Hubungan Bahan Induk dengan Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan

Kandungan C organik tanah sawah daerah penelitian umumnya 2. Berdasarkan kriteria Simarmata dan Yuwariah 2008 bahwa tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok dalam kondisi baik. Kandungan N total umumnya 0.20. Kandungan N total demikian menurut kriteria Neue 1985 dan Smith et al. 1987 tanah sawah Sentra Produksi mempunyai N total yang optimum 0.20- 0.25 untuk pertumbuhan tanaman padi, bahkan di beberapa tanah melebihi batas optimum.

4.2. Hubungan Bahan Induk dengan Karakteristik Tanah Pengontrol Produksi Cisokan

Analisis regresi terhadap sifat-sifat tanah menghasilkan enam karakteristik tanah pengontrol produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok. Keenam karakteristik tanah tersebut menyebar di tiga bahan induk. Pada tanah sawah dari bahan induk volkanik, produksi Cisokan dikontrol oleh kandungan liat, P 2 O 5 tersedia dan rasio CaK. Tanah sawah dari endapan sungai dikontrol oleh kandungan liat, N total, P 2 O 5 tersedia dan KTK liat, sedangkan pada tanah-tanah sawah yang berkembang dari endapan danau, produksi Cisokan ditentukan oleh N total, P 2 O 5 tersedia, rasio MgK dan KTK liat. Sementara sifat-sifat tanah lainnya, seperti pH tanah, C organik, P 2 O 5 dan K 2 O potensial, K dd dan KB, kadarnya di dalam tanah memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap produksi Cisokan di Sentra Produksi Beras Solok. Pencucian basa-basa pada tanah sawah dari bahan induk volkanik menyebabkan sebagian besar pH berada di bawah batas optimum untuk pertumbuhan tanaman padi. Rendahnya pH juga dijumpai pada sebagian tanah sawah yang berkembang dari endapan sungai. Mengacu pada kriteria kesesuaian lahan padi sawah yang dikemukan Djaenudin et al. 1994 bahwa padi sawah tumbuh optimum pada kisaran pH 5.5-7.2. Hasil analisis regresi menunjukkan pH tanah mempunyai hubungan yang tidak erat dengan produksi Cisokan. Hal ini kemungkinan penggenangan dapat menaikan nilai pH sampai batas optimum. Hal ini dijelaskan oleh Ponnamperuma 1972 bahwa pada awal penggenangan terjadi penurunan nilai pH, beberapa minggu kemudian pH kembali meningkat mencapai nilai stabil antara 6.7-7.2. Berdasarkan kriteria, pH tersebut merupakan pH optimum untuk pertumbuhan tanaman padi sawah. Penurunan pH pada awal penggenangan disebabkan terakumulasinya CO 2 yang menghasilkan ion H + ketika bereaksi dengan air. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut: CO 2 + H 2 O HCO 3 - + H + Bila kondisi kekurangan O 2 tetap berlanjut, maka potensial redoks turun dan hidroksida Mn 4+ dan Fe 3+ akan direduksi menjadi Mn 2+ dan Fe 2+ masing- masing pada +200 mV dan +120 mV. Dalam reaksi ini akan dihasilkan ion OH - yang dapat meningkatkan pH. Ditegaskan oleh Yamane 1978 dalam Prasetyo et al ., 2004 bahwa peningkatan pH tersebut dikontrol oleh Fe 2+ -FeOH 3 . 2FeOH 3 + e - Fe 2+ + 6 OH - 2MnOH 4 + e - Mn 2+ + 8 OH - Selain pH, pencucian basa-basa pada tanah-tanah sawah dari bahan induk volkanik juga menyebabkan nilai KB menjadi rendah, namun masih optimum untuk pertumbuhan tanaman padi, yaitu 50 seperti yang dikemukakan oleh Djaenudin et al. 1994. Kemungkinan karena hal tersebut, KB tidak mengontrol produksi Cisokan, terutama pada tanah sawah dari bahan induk volkanik. C organik juga menunjukkan hal yang sama. Berdasarkan hasil analisis sekitar 90 tanah sawah Sentra Produksi mempunyai C organik 2.0. Kandungan C organik demikian menurut Simarmata dan Yuwariah 2008 menunjukkan tanah sawah dalam kondisi baik. Karena kondisi baik tersebut, C organik memberikan pengaruh yang sama di semua dari bahan induk. Berbeda dengan N total, meski 90 N total tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok optimum untuk pertumbuhan tanaman padi sawah menurut kriteria Neue 1989 dan Smith et al. 1987, namun kandungannya