Keterangan: Kondisi operasi nanofiltrasi : Tekanan 2500 kPa 25 Bar, frekuensi motor pompa 20 Hz, suhu operasi 25
o
C Kondisi operasi osmosa balik : Tekanan 3500 kPa 35
Bar, frekuensi motor pompa 20 Hz, suhu operasi 25
o
C Gambar 13. Diagram Alir Poses Pemekatan dengan Sistem Membran
3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan 6 waktu pemekatan W dan 2
jenis membran M dan masing-masing 2 kali ulangan. Faktor W memiliki 6 taraf, yaitu :
w1 30 menit w2 60 menit
w3 90 menit w4 120 menit
w5 150 menit w6 180 menit
Sedangkan faktor M memiliki 2 taraf, yaitu : m1 Membran nanofiltrasi
m2 membran osmosa balik Model matematika untuk rancangan tersebut :
Yijk = μ + Wi + Mj + WMij + εijk
Biomassa Penghomogenasian, 2500 rpm, 10 menit
Pemisahan dengan membran nanofiltrasi
Pemisahan dengan membran osmosa balik
Retentat
Permeat Permeat
Retentat
Di mana : Yijk
= nilai pengamatan respon dari kelompok ke-1, yang memperoleh taraf ke- i dari faktor W dan taraf ke- j dari
faktor M μ =
nilai rata - rata sesungguhnya Wi
= pengaruh waktu pemekatann pada taraf ke- i Mj
= pengaruh jenis membran pada taraf ke- j WMij =
pengaruh interaksi
taraf ke- i faktor waktu pemekatan dan
taraf ke- j faktor jenis membran εijk
= pengaruh galat percobaan pada kelompok ke- 1 yang akan memperoleh taraf ke- i faktor W dan taraf ke- j faktor M
Jika hasil yang diperoleh pada uji F
hitung
berbeda nyata, maka keragaman perlakuan terhadap variabel respon diuji dengan menggunakan
Uji Perbandingan Berganda Duncan Duncan Multiple Range Test, DMRT pada taraf 5. Uji lanjut digunakan untuk menguji perbedaan di antara
pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan jumlah perlakuan yang ada dari percobaan tersebut serta masih dapat mempertahankan tingkat
nyata yang ditetapkan. Pada Tabel 1 diperlihatkan perlakuan yang diberikan selama penelitian.
Tabel 1. Matriks Rancangan Perlakuan Waktu Pemekatan
W Jenis Membran M
Nanofiltrasi m1 Osmosa Balik m2
30 menit w1 w1m1
w1m2 60 menit w2
w2m1 w2m2
90 menit w3 w3m1
w3m2 120 menit w4
w4m1 w4m2
150 menit w5 w5m1
w5m2 180 menit w6
w6m1 w6m2
4. Rancangan Respon
a. Analisa kadar air Metode Gravimetri, AOAC 1980 Prinsip
: Sampel dikeringkan dalam oven 100 – 105
o
C hingga diperoleh berat tetap
Cara Kerja : Cawan yang akan digunakan dipanaskan pada suhu 105
o
C kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah itu
ditimbang hingga diperoleh berat konstan. Sampel ditimbang ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.
Dimasukkan dalam oven 105
o
C selama ± 3 jam. Didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat
kontan kemudian ditimbang
Kadar air = 100
ker ×
− basah
sampel Berat
ing sampel
Berat basah
sampel Berat
b. Analisa Total Solid Metode Gravimetri, AOAC 1980 Prinsip
: Sampel dikeringkan dalam oven 100 – 105
o
C hingga semua air dalam sampel menguap
Cara Kerja : Cawan yang akan digunakan dipanaskan pada suhu 105
o
C kemudian didinginkan dalam desikator. Setelah itu
ditimbang hingga diperoleh berat konstan. Sampel ditimbang ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.
