskripsi, dilakukan

pengambilan contoh tanah pada setiap horizon sebanyak + 1 kg untuk dianali-

Gambar 2 Diagram alir penelitian karakteristik dan optimalisasi tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok, Sumatera Barat.

1. Karakterisasi dan Identifikasi TPL

2. Indentifikasi Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi 3. Optimalisasi Tanah Sawah

4. Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Padi sawah untuk TPL Cisokan

Lokasi Penelitian:

SENTRA PRODUKSI BERAS SOLOK

Identifikasi Masalah:

- Produksi Cisokan belum optimal

Studi Literatur

Produksi Cisokan PERLU

& BERPELUANG

ditingkatkan Tahapan Penelitian:

Karakterisasi Lahan Karakterisasi

Tanah di Lap. Karakterisasi

Lingkungan

Karakteristik Lahan

TPL Cisokan

Existing

Karakteristik Lahan Produksi Tanaman

Produksi Optimal

Kriteria Klasifikasi Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan

Produksi Tinggi & Layak Secara Ekonomi TPL Cisokan

Expected

Karakterisasi Tanah di Lab.

Identifikasi TPL Cisokan

vs

Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Tindakan

Pengelolaan

Pengujian di Lapang


(28)

sis sifat fisika, kimia dan mineralogi tanah di laboratorium. Selain contoh tanah tersebut telah pula diambil 137 contoh tanah komposit yang terdiri atas 80 contoh tanah dari daerah volkanik (KV01-KV80), 37 contoh dari Dataran Aluvial (KA01-KA37) dan 22 contoh tanah dari Dataran Lakustrin (KD01-KD22). Pengamatan tanah dan prosedur pengambilan contoh tanah di lapang mengacu pada FAO (1978). Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Survey Staff (2010). Lokasi pengambilan contoh tanah dan lokasi percobaan di masing-masing bahan induk disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Penggunaan lahan, lokasi pedon pewakil dan percobaan lapang. Sebelum dianalisis, contoh tanah dari masing-masing horizon dan contoh tanah komposit dikeringanginkan, dicampur merata, kemudian diayak untuk memperoleh tanah halus berukuran < 2 mm. Analisis sifat fisika dan kimia tanah

meliputi: tekstur 3 fraksi (metode pipet), pH H20 (pH meter) dan pH KCl (KCl 1

N), C organik (Walkley and Black), N total (Kjeldahl), P dan K potensial (P2O5


(29)

basa-11

basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) dan kapasitas tukar kation (NH4OAc pH 7).

Prosedur analisis tanah mengikuti SCS-USDA (1982).

Analisis mineralogi bertujuan mengetahui komposisi mineral pasir dan

mineral liat. Komposisi mineral pasir ditetapkan dengan metode line counting

menggunakan Mikroskop Polarisator. Identifikasi mineral liat menggunakan

X-Ray Difractometer didasarkan atas pantulan X-Ray yang mengenai tiap bidang

kristalin mineral melalui penjenuhan kation Mg2+, Mg2+ Glycerol , K+ dan

K+550oC. Jarak antara kisi (Å) masing-masing mineral liat untuk setiap perlakuan

adalah spesifik.

Data mengenai karakteristik lingkungan, seperti data iklim (curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, kecepatan angin) dikumpulkan dari stasiun iklim yang berada di daerah penelitian. Data tersebut diperlukan untuk

penetapan Length of Growing Period (LGP) menggunakan program CropWat

(Clarke, 1998). Selain data karakteristik lahan juga dikumpulkan data produksi yang diperoleh melalui wawancara dengan petani dan instansi terkait, di antaranya Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Solok dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Identifikasi TPL bertujuan untuk mengetahui spesifikasi TPL sawah yang diterapkan di Sentra Produksi Beras Solok. Identifikasi dilakukan menggunakan 11 attribute TPL yang dikemukakan oleh FAO (1976). Ke-11 attribute TPL

tersebut disajikan pada Tabel 1. Setelah data-data TPL yang diterapkan di daerah penelitian terkumpul, selanjutnya dipilih satu TPL utama yang menyebar di tiga

bahan induk, selanjutnya disebut sebagai TPL existing.

2.2.2. Identifikasi Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan

Karakteristik lahan pengontrol produksi adalah karakteristik lahan yang menentukan produksi atau karakteristik lahan dimana perbedaannya menyebabkan produksi berbeda. Karakteristik lahan ini ditetapkan melalui pengamatan di lapang dan analisis contoh tanah di laboratorium terhadap karakteristik lahan yang tidak dapat ditetapkan di lapang. Pengaruh karakteristik lahan terhadap produksi diuji

menggunakan regresi linear dilanjutkan dengan regresi bertatar (stepwise)


(30)

Tabel 1 Attribute untuk identifikasi TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok

No Attribute TPL Keterangan

1. Hasil Keuntungan dari usahatani

2. Orientasi pasar Tujuan produksi (komersil atau subsisten atau skala

rumah tangga)

3. Intensitas modal Besarnya modal yang digunakan

4. Intensitas tenaga kerja Jumlah tenaga kerja

5. Pengolahan lahan Dilakukan oleh manusia, mesin atau hewan

6. Pengetahuan teknis dan

budaya petani Tingkat pengetahuan petani

7. Teknologi pengelolaan

lahan Penggunaan varietas, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pengelolaan bahan organik, kotoran hewan, dll.

8. Kebutuhan infrastruktur Kebutuhan terhadap prasarana produksi

9. Luas lahan usahatani Luas lahan usahatani

10. Status kepemilikan lahan Kondisi lahan usaha (milik sendiri atau kelompok,

sewa)

11. Tingkat pendapatan Penghitungan pendapatan (perkapita, petani atau

unit area) Sumber: FAO (1976).

Penetapan karakteristik lahan pengontrol produksi Cisokan di masing-masing bahan induk bertujuan untuk menyusun tindakan pengelolaan lahan guna mengoptimalkan produksi Cisokan serta menetapkan karakteristik lahan penyusun kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL Cisokan di masing-masing bahan induk. Kriteria kesesuaian lahan yang disusun dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah jika TPL yang sama diterapkan, baik di Sentra Produksi Beras Solok maupun lokasi lain pada karakteristik lahan yang sama dengan Sentra Produksi Beras Solok.

Analisis regresi linear bertujuan mengetahui hubungan masing-masing karakteristik lahan dengan produksi. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), regresi linear adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara

satu peubah bebas (X, independence variable) dengan satu peubah tak bebas (Y,

dependence variable), hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai garis lurus.

Kehandalan persamaan regresi dalam menggambarkan hubungan tersebut

dinyatakan dengan koefisien determinasi yang dilambangkan dengan R2. Semakin

besar nilai R2, maka semakin besar kemampuan persamaan regresi menerangkan


(31)

13

ini karaktersitik lahan dinyatakan mempunyai hubungan dengan produksi bila

mempunyai R2 > 0.75.

