sehingga terjadi insufisiensi tidur pada remaja. Masalah tidur yang berkepanjangan menyebabkan penurunan performa remaja di sekolah, meningkatkan kecenderungan
masalah-masalah mental, dan sejalan dengan itu juga terjadi peningkatan insiden kecelakaan lalu lintas pada remaja Carskadon, 2011; Hysing dkk., 2013.
Karakteristik tidur remaja berupa adanya ketidaksesuaian antara jadwal tidur harian dan pola tidur mingguan termasuk pergeseran waktu tidur menjadi lebih larut
sekitar 1-2 jam pada saat akhir pekan. Sekitar 20-26 remaja mengalami pergeseran latensi tidur lebih dari 30 menit. Suatu penelitian gangguan tidur pada
remaja di Islandia menunjukkan, pergeseran rerata latensi tidur sekitar 16,8 menit. Adanya perpanjangan latensi tidur menunjukkan adanya karakteristik suatu gangguan
tidur insomnia yang memang sering diderita remaja sesuai dengan DSM-IV Hysing dkk., 2013.
Beberapa penelitian mengenai pola tidur remaja menunjukkan karakteristik tertentu yaitu adanya keterlambatan waktu tidur, perpanjangan latensi tidur, dan
pemendekan latensi tidur, yang menyebabkan insufisiensi tidur sekitar 2 jam setiap harinya dari kebutuhan tidur yang seharusnya dipenuhi oleh remaja. Remaja wanita
memiliki prevalensi lebih tinggi terhadap kecenderungan gangguan tidur ini dibanding remaja laki-laki Hysing dkk., 2013.
6.3 Korelasi Kualitas Tidur dengan NKP
Prevalensi gangguan kualitas tidur dan nyeri kepala yang tinggi pada remaja pada penelitian ini menunjukkan pentingnya diketahui hubungan antara kedua hal tersebut.
Penelitian ini memberikan data bahwa sebanyak 95,65 subyek penelitian dengan
kualitas tidur buruk mengalami NKP. Jumlah yang tinggi tersebut menunjukkan kemungkinan bahwa kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan timbulnya NKP
pada remaja. Uji statistik menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kedua kualitas tidur dengan NKP.
Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan nyeri yang tersering dialami oleh remaja. Menurut data National Health Interview Survey, lebih dari 90 remaja usia
11-21 tahun di Amerika serikat sering mengeluh nyeri kepala dalam jangka waktu 12 bulan.
Gangguan tidur merupakan keluhan yang sangat sering pula dialami oleh remaja dan biasanya menyertai NKP. Nyeri kepala dapat timbul saat tidur, saat bangun tidur,
dan kemungkinan berhubungan dengan stadium tidur. Kualitas tidur buruk dan durasi tidur yang tidak adekuat seringkali mencetuskan nyeri kepala. Walaupun tidur sering
terganggu pada remaja yang mengalami NKP, sangat sedikit penelitian terutama yang berbasis populasi yang menerangkan bagaimana hubungan antara keduanya. Beberapa
penelitian sebelumnya melaporkan adanya kesulitan untuk memulai tidur, sering terbangun pada malam hari, terbangun terlalu cepat, dan mengantuk berlebihan pada
siang hari. Data-data mengenai karakteristik NKP meliputi intensitas, durasi, dan frekuensi yang berhubungan dengan kebiasaan tidur masih kurang. Hal ini didukung
oleh penilaian gangguan tidur yang menggunakan metode yang berbeda-beda Gilman dkk, 2007.
Suatu penelitian yang mencari hubungan antara insufisiensi tidur dengan NKP pada remaja melaporkan 65,7 remaja dengan NKP tidak tidur sesuai dengan
kebutuhan tidur yang seharusnya. Hal ini didukung oleh laporan dari National Sleep Foundation tahun 2006 yang menunjukkan 45 remaja tidak berhasil mendapatkan
tidur optimal tiap malam. Penelitian lain melaporkan bahwa 85 penderita NKP memilih tidur untuk meredakan nyeri kepalanya Gilman dkk, 2007; Yagihara dkk,
2012. The Third Nord-Trøndelag Health Study merupakan penelitian berbasis populasi
yang dilakukan di Norwegia melaporkan adanya hubungan antara gangguan tidur dengan NKP. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penderita dengan NKP kronik
terutama migren kronik berisiko mengalami gangguan tidur 17 kali lebih besar daripada individu tanpa NKP. Penelitian tersebut tidak berhasil memberikan
penjelasan apakah gangguan tidur menyebabkan NKP atau sebaliknya karena metode penelitian yang digunakan membatasi untuk mendapatkan informasi tersebut Odegard
dkk., 2012. Salah satu penjelasan yang cukup menarik mengenai hubungan antara gangguan
tidur dengan NKP ini adalah kemungkinan nyeri dalam hal ini NKP menyebabkan tetap terjaga yang mencegah tidur dan mengubah arsitektur tidur menjadi lebih
terfragmentasi yang akhirnya menyebabkan durasi tidur menjadi lebih singkat dan mengantuk berlebihan pada siang hari.
