Klasifikasi Bahan Baku Serpih Faktor Eksploitasi

Gambar 1. Skema kemungkinan pemanfaatan limbah Sumber : Matangaran, et al 2000 .

C. Klasifikasi Bahan Baku Serpih

PT. MHP merupakan pemasok utama bahan baku pulp bagi PT. Tanjung Enim Lestari PT. TEL. Kayu yang diangkut harus sesuai dengan standarspesifikasi yang telah disepakati antara PT. TEL dan PT. MHP, adapun standar tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2. Spesifikasi bahan baku serpih PT. Tanjung Enim Lestari dan PT. Musi Hutan Persada Kriteria Keterangan Jenis Acacia mangium , tidak boleh tercampur satu batang atau lebih jenis kayu lain. Panjang kayu 2.2 - 3.0 meter, tidak boleh melebihi 3.0 meter dan tidak boleh kurang dari 2.2 meter. Diameter kayu 8 – 60 cm termasuk kulit, jika terdapat dalam muatan kayu dengan diameter 8cm atau 60cm tidak boleh lebih dari 4 batang per alat Pemanfaatan Limbah Bahan Bakar Potongan Pendek Papan Sambung Bangunan Perabotan Kemasan Pulp Kulit - Filter - Mulch Particleboard Moulded Prod Chips Lignin - Perekat - Extender Produk Sulingan - Asam-asam - Alkohol - Aseton - Arang - Terpentin Cetakan Bangunan Perabotan Kertas Fiberboard Bangunan Perabot Kemasan angkut. Tidak tercampur lumpur, batu, plastik, rumput, besi, minyak,dll. 0 kayu terbakar. 0 kayu busuk atau lapuk. Kontaminasi Kayu cabang tidak boleh lebih dari 3 batang per alat angkut. Sumber: PT. Musi Hutan Persada, PT. Tanjung Enim Lestari 2005.

D. Faktor Eksploitasi

Faktor Eksploitasi f.e merupakan perbandingan antara banyaknya produksi kayu yang dihasilkan dari suatu areal hutan dengan potensi standing stock-nya yaitu sebesar 0.7 dan dimasukkan dalam penentuan target produksi Matangaran, et al 2000. Sianturi 1982 mendefinisikan bahwa faktor eksploitasi adalah suatu indeks yang menunjukkan persentase volume pohon yang dimanfaatkan dari volume batang bebas cabang yang ditebang. Bagian dari pohon bebas cabang yang tidak dimanfaatkan disebut limbah, oleh karena itu persentase volume pohon yang dimanfaatkan ditambah persentase limbah sama dengan 100 atau faktor eksploitasi sama dengan 100 dikurangi persentase limbah. Makin besar faktor eksploitasi makin besar target produksi tahunan. Faktor eksploitasi dapat juga dipakai untuk memperkirakan realisasi dari produksi kayu dari suatu areal hutan. Dengan perkiraan ini dapat ditaksirkan besarnya royaltis yang harus dibayar dari areal hutan tersebut. Dengan cara penetapan yang demikian maka kayu yang dimanfaatkan akan meningkat, yaitu dalam memanfaatkan kayu limbah yang selama ini umumnya ditinggalkan di hutan untuk menghindari royalti dari kayu tersebut Sianturi 1982. Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Idris dan Wesman 1995 menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh : 1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, penyebaran, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis yang dapat dibagi menjadi : a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat. Budiningsih 1997 menyatakan bahwa besarnya faktor eksploitasi berbeda untuk berbagai tingkat kerapatan tegakan dan topografi. Faktor eksploitasi pada hutan berkerapatan rendah dengan topografi ringan berkisar antara 0,82 – 1,00 dengan rata- rata 0,91. Untuk hutan berkerapatan rendah dengan topografi berat faktor eksploitasi berkisar antara 0,84 – 0,94 dengan rata-rata 0,90. Sedangkan faktor eksploitasi untuk hutan berkerapatan tinggi dan topografi ringan berkisar antara 0,79 – 1,00 dengan rata- rata 0,90 dan untuk hutan berkerapatan tinggi dengan topografi berat faktor eksploitasinya berkisar antara 0,79 – 1,00 dengan rata-rata 0,87. Secara garis besar faktor eksploitasi dipengaruhi oleh kondisi medan dan tegakan, teknik eksploitasi, orientasi pemanfaatan kayu, dan jenis kayu. Pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah eksploitasi. Semakin besar limbah eksploitasi yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah eksploitasi yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan Dulsalam 1995 . Pada Hutan Tanaman Industri, tingkat efisiensi pemanfaatan kayu sedemikian tinggi Matangaran, et al 2000. Tingkat pemanfaatan kayu pada pengusahaan hutan tanaman adalah sebesar 0,75 PT. Musi Hutan Persada. Keseragaman ukuran dan jenis kayu memberikan kemudahan dalam penanganan kayu. Beberapa pihak menyatakan bahwa persentase limbah pembalakan di HPHTI dapat mencapai 0 Matangaran, et al 2000.

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan, pada Bulan Juli 2005 sampai dengan Agustus 2005.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pita ukur meteran, pita diameter phiband, alat tulis, tally sheet, kamera, dan kalkulator. Adapun yang menjadi bahan penelitian adalah tunggak dan batang kayu Acacia mangium.

C. Metode Penelitian 1. Batasan Masalah

Limbah adalah sisa-sisa atau bagian-bagian kayu yang dianggap tidak bernilai ekonomis lagi dalam suatu proses tertentu, pada waktu dan tempat tertentu, namun mungkin masih dapat dimanfaatkan pada proses yang berbeda, pada waktu dan tempat yang berbeda pula. Berdasarkan pengerjaan kayunya wood processing, limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan dan processing wood waste , yaitu limbah yang diakibatkan kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, mebel dan lain-lain Direktorat Jenderal Kehutanan 1973. Limbah pemanenan berdasarkan lokasi ditemukannya dapat dibagi menjadi limbah pada tempat tebangan, limbah sepanjang jalan sarad dan jalan angkutan serta limbah pada TPn dan TPK. Batasan limbah yang menjadi obyek penelitian ini adalah limbah pada kegiatan pemanenan hutan, yaitu yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan dan pengangkutan. Perhitungan volume limbah kayu yang terjadi di HTI Pulp dilakukan di petak tebang, jalan sarad, TPn dan jalan angkutan. Limbah yang dimaksud adalah semua sortimen yang berdiameter diatas 8 cm dengan panjang 2,5 m dan kelebihan tunggak dari batas yang diperkenankan tinggi tunggak 10 cm. Cabang dan ranting tidak termasuk dalam perhitungan limbah kayu.