Selanjutnya terhadap karakteristik lahan terpilih dilakukan analisis regresi

stepwise untuk mengetahui karakteristik lahan penentu produksi. Menurut Gomez

dan Gomez (1983) bahwa dalam regresi stepwise peubah-peubah yang kurang

berpengaruh terhadap produksi dihilangkan, sehingga hanya tersisa peubah-peubah yang sangat berpengaruh terhadap produksi. Persamaan penduga produksi yang didapat selanjutnya divalidasi dengan produksi lapang sampai didapatkan persamaan terbaiknya.

2.2.3. Optimalisasi Tanah Sawah

Optimalisasi tanah sawah untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok meliputi tiga kegiatan, yaitu penyusunan rekomendasi, pengujian rekomendasi dan penentuan rekomendasi pengelolaan optimal di masing-masing bahan induk (bahan induk volkanik, endapan sungai dan endapan danau).

Penyusunan Rekomendasi

Secara umum, tanaman dapat berproduksi optimal apabila hara yang dibutuhkan tersedia di dalam tanah. Menurut FAO (1983), tanaman dikatakan berproduksi optimal apabila mampu berproduksi > 80% dari potensi hasilnya. Untuk itu perlu diketahui jumlah hara yang dibutuhkan tanaman untuk berproduksi pada tingkat tertentu. N, P dan K adalah unsur hara makro utama dan paling banyak diserap tanaman padi sawah. Data hasil penelitian Widowati (2008) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan N dalam gabah dan jerami masing-masing sebesar 1.38%. Kandungan P dan K 0.29 dan 0.30 g/100 g gabah, sementara dalam jerami 0.13 dan 2.49 g/100 g jerami (Tabel 2).

Penyusunan rekomendasi pemupukan untuk mengoptimalkan produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok mengacu pada prinsip pemupukan

berimbang yang dikemukakan Buresh et al. (2006), yaitu keseimbangan unsur

hara yang dibutuhkan tanaman dengan ketersediaannya di dalam tanah. Kebutuhan hara tanaman padi mengacu pada Tabel 2. Hara di dalam tanah berasal dari sumber alami, yaitu tanah, sisa-sisa tanaman, kotoran hewan dan air irigasi,


(32)

serta pupuk kimia. Prinsip pemupukan berimbang adalah mengoptimalkan hara dari sumber alami, sedangkan pupuk kimia hanya mencukupi kekurangan hara dari sumber alami. Dalam hal ini sumber alami yang diperhitungkan adalah tanah dan sisa tanaman padi (kompos jerami).

Tabel 2 Rata-rata kandungan hara N, P dan K yang terdapat dalam padi sawah

N P K

Bagian tanaman*

(%) g/100 g

Gabah 1.38 0.29 0.30

Jerami 1.38 0.13 2.49

Keterangan *: Berat dihitung berdasarkan contoh kering 105°C.

Sumber: Diolah dari data penelitian Widowati (2008).

Tahapan penyusunan rekomendasi adalah: 1) menetapkan produksi yang akan dicapai, yaitu produksi Cisokan tertinggi saat ini sebesar 7.08 ton/ha GKG, 2) menghitung jumlah hara yang diambil oleh biomassa, 3) menghitung jumlah hara yang dilepaskan/disediakan oleh sumber alami (tanah dan sisa tanaman) dan menghitung jumlah hara yang diperlukan dari pupuk kimia.

Pengujian Rekomendasi

Percobaan lapang dalam rangka pengujian rekomendasi dilakukan dalam satu musim tanam (+ 4 bulan). Percobaan dirancang menggunakan Rancangan

Petak Terpisah (Split Plot Design). Sebagai Petak Utama (PU) adalah bahan induk

(A) dan sebagai Anak Petak (AP) adalah kombinasi perlakuan (B), masing-masing

perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Uji lanjutan menggunakan DMRT (Duncans

Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Model matematiknya adalah sebagai

berikut:

Yijk = + Kk + i + ik + j + ik + ( )ij + ijk

Yijk = Nilai pengamatan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j pada

ulangan ke-k = Nilai rata-rata

Kk = Pengaruh pengelompokkan


(33)

15

ik = Pengaruh acak dari faktor A

j = Pengaruh utama faktor B

ik = Pengaruh acak dari faktor B

( )ij = Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B

ijk = Pengaruh acak dari interaksi faktor AB

Tindakan pengelolaan yang diberikan pada TPL saat ini (existing)

menciptakan suatu TPL baru yang disebut TPL expected.Untuk mengetahui TPL

expected yang layak diusahakan, maka dilakukan analisis kelayakan usahatani.

Kriteria kelayakan ekonomi yang digunakan adalah Revenue Cost Ratio (R/C) dan

Benefit Cost Ratio (B/C). R/C dihitung untuk mengetahui besarnya

pendapatan/penerimaan (rupiah) yang diperoleh dari suatu usahatani, sedang B/C untuk mengetahui besarnya manfaat bersih yang diterima untuk setiap satu rupiah

yang diinvestasikan (input). Suatu TPL dikatakan layak diusahakan bila R/C dan

B/C > 1. Untuk itu telah dikumpulkan data komponen biaya produksi (input),

meliputi: 1) biaya tenaga kerja untuk persiapan lahan, tanam, pemupukan, pemeliharaan dan panen, 2) biaya peralatan (sewa alat), dan 3) biaya sarana

produksi, seperti bibit, pestisida, pupuk, dan lain sebagainya. Sebagai output

adalah gabah padi (ton/ha GKG).

Rekomendasi Pengelolaan Lahan Optimal

Rekomendasi pemupukan dipilih apabila: 1) tanaman mampu berproduksi optimal, yaitu berproduksi > 80% dari potensi hasilnya (FAO, 1983), dan 2) memenuhi persyaratan layak secara ekonomi yang ditunjukkan oleh parameter

Revenue Cost Ratio (R/C) dan Benefit Cost Ratio (B/C) > 1.

Lokasi percobaan untuk pengujian rekomendasi ditempatkan pada kelas tekstur yang sama untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan data yang mungkin terjadi karena perbedaan tekstur. Selain itu, setiap satu petak sawah minimal memuat satu ulangan, sehingga perbedaan-perbedaan antar ulangan dapat

diminimalkan. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 4 x 5 m (20 m2). Sekeliling

petak percobaan ditinggikan dengan tanah sekitar + 20 cm dan lebar 25 cm. Ini dimaksudkan agar perlakuan tidak bercampur bila petak percobaan diairi. Setiap petak percobaan mempunyai satu saluran air masuk dan satu saluran air keluar.


(34)

Antar petak percobaan dibuat saluran dengan lebar 25 cm. Saluran ini berfungsi sebagai tempat keluar masuknya air.

Benih yang digunakan adalah benih Cisokan berlabel. Sebelum benih disemai, terlebih dahulu disiapkan lahan tempat persemaian dengan ukuran 5 x 15 m. Sekeliling persemaian dibuat pematang setinggi + 20 cm untuk mempermudah mengontrol air. Benih dijemur selama 1 hari, kemudian direndam 2 malam, lalu ditiriskan sampai benih berkecambah (keluar akar + 0.5 cm). Selanjutnya benih disebarkan pada lahan yang telah disiapkan. Setelah berumur + 21 hari, benih dipindahkan sebanyak 3-5 batang/rumpun dengan jarak tanam 20 x 20 cm.

