perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia.
2 Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan danatau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n”.
B. Metode Pencucian Uang
Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan, yaitu penempatan placement, pelapisan layering, dan penggabungan integration.
Langkah pertama yakni uangdana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidanakejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan
kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara tahap penempatanplacement; langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang
kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana
tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut tahap pelapisanlayering; langkah ketiga
final merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta kekayaan yang telah tampak sah baik untuk
dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material
Universitas Sumatera Utara
maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana tahap integrasi.
43
Modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal itu terjadi
baik pada tahap placement, layering, maupun integration, sehingga dalam penanganannya membutuhkan peningkatan kemampuan secara sistematis dan
berkesinambungan. Modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal itu
terjadi baik pada tahap placement, layering, maupun integration, sehingga dalam penanganannya membutuhkan peningkatan kemampuan secara sistematis dan
berkesinambungan.
44
Gambar 2. Ilustrasi Tahapan Pencucian Uang Yang Dapat Terjadi
Sumber : PPATK E-Learning, “Modul E-Learning 1 : Pengenalan Anti Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme”, Jakarta : PPATK, 2014, hal. 2.
43
PPATK E-Learning, Op.cit., hal. 1-2.
44
Ibid., hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
1. Penempatan
Placement
Placement penempatan merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan financial system atau upaya
menempatkan uang giral cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Placement
merupakan tahap yang paling sederhana, suatu langkah untuk mengubah uang yang dihasilkan dari kegiatan kejahatan ke dalam bentuk yang kurang menimbulkan
kecurigaan dan pada akhirnya masuk ke dalam jaringan sistem keuangan.
45
Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik dari uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai, menggabungkan antara uang dari kejahatan dengan uang
dari hasil kegiatan yang sah, ataupun dengan melakukan penempatan uang giral ke dalam sistem perbankan misalnya deposito bank, cek atau melaluireal estate atau
saham, atau juga mengkonversikan ke dalam mata uang asing atau transfer uang ke dalam valuta asing. Dengan demikian, melalui penempatan placement, bentuk dari
uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk menyembunyikan asal-usul uang yang tidak sah tersebut.
46
Dalam rangka mencegah industri jasa keuangan dipakai oleh para pelaku tindak pidana untuk mencuci uangnya dan untuk mendeteksi proses placement
diciptakanlah Cash Transaction Report atau CTR laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai. Kadangkala placement ini dapat dideteksi juga dengan
45
Yenti Ganarsih, Kriminalisasi Pencucian Uang Money Laundering, Cet. 1, Jakarta : Program Pascasarjana FH-UI, 2003, hal. 55.
46
Sutan Remy Sjahdeini, Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme
, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
menggunakan Laporan Transaksi Yang Mencurigakan Suspicious Transaction Report
atau STR. Kedua laporan ini diatur dalam Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Laporan transaksi tunai yang diatur undang-undang adalah untuk transaksi tunai yang berjumlah kumulatif sebesar lima ratus juta atau lebih, baik dalam rupiah
rupiah maupun dalam valuta asing. Suatu jumlah yang dianggap oleh sementara orang sebagai jumlah yang terlalu besar.
47
2. Transfer
Layering
Layering transfer merupakan upaya mentransfer harta kekayaan yang
berasal dari tindak pidana dirty money ynag telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan sebagai hasil upaya penempatan placement ke penyedia
jasa keuangan yang lain. Dilakukannya layering, membuat penegak hukum sulit untuk dapat mengetahui asal-usul harta kekayaan tersebut.
Dalam layering terjadi pemisahan hasil kejahatan dari sumbernya yaitu aktivitas kejahatan terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan atau pelaku
pencuci uang berusaha memutuskan hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya. Terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi
sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui transaksi kompleks yang didesain
47
Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa : “Penyedia Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi : a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah
paling sedikit Rp. 500.000.000,- Lima Ratus Juta Rupiah atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 satu
hari kerja; danatau c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri”.
