Soewito 1980 mengemukakan bahwa limbah kayu akibat pemanenan di areal tebangan berasal dari dua sumber yaitu bagian dari pohon yang ditebang yang
seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil dan berasal dari tegakan tinggal yang rusak akibat dilakukannya kegiatan pemanenan kayu. Limbah dari pohon ditebang
terjadi karena pengusaha hanya mengambil bagian kayu yang dianggap terbaik saja sesuai dengan persyaratan ukuran dan kualita.
3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah
Menurut Lembaga Penelitian Hasil Hutan 1980 dalam Rishadi 2004, faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya limbah eksploitasi hutan adalah :
1. Teknik dan peralatan eksploitasi yang kurang tepat. 2. Manajemen pengusahaan hutan yang masih lemah.
3. Kesadaran dan keterampilan pelaksana yang masih perlu ditingkatkan dalam semua proses yang berhubungan dengan kegiatan pengusahaan hutan.
4. Pengawasan yang masih perlu ditingkatkan. Menurut Sastrodimedjo dan Sampe 1978 menyatakan bahwa limbah eksploitasi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk
ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga ditinggal dan tidak dimanfaatkan.
2. Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang, pada musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering.
3. Peralatan, pemilihan macam dan kapasitas alat yang keliru dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggal.
4. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi.
5. Sistem upah, sistem upah yang menarik akan memberikan perangsang yang baik terhadap para pekerja sehingga yang bersangkutan mau melaksanakan sesuai
yang diharapkan. 6. Organisasi kerja, kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan
kegiatan yang lain dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan bahkan dapat
ditinggal dan tidak sampainya kayu ke tempat yang dituju pada waktu yang telah ditentukan, menyebabkan menurunnya kualitas kayu.
7. Permintaan pasaran, adanya syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh pasar.
4. Potensi Limbah Pemanenan
Berbagai upaya telah dilakukan agar proses pendayagunaan sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat maksimum dengan sedikit mungkin menimbulkan
pemborosan kayu dan kerusakan lingkungan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan cenderung bersifat ekstensif. Cara pendayagunaan
sumberdaya hutan menimbulkan terjadinya limbah cukup besar sehingga tingkat pemanfaatan kayu menjadi jauh lebih rendah dari potensi yang sebenarnya Idris
Sona 1996. Menurut Idris dan Sona 1996, rata-rata limbah yang berasal dari pohon roboh akibat pembuatan jaringan jalan dan tebang bayang untuk jenis niagawi sebesar
1,16 m
3
Ha dan untuk jenis bukan niagawi sebesar 2,76 m
3
Ha. Beberapa hasil penelitian mengenai limbah pemanenan pada pengusahaan hutan
alam dan hutan tanaman disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Hasil penelitian potensi limbah pada beberapa pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman industri di Indonesia
Pengusahaan Lokasi; peneliti; tahun
Potensi limbah
23 HPH di 9 propinsi SimarmataSastrodimedjo 1980
23,6 Kalsel
Sugiri 1981 51
Kaltim Widiananto 1981
39,9 Pulau Laut, Kalsel
Sianturi 1982 20,4
PT Medang Kerang Jaya, Kalbar Thaib 1990
1,55m
3
pohon Hutan Alam
8 areal HPH di Kalteng dan Kalsel Dulsalam 1990
5,61m
3
pohon untuk teknik penebangan konvensional
4,51m
3
pohon untuk teknik penebangan serendah
mungkin
PT Austral Byna Muara Teweh, Kalteng Butarbutar 1991
114,304m
3
Ha PT Narkata Rimba, Kaltim
Sukanda 1995 86,46m
3
Ha PT Suka Jaya Makmur, Kalbar
Muhdi 2001 13,704m
3
Ha untuk teknik penebangan konvensional
11,059m
3
Ha untuk teknik penebangan berdampak
rendah HPH PT Sumalindo Lestari Jaya II
Sasmita 2003 3,80 26,28m
3
Ha Kalsel
Hidayat 2000 17,6
HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Cikeusik, KPH Banten
Gustian 2004 16,8 60,12m
3
Ha Hutan Tanaman
Industri
HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Gunung Kencana, KPH Banten
Safitri 2004 21
Tabel 1. Lanjutan
PT INHUTANI II, Pulau Laut, Kalsel Rawenda 2004
10,583 27,456m
3
Ha PT INHUTANI II, Pulau Laut, Kalsel
Kartika 2004 23,268
Hutan Tanaman Industri
HPHTI PT Musi Hutan Persada, Sumsel Rishadi 2004
29,32m
3
Ha
5. Pemanfaatan Limbah Pemanenan