Perkembangan Teoritik Pola Perkembangan Menggambar Anak

33

7. Perkembangan Teoritik

Para ahli sudah mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dari berbagai sudut pandang. Beberapa ahli menekankan arti dari sifat anak-anak, sedangkan ahli lain berpendapat bahwa pengalaman anak pada saat anak berinteraksi dengan lingkungan berperan dalam perkembangan menggambar dan dengan demikian, lebih menekankan faktor belajar. Barangkali dapat dikatakan bahwa ada perbedaan antara kaum nativis dan kaum empirik. Para nativis mencari dukungan dari psikologis Gestalat dan berpendapat bahwa perkembangan menggambar mengikuti hukum-hukum tertentu yang ditentukan panca indera serta caranya berfungsi yang memaksa kita mengalami dunia dengan berbagai cara. Menurut teori ini, kita mengalami dunia bukan sebagai suatu chaos kekacauan rangsangan, tetapi kita mengalami figur-figur yang jelas dengan latar belakang yang kurang terstruktur dan difus tersebar. Anak mencoba untuk menampilkan kembali figur-figur dengan suatu cara yang ditentukan oleh hukum-hukum dalam motorik dan seluruh kerjasama persepsi bersama motorik. Arnheim dalam Widjaja 2005: 15 menekankan arti dari keseimbangan yang juga ada dalam persepsi. Usaha ini jika dituangkan dalam gambar akan tampak dalam komposisi. Menurut Mortensen dalam Widjaja 2005:15 hukum-hukum dalam psikologi Gestalt seringkali dinyatakan dalam pengertian-pengertian luas tetapi kabur, sehingga menyulitkan dalam menghubungkannya dengan perkembangan yang konkrit dari menggambar. Teori organismistis juga diajukan sebagai bukti oleh para pendukung nativisme. Menurut teori yang dikembangkan Werener dalam Widjaja 2005:15, ada prinsip umum bahwa suatu perkembangan dimulai dengan struktur-struktur 34 yang kabur, tidak ada diferensiasi dan difus yang kemudian berubah ke arah yang lebih terdiferensiasi dan tepat. Jika melihat gambar anak, maka gambar pertama orang yang terdiri dari kepala dan kaki tampak kabur serta tidak terdiferensiasi, tetapi lambat laun diperluas dengan detail yang tepat dan semakin terdiferensiasi. Fase terakhir dalam perkembangan, ditandai dengan kembalinya banyak detail dalam keseluruhan yang lebih besar tapi kompleks. Konsekuensi dari teori-teori tersebut adalah orang menganggap sudah cukup apabila anak diberikan persyaratan-persyaratan optimal untuk perkembangannya, agar kualitas gambar berkembang secara optimal. Ini berbeda dengan pandangan kaum empirik yang menekankan pentingnya arti pengalaman belajar. Salah seorang tokohnya adalah Goodenough. Aliran ini menekankan bahwa anak sejak persepsi pertama terus- menerus dihadapkan pada bentuk-bentuk yang berulang-ulang dan bevariasi. Wajarlah apabila anak-anak terpengaruh dan mencoba untuk menampilkannya secara motoris. Mereka beranggapan bahwa individualitas yang besar dalam karya anak-anak merupakan bukti dari pengalaman belajar. Melalui dasar pengalaman dengan lingkungan tanpa henti-hentinya, maka perbendaharaan pengertian anak diperluas, dikoreksi, dan ditambah dengan pengertian-pengertian baru. Goodenough dalam Widjaja 2005:16 menekankan bahwa gambar-gambar anak selalu terdiri dari 2 dua bagian yaitu: 1 satu bagian memberikan pernyataan mengenai ciri-ciri yang merupakan bagian terintegrasi dari pengertian anak mengenai obyek, sehingga bagian ini selalu akan muncul. Sedangkan bagian yang lain terdiri dari bagian-bagian yang masih diintegrasi, sehingga tidak selalu muncul. Pemikiran serupa diikuti Eng dalam Widjaja 2005:16 mengenai perkembangan motorik ketika Eng menyatakan bahwa anak bekerja dari hal-hal yang dipelajarinya yang semakin lama semakin 35 bertambah kaya. Kedua sudut pandang di atas memang tak salah tetapi dua- duanya tidak dapat menjelaskan fenomena kompleks mengenai perkembangan menggambar. Jelaslah bahwa panca indera berperan, tetapi perlu diingat bahwa semakin meningkatnya usia anak, maka semakin besar peranan hal-hal yang dipelajari dan dialami. Pada awalnya, komponen-komponen persepsi dan motorik mendominir, tetapi dengan bertambahnya usia, perkembangan kognisi dan pengertian semakin berarti. Perkembangan ini pun tergantung dari faktor-faktor lingkungan. Pengamatan mengenai jalannya perkembangan pada budaya-budaya lain dari budaya barat serupa berkembang pada masyarakat-masyarakat tertinggal. Hal tersebut tentu saja berjalan lebih lambat. Semakin meningkatnya usia anak, maka perkembangan kognisi semakin tertinggal. Fenomena ini mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga pengertian anak pada masyarakat tertinggal tidak berkembang seperti anak-anak dari masyarakat yang maju Mortensen dalam Widjaja 2005:16.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Kreatif Siswa dalam