Universitas Sumatera Utara
untuk menyamarkan sumber dana “haram” tersebut. Layering dapat dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin rekening perusahaan fiktif dengan
memanfaatkan ketentuan rahasia bank. Dengan demikian, pada tahap ini sudah terjadi pengalihan dana dari beberapa rekening ke rekening lain melalui mekanisme
transaksi yang kompleks, termasuk kemungkinan pembentukan rekening fiktif dengan tujuan menghilangkan jejak.
Proses “layering” ini dideteksi dengan adanya laporan transaksi keuangan yang mencurigakan Suspicious Transaction Report atau STR seperti diatur dalam
Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Laporan STR ini mengingat
memerlukan judgement dari bank sudah tentu lebih berbobot dibandingkan CTR. Sementara itu yang dimaksud dengan transaksi keuangan yang mencurigakan adalah
transaksi yang menyimpang dari profil dan karakteristik nasabah serta kebiasan nasabah termasuk transaksi yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan.
48
48
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa : “Transaksi Keuangan
Mencurigakan adalah : a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna
Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan undang-undang ini; c.
Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk
dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana”.
Universitas Sumatera Utara
3. Penggabungan
Integration
Integration penggabungan merupakan upaya menggunakan harta kekayaan
yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan placement atau transfer layering sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan halal clean money, untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan. Disini yang yang “dicuci” malalui
placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang
menjadi sumber dari uang yang dicuci. Integration ini merupakan tipu muslihat untuk dapat memberikan legitimasi terhadap uang hasil kejahatan.
49
49
Yenti Ganarsih, Op.cit., hal. 56.
Ada banyak cara melakukan integration, namun yang sering digunakan adalah metode yang berasal dari tahun 1930-an yaitu metode loan-back atau metode loan
default . Metode loan-back meliputi simpanan berjumlah besaryang biasanya
disimpan di bank luar negeri. Kemudian bank membuat pinjaman dari jumlah uang yang disimpan. Uang yang didapatkan dari pinjaman ini dapat digunakan dengan
bebas karena uang itu akan terlacak sebagai uang yang berasal dari transaksi yang sah. Dengan kata lain, metode loan-back merupakan metode dengan meminjam uang
sendiri. Pada tahap integration tersebut, uang yang telah dicuci dimasukkan kembali kedalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum. Proses
integration ini dideteksi dengan CTR atau STR.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ketiga tahap proses pencucian uang tersebut, laporan yang disampaikan oleh penyedian jasa keuangan sangat penting untuk digunakan sebagai
upaya melakukan deteksi. Itu pulalah sebabnya mengapa penyedia jasa keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK dipidana dengan
denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- Satu Miliar Rupiah. Denda pidana ini sudah
tentu diputuskan melalui proses pengadilan. Selain itu, apabila tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh korporasi, misalnya penyedia jasa keuangan, maka
terhadap korporasi tersebut dapat dijatuhkan pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah satu pertiga.
50
Korporasi tersebut dapat juga dikenakan hukuman tambahan berupa pemcabutan izin usaha danatau pembubaran korporasi
yang diikuti dengan likuidasi. Untuk bank, sanksi seperti ini merupakan suatu hal yang sangat berat, karena bank begitu banyak memiliki kreditur, debitur dan pegawai
serta mengingat begitu pentingnya peranan perbankan dalam perekonomian.
