Teori Ikatan Valensi Teori Medan Kristal

12 oksidator kuat dan oleh karena itu mudah direduksi Saito, 1996. Reaksi Substitusi ligan kompleks dapat dituliskan sebagai berikut. LnMX + Y  LnMY + X Kompleks FeIII dengan menggunakan ligan 1,10-fenantrolin dan anion NO 3 - membentuk struktur senyawa [Fephen 3 ]NO 3 3 .H 2 O dan menghasilkan geometri oktahedral seperti pada Gambar 3Odoko dan Okabe, 2004. Gambar 3. Struktur Senyawa [Fephen 3 ]NO 3 3 .H 2 O

6. Teori Ikatan Dalam Senyawa Kompleks

Teori ikatan dalam senyawa kompleks ada 3 yaitu teori ikatan valensi, teori medan kristal, dan teori orbital molekular.

a. Teori Ikatan Valensi

Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi antara asam Lewis atom pusat dengan basa-basa Lewis ligan-ligan melalui ikatan kovalen koordinasi Effendy, 2007. Menurut Pauling, ikatan kovalen terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam 13 dengan orbital ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas Day dan Selbin, 1985. Dalam ikatannya dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi, yaitu proses pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui kombinasi linear orbital-orbital atom dengan tingkat energi yang berbeda Effendy, 2007. Konfigurasi elektron besi adalah [Ar] 3d 6 4s 2 , sedangkan konfigurasi elektron besiIII adalah [Ar] 3d 5 . Model hibridisasi kompleks besiIII dengan ligan CN - yang bersifat spin rendah ditunjukkan oleh Gambar 4. Fe 3+ : [ 18 Ar] ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ... ... ... ... ... ... 3d 5 4s 4p 4d [FeCN 6 ] 3- : [ 18 Ar] ↑↓ ↑↓ ↑ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ 3d 5 d 2 sp 3 Gambar 4. Konfigurasi Elektronik BesiIII dan Hibridisasi [FeCN 6 ] 3- Hibridisasi dapat diperkirakan dari bentuk geometri molekul atau senyawa hasil eksperimen. Geometri hasil hibridisasi beberapa orbital lain ditunjukkan oleh Tabel 1 Sharpe, 1992. Teori ikatan valensi ini dapat menjelaskan struktur dan kemagnetan banyak senyawa kompleks, namun memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menerangkan warna kompleks yang dihasilkan dan momen magnet yang berbeda pada temperatur yang bervariasi Lee, 1994. 14 Tabel 1. Orbita Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri Sharpe, 1992. Bilangan Koordinasi Konfigurasi orbital Bentuk geometri Ion kompleks 2 - sp Linier [AgNH 3 2 ] + 3 sp 2 Trigonal [HgI 3 ] - 4 sp 3 Tetrahedral NiCO 4 dsp 2 Square planar [NiCN 4 ] 2- 5 sp 3 d Trigonal Bipiramida [CuCl 5 ] 3- d 2 sp 2 Square pyramid [NiCN 5 ] 3- 6 d 2 sp 3 , sp 3 d 2 Oktahedral [CoNH 3 6 ] 3+