Dimasukkan dalam oven 105
o
C selama ± 3 jam. Didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat
kontan kemudian ditimbang
Total solid = 100
× −
basah sampel
Berat hilang
yang Berat
basah sampel
Berat
c. Analisa Total Asam Tertitrasi SNI 01-2981-1992 Prinsip
: Asam yang ada dalam sampel akan dinetralkan dengan NaOH melalui titrasi dengan indikator perubahan warna.
Asam yang ada dalam sampel dapat dihitung jumlahnya
berdasarkan jumlah larutan basa yang dibutuhkan untuk mengubah warna sampel
Cara Kerja : Sampel ditimbang sebanyak ± 20 gram kemudian dilarutkan dalam akuades sebanyak 2 kali volumenya.
Ditambahkan 2 tetes indikator phenolphtalien 0,1 kemudian ditritasi dengan NaOH 0,1 N yang telah
distandarisasi hingga berwarna merah muda.
Total Asam = 100
90 × ×
× a
c b
a = bobot sampel mg b = volume larutan NaOH ml
c = normalitas NaOH N d. Analisa Total Protein Terlarut Metode Lowry, AOAC 1990
Prinsip : Reaksi antara Cu
2+
dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat dari tirosin dan triptofan
merupakan residu protein akan menghasilkan warna biru. Cara Kerja :
Pembuatan kurva standar Protein standar dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak : 0
blanko, 0,1, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1 ml. Akuades ditambahkan hingga volume total masing-masing 4 ml. Ke dalam masing-masing tabung
reaksi ditambahkan 5,5 ml pereaksi pereaksi campuran fresh Na
2
CO
3
2 dalam NaOH 0,1 N dengan CuSO
4
0,5 dalam Na-K-tartat 1 dengan perbandingan 50 : 1. Campuran tersebut divorteks kemudian dibiarkan
selama 15 menit. Setelah 15 menit ditambahkan pereaksi follin yang telah diencerkan 1: 1 dengan akuades. Divorteks kemudian didiamkan 30
menit hingga timbul warna biru. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 650 nm. Dibuat kurva standar dari absorbansi yang didapat.
Penetapan sampel Dipipet 1 ml sampel masukkan dalam labu takar 10 ml untuk
sampel padat, ditimbang 1 gram sampel kemudian dimasukkan dalam labutakar 10 ml kemudian disaring. Dari labu takar dipipet 0.1 ml ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades hingga volumenya 4 ml. Ditambahkan 5.5 ml pereaksi campuran fresh Na
2
CO
3
2 dalam NaOH 0,1 N dengan CuSO
4
0,5 dalam Na-K-tartat 1 dengan perbandingan 50 : 1. Campuran tersebut divorteks kemudian dibiarkan selama 15
menit. Setelah 15 menit ditambahkan pereaksi follin yang telah diencerkan 1: 1 dengan akuades. Divorteks kemudian didiamkan 30
menit hingga timbul warna biru. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 650 nm. Konsentrasi sampel didapatkan dari persamaan kurva
standar. Protein Terlarut mgml = konsentrasi X faktor pengenceran
e. Analisa Total Gula Pereduksi Metode Somogy Nelson, AOAC 1990 Ke dalam tabung reaksi bertutup dimasukkan 1 ml sampel
ataupun standar yang telah diencerkan. Masing-masing tabung ditambahkan reagen Nelson sebanyak 1 ml kemudian divorteks dan
ditutup. Disimpan dalam penangas air selama 20 menit dari mendidih. Setelah 20 menit, diangkat dari penangas dan didinginkan. Ditambahkan
1 ml reagen Arsenomolibdat. Divorteks kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume akhir menjadi 10 ml. Kocok kembali dengan
vorteks kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm dengan spektrofotometer. Konsentrasi sampel standar didapatkan dari
persamaan kurva standar. Total Gula pereduksi = konsentrasi X pengenceran
f. Analisa Total Padatan Terlarut Metode Refraktometer, AOAC 1990 Permukaan hand refraktometer dibersihkan menggunakan kapas
beralkohol. Satu atau dua tetes sampel diletakan pada permukaan. Nilai
total padatan terlarut dapat dilihat skala. Pada Gambar 14 diperlihatkan refraktometer yang digunakan.
