Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Penelitian yang Relavan

5 2. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng? 3. Bagaimanakah pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Potensi ekstrak etanol daun pandan wangi sebagai antioksidan alami minyak kelapa krengseng. 2. Ada tidaknya pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng. 3. Ada tidaknya pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pandan wangi pada minyak kelapa krengseng.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, antara lain: 1. Bagi industri makanan, memberikan pilihan kepada industri untuk memanfaatkan daun pandan wangi sebagai sumber antioksidan alami, sehingga mampu menekan seminimal mungkin penggunaan antioksidan sintetik. 2. Bagi masyarakat, memberikan wawasan mengenai zat-zat bermanfaat yang ada dalam daun pandan wangi yang salah satunya sebagai antioksidan alami. 3. Bagi dunia pendidikan, menambah wawasan keilmuan di bidang penelitian biokimia, khususnya tentang antioksidan ekstrak daun pandan wangi. 6 4. Bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia, sebagai inspirasi ide penelitian sejenis dengan menggunakan ekstrak dari bahan alami lainnya. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Minyak Kelapa

Pohon kelapa cocos nucifera L telah lama dikenal sebagai pohon serbaguna pada masyarakat desa. Kelapa merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting di Indonesia selain kopi, kakao, lada, dan vanili. Salah satu olahan buah kelapa adalah minyak kelapa yang merupakan salah satu komponen bahan pokok. Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buahnya, seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi daging buah kelapa 1000 gram Ketaren, 2008: 312 Komponen Buah Muda Buah Setengah Tua Buah Tua Kalori kal Protein gr Lemak gr Karbohidrat mg Kalsium mg Fosfor mg Besi mg Aktivitas Vit. A IU Asam askorbat mg Air BR 68,0 1,0 0,9 14,0 17,0 30,0 1,0 0,0 4,0 83,3 180,0 4,0 13,0 10,0 8,0 35,0 3,0 10,0 4,0 70,0 359,0 3,4 34,7 14,0 21,0 21,0 2,0 0,0 2,0 46,4 Daging kelapa dapat diolah menjadi santan juice extract. Santan kelapa ini dapat dijadikan sebagai bahan pengganti susu atau dijadikan minyak nabati. Minyak nabati yang berasal dari pohon kelapa disebut dengan minyak kelapa coconut oil. Minyak kelapa terdapat didalam sel daging buah yang merupakan minyak yang dikelilingi lapisan protein serta lapisan air Kethut Budha, 1981: 23 8 Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemaknya digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod Iodine Value, maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, karena bilangan iod minyak berkisar antar 7,5 - 10,5 Ketaren, 2008: 314. Berikut ini disajikan jenis asam lemak yang terdapat pada beberapa minyak nabati yang digunakan untuk minyak goreng Noriko, et al., 2012: 148. Tabel 2. Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam Tiga Minyak Nabati Asam Lemak Jumlah Atom C Minyak Sawit Minyak Inti Minyak Kelapa Asam Lemak Jenuh: Asam oktanoat Asam dekanoat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat 8 10 12 14 16 18 - - 1 1 - 2 32 - 47 4 - 10 2 - 4 3 - 7 41 - 55 14 - 19 6 - 10 1 – 4 8 7 48 17 9 2 Asam Lemak Tak Jenuh Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat 18 18 18 38 - 50 5 - 14 1 10 - 20 1 - 5 1 - 5 6 3 - Minyak kelapa krengseng adalah minyak kelapa yang dibuat dari bahan baku kelapa segar, diproses dengan pemanasan terkendali tanpa bahan kimia. Prinsip pemisahan minyak kelapa krengseng dilakukan secara basah. Proses pengolahan secara basah, yaitu dengan cara mengekstrak daging buah kelapa dengan air. Daging buah diparut, kemudian ditambah air dan diperas sehingga mengeluarkan santan. Setelah itu dilakukan pemisahan minyak dari santan dengan pemanasan. Santan dipanaskan sehingga airnya menguap dan tinggal padatan yang 9 menggumpal. Gumpalan padatan ini disebut blondo. Minyak