PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kegiatan pemanenan hasil hutan merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam pengelolaan dan pengusahaan hutan. Pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan pemanenan hasil hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Adapun tujuan dari pemanenan hutan yaitu memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan kesempatan kerja serta mengembangkan ekonomi regional. Maksimalnya nilai hutan dapat dinilai dari jumlah produksi yang tinggi, mutu hasil kayu yang tinggi dan tegakan sisa bernilai tinggi. Kebutuhan kayu untuk pemenuhan bahan baku industri perkayuan di Indonesia sesuai dengan kapasitas terpasang sampai tahun 1999 adalah sebesar 74-80 juta m 3 yang diperuntukkan untuk pabrik kayu lapis dan pulp masing-masing sebesar 30, kayu gergajian 28, kayu serpih 8 dan pabrik kayu lainnya 4. Jika asumsi produksi aktual mencapai 75 dari kapasitas terpasangnya maka permintaan total kayu bulat mencapai 55-60 juta m 3 . Sementara, pasokan bahan baku dari produksi kayu bulat hutan alam hanya mencapai angka 6,5 juta m 3 , ditambah pasokan kayu bulat dari ijin pemanfaatan kayu dan hutan tanaman sebesar 10 juta m 3 serta hutan rakyat sekitar 20 juta m 3 . Hal ini mengakibatkan kekurangan pasokan bahan baku kayu bulat bagi industri perkayuan sebesar 25-40 juta m 3 Forest Watch Indonesia, 2003. Angka-angka tersebut jelas menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara pasokan untuk industri perkayuan dengan kapasitas produksi yang ingin dicapai, yang akan mengancam kelestarian hutan dan kelestarian usaha industri perkayuan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya perbaikan yang diantaranya adalah perbaikan kebijakan dan perubahan orientasi pemanfaatan kayu, pembangunan sumber bahan baku baru dan kelembagaan pengusahaan hutan. Selain itu, untuk mendukung kebutuhan bahan baku bagi industri pengolahan kayu, maka semua tindakan yang mencerminkan pemborosan dan mengarah pada terancamnya kelestarian hasil harus dicegah. Salah satu upaya yang telah ditempuh dalam rangka pengembangan sumber bahan baku kayu bulat pada masa yang akan datang adalah melalui program pembangunan Hutan Tanaman Industri HTI. Namun demikian, pembangunan HTI belum mampu menyediakan pasokan bahan baku kayu bulat dalam jumlah yang besar, untuk itu perlu upaya memaksimalkan nilai kayu dengan mendayagunakan pohon yang telah ditebang secara efisien serta pengembangan industri dari industri perkayuan yang berbahan baku utama kayu bulat dialihkan menjadi industri perkayuan dengan bahan baku bukan kayu bulat yaitu dengan memanfaatkan limbah pemanenan. Pemanfaatan limbah pemanenan diharapkan mampu mendukung kebutuhan pasokan bahan baku bagi industri perkayuan. Hal ini dilakukan dengan mendayagunakan pohon yang telah ditebang secara efisien dengan memanfaatkan limbah kayu yang selama ini masih banyak ditinggalkan di hutan, hal ini dapat dilakukan dengan mengingat bahwa tidak semua kayu yang ditinggalkan di hutan dalam keadaan rusak. Selain itu dengan memanfaatkan limbah yang ada akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu per pohon. Berbagai penelitian menyatakan bahwa besarnya tingkat efisiensi pemanfaatan kayu per pohon di tempat penebangan baru mencapai 80, hal ini berarti jumlah bagian pohon yang belum atau tidak termanfaatkan sebesar 20 Idris dan Sona,1996. Pada tahun 2000 telah dilakukan penelitian tentang limbah pada 3 HPH yang beroperasi di Kalimantan dan hasil yang diperoleh bahwa persentase limbah pada hutan alam berkisar 40 – 51 Muladi,2000. Tingkat efisiensi pemanenan kayu dapat diukur dengan menggunakan parameter besar kecilnya angka faktor eksploitasi. Faktor eksploitasi merupakan perbandingan antara volume produksi aktual di tempat penimbunan kayu dengan volume potensial potensi pohon berdiri. Faktor eksploitasi dapat diketahui dengan menghitung besarnya indeks tebang, indeks sarad dan indeks angkut. Dijelaskan oleh Sianturi 1982 bahwa faktor eksploitasi merupakan besaran yang menunjukkan persentase bagian pohon bebas cabang yang dimanfaatkan yang didapat dengan mengurangkan persentase limbah dari maksimum pohon bebas cabang yang dimanfaatkan yaitu 100 mulai dari batas tunggak yang diijinkan sampai batas cabang pertama. Kegiatan pemanenan kayu di HTI yang sudah berlangsung sampai saat ini masih belum optimal. Limbah pemanenan kayu di HTI masih kurang mendapat perhatian dari pengusaha HTI karena masih kurangnya pemanfaatan dan penggunaan limbah kayu pemanenan HTI sesuai dengan kualitas dan peruntukannya, selain itu adanya masalah biaya pengeluaran limbah menyebabkan para pengusaha mengesampingkan permasalahan limbah kayu. Penelitian mengenai limbah kayu selama ini banyak dilakukan pada limbah kayu yang terjadi di hutan alam. Penelitian tentang limbah kayu berkaitan dengan faktor eksploitasinya di HTI belum banyak dilakukan sehingga belum banyak informasi yang tersedia mengenai limbah pemanenan pada HTI. Untuk itu, penelitian mengenai besarnya limbah kayu yang berkaitan dengan besarnya faktor eksploitasi pada pengusahaan HTI perlu dilakukan.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui besarnya limbah pemanenan pada pengusahaan Hutan Tanaman Industri HTI Pulp. 2. Untuk mengetahui besarnya angka faktor eksploitasi yang terjadi pada Hutan Tanaman Industri HTI Pulp.

C. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah: 1. Dapat digunakan sebagai usaha meminimalkan limbah yang terjadi. 2. Dapat digunakan dalam upaya pemanfaatan limbah untuk berbagai keperluan. 3. Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanenannya meningkatkan faktor eksploitasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA