42
B : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,05 mgmL
C : Ekstrak etanol daun pandan wangi konsentrasi 0,1 mgmL
Kontrol + : Ekstrak etanol tanin 0,05 mgmL 4 mL ekstrak etanol tanin, 4,1 mL minyak kelapa krengseng 2,51
v v
dalam etanol 96, 8 mL buffer fosfat pH 7 0,05 M dan 3,9 mL akuades
B.
Pembahasan 1.
Preparasi Sampel
Bahan uji yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun pandan wangi yang diperoleh dari padukuhan Demangan, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Pemilihan pandan wangi didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang lebih banyak menggunakan pandan wangi dalam kehidupan sehari-hari
dibandingkan dengan pandan jenis lainnya. Mula-mula daun pandan wangi yang digunakan untuk kebutuhan penelitian
dipilih, lalu dibersihkan dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60
o
C selama ± 4 jam. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang ada
pada daun pandan wangi. Setelah dikeringkan daun pandan wangi dihaluskan menggunakan blender. Proses tersebut dilakukan supaya zat aktif yang terkandung
dalam daun pandan wangi dapat terekstraksi dengan baik. Serbuk daun pandan wangi yang diperoleh sebanyak 146 gram.
2. Ekstraksi Daun Pandan Wangi dengan Metode Maserasi
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena metode ini tidak menggunakan
pemanasan, sehingga bahan alam tidak terurai dan tidak mengalami kerusakan. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi senyawa antioksidan pada
daun pandan wangi adalah etanol p.a 96. Etanol digunakan sebagai pelarut karena
43
sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non polar. Selain itu etanol dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini
karena bersifat sebagai penyaring yang lebih selektif, dan tidak beracun. Pertimbangan lainnya bahwa penggunaan etanol sebagai pelarut tidak berbahaya
untuk dikonsumsi. Langkah awal dalam penentuan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun
pandan wangi adalah mengambil serbuk daun pandan wangi sebanyak 40 gram dimasukkan ke dalam jerigen kemudian ditambahkan etanol p.a 96 sebanyak 200
mL. Serbuk yang telah bercampur dengan pelarut dimaserasi selama 24 jam pada suhu ruangan. Proses maserasi akan menghasilkan filtrat dan residu. Filtrat yang
dihasilkan kemudian disaring. Sedangkan residu yang dihasilkan dimaserasi kembali dengan pelarut etanol 96 200 mL. Lalu residu dan filtrat dicampurkan
sehingga dihasilkan warna hijau pekat sebanyak 400 mL. Filtrat yang diperoleh kemudian dievaporasi untuk menguapkan etanolnya, sehingga yang tersisa hanya
ekstrak daun pandan wangi. Dalam hal ini ekstrak yang diperoleh sebanyak 8,31 gram.
3. Screening Fitokimia
Screening Fitokimia ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
kandungan flavonoid dan polifenol dalam ekstrak daun pandan wangi.
a. Identifikasi Senyawa Polifenol
Ada tidaknya kandungan senyawa polifenol dalam ekstrak etanol daun pandan wangi dilakukan dengan penambahan pereaksi FeCl
3.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun pandan wangi positif
44
mengandung senyawa polifenol dengan memberikan warna hijau kehitaman. Sedangkan untuk tanin sebagai pembandingnya menunjukkan warna biru
kehitaman. Terjadinya warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat tanin terhidrolisis sedang warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin
katekol tanin terkondensasi. Maka tanin yang terdapat pada ekstrak etanol daun pandan wangi adalah tani terkondensasi. Terbentuknya warna tersebut
dikarenakan polifenol bereaksi dengan ion Fe
3+
membentuk senyawa kompleks Widiastuti Agustina, et al., 2011: 276. Reaksi polifenol dengan FeCl
3
ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Reaksi antara Polifenol dengan FeCl
3
b. Identifikasi senyawa flavonoid
Mg dan HCl pada uji ini bereaksi membentuk gelembung-gelembung yang merupakan gas H
2
, sedangkan logam Mg dan HCl pekat pada uji ini berfungsi untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur
flavonoid, sehingga terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga Harbone, 1987 dalam Widiastuti Agustina, et al., 2011: 275. Jika dalam suatu
tumbuhan terdapat senyawa flavonoid maka akan terbentuk garam flavilium
45
saat penambahan logam Mg dan HCl yang berwarna jingga dengan reaksi seperti Gambar 13.
Gambar 13. Mekanisme Pembentukan Garam Flavilium Pada
identifikasi flavonoid
menggunakan metode
wilstatter menunjukkan warna jingga pada sampel ekstrak etanol daun pandan wangi
yang berarti positif terhadap flavonoid. Sedangkan pembandingnya, yaitu tanin yang diujikan menggunakan metode wilstatter menunjukkan perubahan warna
dari kuning menjadi putih jernih yang berarti tidak menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Maka dalam sampel ekstrak etanol daun pandan wangi
mengandung senyawa lain selain tanin, yaitu flavonoid.
4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kontrol Negatif
Tahap awal analisis kuantitatif dalam penelitian ini, yaitu menentukan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan dalam pengukuran. Panjang
gelombang maksimum ditentukan dengan cara mengukur absorbansi larutan kontrol negatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang 400 nm - 550
46
nm menggunakan metode FTC. Grafik hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14. Grafik Hubungan Panjang Gelombang dengan Absorbansi Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa absorbansi terbesar terjadi
pada puncak kurva, yaitu pada panjang gelombang 490 nm dengan absorbansi sebesar 0,239. Selanjutnya panjang gelombang maksimum
ג
maks
490 nm tersebut digunakan untuk mengukur absorbansi pada penelitian selanjutnya.
5. Penentuan Waktu Kestabilan Kontrol Positif pada ג