Pemeliharaan meliputi pemupukan, pengaturan air, penyulaman dan penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali. Pemupukan I diberikan sehari sebelum tanam. Pupuk yang diberikan adalah pupuk P (SP-36) dan pupuk organik (kompos jerami) dengan cara disebar. Pemupukan II diberikan pada saat tanaman berumur 10 hari (10 HST). Pupuk yang diberikan adalah ½ dosis pupuk N (Urea) dan ½ dosis pupuk K (KCl) dengan cara disebar. Pemupukan ke III adalah sisanya, yaitu ½ dosis pupuk N (Urea) dan ½ dosis pupuk K (KCl) dengan cara disebar.

Pengaturan air sangat penting dilakukan karena kebutuhan air setiap fase pertumbuhan tanaman padi tidak sama. Pada fase pertumbuhan awal, tanaman padi memerlukan air dalam jumlah sedikit atau macak-macak (0.5 cm). Kondisi air macak-macak juga diperlukan saat pemupukan, ini dimaksudkan agar pupuk tidak terbawa air (tercuci). Air dalam jumlah banyak (2 cm) diperlukan saat tanaman memasuki fase anakan produktif (21-28 HST). Pada fase primordia kondisi air kembali macak-macak dan setelah melewati fase tersebut sawah perlu dikeringkan. Pengeringan selain mempercepat pematangan buah, juga mempermudah waktu panen (gabah tidak terendam air).

Penyulaman dilakukan bila tanaman mati atau terserang hama.

Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur + 4 minggu setelah tanam. Tanaman penyulam diambil dari tanaman di sebelahnya atau tanaman yang mempunyai jumlah anakan cukup banyak. Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dan gejala serangan perlu diwaspadai dan dikenali sejak dini. Tindakan pengendalian dilakukan menggunakan formula yang tepat.


(35)

17

Panen dilakukan setelah padi masak atau padi berwarna kuning keemasan. Padi di setiap petak dipotong menggunakan alat pemotong sabit atau arit, lalu dirontokkan, kecuali 5 rumpun tanaman padi yang diberi tanda/patok. Hasil rontokan dimasukkan ke dalam karung yang telah diberi label sesuai dengan perlakuan. Untuk menghilangkan gabah hampa dilakukan “penganginan atau ditampi”, selanjutnya ditimbang. Hasil penimbangan merupakan berat gabah kering panen (GKP) dengan kadar air 20%, untuk memperoleh berat gabah kering giling (GKG) dengan kadar 14%, maka berat GKP dikali faktor koreksi 80/86.

Pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, dan produksi. Pengamatan I dilakukan saat tanaman berumur 10 HST atau sebelum dilakukan pemupukan II, selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu. Setiap petak percobaan diwakili oleh 5 rumpun tanaman yang dipilih secara acak. Agar data yang diperoleh berkesinambungan dari pengamatan I sampai pengamatan terakhir (sampai panen), maka tanaman diberi tanda (patok) menggunakan bambu sepanjang 1.5 meter.

Pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan selama fase vegetatif (sebelum fase generatif). Tinggi tanaman diukur menggunakan meteran mulai dari dasar sampai ujung daun, kemudian dilanjutkan dengan menghitung jumlah anakan. Jumlah anakan produktif dan produksi tanaman ditentukan pada saat panen. Anakan produktif dihitung berdasarkan jumlah anakan yang menghasilkan malai. Produksi tanaman dinyatakan dalam berat gabah kering giling (kg/petak) dan kesetaraannya (ton/ha). Semua data tanaman

dicatat dalam suatu form isian untuk selanjutnya di-entry dan dianalisis.

2.2.4. Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan

Kriteria kesesuaian lahan disusun oleh karakteristik lahan pengontrol produksi dan produksi optimal di masing-masing bahan induk. Batas kelas kesesuaian lahan mengacu pada indek produksi yang dikemukakan FAO (1983) yang membagi kelas kesesuaian lahan kedalam 4 kelas. Kelas-kelas kesesuaian lahan tersebut adalah:


(36)

- Sangat sesuai (S1), bila produksi Cisokan > 80%,

- Cukup sesuai (S2), bila produksi Cisokan 60-80%,

- Agak sesuai (S3), bila produksi Cisokan 40-60%,

- Tidak sesuai (N), bila produksi Cisokan < 40% dari potensi hasil.

Kriteria kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan produksi TPL Cisokan

saat ini (existing) disebut sebagai kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk TPL

Cisokan existing. Untuk mendapatkan kriteria kesesuaian lahan padi sawah untuk

TPL Cisokan expected, maka kriteriakesesuaian lahan yang dihasilkan divalidasi

dengan produksi Cisokan optimal hasil pengujian di lapang. Validasi dilakukan dengan cara mencocokan karakteristik lahan dengan produksi. Kriteria dikatakan valid apabila karakteristik lahan telah sejalan dengan produksi. Kriteria yang dihasilkan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi lahan-lahan sawah jika TPL yang sama diterapkan, baik di Sentra Produksi Beras Solok maupun lokasi lain dengan karakteristik lahan yang sama dengan Sentra Produksi Beras Solok.


(37)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan menyajikan empat topik bahasan, yaitu: 1) Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah, 2) Karakteristik Lahan Pengontrol Produksi Cisokan, 3) Upaya Optimalisasi Tanah Sawah, dan 4) Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah untuk TPL Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok.

3.1. Komposisi Mineral dan Sifat-Sifat Tanah Sawah 3.1.1. Komposisi Mineral

Mineral merupakan unsur utama penyusun tanah dan berperan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah. Berikut disajikan komposisi mineral pasir dan mineral liat yang terbentuk.

Komposisi Mineral Pasir

Hasil analisis komposisi mineral pasir pedon-pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa komposisi mineral pasir terdiri atas gelas volkan, feldspar jenis plagioklas (labradorit), feromagnesia jenis amfibol (hornblende) dan piroksin (augit dan hiperstin), opak dan sedikit kuarsa. Komposisi mineral pasir demikian menunjukkan bahwa pedon-pedon mengandung bahan volkanik andesitik.

Pada tabel tersebut terlihat bahwa gelas volkan, feldspar (labradorit), piroksin (hiperstin) dan opak dijumpai dalam jumlah dominan. Opak dominan pada pedon-pedon di daerah volkanik (PV1, PV2 dan PV3), kandungan opak berkurang seiring bertambahnya jarak ke daerah pengendapan (Gambar 4). Feldspar (labradorit) dan piroksin (hiperstin) dominan pada pedon-pedon di Dataran Aluvial (PA1, PA2 dan PA3), sedangkan pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin (PD1, PD2 dan PD3) didominasi oleh gelas volkan dan feldspar (labradorit). Adanya feldspar tersebut menurut Subardja dan Buurman (1980) akan mempengaruhi produktivitas tanah sawah karena tanah mempunyai cadangan hara Ca dan K yang tinggi, sehingga kesuburan tanah tetap terjaga.