dipisahkan dari blondo dengan disaring. Blondo masih banyak mengandung minyak sehingga masih dapat diambil minyaknya dengan diperas. Minyak kelapa krengseng merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah. Minyak kelapa terdiri atas gliserida, yaitu persenyawaan antara gliserin dan asam lemak. Gambar 1. Reaksi Penyusunan Trigliserida Ketaren, 2008: 7 Disamping itu minyak kelapa mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menyebabkan rasa tengik. Minyak kelapa juga mengandung sejumlah komponen bukan lemak, misal fosfatida, gum sterol 0,06 – 0,08, tokoferol 0,003 dan asam lemak bebas 5, sterol yang terdapat didalam minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta sitoterol C 29 H 50 O dan stigmasterol C 29 H 48 O. tokoferol mempunyai tiga isomer, yaitu α-tokoferol titik cair 158 o – 160 o C, β-tokoferol titik cair 138 o – 140 o C dan ϒ-tokoferol. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan. 10 Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa diperkirakan sekitar 91 terdiri atas kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, dan arakhidat, sedangkan kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar 9 terdiri dari oleat dan linoleat. Asam lemak tidak jenuh dan asam lemak bebas akan mudah teroksidasi oleh oksigen di udara. Oleh sebab itu, minyak kelapa yang disimpan terlalu lama akan berubah menjadi tengik, karena terbentuknya bermacam-macam aldehid dan peroksida Siti Sulastri, 2005: 3. Proses ketengikan pada minyak kelapa disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti panas, peroksida lemak, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, moiglobin, klorofil, dan enzim- enzim lipoksidase. Winarno, 1982: 106. Dalam keadaan yang ekstrim, reaksi oksidasi dapat menghasilkan residu yang sifatnya toksik Tranggono, et al., 1988: 326-327. Oksidasi lemak dapat berlangsung melalui tiga jalan yaitu autooksidasi, fotooksidasi, dan oksidasi enzimatis. Ranciditas ketengikan oksidatif adalah terbentuknya off flavor sebagai hasil reaksi autooksidasi lemak. Autooksidasi berlangsung melalui proses pembentukan radikal. Proses ini meliputi tahapan inisasi, propagasi, dan terminasi Tranggono, et al., 1988: 328-329. Gambar 2. Mekanisme Autooksidasi Minyak Aning Ayucitra, et al., 2011: 2 11 Tahap inisiasi merupakan pembentukan radikal bebas lemak bila hidrogen meninggalkan atom karbon α-metilen pada gugus asam lemak tak jenuh dari molekul lemak RH. Hasilnya berupa radikal bebas menjadi sangat peka terhadap serangan oksigen atmosfer dan membentuk radikal peroksida tak stabil ROO•. Hal ini juga merupakan alasan pemberian istilah mekanisme radikal bebas oksidasi lemak. Radikal bebas ini berperan sebagai inisiator dan pemacu kuat oksidasi berikutnya, sehingga pemecahan oksidasi lemak dan minyak menjadi proses yang dipacu oleh dirinya sendiri autokatalitik atau autooksidasi. Akibatnya terjadi reaksi berantai antara peroksi radikal ROO• dengan minyak RH menghasilkan hidroperoksida ROOH dan radikal baru R•. Radikal baru ini kemudian berperan dalam reaksi berantai, karena reaksinya dengan molekul oksigen lain. Hiroperoksida dapat mengalami pemecahan menjadi senyawa organik yang lebih kecil, seperti aldehida, keton, dan asam yang memberikan bau dan cita rasa tidak enak yang dikenal sebagai rancidity. RH = molekul asam oleat lainnya R • = molekul radikal bebas baru Gambar 3. Mekanisme Pembentukan Hidroperoksida pada Asam Oleat Ketaren, 1986: 96 12 Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mudah sekali mengalami oksidasi. Proses ini dapat dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis. Maka untuk dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak akibat proses oksidasi dibutuhkan suatu senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi tersebut. Beberapa macam persenyawaan yang dapat menghambat proses oksidasi tersebut seperti yang dikenal sebagai antioksidan.

2. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi, yaitu bereaksinya senyawa antioksidan dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tidak reaktif yang stabil. Oleh karena itu antioksidan mampu menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan dengan menghambat terjadinya reaksi berantai pada pembentukan radikal bebas Resi dan Andis, 2008: 8. Antioksidan dalam makanan dapat berada secara alamiah atau sengaja ditambahkan. Sifat antioksidan yang diharapkan, yaitu harus efektif pada konsentrasi rendah, tidak beracun, mudah dicari dan aman dalam penanganannya, dan tidak memberikan sifat yang tidak dikehendaki seperti perubahan warna, bau, dan cita rasa. Antioksidan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Antioksidan primer

Suatu senyawa dapat digolongkan sebagai antioksidan primer apabila senyawa tersebut dapat menyebabkan berhentinya reaksi rantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Senyawa-senyawa antioksidan alami 13 memiliki kemiripin molekul dasarnya, yaitu mengandung setidaknya satu cincin aromatik dan sebuah gugus hidroksil Winarno, 1982: 106. Senyawa ini meliputi asam fenolat, isoflavon, ester gallat, kumarin, flavonon, dan oligomer proantosianidin. Senyawa yang tergolong antioksidan sintetik adalah BHT Butylated Hidroxy Toluene, BHA Butylated Hidroxy Anisole, PG Propyl Gallat, NGDA Nor Dihydro Guaiaretic Acid, dan TBHQ Tert Butylated Hidroxy Quinone. Gambar 4. Struktur Molekul BHT, BHA, dan PG Struktur antioksidan sintetik ini memiliki kemiripan dengan struktur antioksidan alami, yaitu mengandung cincin aromatik dan gugus hidroksil. Perbedaannya terletak pada subtituen yang ditambahkan. Dengan kata lain, bagian yang aktif sebagai antioksidan jenis ini adalah senyawa fenol. Oleh karena fungsinya menghentikan reaksi berantai, antioksidan jenis ini disebut juga sebagai antioksidan pemutus rantai chain breaking antioxidant . Adanya antioksidan alami maupun sintetik dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan komponen organik dalam suatu bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan Rohdiana, 2001 dalam Stevi G, et al., 2012: 11. Karena antioksidan dapat bertindak sebagai 14 akseptor radikal bebas sehingga dapat menunda tahap inisiasi pembentukan radikal bebas. Gambar 5. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer terhadap Radikal Lipida Shahidi, 2005 dalam Aning Ayucitra, 2011: 3 Antioksidan yang ditambahkan pada minyak goreng bertujuan untuk menghambat laju oksidasi. Antioksidan primer AH dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida R •, ROO• dan mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan A • tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Penambahan antioksidan AH primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan A • yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. Radikal- radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal Trilaksani, 2003 dalam Aning Ayucitra, et al., 2011: 2.

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder adalah suatu senyawa yang dapat menurunkan laju inisiasi dengan berbagai mekanisme atau dapat juga didefinisikan sebagai 15 senyawa yang mencegah kerja proksidan. Beberapa mekanisme kerja antioksidan jenis ini, seperti menangkap oksigen, menyerap radiasi UV, deaktivasi oksigen singlet, dan mengikat logam. Beberapa asam organik tertentu, biasanya asam di- atau trikarboksilat dapat mengikat logam-logam squestran, misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti yang dilakukan pada minyak kacang kedelai. EDTA etilendiamin tetraasetat adalah sequestran logam yang sering digunakan dalam minyak salad Winarno, 1982: 107. Secara teoritis antioksidan dapat kehilangan potensinya jika tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengikat hidrogen atau elektron yang menjadi bagian dari molekul lemak. Beberapa jenis antioksidan yang dapat kehilangan potensinya terutama adalah golongan fenolat, karena golongan fenolat bersifat dapat menguap pada suhu kamar, terlebih lagi pada proses menggoreng Ketaren, 2008: 136. Faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan antara lain: a. Waktu inkubasi. Aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh lama waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi, maka aktivitas antioksidan semakin kecil. b. Suhu. Suhu sangat berpengaruh pada kecepatan oksidasi lemak. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan aktivitas antioksidan menurun. c. Konsentrasi antioksidan. Semakin besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan pada minyak, maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya, demikian juga sebaliknya. 16 Penelitian ini menggunakan 2 faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan, yaitu waktu inkubasi dan konsentrasi antioksidan.

