Stadium Pubertas usia sekitar 14 sampai 17 tahun

30 membuatnya. Pada stadium ini anak juga akan mendapatkan manfaat jika diberi pendidikan menggambar model. Ada anak yang tidak mengalami perkembangan tradisional dalam penggambaran perspektif seperti yang dijelaskan. Ada anak-anak yang tetap menggambar linier, artinya menempatkan figur-figur orang dan benda-benda pada garis dasar serta tidak akan dapat membuat bidang dasar. Ini tidak berarti bahwa perkembanganya terhenti, karena gambar orang tetap mengalami perkembangan. Keseluruhan gambar mirip suatu cerita. Bisa saja ada garis, sehingga mirip cerita komik. Bentuk menggambar ini sudah dikemukakan Kerschensteiner Dalam Widjaja 2005:12 jauh sebelumnya, pada saat anak belum terpengaruh cerita- cerita komik. Gambar 12 Dibuat anak perempuan 12 tahun

6. Stadium Pubertas usia sekitar 14 sampai 17 tahun

Pada stadium ini anak mulai mengkritik, bukan saja hasil karyanya tetapi juga lingkungannya. Sejak awal pra-pubertas sudah tampak bahwa anak berusaha untuk mengambil jarak dari gambarnya, misalnya melalui karikatur. Dengan cara 31 ini anak juga dapat menyatakan agresivitas terhadap orang dan obyek yang anak gambar serta luput dari sangkaan bahwa anak ingin menggambar sesuatu yang tidak mampu dilakukan. Suatu saat kritik diri menjadi sedemikian kuatnya sehingga produktivitas berhenti. Oleh karena itu, pubertas merupakan fase yang sangat krisis dalam perkembangan menggambar dan perlu diusahakan agar minat menggambar tetap ada. Kini anak sering meninggalkan gaya realistis untuk melakukan berbagai eksperimen. Ini dapat dilihat dari gaya menulis yang sewaktu-waktu berubah, sama halnya dengan gaya sketsa. Anak kurang memperhatikan detail figur secara keseluruhan dan lebih memusatkan pada wajah sebagai pernyataan psyche jiwahati manusia. Karena itu, anak sebagai penggambar seringkali sudah puas dengan membuat potret, dimana anak berusaha untuk memberi pernyataan suasana hati orang yang digambarnya. Apabila remaja menggambar seluruh figur, maka seringkali terdapat penekanan yang berlebihan pada gender dan berhubungan dengan minat remaja dan perkembangan tubuh mereka sendiri. Terutama gambar-gambar remaja puteri sering berkembang ke arah gambar-gambar mode dengan perhatian utama pada pakaian. Sekitar figur sering ditemukan kata-kata dan simbol-simbol yang merupakan ciri dari bentuk budaya remaja. Lowenfeld Widjaja 2005:13 menyatakan bahwa kini mulai ada pembedaan dari remaja, suatu perkembangan yang sudah dimulai sejak stadium sebelumnya. Lowenfeld mengemukakan adanya 2 dua tipe yaitu: tipe visual dan tipe haptis. Ciri utama tipe visual adalah bahwa anak berperan sebagai penonton. Tipe ini mampu menganalisis lingkungannya untuk melihat apa yang diperlukan untuk menggambarkan perspektif, pemberian warna dalam nuansa, dan efek cahaya. Dapat dikatakan bahwa remaja tipe visual mengikuti arus realisme dan obyektivitas dalam penggambaran karyanya. 32 Berbeda dengan tipe haptis yang lebih subyektif dan melibatkan emosi dalam situasi yang digambarkan serta ikut merasakan perasaan orang-orang bukan melihat situasi sebagai penonton. Keseluruhan tidak penting baginya, tapi detail penting mendapat penekanan. Oleh karena itu, seringkali faktor emosional membuat pengerjaan berlebihan pada hal-hal sepele, misalnya penggambaran proporsi yang tidak seimbang yang sebenarnya merupakan ciri periode sebelumnya. Warna menjadi sarana pernyataan emosi dan tidak banyak dipakai untuk estetik atau realisme. Akibatnya, lebih sering menggunakan warna-warna dasar untuk estetik atau realisme. Selain itu, lebih sering juga digunakan warna- warna dasar yang kuat pada bidang-bidang luas tanpa nuansa atau permainan bayangan. Sehingga, perspektif menjadi tidak berarti kembali Montersen dalam Widjaja 2005:13. Gambar 13 Dibuat anak usia 14 sampai 17 tahun 33

7. Perkembangan Teoritik