Gambar 14. Refraktometer g. Analisa Kadar Garam AOAC,1990
Sampel diletakkan pada gelas. Elektroda yang telah dibilas dengan akuades dicelupkan hingga batas atasnya. Didiamkan selama
beberapa detik hingga angka stabil. Angka yang tertera pada layar adalah nilai kadar garam sampel. Pada Gambar 15 diperlihatkan
konduktivitimeter yang digunakan untuk mengukur kadar garam.
Gambar 15. Konduktivitimeter h. Analisa Jumlah Mikroba Fardiaz, 1989
Retentat kacang hijau terfermentasi yang telah diinkubasi setelah diinokulasikan bakteri asam laktat dipipet sebanyak 10 ml. kemudian
dimasukkan ke dalam 90 ml NaCl fisiologis . Pengenceran kemudian dilakukan hingga 10
-7
dan pemupukan dilakukan dari pengenceran 10
-5
sampai 10
-8
dengan media MRSA dalam cawan Petri. Setelah pemupukan, cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 37
o
C. Dilakukan duplo untuk tiap pengenceran. Inkubasi dilakukan selama 24 – 48 jam.
Setelah tahapan inkubasi, dilakukan penghitungan SPC.
i. Penetapan kadar protein total Metode Kjeldhal, AOAC 1990 Prinsip
: Oksidasi bahan – bahan berkarbon dan konversi menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan
asam membentuk ammonia sulfat. Larutan dibuat mejadi basa dan amonia untuk kemudian diserap dalam larutan
asam borat. Nitrogen yang terkandung dapat ditentukan berdasarkan titrasi menggunakan HCl 0,02 N.
Cara kerja : Sampel ditimbang sejumlah kecil ke dalam labu dekstusi. Ditambahkan 1.9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan
2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Ditambahkan beberapa butir batu didih kemudian diletakan dalam alat dekstrusi selama
beberapa jam sehingga didapatkan cairan berwarna jernih. Setelah didinginkan, sejumlah akuades ditambahkan. Isi
labu ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dab 2-4 tetes indikator
campuran 2 bagian metil merah 0,2 dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2 dalam alkohol di bawah
kondensor. Ujing tabung kondensor harus terendam dalam laruten H3BO3. Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-
Na2S2O3, kemudian dilakukan destilasi hingga 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondensor dengan
air, air bilasan ditampung dalam erlenmeyer. Isi erlenmeyer diencerkan hingga 50 ml kemudian dititrasi
dengan HCl o,02N hingga terjadi perubahan warna. Lakukan juga untuk blanko.
Perhitungan : N =
sampel mg
i normalitas
mlblanko mlHCl
100 007
, 14
× ×
× −
protein = N x faktor pengenceran
j. Pengukuran nilai pH dengan metode standar Apriyantono et al., 1989 Sebelum digunakan, pH meter dinyalakan hingga 15 – 30 menit.
Sebelum digunakan elektroda dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan dengan tissue. pH meter distandarisasi dengan larutan buffer
fosfat pH 4 dan 7. Saat pengecekan pH elektroda dicelupkan dalam sampel kemudian dibiarkan hingga stabil.
k. Fluks Cheryan, 1986 Permeat yang keluar pada suatu selang waktu tertentu ditampung
dalam gelas ukur. Nilai fluks ditentukan dengan rumus berikut : Fluks
= 1000
60 1
2
m membran
luas membran
jumlah ml
menit liter
menit ml
permeat ×
× ×
×
l. Rejeksi Cheryan, 1986 Nilai rejeksi menyatakan kemampuan suatu membran menahan
suatu komponen agar tidak melewati membran. Nilai rejeksi dihitung dengan rumus berikut :
Rejeksi = 100
1 ×
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
−
r p
C C
Dimana : Cp = konsentrasi zat pada permeat Cr = konsentrasi zat pada retentat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Karakteristik Konsentrat Kacang Hijau Terfermentasi Konsentrat Kacang Hijau terfermentasi yang didapatkan dari
Laboratorium Pangan Pusat Penelitian Kimia P2K PUSPIPTEK, Serpong dianalisa komposisinya meliputi kadar air, total solid, total padatan terlarut
TSS, protein terlarut dan total proteinnya. Hasil analisa tersebut diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Konsentrat Kacang Hijau Terfermentasi Komposisi Jumlah
Kadar Air bb 93,688
Total Solid bb 6,313
TSS
o
Brix 5,544 Kadar Garam bb
2,150 Protein-Terlarut mgml
4,600 Total Protein bk
12,089 2. Karakteristik Inokulum Bakteri Asam Laktat
Pembuatan inokulum bakteri asam laktat bertujuan untuk mengadaptasikan bakteri asam laktat dengan kondisi substrat yang berbeda
dengan kondisi media sebelumnya. Diharapkan setelah diadaptasikan pada substrat, aktivitas dan jumlah bakteri asam laktat optimum pada inokulum
sehingga dapat melakukan fermentasi dengan baik. Jumlah bakteri asam laktat pada inokulum bakteri asam laktat yang dihasilkan adalah 5,6 x 10
9
cfuml. 3. Pengaruh waktu dan kondisi fermentasi optimum terhadap komposisi
biomassa Fungsi bakteri asam laktat selain sebagai mikroba hidup adalah juga
untuk menghasilkan asam laktat serta membentuk citarasa yang merupakan
faktor penting dalam pembuatan suatu produk fermentasi. Pada penelitian ini starter bakteri asam laktat yang digunakan berupa starter basah yang
telah diinkubasikan pada susu full cream. Sebelum digunakan untuk fermentasi biomassa, starter ini diadaptasikan pada konsentrat kacang hijau
terfermentasi terlebih dahulu karena kondisi bahan baku yang berbeda dengan susu full cream.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penentuan waktu dan kondisi fermentasi optimum adalah suhu inkubasi, konsentrasi inokulum
dan waktu inkubasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu kamar dan 40
o
C. Konsentrasi inokulum yang diinkubasikan bervariasi yaitu 15, 20 dan 25. Sedangkan waktu inkubasi yang digunakan adalah 0 – 48 jam dengan
selang pengamatan setiap 6 jam. Dilakukan analisa pH dan total asam tertitrasi untuk menentukan kondisi fermentasi terbaik. Pada Gambar 13
diperlihatkan penurunan pH selama waktu inkubasi. Data pengukuran pH selama selama waktu inkubasi secara lebih lengkap diperlihatkan pada
Lampiran 2.
4.89
4.25 4.09
3.89 3.81
3.58 3.55
3.65 3.48
4.28 4.16
4.09 3.86
3.70 3.61
3.72 3.68
3.51 4.42
4.26 4.21
3.95 3.77
3.78 3.69
3.66 3.61
4.70
4.11
3.53 3.78
3.55 3.39
3.37 3.34
3.24 4.56
4.17
3.69 3.72
3.68 3.57
3.33 3.30
3.29 4.27
3.95 3.60
3.54 3.40
3.35 3.40
3.27 3.23
3.00 3.20
3.40 3.60
3.80 4.00
4.20 4.40
4.60 4.80
5.00
6 12
18 24
30 36
42 48
54
Waktu ferm entasi jam pH
15 BAL, kamar 20 BAL, kamar
25 BAL, kamar 15 BAL, 40oC
20 BAL, 40oC 25 BAL, 40oC
Gambar 16. Hubungan Waktu Fermentasi dengan pH Produk Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman
produk, metode ini merupakan cara yang cepat dan mudah untuk
mengetahui perubahan keasaman produk. Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai kisaran pH tertinggi diperoleh saat sebelum inkubasi
atau inkubasi 0 jam. Hal tersebut karena bakteri asam laktat yang ditambahkan belum melakukan fermentasi. Nilai pH awal tertinggi
diperoleh oleh produk dengan penambahan 15 inokulum bakteri asam laktat pada suhu ruang yaitu 4,89. Sedangkan pH awal terendah diperoleh
dari penambahan 25 inokulum pada suhu 40
o
C yaitu 4,27. Nilai pH akan mengalami penurunan selama proses fermentasi karena bakteri asam laktat
akan menguraikan gula dalam bahan dan memproduksi asam laktat. Semakin lama waktu inkubasi maka asam yang terbentuk akan semakin
besar karena terakumulasi. Pada titik tertentu, pertumbuhan bakteri asam laktat tersebut akan terhambat oleh asam yang telah terbentuk. Nilai pH
terendah umumnya didapat pada saat inkubasi 48 jam. Nilai pH akhir fermentasi terendah dicapai oleh penambahan inokulum sebesar 25 pada
suhu 40
o
C yaitu 3,23. Sedangkan pH akhir fermentasi tertinggi dicapai oleh penambahan inokulum sebesar 25 pada suhu kamar yaitu sebesar 3,61.
Nilai pH akhir fermentasi pada berbagai tingkat penambahan inokulum dengan suhu inkubasi 40
o
C berada pada kisaran yang dekat. Nilai tersebut berturut-turut 3,24, 3,29 dan 3,23 untuk penambahan inokulum 15, 20
dan 25. Menurut Tamime dan Robinson 1989, produk yoghurt yang baik
memiliki kisaran pH 3,8 – 4,4, sedangkan menurut Jay 2000, kisaran pH yang baik untuk yoghurt adalah 3,65 – 4,40. Sedangkan pada SNI 01-2981-
1992 tidak ada persyaratan pH. Syarat keasaman ditentukan berdasarkan nilai total asam. Total asam tertitrasi biasanya berhubungan secara tidak
langsung dengan pH. Menurut Frazier dan Westhoff 1988, nilai pH tidak selalu berbanding terbalik dengan total asam karena pada pengukuran pH
yang terukur adalah konsentrasi ion H
+
. Namun umumnya jika total asam tinggi maka hasil pengukuran pH akan menunjukan nilai yang rendah.
Sedangkan pada perhitungan total asam tertitrasi merupakan pengukuran semua asam, baik yang terdisosiasi ataupun yang tidak terdisosiasi. Total
asam tertitrasi dihitung sebagai asam laktat, walaupun masih dimungkinkan
terdapatnya jenis asam lain hasil dari fermentasi bakteri asam laktat. Grafik peningkatan total asam tertitrasi selama proses fermentasi dapat dilihat pada
Gambar 17. Nilai data total asam tertitrasi selama proses inkubasi secara lebih lengkap diperlihatkan pada Lampiran 3.
0.33 0.42
0.63 0.67
0.81 0.93
1.00 1.07
1.10
0.41 0.51
0.66 0.72
0.85 0.92
1.05 1.12
1.16
0.42 0.49
0.60 0.66
0.75 0.83
0.91 0.97
1.02
0.36 0.54
0.91 0.92
1.17 1.32
1.40 1.47
1.51
0.38 0.49
0.78 0.80
1.09 1.26
1.33 1.37
1.45
0.39 0.55
0.84 0.89
1.16 1.26
1.37 1.40
1.48
0.30 0.50
0.70 0.90
1.10 1.30
1.50 1.70
6 12
18 24
30 36
42 48
54
Waktu Ferm entasi jam T
o ta
l as am
15 BAL, kamar 20 BAL, kamar
25 BAL, kamar 15 BAL, 40 oC
20 BAL, 40 oC 25 BAL, 40 oC
Gambar 17. Hubungan Waktu Fermentasi dengan Total Asam Produk Berdasarkan SNI 01-2981-1992, nilai total asam berkisar 0,5 – 2
dihitung sebagai asam laktat. Semakin lama waktu fermentasi maka total asam tertitrasi semakin tinggi karena waktu untuk fermentasi gula-gula
tersebut semakin panjang. Gambar di atas memperlihatkan hasil pengukuran total asam produk.