yang bervariasi di dalam tanah menyebabkan N total ikut mengontrol produksi Cisokan pada tanah-tanah sawah dari endapan, baik endapan sungai maupun endapan danau. Untuk menghasilkan Cisokan 7.08 tonha GKG diperlukan N sebesar 147.53 kg. Dengan asumsi yang digunakan dan kompos jerami 2 tonha kadar air 50 yang ditambahkan, maka 147.53 kg N yang diperlukan akan dipenuhi oleh tanah pada kandungan N total sebesar 0.21. Hasil analisis contoh tanah di laboratorium menunjukkan lebih dari 20 tanah-tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau mempunyai N total 0.21. Rendahnya N total menyebabkan produksi Cisokan rendah, begitu juga sebaliknya. Keeratan hubungan N total dengan produksi Cisokan terlihat pada Gambar 11 dan 12 R 2 masing-masing 0.94 dan 0.92. P 2 O 5 potensial berkisar antara 17.20-1.709.00 mgkg dan P 2 O 5 tersedia antara 3.55-299.00 mgkg. Untuk menghasilkan Cisokan 7.08 tonha GKG diperlukan P sebesar 23.67 kg. Berdasarkan asumsi yang digunakan dan kompos jerami 2 tonha kadar air 50 yang ditambahkan, maka 23.67 kg P yang diperlukan akan dipenuhi tanah pada kandungan P 2 O 5 tersedia sebesar 25.61 mgkg. Hasil analisis contoh tanah Lampiran 3 menunjukkan sekitar 42 tanah- tanah sawah Sentra Produksi mempunyai P 2 O 5 tersedia 25.61 mgkg. Rendahnya P 2 O 5 tersedia menyebabkan produksi Cisokan juga rendah seperti yang ditunjukkan oleh hubungan P 2 O 5 tersedia dengan produksi Cisokan pada Gambar 10, 11 dan 12 R 2 berturut-turut 0.84; 0.77 dan 0.78. Jika dibandingkan dengan P 2 O 5 potensial sebagai sumber P bagi tanaman menunjukkan bahwa bentuk P tersebut mempunyai hubungan yang tidak erat dengan produksi Cisokan R 2 0.75 Tabel 16 dan 17, kecuali pada tanah-tanah sawah dari bahan induk volkanik. Hal ini disebabkan kandungan P 2 O 5 potensial yang relatif seragam, dimana tidak terdapat perbedaan kandungan P 2 O 5 potensial antara produksi tinggi dengan produksi rendah. Berbeda dengan P 2 O 5 tersedia yang lebih bervariasi, dimana terjadi peningkatan produksi seiring meningkatnnya kandungan P 2 O 5 tersedia di dalam tanah. Hal ini menunjukkan P 2 O 5 tersedia mengontrol produksi Cisokan. Selain N dan P, K adalah salah satu hara makro primer yang diserap tanaman dalam jumlah banyak, termasuk padi sawah. Ketersediaannya di dalam tanah menentukan produksi tanaman. K 2 O potensial tanah-tanah sawah Sentra Produksi berkisar antara 20.00-465.00 mgkg dan K dd antara 0.04-0.94 me100 g. Kedua bentuk K tersebut tergolong sangat rendah hingga tinggi Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983. Namun kandungan K yang bervariasi tersebut tidak secara langsung menjadikan K sebagai karakteristik tanah pengontrol produksi, meski terdapat korelasi positif antara K 2 O potensial dengan produksi Cisokan. Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya kandungan Ca dan Mg di dalam tanah. McLean 1977 dalam Kasno et al., 2005 menyatakan hal yang sama bahwa serapan K dipengaruhi secara antagonis oleh serapan Ca dan Mg. Berdasarkan pendapat tersebut, meski K tergolong tinggi pada sebagian tanah, namun tingginya kejenuhan Ca dan Mg menyebabkan kejenuhan K rendah. Kemungkinan karena rendahnya kejenuhan K tersebut menyebabkan K 2 O tidak secara langsung mengontrol produksi Cisokan, melainkan kandungan relatif Ca dan Mg terhadap K atau rasio CaK dan MgK. Notohadiprawiro et al. 2006 menyatakan hal yang sama, bahwa produksi tanaman tidak ditentukan oleh masing-masing unsur, akan tetapi oleh pengaruh yang timbul dari hubungan interaktif dan kompensatif antar unsur-unsur tersebut. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa tanah sawah Sentra Produksi Beras Solok berkembang dari bahan volkanik andesitik. Labradorit adalah mineral utama feldspar yang banyak terkandung dalam batuan andesitik. Pelapukan labradorit menyumbangkan basa yang dikandungnya. Selain feldspar juga terdapat mineral feromagnesia yang menyumbangkan Mg dalam pelapukannya. Tingginya kandungan Ca dan Mg sangat dimungkinkan mengingat tanah sawah Sentra Produksi tergolong tanah volkanik muda, dimana proses pencucian basa- basa belum intensif terjadi, sehingga kandungan Ca dan Mg yang tinggi tidak saja pada tanah-tanah sawah dari endapan akan tetapi juga di pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk volkanik. Kejenuhan Ca dan Mg terhadap K yang dinyatakan sebagai rasio CaK dan MgK menunjukkan tanah sawah dari endapan danau mempunyai rata-rata rasio CaK paling tinggi 85.46, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan sungai 56.87. Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio CaK 39.83. Rata-rata rasio CaK tersebut 3-7 kali lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan oleh McLean 1977 dalam Kasno et al., 2005 sebesar 13 655. Terhadap rasio MgK, rata-rata rasio MgK tertinggi dijumpai pada tanah sawah dari endapan sungai 19.27, kemudian diikuti oleh tanah sawah dari endapan danau 18.89. Tanah sawah dari bahan induk volkanik mempunyai rata-rata rasio MgK sebesar 11.86. Rasio MgK tersebut 6-10 kali lebih tinggi dari kriteria yang dikemukakan McLean 1977 dalam Kasno et al., 2005 sebesar 2 105. Rasio CaK mengontrol produksi Cisokan pada tanah sawah dari bahan induk volkanik, sedangkan rasio MgK pada tanah sawah dari endapan danau. Tingginya rasio CaK pada tanah sawah dari endapan danau atau rasio MgK pada tanah sawah dari endapan sungai tidak menjadikan kedua rasio tersebut sebagai pengontrol produksi karena kadarnya yang relatif sama pada tanah-tanah tersebut. Berbeda dengan rasio CaK pada tanah sawah dari bahan induk volkanik atau rasio MgK pada tanah sawah dari endapan danau, kadarnya yang bervariasi Lampiran 3 dan pengaruhnya terhadap produksi menjadikan rasio CaK dan MgK mengontrol produksi Cisokan pada tanah dari bahan induk volkanik dan endapan danau. Pencucian yang terjadi pada tanah sawah dari bahan induk volkanik telah pula menyebabkan kandungan liat pada tanah tersebut bervariasi. Pengendapannya di daerah datar sangat tergantung pada energi air dan bentuk wilayah, dimana bahan-bahan yang kasar akan diendapkan terlebih dahulu, sedangkan bahan yang lebih halus akan diendapkan pada tempat yang lebih jauh. Akibatnya tanah sawah dari endapan sungai mempunyai kandungan liat lebih rendah, sebaliknya tanah sawah dari endapan danau mempunyai kandungan liat lebih tinggi dan cenderung sama. Perbedaan kandungan liat pada tanah sawah dari bahan induk volkanik dan endapan sungai menyebabkan produksi Cisokan tidak sama ditunjukkan oleh korelasi positif antara kandungan liat dengan produksi, dimana Cisokan berproduksi tinggi pada kandungan liat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan liat mengontrol produksi Cisokan pada kedua bahan induk tersebut. Tanah sawah dari bahan induk volkanik didominasi oleh mineral liat haloisit. Tanah sawah dari endapan danau didominasi oleh mineral liat smektit, disamping kaolinit dalam jumlah sedang. Pada tanah sawah dari endapan sungai dijumpai mineral liat smektit, kaolinit dan haloisit dalam jumlah yang bervariasi tergantung posisi. Jenis dan jumlah mineral liat penyusun menyebabkan KTK liat berbeda. Perbedaan KTK liat menyebabkan produksi Cisokan berbeda. Korelasi positif yang dihasilkan KTK liat dengan produksi menunjukkan Cisokan berproduksi tinggi pada KTK liat tinggi. Hasil analisis regresi stepwise, KTK liat mengontrol produksi Cisokan pada tanah sawah dari endapan sungai dan endapan danau. Hal ini sangat dimungkinkan karena terdapat lebih dari satu mineral liat pada tanah sawah dari endapan, dimana masing-masing mineral liat mempunyai KTK liat berbeda, sehingga adanya variasi jenis dan jumlah mineral liat mengakibatkan KTK liat tidak sama.

4.3. Hubungan Bahan Induk dengan Produksi Cisokan