Teori alternatif lain yang diajukan untuk menjelaskan hubungan antara keduanya adalah bahwa kualitas tidur yang buruk dapat mengubah pemprosesan nyeri sehingga
menimbulkan nyeri. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sleep deprivation SD menyebabkan perubahan sesaat pada sistem kontrol inhibisi nyeri.
Kedua perspektif tidak meniadakan satu sama lain dan dapat menjadi suatu hubungan yang saling mempengaruhi resiprokal. Suatu penelitian mengenai NKP kronik
mengemukakan suatu teori mengenai hubungan NKP dengan gangguan tidur sebagai suatu lingkaran yang tidak terputus. Hal ini dapat menjelaskan bagaiman suatu NKP
episodik dapat berubah menjadi NKP kronik pada beberapa individu Odegard dkk., 2012.
Pendapat lain menyebutkan bahwa bukan gangguan tidur yang menyebabkan nyeri ataupun sebaliknya, tapi kedua hal tersebut merupakan fenomena sekunder yang
disebabkan oleh disfungsi neurobiology secara umum. Hipotalamus diperkirakan sebagai lokasi utama dimana disfungsi neurobiologi tersebut dimulai. Hipotalamus
berhubungan dengan batang otak dalam peranannya pada regulasi nyeri dan tidur. Teori ini ditunjang oleh beberapa penelitian lain yang melaporkan adanya aktivasi
batang otak serta hipotalamus yang dapat dinilai melalui MRI pada saat terjadi serangan nyeri kepala. Walaupun peranan hipotalamus selama serangan nyeri kepala
masih merupakan tanda tanya, beberapa hasil penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan yang kuat terhadap hipotalamus pada penderita NKP khususnya migren
dibandingkan dengan penderita TTH. Hal ini diperkirakan karena adanya gangguan tidur dan mengantuk berlebihan pada siang hari pada hampir seluruh penderita migren
Montagna, 2006; Alstadhaug, 2008; Odegard dkk., 2012. Hipotalamus posterior mewakili pusat pengaturan utama fungsi otonom sentral,
sehingga apabila terjadi perubahan pada fungsi homeostatik akan menyebabkan perubahan pada control nyeri. Hipotalamus posterior juga memiliki koneksi yang
penting dengan sistem modulasi nyeri, menerima input dari korteks singulatus anterior, nuklues septal lateral, nukleus preoptik, nuklues ventromedial dan lateral
talamus, serta PAG. Hipotalamus posterior kemudian memproyeksikan serabutnya ke subtalamus, amigdala, dasar dari otak depan, regio limbik dan nukleus trigeminal
kaudalis. Hipotalamus menjelaskan hubungan anatomikal antara timbulnya NKP dengan gangguan tidur Alstadhaug, 2008.
Selain penjelasan anatomi, teori melatonin juga dapat menggambarkan hubungan antara kedua fenomena ini. Kadar melatonin yang rendah didapatkan pada penderita
NKP kronik. Melatonin merupakan hormon dengan efek hipnosis. Ketidakteraturan sirkadian badan pineal yang menghasilkan kadar melatonin yang rendah mendasari
teori bahwa melatonin memainkan peranan penting terhadap cetusan NKP. Secara biokimia dijelaskan rendahnya kadar melatonin disebabkan pula oleh menurunnya
ketersediaan serotonin yang diperlukan untuk menghasilkan hormon tersebut Bruera dkk., 2008.
Faktor-faktor psikis dapat pula menjadi faktor pemicu NKP kronik dan gangguan tidur karena berbagai penelitian yang dilakukan telah membuktikan adanya hubungan
kedua kondisi tersebut dengan kecemasan dan depresi. Kecemasan, depresi, dan faktor psikososial telah lama diketahui sebagai faktor-faktor pencetus TTH Grieser, 2010;
Odegard dkk., 2012. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara
kualitas tidur dengan NKP. Hal ini didukung oleh penelitian Odegard dkk.2012, setelah melakukan penyesuaian terhadap faktor-faktor demografi umur, jenis
kelamin, latihan, penggunaan obat-obat tidur, dan status pekerjaan dan kelelahan dan melakukan analisis multivariat terhadap pengaruh kecemasan dan depresi.
6.4 Korelasi faktor-faktor lain dengan NKP