3. Pandan Wangi Pandanus amaryllifolius Roxb.

Pandan wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. atau biasa disebut sebagai pandan ini adalah jenis tumbuhan monokotil dari famili pandanaceae. Pandan wangi merupakan satu-satunya spesies pandanus yang memiliki daun yang wangi Sheila Margareta, et al., 2011: 22. Tumbuhan ini dikenal dengan bau wangi yang khas, sehingga disebut fragrant screw pine. Menurut Nonato MG. et al. 2008: 26, tumbuhan pandan wangi memiliki taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Plantea Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Arecidae Ordo : Pandanales Famili : Pandanaceae Genus : Pandanus Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb. Pandan wangi adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Bangka dan tersebar luas di daerah Asia Tenggara. Budidaya tanaman ini umumnya dilakukan di pekarangan rumah, halaman atau di kebun. Pandan wangi kadang tumbuh liar di 17 tepi sungai, tepi rawa, dan di tempat-tempat yang agak lembab, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah yang memiliki ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini adalah tanaman perdu tahunan, memiliki tinggi 1 - 2 m, batang bulat dengan duduk daun, bercabang, tumbuh menjalar, akar tunjang menjalar di sekitar pangkal batang dan cabang daun tunggal, duduk dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dengan dudukan dalam garis spiral. Pandan wangi selain sebagai rempah-rempah juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minyak wangi. Daunnya yang harum ketika diremas atau diiris- iris, sering digunakan sebagai bahan penyedap, pewangi, dan pemberi warna hijau pada masakan atau pangan. Selain itu masyarakat juga memanfaatkannya sebagai tanaman obat untuk mengobati lemah syaraf, rematik dan pegal linu, gelisah, rambut rontok dan juga berkhasiat untuk menghitamkan rambut dan menghilangkan ketombe pada rambut. Secara ilmiah daun pandan wangi diketahui mengandung metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan polifenol As’ari, et al. , 2014: 119.