51
Penyedia jasa keuangan di atas diartikan sebagai penyedia jasa dibidang keuangan, misalnya bank, perusahaan pembiayaan, dana pensiun lembaga keuangan,
perusahaan efek, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian,
dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
52
50
Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
51
Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
52
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan
, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, hal. 17. Lihat juga: Henricus W. Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi dan Bisnis
, Jakarta : Kompas, 2010, hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang TPPU merupakan sarana untuk mewujudkan harapan banyak pihak sebagai hukum untuk mengantisipasi berbagai pola kejahatan yang mengarah
pada kegiatan pencucian uang. Sasaran dalam undang-undang ini adalah mencegah dan memberantas sistem atau proses pencucian uang dalam bentuk placement,
layering dan integration. Kemudian karena sasaran utama dalam kegiatan pencucian
uang adalah lembaga keuangan bank maupun non bank, maka sasaran pengaturan dari undang-undang ini meliputi peranan-peranan aktif dari lembaga-lembaga ini
untuk mengantisipasi kejahatan pencucian uang. Indonesia diduga merupakan salah satu tempat menarik bagi pelaku pencucian
uang, karena dengan sistem keuangan yang sedang berkembang dan adanya ketentuan rahasia bank yang ketat serta kebutuhan dana dari luar negeri dalam jumlah besar
untuk keperluan pembangunan, dan disamping belum adanya pengaturan khusus mengenai pencucian uang, membuat Indonesia sebagai tempat menarik bagi para
pelaku money laundering money launderer. Untuk memperbaiki citra negara Indonesia di mata dunia internasional dan dengan adanya desakan dari negara maju
dan lembaga internasional untuk mempersempit peluang pelaku kejahatan internasional melakukan pencucian uang, serta keluar dari daftar hitam black list
NCCTs, maka Pemerintah Indonesia membuat ketentuan yang melarang kegiatan pencucian uang money laundering dalam bentuk apapun yang diatur dalam Undang-
Undang TPPU.
Universitas Sumatera Utara
C. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan - PPATK Inggris: Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center –
INTRAC sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga
independen dibawah Presiden Republik Indonesia.
53
1. Visi dan Misi PPATK
Adapun visi PAPTK adalah menjadi lembaga independen di bidang informasi intelijen keuangan yang berperan aktif dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Visi tersebut memberikan makna bahwa PPATK dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya bersifat
independen, bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun, serta tidak mencampuri kewenangan pihak lain. PPATK menolak segala bentuk campur tangan
dari pihak manapun terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme.
Sebagai lembaga intelijen keuangan, PPATK selalu berupaya untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan informasi di bidang keuangan yang bersifat
rahasia terkait dengan dugaan adanya TPPU dan pendanaan terorisme untuk kepentingan penegakan hukum, serta memanfaatkan perannya sebagai focal point
dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU.
54
53
Pasal 37 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
54
PPATK, Laporan Tahunan 2013, Op.cit., hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Adapun misi PPATK, antara lain
55
a. “Meningkatkan upaya dan dukungan penungkapan praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme;
:
b. Meningkatkan kerjasama dalam dan luar negeri; c. Meningkatkan tata kelola dan proses bisnis yang efektif untuk
mendukung tugas, fungsi, dan wewenang PPATK”. Makna dari ketiga misi tersebut adalah
56
a. “Meningkatkan upaya dan dukungan pengungkapan praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme;
:
Peran PPATK sebagai focal point pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme tercermin dalam uraian tugas, fungsi, dan wewenangnya
sebagaimana diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010. Untuk dapat melaksanakan perannya dengan baik, maka PPATK
perlu meningkatkan upaya dan dukungan terhadap pengungkapan praktik pencucian uang, money laundering antara lain melalui:
1 Peningkatan kepatuhan para Pihak Pelapor dalam memenuhi kewajiban
menyampaikan laporan kepada PPATK; 2 Peningkatan kuantitas dan kualitas hasil analisis dan pemeriksaan atas
laporan dan informasi yang disampaikan oleh Pihak Pelapor; 3 Peningkatan hasil riset dalam rangka mendeteksi tipologimodus operandi
TPPU; 4 Peningkatan efektivitas penyampaian LHA dan LHP kepada aparat
penegak hukum, serta pemantauan tindak lanjutnya untuk mendukung pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme.
b. Meningkatkan kerjasama dalam dan luar negeri; TPPU merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa, sehingga diperlukan
penanganan yang terkoordinasi dengan baik antar instansilembaga sesuai dengan kewenangannya. Pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia
melibatkan banyak pihak, meliputi PPATK, para Pihak Pelapor, aparat penegak hukum, para Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP, serta instansi
terkait lainnya. Penguatan kerjasama dan koordinasi dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan TPPU diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010, yang mengamanatkan bahwa PPATK dapat bekerjasama dengan pihak-pihak
55
Ibid., hal. 3.