(38)

Tabel 3 Komposisi mineral fraksi pasir pedon-pedon yang diteliti

Jenis dan komposisi mineral (%)

Pewakil Kedalaman

(cm)

Simbol

Horizon Op Ku Lm Gv La Sa Ho Au Hi

PV1 0-21 Apg 32 7 10 17 4 Sp 5 1 17

21-35 Bwg1 41 7 14 10 3 1 4 1 14

35-39 Bwg2 31 8 14 14 1 Sp 7 2 13

39-43 Bwg3 45 7 11 10 1 1 5 1 12

43-74 2Bw 43 6 14 15 Sp 1 3 Sp 4

74-100 2BC 53 8 9 16 Sp 1 4 1 3

PV2 0-10 Apg 58 7 7 5 5 2 2 1 6

10-25 Bwg 59 8 2 5 4 2 4 3 8

25-51 2Bw 73 3 9 3 2 1 1 1 5

51-80 2BC 52 1 42 2 Sp 1 Sp Sp Sp

80-100 2C 82 1 17 Sp Sp Sp Sp Sp Sp

PV3 0-10 Apg1 39 7 2 5 14 1 5 4 20

10-20/23 Apg2 43 7 2 8 13 1 3 3 17

20/23-55 2Bg 71 8 6 1 4 1 2 Sp 6

55-90 2BC 35 4 18 1 15 1 7 3 13

>90 3C 17 3 20 2 30 Sp 5 3 16

PA1 0-15 Apg 7 6 7 9 33 Sp 1 5 21

15-30 Bg 39 2 11 3 18 1 1 2 16

30-52 2Bg 17 3 28 5 18 Sp 1 5 13

>52 3Cg 37 3 30 5 11 Sp 1 1 7

PA2 0-16 Apg 12 1 8 8 28 1 2 7 30

16-32 Bg1 18 1 2 6 36 - Sp 6 27

32-55 Bg2 15 1 4 6 28 - 2 4 35

55-79 2Cg 6 1 34 9 26 Sp 2 4 14

PA3 0-15 Apg 12 1 5 3 28 - Sp 4 42

15-35 Bg1 15 1 4 6 33 Sp - 3 37

35-50 Bg2 20 1 27 4 24 - - 2 14

50-72 2Cg 10 Sp 28 9 30 1 Sp 1 13

72-90 3Cg 11 sp 26 9 23 - Sp 5 16

PD1 0-20 Apg Sp 6 1 69 2 - 1 1 3

20-41 Bg Sp 5 4 60 18 Sp 1 1 4

41-60 2Cg 3 3 10 56 10 Sp 1 1 4

60-73 3Cg 4 3 28 35 10 Sp 1 3 1

73-100 4Cg 3 6 19 37 12 Sp Sp 1 7

PD2 0-20 Apg 7 12 6 19 20 1 6 2 13

20-48 Bg 10 8 34 6 14 Sp 1 2 4

48-100 2Cg 6 5 33 14 18 - 1 Sp 4

100-120 3Cg 1 2 54 14 11 Sp Sp Sp 1

PD3 0-15 Apg 6 10 6 23 25 1 3 2 12

15-40 Bg1 6 8 13 30 21 Sp 2 1 11

40-70 Bg2 5 6 36 20 14 Sp 2 Sp 4

70-100 2Cg 3 Sp 47 16 14 - Sp 2 4

100-120 3Cg 2 1 41 19 21 Sp 2 1 2

Keterangan: Op = Opak, Ku = Kuarsa (Kuarsa keruh + Kuarsa bening), Lm = Lapukan mineral, Gv = Gelas volkanik, La = Labradorit, Sa = Sanidin, Ho = Hornblende (Hornblende hijau+ Hornblende coklat), Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.


(39)

21

Mohr dan van Baren (1960) mengemukakan opak dan hiperstin

mempunyai specific gravity > 2.9, sedangkan feldspar (labradorit) mempunyai

specific gravity < 2.9. Karena perbedaan specific gravity tersebut, kemungkinan

opak sulit ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Sementara tingginya hiperstin pada pedon-pedon di Dataran Aluvial mengindikasikan hiperstin mempunyai

specific gravity yang lebih rendah dari opak.

Kandungan labradorit lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Aluvial, sebaliknya gelas volkan lebih tinggi pada pedon-pedon di Dataran Lakustrin. Berdasarkan posisi pengendapan, Dataran Aluvial merupakan daerah pengendapan pertama bahan volkanik, bahan-bahan yang belum sempat diendapkan terus terbawa air dan diendapkan ke tempat yang lebih jauh (Dataran

Lakustrin). Specific gravity gelas volkan lebih rendah, sehingga lebih mudah

ditranslokasikan dibandingkan feldspar. Peneliti lain menyebutkan (Hunter, 1988) bahwa keberadaan gelas volkan di dalam tanah sebagian besar merupakan

endapan angin (aeolian) ketika aktivitas gunung api (erupsi) terjadi. Gambar 4

menyajikan penyebaran opak dan hiperstin, sedangkan Gambar 5 menyajikan penyebaran gelas volkan dan feldspar.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

J

u

m

la

h

(

%

)

Opak Hiperstin

Gambar 4 Penyebaran opak dan hiperstin pada pedon-pedon yang diteliti. Adanya kesamaan komposisi mineral pasir pada pedon-pedon yang diteliti menunjukkan tanah sawah yang terbentuk di Dataran Aluvial dan Lakustrin lebih banyak dipengaruhi oleh bahan volkanik Gunung Talang. Penambahan bahan baru di atas bahan tanah yang sudah ada merupakan ciri utama tanah-tanah yang berkembang dari aluvium. Hal ini terbukti dari asosiasi mineral yang disajikan

...32.0

14.0 20.0

Jarak (Km) ...8.0

G. Talang


(40)

pada Tabel 4. Perhitungan asosiasi mineral yang dikemukakan Baak (1948 dalam

Mohr dan van Baren, 1960) menunjukkan bahwa pedon-pedon mempunyai asosiasi mineral yang tidak sama di dalam penampangnya. Pedon PA1 mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin yang didominasi oleh hiperstin sampai kedalaman 30 cm, pada kedalaman 30-52 cm terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin-augit) dan pada kedalaman > 52 cm kembali hiperstin mendominasi asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan sampai kedalaman > 52 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan pada pedon PA1.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

J

u

m

la

h

(

%

)

Opak Hiperstin

Gelas volkan Labradorit

Gambar 5 Penyebaran gelas volkan dan feldspar pada pedon-pedon yang diteliti. Pada pedon PD2 terdapat asosiasi tunggal mineral piroksin sampai kedalaman 48 cm, kemudian asosiasi mineral piroksin-amfibol (hornblende) sampai kedalaman 100 cm dan pada kedalaman > 100 cm kembali dijumpai asosiasi tunggal mineral piroksin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman > 100 cm telah terjadi tiga kali pengendapan bahan volkanik.