4. Polifenol

Polifenol merupakan kelompok terbesar dari fitokimia tumbuhan dan banyak ditemukan dalam makanan nabati. Polifenol merupakan senyawa aromatik yang dihasilkan dari metabolit sekunder tanaman. Beberapa senyawa polifenol antara lain isoflavon, katekin, quersetin, dan lain-lain. Senyawa polifenol adalah senyawa yang bersifat sebagai nukleofilik Eko Suhartono, 2006: 154. Senyawa polifenol merupakan antioksidan kuat yang melengkapi dan menambah fungsi vitamin dan enzim sebagai pertahanan terhadap stres oksidatif 18 yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif yang berlebihan. Senyawa polifenol dibagi menjadi flavonoid dan tanin. Dari semua senyawa aromatik, flavonoid dan tanin merupakan senyawa yang umum di organ tanaman. Flavonoid dan tanin tidak hanya memiliki peran fungsional pada tanaman, tetapi juga signifikan secara komersial dalam farmakologi dan industri makanan. a. Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar 15 atom karbon yang terdiri dari dua cincin benzene C 6 yang terikat pada rantai propana C 3 sehingga membentuk suatu susunan C 6 -C 3 -C 6. Kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C 6 cincin benzene tersubtitusi yang disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropana atau flavonoid, 1,2-diarilpropana atau isoflavon, dan 1,1-darilpropana atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan, seperti bunga, daun, ranting, buah, kayu, dan akar. Berikut rumus umum flavonoid. Gambar 6. Kerangka Dasar Flavonoid Markham, 1988: 3 Flavonoid adalah senyawa polar sehingga senyawa ini dapat larut pada pelarut polar seperti, metanol, etanol, butanol, aseton, kloroform dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid mudah larut 19 dalam air. Sehingga campuran pelarut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik pada glukosida Markham, 1988: 15. Pengelompokkan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik- oksigen dan gugus hidroksilnya. Salah satu kelompok senyawa flavonoid adalah quersetin yang memiliki lima gugus hidroksil. Gambar 7. Struktur Quersetin Senyawa Flavonoid Quersetin merupakan senyawa flavonoid yang masuk dalam kelompok flavon. Senyawa ini merupakan senyawa polar. Larutan etanol memiliki sifat semi polar. Sehingga quersetin dapat larut dalam etanol sesuai hukum like dissolve like. Glikosida quersetin yang paling umum adalah quercetin 3-rutinosida atau dikenal sebagai rutin. Nama kimia dari rutin adalah 3,3’,4’,5,7-pentahidroksi flavon-3-ramnoglukosil. Gambar 8. Struktur Kimia Rutin Markham, 1982: 48 20 Rutin merupakan turunan dari senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan cukup kuat dan dapat memperkuat daya kapilaritas pembuluh darah dan membantu menghentikan edem atau pembengkakan vena. Rutin dapat digunakan sebagai kontrol positif pada uji aktivitas antioksidan karena memiliki kemiripan struktur kimia dengan flavonoid.

b. Tanin

Tanin merupakan golongan senyawa fenol yang terdapat pada daun, buah yang belum matang, merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang termasuk golongan flavonoid, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis atau tanin galat Robinson dalam Sriwahyuni, 2010. 1 Tanin terhidrolisis Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat membentuk jembatan oksigen sehingga dapat dihidrolisis menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua Harborne, 1987: 104. Gallotanin Ellagitanin Gambar 9. Struktur gallotanin dan ellagitanin Karamali, 2001: 642 - 643 dalam Ayu Sulung, 2016: 35 21 2 Tanin terkondensasi Tanin terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal atau galokatekin yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Nama lain untuk tanin terkondensasi ialah proantosianidin Harborne, 1987: 103 - 104. Gambar 10. Struktur tanin terkondensasi atau proantosianidin Karamali, 2001: 642 - 643 dalam Ayu Sulung, 2016: 35

5. Ekstraksi

Prosedur pemisahan digunakan bagi keperluan pemurnian suatu senyawa, identifikasi, dan penentuan kadar suatu bahan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyiapan pelarut dan bahan yang akan diekstrak antara lain adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling bercampur, kerapatan, reaktivitas, dan titik didih. Jenis ekstraksi meliputi ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara panas. Ekstraksi secara dingin terdiri atas metode maserasi, metode sokhletasi, dan metode 22 perkolasi, sedangkan ekstraksi secara panas terdiri atas metode refluks dan metode destilasi uap Ibtisam, 2008: 3. Metode dasar dari esktraksi adalah maserasi dan perkolasi. Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti sifat dari bahan dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam memperoleh ekstraksi yang sempurna atau mendekati sempurna dari sampel Ibtisam, 2008: 4. Maserasi berasal dari bahasa latin macerace, yang berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan metode ekstraksi paling sederhana. Dasar maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel rusak yang terbentuk pada saat penghalusan bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, yaitu terjadinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan telah tercapai, maka proses difusi segera berakhir Istiqomah, 2013: 12. Pada penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi. Pemilihan metode ini dilakukan karena lebih efektif untuk mengekstraksi bahan dalam jumlah besar dengan waktu yang cepat. Maserasi umumnya dilakukan dengan meredam 10 bagian sampel dengan derajat kehalusan yang sesuai ke dalam suatu bejana. Kemudian dituang 75 bagian pelarut, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari. Selama keadaan tersebut proses maserasi harus dalam kondisi terlindungi dari cahaya. Maserat yang dihasilkan disaring sehingga didapatkan filtrat yang diinginkan. Proses maserasi menggunakan pelarut etanol sebagai cairan pengekstraksinya, karena etanol tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Etanol tidak 23 menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan terlarut, etanol juga mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Penggunaan etanol dengan skala kecil yang di dalam cairan pengekstraksi seringkali dapat menghasilkan bahan aktif yang optimal Agus Purboyo, 2009: 19.

