histamin dan oreksin, dua substansi yang meningkatkan kewaspadaan. Melatonin merupakan mediator antara stimulus cahaya eksternal dengan adaptasi fisilogis tubuh
sepanjang siang dan malam dan memfasilitasi kecenderungan untuk tidur yang meningkat saat malam dan menurun di kala siang hari Mahdi dkk, 2011.
Kronotipe remaja adalah cenderung terlambat untuk memulai tidur. Remaja yang berumur 12 tahunan, yang memulai awitan akil balik, mulai mengalami keterlambatan
fase tidur dan akan mencapai puncak keterlambatan saat berumur 20 tahun. Roennerberg dan Kuehnle 2004 memperkirakan perubahan irama internal ini sebagai
suatu “marker biologis pertama yang menunjukkan akhir fase remaja”. Remaja perempuan cenderung mengalami puncak keterlambatan tidur saat berusia sekitar 19,
5 tahun, sedangkan remaja laki-laki saat umur 20, 9 tahun. Keterlambaan fase tidur laki-laki dibandng wanita akan berlangsung hingga umur 50 tahunan.
2.2 Arsitektur, Anatomi dan Fisiologi Tidur
2.2.1 Arsitektur tidur
Tidur merupakan proses aktif, repetitif, dan reversibel yang dibutuhkan oleh berbagai fungsi seperti misalnya untuk perbaikan dan pertumbuhan, konsolidasi
memori, dan proses restoratif. Proses tingkah laku behavioral, fisiologi, dan neurokognitif terlibat dalam tidur, seperti halnya pula fungsi imunologis Curcio dkk,
2006; Lange dan Born, 2011. Pada saat tidur terdapat pergeseran antara keseimbangan sintesis dan degradasi
protein, yang lebih bergeser ke arah proses sintesis. Sintesis protein otak, asam nukleat
di seluruh tubuh, dan sintesis adenosin triphosphate ATP mencapai tingkat yang lebih tinggi pada saat tidur Lumbantobing, 2008.
Mitosis sel aktif, termasuk ginjal, usus, dan kulit terjadi secara aktif saat tidur. Hormon anabolik hormon pertumbuhan, kortikosteroid, gonadotropin lebih banyak
dijumpai saat tidur Lumbantobing, 2008. Berdasarkan tiga rekaman fisiologis yang dilakukan sewaktu tidur, yaitu
elektroensefalografi EEG, elektrookulografi EOG, dan elektromiografi EMG, tidur dibagi menjadi 2 tahapan nyata yang berlangsung sesuai dengan pola siklus,
yaitu : 1. Tidur Non- Rapid Eye Movement REM, dibagi menjadi 4 stadium, yaitu :
- Tingkat 1 tidur ringan - Tingkat 2 tidur terkonsolidasi
- Tingkat 3 dan 4 tidur dalam atau tidur gelombang lambat 2. Tidur REM
Siklus akan berulang sebanyak 4-6 kali tiap tidur secara normal pada orang dewasa, dan setiap siklus berlangsung sekitar 90-110 menit Lumbantobing, 2008;
Chokroverty, 2010. Pada manusia dewasa sepertiga bagian awal tidur didominasi oleh tidur
gelombang lambat atau slow wave sleep SWS sedangkan sepertiga bagian akhir tidur didominasi oleh tidur REM. Tidur NREM berlangsung sekitar 75-80 dari setiap
waktu tidur pada orang dewasa dan dibagi menjadi 4 stadium, stadium 1-4 sesuai dengan kriteria manual skoring tradisional Rechtschaffen dan Kales R-K. Sedangkan
berdasarkan rekaman EEG, stadium tidur dibagi menjadi 3, yaitu N1, N2 dan N3. Waktu tidur REM berkisar antara 20-25 dari total waktu tidur keseluruhan.
Petanda spesifik tidur REM adalah adanya gerakan mata cepat ke segala arah dan ketiadaan aktivitas otot yang dapat direkam oleh EMG Chokroverty, 2010.
Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan kriteria spesifik tingkah laku dan fisiologi
yang terjadi sepanjang fase terjaga, tidur NREM, dan REM.
Tabel 2.1 Kriteria tingah laku dan fisiologi fase bangun tidur Chokroverty, 2010
Kriteria Fase bangun
Tidur NREM Tidur REM
Postur Mobilitas
Respon terhadap stimulasi
Tingkat kewaspadaan
Kelopak mata Gerakan mata
EEG EMG tonus otot
EOG Berdiri, duduk
Normal
Normal Waspada
Terbuka Waking eye
movement Gelombang alfa,
desinkronisasi Normal
Waking eye movement
Berbaring Postural shift,
immobile Menurun
Tidak sadar tapi reversibel
Tertutup Slow rolling eye
movement Sinkronisasi
Sedikit menurun Slow rolling eye
movement Berbaring
Immobile, myoclonic jerks
Menurun, bahkan tidak berespon
Tidak sadar tapi reversibel
Tertutup Rapid eye
movement Thetha, saw tooth
wave Desinkronisasi
Menurun bahkan tidak ada,
Rapid eye movement
2.2.2 Substrat anatomi yang terlibat dalam fisiologi tidur