Penambahan bahan baru ternyata tidak saja terjadi pada pedon-pedon yang terbentuk di daerah dataran, akan tetapi juga di daerah volkanik. Pedon PV2 yang berada di lereng tengah volkanik bagian bawah mempunyai asosiasi tunggal mineral piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 25 cm, pada kedalaman > 25 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol. Pada pedon PV3 terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin (hiperstin) sampai kedalaman 20/23 cm. Pada kedalaman 20/23-90 cm terdapat asosiasi mineral piroksin-amfibol dan pada kedalaman > 90 cm kembali terdapat asosiasi mineral tunggal piroksin yang didominasi oleh hiperstin. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai pada kedalaman 100 cm telah

...32.0

14.0 20.0

Jarak (Km) ...8.0

G. Talang


(41)

23

terjadi dua hingga tiga kali pengendapan bahan. Hasil penelitian Suryani dan Prasetyo (2002) di daerah volkanik Gunung Talamau, Sumatera Barat juga menemukan hal yang sama bahwa penambahan bahan baru dapat disebabkan oleh aktivitas gunung berapi berupa pengendapan bahan-bahan hasil erupsi di atas bahan atau tanah yang sudah ada.

Tabel 4 Komposisi mineral fraksi berat beberapa pedon yang diteliti

Jenis dan komposisi mineral (%) Pewakil Kedalaman (cm) Horizon Simbol

Op Zi Hh Hc Au Hi

Asosiasi mineral

PV2 0-10 Apg 82 2 9 14 10 65 Pi

10-25 Bwg 78 Sp 6 7 15 72 Pi

25-51 2Bw 85 2 11 18 11 58 Pi-Am

51-80 2BC 95 5 6 27 19 43 Pi-Am

80-100 2C 96 1 22 22 8 47 Pi-Am

PV3 0-10 Apg1 40 Sp 15 6 15 64 Pi

10-20/23 Apg2 42 1 9 10 16 64 Pi

20/23-55 2Bg 64 Sp 13 21 6 60 Pi-Am

55-90 2BC 58 Sp 18 28 6 48 Pi-Am

>90 3C 38 - 13 6 13 68 Pi

PA1 0-15 Apg 29 Sp 4 2 15 79 Pi

15-30 Bg 36 Sp 4 4 18 74 Pi

30-52 2Bg 49 Sp 8 7 23 62 Pi (Hi-Au)

>52 3Cg 69 2 5 6 14 73 Pi

PD2 0-20 Apg 25 Sp 16 2 13 69 Pi

20-48 Bg 42 Sp 15 1 13 69 Pi

48-100 2Cg 32 1 23 1 17 58 Pi-Am

100-120 3Cg 33 Sp 9 1 23 66 Pi

Keterangan: Op = Opak, Zi = Zirkon, Hh = Hornblende hijau, Hc = Hornblende coklat, Au = Augit, Hi = Hiperstin, dan Sp=Sporadis.

Komposisi Mineral Liat

Mineral liat merupakan hasil pelapukan secara kimia mineral primer atau

hasil pembentukan baru (neoformation) di dalam tanah (Allen dan Hajek, 1989).

Eswaran (1979); Delvaux et al. (1989) mengemukakan bahwa pelapukan bahan

volkanik di daerah tropis menghasilkan alofan, haloisit, smektit, kaolinit, goetit dan gibsit. Di antara mineral liat tersebut alofan dan haloisit merupakan fraksi liat dominan. Menurut Wada (1989), haloisit terbentuk dari alofan, namun banyak

peneliti mengungkapkan haloisit terbentuk langsung dari abu volkanik (Parfitt et


(42)

Pada pedon-pedon di daerah volkanik Gunung Talang, X-Ray Difractometer mendeteksi mineral haloisit (haloisit hidrat dan metahaloisit),

smektit dan kaolinit. Haloisit terbentuk pada pedon PV1 dan PV2, sedangkan smektit dan kaolinit dijumpai pada tanah lapisan atas pedon PV3.

Gambar 6 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di daerah volkanik.

Pada Gambar 6 terlihat pedon PV1 dan PV2 mempunyai komposisi mineral liat sama, yaitu haloisit hidrat dan metahaloisit masing-masing dalam jumlah sedang. Haloisit hidrat ditunjukkan oleh puncak difraksi 10.07-10.14Å dan

4.44-4.46Å pada perlakuan Mg2+ serta 11.57Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol.

Metahaloisit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.36-7.46Å dan 3.56-3.62Å pada

perlakuan Mg2+. Menurut Dixon (1989); Allen dan Hajek (1989) adanya mineral

liat haloisit merupakan indikasi bahwa tanah masih tergolong muda. Beberapa studi meyakini bahwa haloisit merupakan bentuk awal dari sistem pelapukan aktivitas larutan silika tinggi sebelum akhirnya ditransformasi ke bentuk yang

lebih stabil (McIntosh, 1979; Singleton et al., 1989). Selain haloisit, juga terdapat

gibsit dalam jumlah sedikit yang ditunjukkan oleh puncak difraksi 4.83-4.86Å dan goetit pada pedon PV2 dalam jumlah sangat sedikit (4.18Å).

10.7 7.46

4.86 4.46

4.06

3.62

5 10 15 20 25 30 [°2 ]

10.14 7.36 4.83 4.44 4.18

4.03

3.56Å

11.57

5 10 15 20 25 30 [°2 ] 5 10 15 20 25 30 [°2 ]

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+ K+ 550°C

15.50

10.01 7.20

5.31 4.46

4.06 3.59

18.03

13.37

10.01

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+ K+550°C


(43)

25

Berbeda dengan pedon PV1 dan PV2, pada lapisan atas pedon PV3 X-Ray

Difractometer mendeteksi mineral smektit dan kaolinit dalam jumlah sedang serta

illit dalam jumlah sedikit. Smektit terdeteksi pada puncak 15.50Å pada perlakuan

Mg2+, 18.03Å perlakuan Mg2+ Glycerol, 13.37Å perlakuan K+ dan 10.01Å

perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.20Å, 4.46Å dan

3.59Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan K+. Sementara illit ditunjukkan

oleh puncak difraksi pada 10.01Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol dan

K+550°C. Selain mineral liat, pada pedon-pedon PV dijumpai kristobalit dalam

jumlah sedikit hingga sedang pada puncak difraksi 4.03-4.06Å.

Pada lapisan bawah pedon PV3 (Lampiran 1) dijumpai mineral haloisit hidrat dan metahaloisit dalam jumlah sedang, demikian juga dengan kristobalit. Komposisi mineral liat lapisan bawah pedon PV3 tersebut sama dengan komposisi mineral liat lapisan atas pedon PV1 dan PV2. Adanya smektit pada lapisan atas pedon PV3 menunjukkan bahwa pada pedon tersebut telah terjadi akumulasi basa-basa. Akumulasi basa-basa, terutama Ca dan Mg pada lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Berdasarkan pengamatan lapang, pedon PV3 berada pada lereng bawah volkanik, sehingga akumulasi basa-basa dari lereng atas dan lereng tengah volkanik sangat dimungkinkan.

Komposisi mineral liat pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Aluvial disajikan pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat mineral liat

kaolinit mendominasi pedon PA1. Selain kaolinit, X-Ray Difractometer

mengidentifikasi mineral liat smektit dalam jumlah sedikit, sebaliknya dengan pedon PA2 mineral liat smektit dijumpai dalam jumlah banyak. Selain smektit terdapat metahaloisit dan haloisit hidrat masing-masing dalam jumlah sedang dan sedikit. Pada pedon PA3 teridentifikasi adanya mineral liat smektit dan metahaloisit dalam jumlah yang sama (sedang) dan mineral liat haloisit hidrat dalam jumlah sedikit. Selain mineral liat, dijumpai feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

Pada pedon-pedon PA, mineral liat kaolinit ditunjukkan oleh puncak

difraksi 7.16-7.26Å, 4.42-4.45Å dan 3.553.58Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+

Glycerol dan K+. Smektit terlihat pada puncak difraksi 15.50-17.04Å pada


(44)

perlakuan K+ dan 10.07-10.21Å pada perlakuan K+550°C. Haloisit hidrat terdeteksi pada puncak difraksi 10.01Å dan metahaloisit pada 7.22Å, 4.42Å

3.56Å dengan perlakuan Mg2+. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada

puncak 4.04Å dan 3.20Å dengan perlakuan Mg2+.

Masih pada Gambar 7, ketiga pedon PA tersebut memperlihatkan komposisi mineral liat berbeda, meski pedon-pedon tersebut mempunyai komposisi dan jumlah mineral pasir penyusun relatif sama (Tabel 3). Adanya perbedaan komposisi mineral liat tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan posisi pedon-pedon tersebut di Dataran Aluvial. Pedon PA1 dan PA3 berada pada bentuk wilayah yang agak cembung, namun pedon PA1 lebih dekat ke sungai. Sementara pedon PA2 berada di antara pedon PA1 dan PA3 pada bentuk wilayah yang lebih cekung.

Gambar 7 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Aluvial.

Berbeda dengan Dataran Aluvial, di Dataran Lakustrin (Gambar 8)

pedon-pedon mempunyai komposisi mineral liat yang sama. Pada X-Ray Difractogram

tampak komposisi mineral liat yang lebih seragam. Mineral smektit dijumpai

dalam jumlah banyak dan kaolinit dalam jumlah sedang serta illit dalam jumlah sedikit. Pada fraksi liatnya terdapat feldspar (labradorit) dalam jumlah sedikit.

17.04

5 10 15 20 25 30 [°2 ]

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+ K+ 550°C

5 10 15 20 25 30 [°2 ] 5 10 15 20 25 30 [°2 ]

7.16 4.45 4.04 3.58 3.20 17.22 13.22 10.21 15.50

10.01 7.26 4.42 4.04 3.55 3.20 18.03 12.71 10.07 Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

15.50

10.01 7.22 4.42

4.04

3.56 3.20

13.03 17.42

10.07

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C


(45)

27

Mineral liat smektit ditunjukkan oleh puncak difraksi 15.02-15.66Å pada

perlakuan Mg2+, 17.62-18.63Å pada perlakuan Mg2+ Glycerol, 12.71-13.03Å pada

perlakuan K+ dan 10.01-10.32Å pada perlakuan K+550°C. Kaolinit ditunjukkan

oleh puncak 7.16-7.22Å dan 3.56-3.60Å pada perlakuan Mg2+, Mg2+ Glycerol, K+

dan hilang pada perlakuan K+550°C. Illit terdeteksi pada 10.01-10.27Å dan 5.02Å

pada semua perlakuan. Sedangkan feldspar (labradorit) dijumpai pada puncak 4.03-4.06Å dan 3.20Å.

Gambar 8 X-Ray Difractogram lapisan atas pedon-pedon yang berkembang

di Dataran Lakustrin.

Jika pedon-pedon di daerah dataran dibandingkan, mineral liat smektit lebih banyak terbentuk pada pedon-pedon yang berkembang di Dataran Lakustrin. Menurut Borchardt (1989) keberadaan smektit di dalam tanah terjadi melalui tiga cara. Pertama, pembentukan dari larutan, kedua melalui transformasi mika, dan ketiga melalui pengendapan smektit. Lebih lanjut Borchardt (1989) menjelaskan bahwa pembentukan dari larutan merupakan sumber utama smektit di dalam tanah. Adanya mineral liat smektit pada tanah-tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok kemungkinan terbentuk dari larutan. Hal ini didukung oleh data mineral pasir (Tabel 3) yang menunjukkan bahwa jumlah mineral penyusun relatif sama,

5 10 15 20 25 30 [°2 ]

5 10 15 20 25 30 [°2 ]

4.03 3.60

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

15.50 17.62 10.01 7.16 3.20 12.71 1027 15.66 18.63

10.27 7.19 4.06 3.57

3.21

12.71

10.32

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

Mg2+

Mg2+ Glycerol

K+

K+ 550°C

15.82

10.01 7.22

5.02 4.06 3.56

3.20

18.03

13.03

10.01

5 10 15 20 25 30 [°2 ]


(46)

tetapi mineral liat yang terbentuk berbeda (pedon-pedon PA), sebaliknya mineral liat sama tetapi jumlah mineral penyusun sedikit berbeda (pedon-pedon PD dan PV3). Pelapukan mineral-mineral di lereng volkanik dalam lingkungan berdrainase baik, melepaskan kation basa ke dalam larutan tanah yang kemudian mengalami pencucian dan terakumulasi di daerah bawah yang lebih datar pada

drainase terhambat. Akumulasi kation basa terutama Ca2+ dan Mg2+, pada pH

tinggi dan lingkungan kaya Si membentuk smektit (Borchardt, 1989). Pada kondisi pH tinggi tersebut, menurut van Wambeke (1992) kaolinit dan haloisit tidak mungkin terbentuk. Dixon (1989) menyatakan bahwa kaolinit dan haloisit merupakan hasil pelapukan pada lingkungan masam. Hal ini berarti keberadaan kaolinit dan haloisit juga merupakan hasil translokasi dari daerah volkanik.

Pada pedon-pedon PD dan PV3, selain pembentukan melalui larutan, adanya illit bersama smektit merupakan bagian dari proses transformasi illit – smektit, prosesnya sebagai berikut:

-K+ kation dapat tukar terhidrasi

Illit (mika) vermikulit + smektit + K+

(tidak stabil)

Dalam proses depotassication ini, Dataran Lakustrin dan lereng bawah

volkanik menyediakan lingkungan yang sesuai untuk transformasi illit-smektit.