6. Analisis Screening Fitokimia

Analisis screening fitokimia dilakukan dengan tes uji warna. Analisis ini digunakan untuk mengetahui golongan suatu bahan menggunakan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa alkaloid, tanin dan polifenol, saponin, kardenolin dan bufadianol, flavonoid, dan antrakuinon. Pereaksi-pereaksi spesifik yang digunakan pada analisis ini kebanyakan bersifat polar sehingga dapat berinteraksi dengan sampel menggunakan prinsip like dissolve like Soerya, et al., 2005: 27-28.

a. Uji tanin dan polifenol.

Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi dengan akuades panas kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10 dan di saring. Filtrat dibagi menjadi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blanko. Kedalam filtrat B ditambahkan 3 tetes preaksi FeCl 3, hasil positif apabila warna larutan berubah menjadi hijau kehitaman, biru, atau hitam. Filtrat C ditambahkan garam gelatin, hasil menunjukkan positif apabila terjadi endapan.

b. Uji flavonoid

Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, kemudian dicuci dengan heksana sampai jernih. Lalu residu dilarutkan dalam 20mL etanol kemudian disaring. 24 Filtrat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blanko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil positif metode Bate Smith-Metchalf. Filtrat C ditambah- kan 0,5 mL HCl dan logam Mg, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi metode Wilstatter. Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida. Selain itu uji flavonoid dapat dilakukan dengan analisis KLT. Sampel ditotolkan pada plat silica gel G 60 . Dielusi menggunakan butanol : asam asetat : air = 3:1:1. Lalu plat dikeringkan dan diamati cahaya tampak pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selanjutnya plat disemprot dengan amonia, dikeringkan diudara dan diamati pada cahaya tampak 254 nm dan 366 nm. Noda kuning sampai orange mengidentifikasikan adanya flavonoid. Pada penelitian ini menggunakan 2 metode, pertama menggunakan pereaksi FeCl 3 untuk uji polifenol dan yang kedua menggunakan metode wilstatter dengan pereaksi Mg-HCl.

7. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis biasanya beroperasi pada trayek panjang gelombang 190 sampai 1100 nm. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-VIS, karena molekul mempunyai elektron yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometri UV-VIS secara ideal diambil dari larutan encer. Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan 25 berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap absorpsi sedangkan radiasi lainnya akan diteruskan transmisi. Spektrum UV-Vis terdiri dari pita absorbansi lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Panjang gelombang absorbansi biasanya dilaporkan sebagai ג maks , yakni panjang gelombang yang memberikan nilai absorbansi terbesar. Absorbansi suatu senyawa dengan panjang gelombang tertentu akan bertambah dengan makin banyaknya molekul yang mengalami transisi. Panjang gelombang tergantung pada kuat lemahnya elektron yang terikat pada molekul Harjono S, 1991: 11-12. Dasar kerja pada metode spektrofotometri UV-Vis berdasarkan atas absorban sinar tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga sebagai metode kolorimetri. Hanya larutan berwarna saja yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tidak berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohny. Ion Fe 3+ dengan CNS - menghasilkan larutan berwarna merah Bintang, 2010: 194.