56
Ibid., hal. 3-4.
Universitas Sumatera Utara
terkait dalam negeri, yang dituangkan dengan atau tanpa bentuk kerjasama formal. Selain itu, dalam rangka kerjasama internasional, PPATK diberikan
ruang untuk melakukan kerjasama dengan lembaga sejenis yang ada di negara lain, dan lembaga internasional yang terkait dengan pencegahan dan
pemberantasan TPPU, dalam bentuk kerjasama formal atau berdasarkan bantuan timbal balik atau prinsip resiprositas.
Untuk dapat melaksanakan perannya dengan baik dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK berupaya untuk meningkatkan efektivitas
kerjasama baik dalam dan luar negeri, antara lain dengan melakukan kerjasama pertukaran informasi berupa permintaan, pemberian, dan
penerimaan informasi dengan pihak terkait dalam dan luar negeri, antara lain meliputi:
1 Instansi penegak hukum; 2 Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia
Jasa Keuangan PJK; 3 Lembaga yang berwenang melakukan pembinaan terhadap Penyedia
Barang danatau Jasa PBJ; 4 Lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara; 5 Lembaga lain yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU
atau tindak pidana lain terkait dengan TPPU; 6 Financial Intelligence Unit FIU negara lain;
7 Lembaga internasional terkait.
c. Meningkatkan tata kelola dan proses bisnis yang efektif untuk mendukung tugas, fungsi, dan wewenang PPATK.
Pemantapan tata kelola dan proses bisnis yang efektif perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dalam upaya mendukung pelaksanaan tugas, fungsi,
dan wewenang PPATK. Upaya tersebut dilaksanakan melalui penataan kelembagaan yang efektif, efisien, dan optimal, penataan sumberdaya manusia
melalui manajemen kepegawaian berbasis kinerja, peningkatan akuntabilitas aparatur guna mendorong pertanggungjawaban kinerja, peningkatan
pengawasan aparatur guna mengoptimalkan pelaksanaan fungsi pengawasan internal, serta peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan guna
meningkatkan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN”.
Pada intinya PPATK mempunyai visi dan misi sebagai lembagabadan yang dibentuk melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Universitas Sumatera Utara
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terkait dengan teori hukum yang dikemukakan oleh Lawrenc M. Friedman,
57
2.
PPATK adalah sebuah struktur hukum yang mengawal penegakan hukum anti money laundering Undang-Undang No. 8
Tahun 2010 sebagai Substansi hukumnya.
Tugas PPATK
PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut
58
1. “Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; :
2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang
berindikasi tindak pidana Pencucian Uang danatau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1”.
Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen
keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme AMLCFT Regime di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari The Egmont
Group yakni suatu asosiasi lembaga FIU di seluruh dunia dalam rangka mewujudkan
dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.
57
Lawrence M. Friedman memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub- sistem, yaitu : Substansi hukum; Struktur hukum; dan Kultur hukum. Sumber : Lawrence M. Friedman,
American Law an Introduction , 2
nd
Edition, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar
, Jakarta : Tata Nusa, 2001, hal. 7-9.
58
Pasal 1 angka 2 Jo. Pasal 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
3. Wewenang PPATK
Kewenangan PPATK dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yaitu
59
1. “Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan
informasi, termasuk dari instansi pemerintah danatau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
:
2. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan; 3. Mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang
dengan instansi terkait; 4. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan tindak pidana pencucian uang; 5. Mewakili pemerintah republik indonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
6. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan
7. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang”.
Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor, PPATK berwenang
60
1. “Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
:
2. Menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana Pencucian Uang;
3. Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; 4. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor; 5. Memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban
pelaporan; 6. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin
usaha Pihak Pelapor; dan
59
Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
60
Pasal 43 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
7. Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur”.
Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, PPATK dapat
61
1. “Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; :
2. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; 3. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan
hasil analisis PPATK; 4. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari
instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; 5. Meneruskan informasi danatau hasil analisis kepada instansi peminta,
baik di dalam maupun di luar negeri; 6. Menerima laporan danatau informasi dari masyarakat mengenai adanya
dugaan tindak pidana Pencucian Uang; 7. Meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait
dengan dugaan tindak pidana Pencucian Uang; 8. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik danatau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
9. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil
tindak pidana; 10. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang;
11. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan
12. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik”.