b. Teori Medan Kristal

Menurut teori ini, interaksi antara logam atau atom pusat dan ligan dalam kompleks adalah murni elektrostatik. Logam transisi sebagai atom pusat diasumsikan sebagai ion positif yang dikelilingi oleh ligan yang bermuatan negatif atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas Lee, 1994. Interaksi ini menimbulkan medan kristal dan menyebabkan naiknya tingkat energi semua orbital yang dimiliki oleh atom pusat, serta menyebabkan pemecahan orbital-orbital d dari atom pusat, tetapi tidak menyebabkan pemecahan orbital-orbital p Effendy, 2007. Teori ini digunakan untuk menggambarkan adanya split atau pemecahan pada energi orbital d atom logam. Selain itu teori ini juga menggambarkan tingkat energi elektronik yang menentukan spektrum ultraviolet dan visible Miessler Tarr, 1991. Orbital d ada lima macam yaitu d xy , d yz , d xz , � 2 − 2 dan � 2 dengan susunannya dalam ruang pada Gambar 5 Effendy, 2007. 15 Gambar 5. Lima Orbital d dan Susunannya dalam Ruang Huheey dan Keither,1993. Orbital d d xy , d yz , d xz , � 2 − 2 dan � 2 logam bebasnya mempunyai tingkat energi yang sama degenerat Gambar 5, akan tetapi ketika terbentuk kompeks mengalami pembelahan karena adanya medan ligan Lee, 1994. Dalam senyawa kompleks, pasangan elektron atom-atom donor ligan diarahkan kepada atom pusat untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi. Dengan demikian, ligan memberikan medan ligan diseputar atom pusat sehingga menghasilkan interaksi tolakan dengan elekron-elektron d x terluar dari atom ini Sugiyarto dan Retno, 2012. 1. Pemecahan Orbital d Kompleks Oktahedral Satu ion sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu x, y, dan z yang ditunjukkan pada Gambar 6. z y x Gambar 6. Posisi Ligan Oktaheral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus Saito, 1996. 16 Orbital d akan mengalami kenaikan energi karena tolakan dari ligan. Orbital � 2 − 2 dan � 2 yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar daripada orbital d xy , d yz , d xz , yang berada diantara sumbu oktahedral. Hal ini mengakibatkan pemecahan splitting orbital d , dimana orbital � 2 − 2 dan � 2 orbital e g mengalami kenaikan energi sedangkan orbital d xy , d yz , d xz , orbital t 2g mengalami penurunan energi Huheey et al., 1993. Perbedaan tingkat energi antara dua kelompok orbital tersebut dinyatakan 10 Dq atau Δ o yang juga menunjukkan kekuatan medan kristal ditunjukkan pada Gambar 7. ion logam dalam medan oktahedral energi rata-rata ion logam dalam medan spherical e g t 2g -0,4 o Δ +0,6 o Δ Δo tingkat energi rata-rata Gambar 7. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral Lee, 1994. Perbedaan energi antara orbital t 2g dan e g adalah 10 Dq atau Δo. Orbital e g mempunyai energi +0,6 Δo diatas tingkat energi rata-rata, sedangkan orbital t 2g mempunyai energi -0,4 Δo di bawah tingkat energi rata-rata Lee, 1994.Total energi stabilisasi medan kristal adalah: CFSE Oktaheral = -0,4 nt2g + 0,6 neg 17 dimana nt2g dan neg adalah jumlah elektron yang menempati masing-masing orbital t 2g dan e g Satake et al., 2001. Pada kompleks FeIII pembelahan orbital d sangat bergantung pada kekuatan ligan yang terkoordinasi pada FeIII. Apabila ligan yang digunakan adalah ligan lemah maka ligan akan menghasilkan pemecahan orbital d yang tidak terlalu besar. Jika keadaan ini terjadi, maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin tinggi. Keadaan ini, menghasilkan peningkatan kestabilan total nol. Namun bila ligan yang digunakan adalah ligan kuat maka orbital d akan mengalami pembelahan yang cukup besar dan menyebabkan energinya mengalami peningkatan kestabilan total 20 Dq. Jika keadaan ini terjadi maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin rendah Sukardjo, 1992. 2. Pemecahan Orbital d Kompleks Tetrahedral Bila keempat ligan mendekati ion pusat secara tetrahedral, maka arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok orbital t 2 maupun dengan orbital e. Arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t 2 d xy , d yz , d xz dibanding dengan orbital e � 2 − 2 dan � 2 . Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemecahan orbital pada ion pusat menjadi kelompok orbital t 2 d xy , d yz , d xz dengan energi yang lebih tinggi dan kelompok orbital e dengan tingkat energi yang lebih rendah Huheey et al., 1993. Seperti yang terlihat pada Gambar 18 8, pada kompleks tetrahedral indeks g hilang karena tidak memiliki pusat simetris. z y x Gambar 8. Posisi Ligan Tetrahedral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus Saito, 1996. Orbital t 2 memiliki energi +25 Δt dan orbital e memiliki energi - 35 Δo dengan pemecahan ligan dinyatakan sebagai Δo. Karena jumlah ligannya hanya 46 = 23 dibandingkan jumlah ligan dalam kompleks oktahedral, dan tumpang tindih ligannya menjadi lebih kecil maka pemecahan ligan Δt sekitar separuh Δo Saito, 1996. Pada umumnya elektron-elektron dengan konfigurasi elektronik d x mulanya akan mengisi orbital dengan energi terendah. Tetapi, dalam medan ligan, kelima orbital d yang tak terdegenerat ada dua kemungkinan penataan elektron. Pada medan ligan kuat elektron hanya akan berpasangan apabila rata-rata energi pemasangan elektron P per unit 10Dq lebih kecil dibandingkan dengan energi pemecahan medan ligannya 10Dq, sebaliknya pada medan ligan lemah elektron akan menempati kelima orbital secara tidak perpasangan dengan arah spin 19 paralel karena rata-rata energi pemasangan elektron P lebih besar daripada energi pemecahan medan ligannya. Medan ligan Δt selalu ditemui spin tinggi karena keempat ligan tidak ada yang mengarah langsung pada orbital d atom pusat Sugiyarto dan Retno, 2012.

c. Teori Orbital Molekular