Total asam awal terendah didapat oleh penambahan inokulum sebesar 15 pada suhu kamar dengan nilai 0,325. Sedangkan total awal asam tertinggi
didapatkan oleh penambahan inokulum 25 pada suhu kamar dengan nilai 0,418. Semakin tinggi penambahan inokulum maka total asam awal akan
semakin tinggi karena inokulum bakteri asam laktat merupakan penyumbang asam awal terbesar. Setelah proses fermentasi, diperlihatkan
bahwa nilai total asam akan semakin tinggi dan kisaran tertinggi diperoleh setelah fermentasi selama 48 jam. Nilai total asam setelah fermentasi
terendah diperoleh oleh penambahan inokulum 25 pada inkubasi suhu kamar, yaitu 1,021. Sedangkan total asam akhir fermentasi tertinggi
diperoleh pada penambahan inokulum bakteri asam laktat sebesar 15 pada
suhu inkubasi 40
o
C dengan nilai total asam sebesar 1,508. Hal tersebut mungkin karena disebabkan semakin tinggi jumlah mikroba dalam suatu
bahan makan kompetisi akan semakin besar. Pada penambahan 15 bakteri asam laktat, kompetisi lebih rendah karena sumber gula mencukupi untuk
aktivitas sebagian besar mikroba sehingga total asam yang terbentuk lebih tinggi. Dari data ini, dapat ditetapkan kondisi fermentasi optimum adalah
pada suhu inkubasi 40
o
C dengan penambahan inokulum sebanyak 15. Keputusan diambil berdasarkan kondisi dengan total asam tertinggi dan pH
yang rendah dalam selang waktu fermentasi tersebut.
B. PENELITIAN UTAMA
Setelah tahapan fermentasi selesai, dilakukan analisa komposisi untuk mengetahui karakteristik bahan. Analisa yang dilakukan adalah analisa jumlah
mikroba, total solid, total asam tertitrasi, total soluble solid, protein terlarut, gula pereduksi, dan kadar garam. Data hasil analisa komposisi diperlihatkan
pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil Analisa Karakteristik Bahan setelah Fermentasi
Komposisi Satuan Jenis Membran
Nanofiltrasi Osmosa Balik
Total Mikroba cfuml
1,2 x 10
9
3,7 x 10
9
Total Solid 14,078
19,319 Total Asam
1, 375 1,518
TSS
o
Brix 14,500 16,00
Protein terlarut mgml
3,425 3,850
Gula pereduksi mgml
137,500 143,750
Garam 0,600 0,600
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui waktu pemekatan optimum dari dua jenis membran dengan kondisi yang berbeda. Variasi waktu
yang dilakukan adalah 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit. Sedangkan variasi jenis membran adalah membran nanofiltrasi
dengan kondisi operasi 25 bar, 25 Hz pada suhu 25
o
C dan membran osmosa balik dengan kondisi operasi 35 bar, 25 Hz pada suhu 25
o
C. Pemilihan kondisi tekanan membran nanofiltrasi didasarkan pada Guu et al. 1997, yang
melakukan pemekatan limbah pencucian kacang kedelai dengan menggunakan
membran nanofiltrasi yang dilanjutkan memban osmosa balik dengan kondisi sama, yaitu 2500 kPa atau 25 bar pada suhu 30
o
C . Sedangkan untuk kondisi membran osmosa balik didasarkan pada ukuran pori membran yang lebih kecil
dibandingkan ukuran pori membran nanofiltrasi sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih besar agar proses pemisahan dapat berlangsung. Kebanyakan
produk pangan memiliki tekanan osmosis yang tinggi sehingga dalam proses pemisahan menggunakan membran dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi
untuk menghasilkan efek pemisahan. Misalnya pada sari buah, tekanan osmosisnya adalah 6-10 x 10
5
Pa Fellow, 1992. Tekanan berpengaruh terhadap nilai fluks sedangkan nilai frekuensi berpengaruh terhadap nilai laju
alir bahan. Umumnya laju alir berkorelasi positif dengan fluks, sehingga semakin tinggi laju alir, biasanya nilai fluks juga akan semakin besar. Laju alir
menyatakan kecepatan aliran umpan pada proses filtrasi.
1. Kondisi proses pemekatan