BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang menggunakan sistem demokrasi, dimana rakyat memiliki peranan penting didalam urusan negara, atau demokrasi merupakan
kekuasaan rakyat berbentuk pemerintahan dengan semua tingkatan rakyat ikut mengambil bagian dalam pemerintahan. Oleh karena itu, kekuasaan para pemimpin
dan pejabat formal itu bukan muncul dari pribadinya, akan tetapi merupakan titipan rakyat atau merupakan kekuasaan yang dilimpahkan rakyat kepada pemimpin dan
pribadi-pribadi penguasa. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran
demokrasinya suatu Negara. Dapat kita lihat dari pengertian demokrasi itu sendiriyang secara normatif adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, ungkapan ini diterjemahkan dalam setiap negara yang menganut demokrasi, di Indonesia tercantum di dalam UUD 1945 setelah Amandemen pada Pasal 1 ayat 2:
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Rakyat membuat kontrak sosial lewat perwakilannya untuk mendelegasikan
kekuasaannya kepada pemerintah yang dipilih. Maka akan ada aturan main yang berupa Undang-Undang Dasar, Peraturan Hukum dan sebagainya. Kemudian dibuat
dan ditetapkan dengan maksud agar dengan sarana-sarana kekuasaan titipan yang dilaksanakan oleh pejabat atau penguasa itu benar-benar mulus lurus, benar dan jujur,
1
demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dan tidak dimanipulasikan untuk kepentingan pribadi para pemimpin dan pejabat untuk mengeruh keuntungan dan
memperkaya diri.
1
Pembuatan kontrak sosial tersebut dilakukan melalui pemilu pemilihan umum, yakni sarana demokrasi yang daripadanya dapat ditentukan siapa yang
berhak menduduki kursi dilembaga politik negara, legislatif dan eksekutif. Melalui pemilu, rakyat memilih figur yang dapat dipercaya yang akan mengisi jabatan
legislatif dan jabatan eksekutif. Dalam pemilu, rakyat yang telah memilih, secara bebas dan rahasia, menjatuhkan pilihannya pada figur yang di nilai sesuai dengan
aspirasinya.
2
Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah,
partisipasi bisa bersifat individual maupun kolektif, terorganisir ataupun spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal
atau illegal, efektif atau tidak efektif. Pembahasan mengenai partisipasi politik masyarakat adalah persoalan
menarik untuk diperbincangkan. Melalui partisipasi politik yang diartikan sebagai:
3
Dalam rangka pembagian kekuasaan negara secara vertikal dibentuk daerah- daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya yang
diatur dalam Undang-undang. Sehingga pemerintah pusat menyelenggarakan pemerintahan nasional dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintah daerah,
1
Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Bandung: Mandar Maju, 1996, h.156-158.
2
Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung: Fokusmedia, 2007, h.173-174.
3
Samuel P. Hungtington; Joan M. Nelson, Partisipasi Politik diNegara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta, 1990. h.5.
pembagian kekuasaan daerah itu disebut dengan disentralisasi yang dipahami sebagai penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan,
pengambilan keputusan dan manajemen pemerintah pusat kepada unit-unit sub nasional daerahwilayah administrasi negara atau kepada kelompok-kelompok
fungsional atau organisasi atau non-pemerintahan swasta.
4
Otonomi daerah merupakan bagian dari sistem politik yang diharapkan memberikan peluang bagi
warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya kreatifitasnya.
5
Gagasan otonomi daerah melekat pada pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang sangat berkaitan dengan demokratisasi
kehidupan politik dan pemerintahan baik tingkat lokal maupun ditingkat nasional. Agar demokrasi bisa terwujud maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas
dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
6
Dengan adanya pemekaran, membuat daerah tersebut membutuhkan seorang kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan jalannya roda
pemerintahan yang meliputi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan,
7
4
Bambang Yudhoyono, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, h.20.
5
M. Arif Nasution, Nasionalisme dan Isu-Isu lokal, Medan:USU Press, 2005, h.63.
6
Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten, Yogyakarta: Pembaruan, 2004, h.ix-x.
7
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah langsung, Semarang: Pustaka Pelajar, 2005, h.203.
sehingga dilakukanlah pemilihan kepala daerah secara langsung sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan
Pemerintahan N0. 6 Tahun 2005 mengenai tata cara pemilihan, pengesahan dan pemberhentian kepala daerah, yang merupakan tonggak baru penegakkan kedaulatan
rakyat daerah di Indonesia. Partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu
maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Sebagaimana dikemukakan oleh ‘Herbert Miclosky” 1991:9 bahwa partisipasi politik adalah
kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam proses pemulihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,
dalam proses pembentukan kebijakan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu seyogyanya mendasari
pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konstest kehidupan politik. Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu
masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga
masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan
umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam artian setiap individu harus menyadari
peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi
demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam
partisipasi politik.
Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi. Oleh karena itu, sikap dan
perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik berupa pemberian suara dan kegiatan kampanye dalam pemilihan kepala daerah merupakan parameter dalam
mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat. Paling tidak warga masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik sekaligus mengambil
bagian untuk mempengaruhi pemerintah dalam keputusan politik. Pemilihan kepala daerah sebagai wahana menyalurkan segala aspirasi masyarakt melalui suksesi dalam
pemilihan kepala daerah, peran warga masyarakat terutama dalam mempengaruhi keputusan politik sangat prioritas.
Dengan adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa
pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-
kegiatan politiknya, seperti kampanye. Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap
orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sebagaimana di kemukakan tadi sangat penting
untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu
membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang stabil.
Oleh karena kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam mewujudkan stabilitas politik masyarakat dengan kesadaran dan pemahaman politik
pula setiap sikap dan perilaku masyarakat secara partisipasi dapat terwujud sebagaimana mestinya. Namun demikian sikap dan perilaku anggota masyarakat
dalam partisipasi politik kadang kala mengarah pada sikap apatis, sinisme, dan arogan sehingga yang demikian ini mempengaruhi partisipasi mereka dalam pemilihan
kepala daerah, yang akhirnya mereka enggan memberikan suara dalam pemilihan dan juga tidak menghadiri kegiatan-kegiatan politik kampanye. Fenomena-fenomena ini
selalu muncul dimana-mana lebih-lebih lagi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Pilkada Kota Medan sudah dilaksanakan secara langsung sebanyak 2 dua kali yaitu tahun periode 2005 -2010 yang dimenangkan oleh Abdillah – Ramli dan
periode 2010-2015. Tanggal 12 Mei 2010 adalah pilkada kedua yang dilaksanakan secara langsung, 1,9 juta lebih warga Kota Medan akan memberikan suaranya untuk
memilih Wali Kota dan wakil Wali Kota Medan untuk periode 2010-2015. Ada sepuluh
pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan yang ikut serta dalam pemilukada Kota Medan dan telah lulus dalam verifikasi oleh pihak KPUD Medan.
Calon tersebut adalah: 1. Pasangan Sjahrial – Yahya
2. Sigit – Nurlisa Ginting 3. Indra Sakty Harahap – Delyuzar
4. Bahdin Nur Tanjung – Kasim 5. Joko – Amir
6. Rahudman – Eldin 7. Prof. Arief Nasution – Supratikno
8. Maulana Pohan – Arif 9. Ajib Syah – Binsar Situmorang
10. Sofyan Tan – Nelly KPUD sebagai pelaksana pemilukada Kota medan telah mempersiapkan
beberapa tahapan proses dari verifikasi Calon, sosialisasi tentang cara pemilihan Umum di Kota Medan sampai dengan mempersiapkan keperluan logistik yang
digunakan dalam pemilukada Kota Medan. Ketua KPU Medan, Evi Novida Ginting menjelaskan jika seluruh persiapan Pilkada hampir rampung. Dijelaskannya, saat ini
sebanyak 1.961.155 kartu pemilih dan kartu undangan C6 KWK untuk warga yang namanya terdaftar dalam DPT telah didistribusikan, telah memastikan seluruh logistik
Pilkada yang meliputi tinta coblos, busa, paku, kertas suara dan logistik lainnya telah disampaikan ke KPPS sejak beberapa waktu lalu. “2.011.121 kertas suara yang sudah
termasuk dengan kertas tambahan telah sampai ke KPPS. kutipan dari Surat Kabar Waspada Medan.
