Kelehan merupakan suatu kondisi yang komorbid pula pada penderita NKP. Pada penelitian ini didapatkan bahwa hampir seluruh subyek mengalami kelelahan. Hal ini
didukung oleh penelitian kasus kontrol oleh Spierings dan van Hoof 1997 dengan menyesuaikan umur dan jenis kelamin. Mereka melaporkan bahwa kelelahan
ditemukan sekitar 70,3 pada kelompok kasus remaja dengan NKP dan sekitar 60 pada kelompok kontrol.
6.2 Prevalensi NKP dan Kualitas Tidur Remaja
Prevalensi NKP pada penelitian ini adalah 85,41 atau sekitar 82 orang dari 96 orang subyek penelitian.
Suatu review sistematik yang dilakukan di Kanada terhadap 185 penelitian di beberapa tempat yang meawakili negara-negara Amerika, Asia dan Eropa yang
menilai nyeri pada remaja menunjukkan bahwa NKP merupakan keluhan yang tersering dialami oleh remaja dengan prevalensi bervariasi mulai dari 8-82,9 King
dkk., 2011. Larsson dan Fichtel 2014 memperoleh nilai prevalensi yang cukup tinggi pula
pada penelitian mereka yaitu 58,4. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan di Scandinavia, Belanda, dan Taiwan yang
mengemukakan peningkatan prevalensi nyeri kepala pada remaja usia sekolah sepanjang dekade terakhir. Nyeri kepala primer yang terjadi dengan frekuen
berdampak pada kualitas hidup anak dan remaja dan menyebabkan peningkatan masalah emosional terutama kecemasan dan depresi serta beberapa keluhan somatik
Larsson dan Fichtel, 2014.
Dua penelitian berbasis populasi remaja yang dilakukan di Jerman Barat memperolah angka prevalensi NKP sangat tinggi yaitu 90,0 dan 75,4 Fendrich
dkk., 2007. Suatu studi review sistematis dilakukan di Glasgow, Inggris, terhadap 50
penelitian berbasis populasi anak dan remaja yang mengalami NKP dengan metode pengambilan sampel yang sama yaitu secara acak. Penelitian-penelitian yang
dianalisis tersebut dilakukan di negara-negara Eropa dan Asia sepanjang rentang waktu 1 Januari 1990 hingga 31 Desember 2007. Prevalensi NKP yang didapatkan
adalah 58,4 Abu-Arafeh dkk., 2010. Penelitan lain yang memberikan data prevalensi NKP pada remaja adalah Lima
dkk. 2014 di Brazil dengan angka yang tinggi yaitu 87,8. Rentang angka prevalensi NKP yang bervariasi kemungkinan disebabkan karena
perbedaan populasi, instrumen atau kuesioner yang digunakan serta lokasi geografi penelitian tersebut dilakukan Lima dkk., 2014.
Prevalensi NKP remaja perempuan pada penelitian ini adalah 88,89. Angka ini lebih besar dibanding dengan prevalensi NKP pada remaja laki-laki yang hanya sekitar
82,35. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian mengenai NKP yang mengambil populasi remaja melaporkan bahwa prevalensi NKP pada remaja perempuan memang
lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki Fendrich dkk., 2007. Abu-Arafeh dkk. 2010 menunjukkan bahwa prevalensi NKP pada remaja
perempuan lebih tinggi dibanding remaja pria dengan rasio odds 1,53, 95 CI.
Pada beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi NKP pada remaja perempuan berkaitan dengan faktor psikososial
yaitu adanya kecemasan dan depresi dan rendahnya kepercayaan diri yang sering menjadi masalah psikologis remaja perempuan King dkk., 2011.
Prevalensi NKP pada remaja perempuan dilaporkan secara bermakna lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Perubahan hormonal diperkirakan menjadi salah satu faktor
penyebabnya. Adanya perubahan kadar estradiol pada saat fase menstruasi dari siklus ovarium berhubungan dengan munculnya beberapa gangguan neurologi misalnya pada
penderita migren Fendrich dkk., 2007; Lima dkk., 2014. Tidur memainkan peranan penting dalam perkembangan remaja. Selama masa
remaja pola tidur secara umum mengalami keterlambatan waktu memulai tidur tetapi remaja dituntut harus bangun lebih cepat untuk berangkat ke sekolah. Keterlambatan
fase tidur merupakan konsekuensi dari keterlambatan jam biologis irama sirkadian pada remaja dan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi misalnya pola tidur
orang tua atau aktivitas di sekitar lingkungannya Sivertsent dkk., 2013. Masalah tidur pada remaja sangat sering terjadi dan dilaporkan memiliki
prevalensi yang bervariasi mulai 5 hingga 43 dari penelitian Reigstad dkk., 2009.