8. Metode FTC Feritiosianat

Pengukuran aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode feritiosianat. Metode ini didasarkan pada kemampuan senyawa antioksidan dalam menghambat terbentuknya radikal yang reaktif. Pembentukan radikal bebas disebabkan oleh oksidasi asam oleat. Metode FTC digunakan untuk mengukur jumlah peroksida pada proses awal peroksidasi lemak dan kompleks reaksi feritiosianat yang terbentuk dibaca 26 pada panjang gelombang 500 nm Aris, et al., 2009 dalam Muhtadi, et al., 2014. Aktivitas antioksidan yang ditentukan dengan metode FTC membutuhkan suatu kontrol positif yang biasanya merupakan senyawa yang telah diketahui sifat antioksidannya, seperti vitamin C, butil hidroksi toluena BHT, atau tokoferol. Oksidasi asam oleat dalam kondisi buffer yang diinkubasi pada suhu 55°C menggunakan FeCl 2 dan amonium tiosianat sebagai pereaksi oksidator yang dapat mengoksidasi Fe 2+ menjadi Fe 3+ , sehingga menghasilkan warna merah yang menyerap sinar tampak pada panjang gelombang antara 450 - 550 nm. Peroksida lemak meningkatkan bilangan oksidasi Fe 2+ menjadi Fe 3+ yang kemudian bereaksi dengan ligan CNS - membentuk kompleks berwarna merah [FeSCN 3 ]. Penggunaan metode FTC ini digunakan sebagai pengganti metode DPPH, disebabkan DPPH adalah radikal nitrogen stabil yang berbeda dengan radikal peroksil yang ada di peroksida lemak. Antioksidan bereaksi cepat dengan radikal peroksil namun bereaksi lambat atau bahkan netral terhadap radikal DPPH Prior, et al., 2005: 4398. 27 Gambar 11. Mekanisme Penghambatan Oksidasi Asam Oleat dengan Metode Tiosianat Risqa Uswatun, 2011:22

B. Penelitian yang Relavan

Penelitian yang dilakukan oleh Risqa Uswatun pada tahun 2011 yang melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak cabai rawit merah Capsium frutescens L. sebagai antioksidan terhadap proses autooksidasi minyak kelapa krengseng yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh variasi konsentrasi ekstrak cabai rawit hijau 0,01, 0,05, dan 0,1 terhadap aktivitas antioksidan pada minyak kelapa krengseng. Semakin besar konsentrasi ekstrak cabai rawit merah yang ditambahkan pada minyak kelapa krengseng, maka aktivitas antioksidan semakin besar. Penelitian lainnya yang relevan dilakukan oleh Putu Puspita Sari, Wiwik Susanah Rita, dan Ni Made Puspawati pada tahun 2015 yang meneliti tentang identifikasi dan uji aktivitas senyawa tanin dari daun trembesi Samanea saman 28 Jarq. Merr sebagai antibakteri Escherichia coli E. coli. Hasilnya menunjukkan bahwa etanol merupakan pelarut terbaik dibandingkan dengan kloroform untuk ekstraksi daun trembesi yaitu menghasilkan ekstrak 36,8 gram. Penelitian lainnya dilakukan Yondra Arif D, Christine Jose, dan Hildan Yuda Teruna 2014, yaitu meneliti tentang total fenolik, flavonoid, serta aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana diklorometan dan methanol Amaranthus spinosus L EM5-bawang putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan menggunakan metode FTC 27,615 mgmL lebih baik dibandingkan dengan metode DPPH 0,374 mgmL maupun penangkapan radikal NO 0,025 mgmL. Berdasarkan ketiga hasil penelitian tersebut menunjukkan persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu dalam hal metode ekstraksinya menggunakan metode maserasi, media uji yang digunakan adalah minyak kelapa krengseng, dan pelarut yang digunakan adalah etanol, dengan metode penentuan aktivitas antioksidan, yaitu metode FTC Feritiosianat.

C. Kerangka Berpikir