Menurut Borchardt (1989); Fanning et al. (1989) pembentukan smektit dari illit

terjadi karena lingkungan rendah K+ dan Al3+, namun Ca2+ dan Mg2+ tinggi dalam

larutan tanah, pH tanah tinggi dan drainase terhambat, serta adanya kondisi basah

dan kering. Hal yang sama dilaporkan Kaaya et al. (2010) dari Dataran

Wami-Makata di Distrik Morogoro, Tanzania bahwa mika hidrous (illit) dan kaolinit diangkut dari lereng atas dan tengah volkanik, kemudian diendapkan di daerah

lebih rendah, selanjutnya illit mengalami transformasi menjadi smektit. X-Ray

Difractogram pedon-pedon yang diteliti selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

3.1.2. Sifat-Sifat Tanah Sawah

Sifat-sifat tanah dibedakan atas sifat morfologi, fisika dan kimia. Berikut disajikan sifat-sifat tanah yang terbentuk beserta klasifikasinya menurut Soil Survey Staff (2010) di Sentra Produksi Beras Solok.


(1)

c.

Tanah sawah dari endapan danau


(2)

Lampiran 8 Hasil analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan

pada umur 38 HST, jumlah anakan produktif dan produksi Cisokan

a. Tinggi tanaman padi

Sidik Ragam

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr > F

Kelompok 2 65.859365 32.929683 2.17 0.1177

Faktor A (Bahan induk) 2 6277.182222 3138.591111 206.61 <.0001

Galad (a) 4 216.909206 54.227302 3.57 0.0081

B (Perlakuan) 27 1786.164286 66.154233 4.35 <.0001

AB 54 1073.626667 19.881975 1.31 0.1018

Total 251 11880.626511

Bahan induk: Karena p-value (<0.0001) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya bahan induk berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 21.

Perlakuan: Karena p-value (<0.0001) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya perlakuan berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 22.

Kombinasi Bahan induk dan Perlakuan: Karena p-value (0.1018) > alpha (0.05) maka terima H0, artinya kombinasi bahan induk dan perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi.

b. Jumlah anakan

Sidik Ragam

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr > F

Kelompok 2 206.0555556 103.0277778 16.00 <.0001

Faktor A (Bahan induk) 2 331.2936508 165.6468254 25.72 <.0001

Galad (a) 4 466.4920635 116.6230159 18.11 <.0001

B (Perlakuan) 27 442.1071429 16.3743386 2.54 0.0002

AB 54 322.2619048 5.9678131 0.93 0.6191

Total 251 2811.662698

Bahan induk: Karena p-value (0.3007) > alpha (0.05) maka terima H0, artinya bahan induk tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan.

Perlakuan: Karena p-value (0.0002) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya perlakuan berpengaruh terhadap jumlah anakan. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 23.

Kobinasi Bahan induk dan Perlakuan: Karena p-value (0.6191) > alpha (0.05) maka terima H0, artinya kombinasi bahan induk dan perlakuan tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan.


(3)

c. Jumlah anakan produktif

Sidik Ragam

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr > F

Kelompok 2 47.2034127 23.6017063 5.76 0.0038

Faktor A (Bahan induk) 2 215.5336508 107.7668254 26.30 <.0001

Galad (a) 4 100.5653968 25.1413492 6.14 0.0001

B (Perlakuan) 27 275.5474603 10.2054615 2.49 0.0002

AB 54 191.8996825 3.5536978 0.87 0.7240

Total 251 1494.627460

Bahan induk: Karena p-value (0.0673) > alpha (0.05) maka terima H0, artinya bahan induk tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif.

Perlakuan: Karena p-value (0.0002) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya perlakuan berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 24.

Kombinasi Bahan induk dan Perlakuan: Karena p-value (0.7240) > alpha (0.05) maka terima H0, artinya kombinasi bahan induk dan perlakuan tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif.

d. Produksi

Sidik Ragam

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah F value Pr > F

Kelompok 2 2.3822000 1.1911000 0.59 0.5542

Faktor A (Bahan induk) 2 207.4785738 103.7392869 51.59 <.0001

Galad (a) 4 20.7157762 5.1789440 2.58 0.0396

B (Perlakuan) 27 196.7207663 7.2859543 3.62 <.0001

AB 54 174.4882706 3.2312643 1.61 0.0124

Total 251 927.5462107

Bahan induk: Karena p-value (0.0010) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya bahan induk berpengaruh terhadap produksi. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 25.

Perlakuan: Karena p-value (<0.0001) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya perlakuan berpengaruh terhadap produksi. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 26.

Kombinasi Bahan induk dan Perlakuan: Karena p-value (0.0124) < alpha (0.05) maka tolak H0, artinya kombinasi bahan induk dan perlakuan berpengaruh terhadap produksi. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 28.


(4)

Lampiran 9 Analisis kelayakan usahatani di masing-masing perlakuan

a. Tanah sawah dari bahan induk volkanik

No Kode

Perlakuan

Produksi (Kg/ha)

Input (Rp.00)

Output (Rp.00

Keuntungan

(Rp.00) R/C B/C

1 N1P1K1 5.939 8.657.891 20.787.829 12.129.938 2.40 1.40

2 N2P1K1 6.776 9.267.678 23.717.519 14.449.842 2.56 1.56

3 N3P1K1 7.084 9.650.024 24.795.194 15.145.170 2.57 1.57

4 N1P1K2 5.728 8.916.928 20.047.132 11.130.203 2.25 1.25

5 N2P1K2 5.963 9.268.087 20.870.853 11.602.766 2.25 1.25

6 N3P1K2 7.265 10.077.859 25.428.992 15.351.134 2.52 1.52

7 N1P1K3 6.376 9.545.615 22.316.434 12.770.819 2.34 1.34

8 N2P1K3 5.988 9.628.749 20.957.674 11.328.925 2.18 1.18

9 N3P1K3 7.234 10.414.264 25.318.295 14.904.030 2.43 1.43

10 N1P2K1 6.134 9.341.524 21.468.837 12.127.313 2.30 1.30

11 N2P2K1 7.450 10.157.293 26.075.814 15.918.521 2.57 1.57

12 N3P2K1 7.503 10.429.950 26.260.310 15.830.360 2.52 1.52

13 N1P2K2 6.247 9.740.304 21.866.047 12.125.743 2.24 1.24

14 N2P2K2 6.868 10.256.995 24.037.674 13.780.679 2.34 1.34

15 N3P2K2 6.693 10.431.959 23.426.667 12.994.708 2.25 1.25

16 N1P2K3 6.033 9.998.208 21.116.124 11.117.916 2.11 1.11

17 N2P2K3 7.074 10.695.759 24.760.465 14.064.706 2.31 1.31

18 N3P2K3 7.232 11.013.331 25.310.698 14.297.366 2.30 1.30

19 N1P3K1 5.699 9.754.400 19.945.116 10.190.716 2.04 1.04

20 N2P3K1 7.521 10.787.681 26.323.256 15.535.575 2.44 1.44

21 N3P3K1 7.071 10.844.426 24.749.612 13.905.186 2.28 1.28

22 N1P3K2 5.793 10.144.784 20.273.953 10.129.170 2.00 1.00

23 N2P3K2 6.730 10.797.819 23.555.814 12.757.995 2.18 1.18

24 N3P3K2 7.351 11.314.777 25.729.612 14.414.835 2.27 1.27

25 N1P3K3 5.997 10.582.481 20.988.062 10.405.581 1.98 0.98

26 N2P3K3 7.358 11.417.842 25.754.574 14.336.731 2.26 1.26

27 N3P3K3 7.119 11.565.084 24.917.829 13.352.745 2.15 1.15

28 N0P0K0 5.120 7.405.702 17.920.000 10.514.298 2.42 1.42

Keterangan: N1. 2. 3=Urea 100. 200 dan 300 kg/ha; P1. 2. 3=SP-36 100. 300 dan 500 kg/ha; K1. 2. 3= KCl 50. 100 dan 150 kg/ha.