Tanggal 12 Mei 2010 dilakukanlah Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan yang dilaksanakan di 21 Kecamatan. Dari hasil perolehan suara pada putaran
I, terdapat dua pasangan yang unggul dan maju pada putaran II karena perolehan suara tidak mencapai 30 yaitu pasangan dengan nomor urut 6 Rahudman Harahap-
Dzulmi Eldi dan pasangan nomor urut 10 Sofyan Tan – Nelly Armayanti. Pilkada dua putaran ini sesuai UU No 12 tahun 2008 perubahan UU No 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Bila merujuk pada Keputusan KPU Medan nomor 35 perubahan ke 2 tahun 2009 tentang tahapan Pilkada, putaran kedua
berlangsung 16 Juni 2010, diikuti dua pasangan peraih suara terbanyak. Pilkada Medan putaran kedua sebanyak 1.961.155 pemilih. Jumlah ini menunjukkan ada
sebanyak 641,199 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Medan 2010 ini. Partisipasi pemilih Pilkada Medan ini meningkat dari putaran pertama yang
hanya 34,7 persen menjadi 45 persen. Dan hasil terakhir yang diperoleh pasangan Rahudman Harahap – dzulmi Eldin memenangkan pilkada Medan periode 2010 –
2015 dengan mengalahkan pasangan Sofyan Tan – Nelly Armayanti. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada disebutkan oleh Mawardi
2008 disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut; Pertama, masyarakat secara sadar dan mandiri untuk tidak menggunakan hak pilihnya dengan pertimbangan yang
didasari sikap apatis, yakni mereka meyakini bahwa para calon yang bertarung tidak memiliki kapasitas untuk mewujudkan harapan mereka. Selain itu, mereka menyadari
bahwa mencoblos dan tidak mencoblos memiliki makna yang sama, yakni tidak memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan mereka. Kedua,
rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada, diakibatkan persoalan tekhnis dalam pilkada. Dalam hal ini, penyusunan Daftar Pemilih Tetap DPT yang amburadul
memicu tingginya jumlah warga yang tidak terdaftar di DPT sehingga menggugurkan hak mereka sebagai pemilih. Persoalan DPT selama pelaksanaan pilkada menjadi
masalah krusial yang sepertinya tidak memiliki solusi. Sebab serangkaian pilkada sudah berlangsung, masalah DPT yang tidak akurat tetap menyisakan persoalan
rendahnya partisipasi pemilih. Ketiga, partisipasi juga dipengaruhi oleh kepentingan individual pemilih.
Pada penelitian ini, agar lebih objektif, peneliti memilih objek penelitian adalah masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang
Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan sebagai tempat penelitian.
Di Indonesia secara relative terdapat kesetiaan etnis yang relative tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas.
8
8
Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta; LP3S, 2003, h. 182
Kesetiaan etnis di Indonesia masih terlihat sangat signifikan dan mengabaikan faktor etnis yang dapat menimbulkan
kesalahpahaman tentang politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukkan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang.
Identitas partai akan berkaitan dengan kesetiaan dan ketidaksetiaan dari massa suatu partai. Semakin tinggi identitas partai akan semakin tinggi tingkat loyalitas massa
partai, sebaiknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah loyalitasnya di Indonesia loyalitas massa partai sering dikaitkan dengan etnisitas. Perbedaan etnis diikuti
pula oleh perbedaan agama yang mereka anut serta lapangan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencaharian mereka sehari-hari. Semua perbedaan adalah perbedaan etnis,
agama, pekerjaan, menjurus pada perbedaan organisasi sosial atau partai politik yang mereka pilih atau ikuti.
Dalam perkiraan kasar jumlah masyarakat Karo telah melebihi angka 1 juta jiwa. Ada beberapa kalangan bahkan memperkirakan telah melampaui tersebut. Mereka
bermukim di 3 tiga wilayah yaitu daerah Dataran Tinggi Karo, Langkat dan Deliserdang. Namun, jumlah yang cukup besar dan wilayah bermukim yang luas ini
belum menjadikan mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan kepurtusan-keputusan politik di tingkat Pemerintahan Propinsi. Alokasi dana
pembangunan, penyebaran proyek-proyek yang berimplikasi penambahan jumlah uang beredar di daerah, penentuan pejabat penting kebanyakan dirasakan belum
memperhatikan aspirasi masyarakat Karo. Kalangan masyarakat Karo juga mencatat bahwa setiap kali dibuat keputusan-keputusan yang memerlukan pertimbangan tentang
jumlah anggota pendukung suatu etnis. Akses terhadap kekuasaan adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan
mempengaruhi pejabat-pejabat politik. Umumnya kelompok yang memiliki akses terhadap kekuasaan adalahkelompok masyarakat yang tingkat partisipasiny dalam politik
yang sudah barang tentu mempersyaratkan kompetensi cukup tinggi. Masyarakat Karo pasca era G305PKI telah menjadi kelompok masyarakat yang sangat rendah aksesnya
terhadap kekuasaan.
Adapun pertimbangan yang diperhatikan peneliti dalam melakukan penelitian dengan memilih masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang
Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan adalah karena pertimbangan subjektif. “Pertimbangan subjektif adalah pertimbangan berkisar tentang kredibilitas
peneliti terhadap apa yang ditelitinya”,
9
B. Perumusan Masalah