Penelitian ini menunjukkan bahwa 69 dari 96 orang 71,87 subyek penelitian memiliki kualitas tidur buruk. Remaja perempuan dengan kualitas tidur buruk
mencapai 36,45 sedangkan remaja laki-laki 35,42 dari keseluruhan jumlah sampel penelitian.
Guo dkk. 2014 mempublikasikan hasil penelitian tentang gangguan tidur pada remaja di China yang memperoleh angka prevalensi 39,6. Penelitian lain yang
serupa mendukung penelitian tersebut dengan nilai prevalensi 66-90. Hasil penelitian tersebut mendukung data-data yang diperoleh dari berbagai penelitian yang
dilakukan negara-negara Barat dengan angka prevalensi sekitar 43. Adanya variasi angka prevalensi mungkin disebabkan oleh perbedaan metode penelitian, populasi,
besar sampel, intsrumen penelitian serta lokasi geografi tempat dilakukannya penelitian.
Terdapat 2 faktor yang berperan terhadap kebiasaan yang mempengaruhi sleep hygiene remaja, yaitu ketidakadekuatan pengaturan waktu tidur meliputi waktu
bangun tidur yang tidak teratur, terlambat tidur siang, dan waktu tidur malam yang kurang sesuai. Faktor yang kedua adalah meningkatnya waktu terjaga yang disebabkan
oleh penggunaan media elektronik seperti televisi, game di dalam kamar tidur, kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein. Efisiensi tidur malam yang tidak
adekuat karena berbagai faktor tersebut dapat diperbaiki dengan mengambil waktu tidur siang 30-45 menit, namun demikian perbedaan jadwal waktu tidur harian tidak
boleh melebihi 1-2 jam untuk mendapatkan sleep hygiene yang baik Mindell dan Meltzer, 2008.
Selama masa remaja, terjadi interaksi faktor biologis, psikologis dan sosial yang menyebabkan pemendekan durasi tidur. Hal ini pada akhirnya memberikan
konsekuensi terhadap kualitas hidup remaja yang dimetaforakan sebagai “the perfect storm”. Durasi tidur yang pendek ini tidak disertai oleh penurunan kebutuhan tidur
sehingga terjadi insufisiensi tidur pada remaja. Masalah tidur yang berkepanjangan menyebabkan penurunan performa remaja di sekolah, meningkatkan kecenderungan
masalah-masalah mental, dan sejalan dengan itu juga terjadi peningkatan insiden kecelakaan lalu lintas pada remaja Carskadon, 2011; Hysing dkk., 2013.
Karakteristik tidur remaja berupa adanya ketidaksesuaian antara jadwal tidur harian dan pola tidur mingguan termasuk pergeseran waktu tidur menjadi lebih larut
sekitar 1-2 jam pada saat akhir pekan. Sekitar 20-26 remaja mengalami pergeseran latensi tidur lebih dari 30 menit. Suatu penelitian gangguan tidur pada
remaja di Islandia menunjukkan, pergeseran rerata latensi tidur sekitar 16,8 menit. Adanya perpanjangan latensi tidur menunjukkan adanya karakteristik suatu gangguan
tidur insomnia yang memang sering diderita remaja sesuai dengan DSM-IV Hysing dkk., 2013.
Beberapa penelitian mengenai pola tidur remaja menunjukkan karakteristik tertentu yaitu adanya keterlambatan waktu tidur, perpanjangan latensi tidur, dan
pemendekan latensi tidur, yang menyebabkan insufisiensi tidur sekitar 2 jam setiap harinya dari kebutuhan tidur yang seharusnya dipenuhi oleh remaja. Remaja wanita
memiliki prevalensi lebih tinggi terhadap kecenderungan gangguan tidur ini dibanding remaja laki-laki Hysing dkk., 2013.
6.3 Korelasi Kualitas Tidur dengan NKP