(5)

b. Tanah sawah dari endapan sungai

No Kode

Perlakuan

Produksi (Kg/ha)

Input (Rp.00)

Output (Rp.00

Keuntungan

(Rp.00) R/C B/C

1 N1P1K1 5.302 9.411.250 18.558.150 9.146.900 1.97 0.97

2 N2P1K1 5.891 10.024.150 20.620.200 10.596.050 2.06 1.06

3 N3P1K1 5.922 10.293.250 20.728.700 10.435.450 2.01 1.01

4 N1P1K2 5.318 9.770.800 18.612.450 8.841.650 1.90 0.90

5 N2P1K2 6.047 10.469.700 21.162.800 10.693.100 2.02 1.02

6 N3P1K2 5.860 10.605.050 20.511.650 9.906.600 1.93 0.93

7 N1P1K3 6.047 10.569.700 21.162.800 10.593.100 2.00 1.00

8 N2P1K3 5.822 10.681.200 20.376.000 9.694.800 1.91 0.91

9 N3P1K3 6.062 11.079.250 21.217.100 10.137.850 1.92 0.92

10 N1P2K1 5.845 10.345.500 20.457.400 10.111.900 1.98 0.98

11 N2P2K1 6.155 10.786.550 21.542.650 10.756.100 2.00 1.00

12 N3P2K1 5.271 10.492.150 18.449.650 7.957.500 1.76 0.76

13 N1P2K2 5.287 10.351.700 18.503.900 8.152.200 1.79 0.79

14 N2P2K2 5.674 10.840.450 19.860.500 9.020.050 1.83 0.83

15 N3P2K2 5.333 10.880.350 18.666.700 7.786.350 1.72 0.72

16 N1P2K3 5.783 11.007.300 20.240.350 9.233.050 1.84 0.84

17 N2P2K3 6.000 11.391.000 21.000.000 9.609.000 1.84 0.84

18 N3P2K3 5.411 11.278.100 18.938.000 7.659.900 1.68 0.68

19 N1P3K1 6.465 11.327.512 22.627.907 11.300.395 2.00 1.00

20 N2P3K1 5.736 11.128.650 20.077.550 8.948.900 1.80 0.80

21 N3P3K1 5.845 11.445.500 20.457.400 9.011.900 1.79 0.79

22 N1P3K2 6.016 11.400.550 21.054.300 9.653.750 1.85 0.85

23 N2P3K2 5.240 11.173.050 18.341.100 7.168.050 1.64 0.64

24 N3P3K2 5.287 11.451.700 18.503.900 7.052.200 1.62 0.62

25 N1P3K3 5.581 11.483.150 19.534.900 8.051.750 1.70 0.70

26 N2P3K3 5.643 11.771.350 19.751.950 7.980.600 1.68 0.68

27 N3P3K3 5.349 11.839.900 18.720.950 6.881.050 1.58 0.58

28 N0P0K0 4.744 8.167.419 16.604.700 8.437.281 2.03 1.03

Keterangan: N1. 2. 3=Urea 100. 200 dan 300 kg/ha; P1. 2. 3=SP-36 100. 300 dan 500 kg/ha; K1. 2. 3= KCl 50. 100 dan 150 kg/ha.


(6)

c. Tanah sawah dari endapan danau

No Kode

Perlakuan

Produksi (Kg/ha)

Input (Rp.00)

Output (Rp.00

Keuntungan

(Rp.00) R/C B/C

1 N1P1K1 4.877 8.088.100 13.715.650 5.627.550 1.70 0.70

2 N2P1K1 5.497 8.552.750 15.459.850 6.907.100 1.81 0.81

3 N3P1K1 6.723 9.227.250 18.908.600 9.681.350 2.05 1.05

4 N1P1K2 4.130 8.506.400 14.270.650 5.764.250 1.42 0.42

5 N2P1K2 6.357 9.200.000 17.877.950 8.677.950 1.94 0.94

6 N3P1K2 6.906 9.640.650 19.423.900 9.783.250 2.01 1.01

7 N1P1K3 5.046 8.846.650 14.191.350 5.344.700 1.60 0.60

8 N2P1K3 6.498 9.599.150 18.274.350 8.675.200 1.90 0.90

9 N3P1K3 5.863 9.629.600 16.490.500 6.860.900 1.71 0.71

10 N1P2K1 4.933 8.707.600 13.874.250 5.166.650 1.59 0.59

11 N2P2K1 5.511 9.157.650 15.499.500 6.341.850 1.69 0.69

12 N3P2K1 5.835 9.519.850 16.411.250 6.891.400 1.72 0.72

13 N1P2K2 5.370 9.208.850 15.103.100 5.894.250 1.64 0.64

14 N2P2K2 6.561 9.871.150 18.452.700 8.581.550 1.87 0.87

15 N3P2K2 5.948 9.908.900 16.728.350 6.819.450 1.69 0.69

16 N1P2K3 4.524 9.419.800 13.973.350 4.553.550 1.37 0.37

17 N2P2K3 6.272 10.121.100 17.640.100 7.519.000 1.74 0.74

18 N3P2K3 6.498 10.449.150 18.274.350 7.825.200 1.75 0.75

19 N1P3K1 5.497 9.502.750 15.459.850 5.957.100 1.63 0.63

20 N2P3K1 5.314 9.689.350 14.944.550 5.255.200 1.54 0.54

21 N3P3K1 6.258 10.266.250 17.600.450 7.334.200 1.71 0.71

22 N1P3K2 4.510 9.633.250 13.676.050 4.042.800 1.33 0.33

23 N2P3K2 5.342 10.049.100 15.023.800 4.974.700 1.50 0.50

24 N3P3K2 6.864 10.826.000 19.305.000 8.479.000 1.78 0.78

25 N1P3K3 4.806 9.963.700 13.517.450 3.553.750 1.36 0.36

26 N2P3K3 6.159 10.682.100 17.322.950 6.640.850 1.62 0.62

27 N3P3K3 5.595 10.736.900 15.737.350 5.000.450 1.47 0.47

28 N0P0K0 5.144 7.139.300 13.319.250 6.179.950 1.80 0.80

Keterangan: N1. 2. 3=Urea 100. 200 dan 300 kg/ha; P1. 2. 3=SP-36 100. 300 dan 500 kg/ha; K1. 2. 3= KCl 50. 100 dan 150 kg/ha.