Dalam melaksanakan kewenangannya, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.
62
61
Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
62
Pasal 45 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan PPATK diatur dengan Peraturan Presiden.
63
4. Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor : PER-071.01PPATK0812 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
susunan organisasi PPATK terdiri atas : 1. “Kepala PPATK;
2. Wakil Kepala PPATK; 3. Sekretaris Utama PPATK;
4. Deputi Bidang Pencegahan; 5. Deputi Bidang Pemberantasan;
6. Pusat Teknologi Informasi; 7. Inspektorat;
8. Jabatan Fungsional; dan 9. Tenaga Ahli”.
Adapun struktur organisasi PPATK adalah sebagai berikut :
Asas Kerahasiaan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak berlaku kepada PPATK. Hal ini untuk menjamin kewenangan PPATK untuk menjalankan tugas dan
fungsinya.
63
Pasal 46 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Struktur Organisasi PPATK
Sumber : Website Resmi PPATK, “Struktur
Organisasi”,
http:www.ppatk.go.idfilesDesainBaganStrukturPPATK- FINAL170812-TTD0.pdf
., diakses Minggu, 03 Agustus 2014.
Pengaturan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Menurut teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman, Undang-undang tersebut merupakan substansi hukum, sedangkan Pusat Pelaporan
Analisis Transaksi Keuangan PPATK adalah struktur hukumnya. Akan tetapi, untuk menegakkan hukum anti pencucian uang di Indonesia, PPATK perlu bersinergi
dengan Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, Bea Cukai, dan Pajak. Sinergi ini diperlukan karena
Universitas Sumatera Utara
PPATK sifatnya hanya memberikan laporan tentang adanya transaksi keuangan yang mencurigakan yang tidak sesuai dengan profil nasabah kepada Kepolisian dan
Kejaksaan. Selanjutnya, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK,
Badan Narkotika Nasional BNN, Bea Cukai, dan Pajak selaku penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada pihak-pihak yang dilaporkan oleh
PPAT yang melakukan transaksi keuangan yang mencurigakan. Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, barulah berkas perkara dilimpahkan kepada Jaksa
Penuntut Umum untuk dilakukan eksaminasi terhadap kelengkapan barang-barang bukti serta Berita Acara Pemeriksaan pihak-pihak terkait. Apabila berkas perkara
telah dinyatakan lengkap P-21 barulah Jaksa Penuntut Umum JPU membuat dan menyusun Surat Dakwaan untuk dimajukan di Pengadilan Negeri setempat.
Terkait dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243Pid.Sus2012PN-Mdn., tertanggal 08 Oktober 2012 atas nama Terdakwa Maha
Nathy Naidu alias Rendy, berkas perkaranya merupakan hasil split dari beberapa orang, yaitu : Anly Yusuf alias Mami, Ramli Petrus alias Abeng, Suryono alias
Aweng. Di dalam Dakwaan Kesatu yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum kepada
Rendy, Jaksa Penuntut Umum telah mendakwakan Rendy telah “Menerima Penempatan, Pembayaran atau Pembelanjaan, Penukaran, Penyembunyian atau
Penyamaran Investasi, Simpanan atau Transfer, Hibah, Waris, Harta atau Uang, Benda atau Asset Baik Dalam Bentuk Bergerak Maupun Tidak Bergerak, Berwujud
atau Tidak Berwujud Diketahuinya Berasal Dari Tindak Pidana Narkotika”
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 huruf b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sedangkan, di dalam Dakwaan Kedua, JPU mendakwakan Rendy telah melakukan “Menerima atau Menguasai Penempatan, Pentransferan, Pembayaran,
Hibah, Sumbangan, Penitipan, Penukaran atau Menggunakan Harta Kekayaan Yang Diketahuinya atau Patut Diduganya Merupakan Hasil Tindak Pidana” sebagaimana
Dimaksud Dalam Pasal 2 ayat 1 huruf c. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Putusan Pengadilan Negeri tersebut di atas, menghukum Rendy yang telah
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 137 huruf b. Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Dakwaan Kesatu dengan hukuman
penjara selama 3 tiga tahun dan 6 enam bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- Satu Miliar Rupiah subsidair 4 empat bulan penjara.
Apabila dibandingkan antara Pasal 137 huruf b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan Pasal 3 Jo. Pasal 2 ayat 1 huruf c. Undang-
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka hukuman yang lebih ringan terdapat pada Undang-Undang
Narkotika yaitu minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara, sedangkan pada Undang-Undang TPPU menghukum pelaku kejahatan dengan pidana penjara paling
lama 20 tahun. Begitu juga dengan dendanya, Undang-Undang Narkotika membatasi denda yang dikenakan yaitu paling sedikit Rp. 500.000.000,- Lima Ratus Juta
Rupiah dan paling banyak sebesar Rp. 5.000.000.000,- Lima Miliar Rupiah, sedangkan pada Undang-Undang TPPU menghukum pelaku dengan denda paling
banyak sebesar Rp. 10.000.000.000,- Sepuluh Miliar Rupiah.
Universitas Sumatera Utara
D. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Kejahatan Asal
Tindak Pidana Narkoba
Hukum tindak pidana narkotika termasuk dalam kategori yang bermotifkan “economic gain” atau menghasilkan keuntungan ekonomi, terlebih dilakukan oleh
korporasi atau organisasi kriminal atau sindikat. Dapat dipastikan akan bersinergi dengan tindak pidana pencucian uang untuk mengaburkan hasil kejahatan tersebut.
Diperlukan koordinasi antar lembaga penegakan hukum dalam menangani permufakatan jahat dalam tindak pidana narkoba dengan tindak pidana pencucian
uang karena memang hasil tindak pidana narkotika sangat menjanjikan keuntungan yang sangat besar.
64
Penyidikan kekayaan tersebut, perlu dikembangkan jika hasilnya signifikan, harus ditelusuri kemana saja transaksi keuangannya dengan minta laporan hasil harta
kekayaan anak beserta istrinya seperti dalam Pasal 97 dan Pasal 98 Undang-Undang Untuk itu, perlunya sinergitas penegak hukum antara penyidik BNN, Polri
bekera sama dengan PPATK serta perbankan untuk menelusuri transaksi keuangan yang dilakukan oleh pelaku baik individu maupun korporasi dengan menggunakan
pendekatan “follow the money”. Dari penelusuran dan hasil analisis dari PPATK, maka akan diketahui aliran dana atau transfer dan siapa pelakunya apakah individu
atau korporasi. Jika pelakunya korporasi, maka perlu diteliti lagi siapa yang bertanggung jawab apakah pengurus korporasi, pengendali atau orang yang
melaksanakan perintah untuk dan atas nama yang berbasis kepentingan korporasi atau “corporate liability”.
64
Djoko Sarwoko dalam Harian Republika, “Antara Narkotika dan Pencucian Uang”, diterbitkan Sabtu, 23 November 2013.
Universitas Sumatera Utara
No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Atau adakah kemungkinan bahwa hasil kejahatan narkotika tersebut dipergunakan untuk mendanai kegiatan terorisme. Hal
ini perlu dicermati karena kemungkinan bersar hasil kejahatannya dipergunakan untuk membantu kegiatan teror, terutama jika pelaku adalah korporasi, bandar
narkotika, sindikat, atau organisasi kriminal. Dalam penanganan kejahatan narkoba dan TPPU, proses hukum tersebut
terbentur undang-undang yang belum mengatur kasus tersebut secara satu atap, yakni terpisah antara Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 No. 1243Pid.B2012PN.Mdn.
tertanggal 08 Oktober 2012 tentang Narkotika dan Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan danPemberantasan Tindak Pencucian Pencucian Uang
Dakwaan tindak pidana pencucian uang TPPU dalam kasus narkoba dapat disusun dalam bentuk subsidaritas karena undang-undang yang ada masih
berbenturan terkait kewenangan penyidik untuk menangani kedua kasus yang berbeda namun berkaitan tersebut
Dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 mengatur tentang minimum khusus, sedangkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tidak mengatur hal
itu. Sebetulnya Pasal 137 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika secara substansial mengandung unsur-unsur yang serupa dengan unsur-unsur dalam
Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan danPemberantasan Tindak Pencucian Pencucian Uang. Oleh karena itu, dakwaan TPPU dapat disusun
dalam bentuk subsidaritas dakwaan pencucian uang dahulu karena BNN memperoleh menyidik TPPU berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, kemudian
subsidairnya Pasal 137 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga Penyidik BNN tetap dapat melakukan penyidikan TPPU yang diduga melanggar Pasal 137 huruf a dan b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. Dari aspek
sejarah, mengapa pembentuk undang-undang mencantumkan Pasal 137 pada Undang- Undang No. 35 Tahun 2009, dikarenakan untuk mengantisipasi seandainya Pasal 74
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tidak mengatur kewenangan penyidik tindak pidana asal BNN melakukan penyidikan TPPU.
65
Apabila dikaitkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1243Pid.B2012PN.Mdn., tanggal 08 Oktober 2012 dalam penelitian ini, Terdakwa
Meskipun termasuk dalam TPPU, hasil kejahatan narkotika yang dikaburkan melalu pencucian uang, sasaran subjeknya tidak seluas yang diatur dalam Pasal 3
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Rumusan delik Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 dikatakan lebih luas sasaran subjeknya karena mengandung frasa yang
diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1, terdapat 26 jenis tindak pidana termasuk narkotika.
Pasal 137 huruf b Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang telah diadopsi dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 berisi ancaman pidana yang lebih
berat, yakni penjara paling lama 20 tahun dengan denda paling banyak Rp. 5 miliar dan jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama satu tahun empat
bulan. Lebih berat jika dibandingkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 yang tunduk pada Pasal 30 ayat 6 KUHP yang mengatur pidana kurungan pengganti tidak
boleh dari delapan bulan.
65
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Maha Nathy Naidu alias Rendy dihukum berdasarkan Pasal 137 huruf b. Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Terdakwa Maha Nathy Naidu alias
Rendy telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai orang yang menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian
atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak atau tidak bergera, berwujud atau
tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana narkotika danatau tindak pidana prekursor narkotika. Adapun yang menjadi unsur yang utama dalam
ketentuan Pasal 137 huruf b. tersebut adalah Terdakwa harus mengetahui bahwa uang yang diterimanya adalah berasal dari tindak pidana narkotika.
Mengenai pembuktian unsur “Yang Diketahuinya Berasal Dari Tindak Pidana Narkotika” sangat sulit dibuktikan karena Terdakwa Maha Nathy Naidu alias Rendy
tidak tahu sama sekali uang tersebut dari mana masuknya. Terdakwa Maha Nathy Naidu hanya mengetahui bahwa uang yang diterimanya itu adalah berasal dari
transfer Bapak Kamal sebagai teman ayahnya Maha Nathy Naidu yaitu Bayu yang bergerak dalam bidang usaha money changer. Usaha Bapak Kamal tersebut juga
menerima uang dari Tenaga Kerja Indonesia TKI yang berada di Malaysia untuk selanjutnya ditransfer kepada keluarga TKI yang ada di Indonesia. Hal inilah yang
disusupi oleh mafia narkoba dengan membuat kerjasama dengan Bapak Kamal sehingga akhirnya shabu-shabu dari Malaysia masuk ke Indonesia melalui Tanjung
Balai. Dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang
No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Universitas Sumatera Utara
Uang, pihak yang berwenang melakukan penyidikan atas pencucian uang adalah PPATK. Lalu, dalam hal ini, PPATK telah memberikan hasil laporannya kepada
Badan Narkotika Nasional BNN Provinsi Sumatera Utara, sehingga akhirnya BNN melimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk
disidangkan.
Universitas Sumatera Utara
60
BAB III ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN