Manfaat penelitian Kerangka Teori

Kota Medan pada Pemilihan Umum Kepala daerah Kota Medan Tahun 2010-2015. a. Untuk mengetahui bagaimana faktor Sosial Ekonomi. Kondisi Sosial Ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015. b. Untuk mengetahui bagaimana faktor politik. Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir meliputi komunikasi politik, kesadaran politik, pengetahuan masyarakat, kontrol masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015. c. Untuk mengetahui bagaimana faktor nilai budaya. Kondisi nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan sikap dan kepercayaan politik masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015.

D. Manfaat penelitian

a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian dibidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya mengenai partisipasi politik. b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin meneliti partisipasi politik, khususnya mengenai partisipasi politik masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pemilihan Umum Kepala Daerah. c. Bagi Peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan menambah pengetahuan di bidang ilmu politik, khususnya mengenai partisipasi politik masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah.

E. Kerangka Teori

Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 10 Sedangkan menurut F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subagyo pada buku Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu sama lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena. 11 10 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta:LP3ES, 1989, h.37. 11 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997, h.20. Oleh sebab itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan beberapa teori-teori yang relevan dengan subjek penelitian. E.1. Partisipasi Politik Partisipasi yang meluas ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik telah diartikan dalam berbagai arti, apakah partisipasi politik itu hanya perilaku atau mencakup pula sikap- sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi perilaku partisipasi. Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar adalah keterlibatan secara aktif ithe active engagement dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah. 12 Dalam international eccyclopedia of the social sciences, Herbert McClosky memberikan batasan pengertian partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. 13 12 Damsar, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Prenada Meida Group, 2010, h.180. 13 Ibid Berdasarkan buku Samuel P. Huntington dan Joan Nelson 14 1 Ia mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi tidak sikap-sikap. Dimana kegiatan politik adalah yang objektif dan sikap-sikap politik yang subjektif. penulis merangkum defenisi inti yang perlu dicatat dalam partisipasi politik, yakni sebagai berikut: 2 Yang diperhatikan dari partisipasi politik adalah kegiatan politik warga negara preman, atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman. Dengan demikian ada hubungan antara partisipasi- partisipasi politik dan orang – orang profesional di bidang politik. 3 Yang menjadi pokok perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengembilan keputusan pemerintah. Usaha– usaha untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha membujuk atau menekan pejabat-pejabat untuk bertindak atau tidak bertindak dengan cara-cara tertentu. 4 Menurutnya bahwa partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah,tak peduli apakah kegiatan itu benar – benar mempunyai efek. Seorang partisipan politik dapat berhasil atau tidak akan dapat berkuasa atau tidak. Dalam pengertian ini, maka kebanyakan partisipan politik mempunyai kekuasaan yang kecil saja, dan hanya beberapa partisipan saja yang mencapai sukses yang cukup besar dalam politik 14 Samuel P. Huntington; Joan M. Nelson, op cit, h.6-7. Pada era saat ini kita dapat melihat, bahwa tingkat partisipasi masyarakat tidak lagi dipengaruhi dimana ia tinggal atau dalam artian pedesaan atau perkotaan. “kesemuanya bergantung pada tingkat perekonomian setiap daerah apabila kita mengetahui bahwa tingkat partisipasi politik disuatu negara bervariasi sejalan dengan tingkat pembangunan ekonominya”. Samuel P.Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya menuliskan lebih lanjut, bahwa partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai arti, adapun pengertian tersebut adalah sebagai berikut: Partisipasi politik itu hanya perilaku, atau mencakup sikap-sikap dan persepsipersepsi misalnya persepsi seseorang tentang relevansi politik bagi urusannya sendiri. Jika ditelusuri lagi secara spesifik, di dalam bukunya akhirnya didefenisikan bahwa partisipasi politik tidak hanya mencakup kegiatan yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, akan tetapi juga kegiatan yang oleh orang lain di luar sipelaku dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Yang pertama dapat dinamakan partisipasi otonom, yang terakhir partisipasi yang dimobilisasikan. Masalah niat, dan persoalan yang berkaitan dengannya, yakni motivasi-motivasi partisipasi politik merupakan hal yang kompleks dan kontroversial. 15 Banyak orang bertindak, seperti: memberikan demonstrasi, yang merupakan jenis partisipasi tetapi tidak merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan keinginan sendiri melainkan dikarenakan adanya perintah orang lain yang disebut istilah “Ward Boss”, istilah ini digunakan untuk orang-orang yang dengan menggunakan paksaan, persuasi atau dengan rangsangan-rangsangan materi mereka yang digunakan untuk memobilisasi orang-orang lain dalam usaha mengejar sasaran 15 Samuel P.Huntington, Ibid, h.9. mereka. Dalam beberapa studi secara eksplisif tidak menganggap tindakan yang dimobilisasi atau yang dimanipulasi sebagai partisipasi politik. Banyak tanggapan mengenai apa itu partisipasi politik, jadi jelaslah banyak partisipasi di dalam sistem – sistem politik yang demokratis dan kompetitif mengandung suatu unsur tekanan dan manipulasi. Dalam penelitian ini, partisipasi yang dimobolisasi dan yang otonom bukan merupakan kategori-kategori dikotomis yang dapat di bedakan dengan satu tujuan satu sama lain. Yang benar keduanya adalah satu spectrum, terdapat perbedaan yang bersifat arbiter dan batas-batasnya tidak jelas. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan melihat partisipasi politik masyarakat yang terlihat atau yang dilakukan baik secara otonom maupun dimobilisasi yang ukurannya dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik itu sendiri. Sebagai defenisi umum, sesuai dengan yang diartikan oleh Miriam Budiarjo 16 16 Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politi, PT Gramedia, Jakarta, 1982, h.12. , bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Partisipasi politik juga, senantiasa mengacu pada semua bentuk kegiatan yang dilakukan dengan cara terorganisir maupun tidak. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam buku Partisipasi Politik di Negara Berkembang mendefenisikan konsep partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal. 17 Galen A. Irwin dalam tulisannya mengenai “Polotical Efficacy, Statisfaction and Participation”, partisipasi politik adalah suatu bentuk proses yang sistematis untuk memilih kepala negara dengan jala pemilu. Hasil pemilu haruslah dapat diterima oleh masyarakat umum sebgai kebijakan bersama. 18 Menurut Thalha Hi Abu, adaptasi dari buku Michael Rush; Philip Adolf, Pengantar Sosiologi Politik;1993;124 ada berbagai kesulitan dalam penyajian berbagai bentuk partisipasi politik, terlepas dari tipe sistem politik, yaitu: segera muncul dalam ingatan peranan para politisi profesional, pemberi suara, aktivis partai, para demonstran. Menempatkan posisi dari aktivis politik memang dirasa penting, untuk melihat apakah terdapat semacam hubungan hierarkis antara peristiwa- peristiwa di atas. Hierarki yang paling sederhana dan berarti adalah hierarki yang didasarkan atas taraf atau luasnya partisipasi. Namun demikian didapati tingkat hierarki partisipasi politik yang bebrbeda dari suatu sistem politik dengan yang lain, 17 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta:Rieneka Cipta, 1994, h.1. 18 Ibid, h.6. tetapi partisipasi pada suatu tingkat hierarki tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang berbeda-beda dalam suatu sistem politik dengan sistem politik lain, lagipula berbeda dalam suatu sistem menurut waktunya. Hierarki partisipasi politik : - Apatihi Total masa bodoh, ini merupakan bentuk partisipasi yang paling rendah, bahkan pada bentuk ini sebagian masyarakatnya menghindari berbagai bentuk partisipasi politik, ataupun hanya berpartisipasi pada tingkat yang paling rendah. - Voting pemberian suara, pada bentuk ini partisipasi yang dilakukan adalah berupa pemberian suara pada saat pemilu. - Partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik. Pada bagian ini partisipasi yang dilakukan adalah diskusi secara informal dalam ruang lingkup keluarga, teman, terkadang ditempat kerja. - Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan lain-lain. Partisipasi ini lebih nyata dari pada diskusi politik informal. - Keanggotaan pasif organisasi semu politik. - Keanggotaan aktif organisasi semu politik. - Keanggotaan pasif suatu organisasi politik. - Keanggotaan aktif suatu organisasi politik. - Mencari jabatan politik atau administratif. - Menduduki jabatan politik atau administratif. Ini merupakan partisipasi politik tertinggi. E.1.1. Bentuk Partisipasi Politik Menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipsi aktif dan partisipasi pasif: a. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. b. Sedangkan partisipasi pasif antara lain, berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. 19 Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan suara dalam pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja atau diantara sahabat-sahabat. Orang yang melakukan kewajibannya adalah warga negara yang baik. Partisipasi semacam itu mengekspresikan kepercayaan akan legitimasi struktur kekuasaan dan otoritas masyarakat. 20 Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menunjukkan suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. 21 19 Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Grasindo, Jakarta,2003, h.74. 20 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h.118. 21 Althof, Philip dan Michael Rush, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, PT Grafindo Persada, 2003.h.127. E.1.2. Jenis-Jenis Perilaku Masyarakat Dalam Partisipasi Politik Sementara itu menurut Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori perilaku yaitu: 1. Apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik. 2. Spektator, yaitu berupa orang-orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilu. 3. Gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat. 4. Pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional. 22 Menurut Samuel P. Huntington, jenis-jenis perilaku politik antara lain sebagai berikut: 1. Kegiatan pemilihan, mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan- sumbangan dalam kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. 2. Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat – pejabat pemerintahan dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. 3. Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah mempengaruhi keputusan pemerintah. 4. Mencari Koneksi Contacting, merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintahan dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu atau segelintir orang. 5. Tindakan kekerasan violence, juga dapat berupa partisipasi politik yakni upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan jalam menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik kudeta, 22 Miriam Budiarjo, Op. Cit, h.74 – 75. pembunuhan, mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah huru-hara, pemberontakan, atau mengubah seluruh sistem politi revolusi. 23 Menurut Sudijono Sastroatmojo, partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. E.1.3. Tujuan Partisipasi Politik 24 Sama halnya menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam Partisipasi Politik di Negara Berkembang, seperti dikutip oleh Sudijono Sastroatmojo, tujuan partisipasi politik adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. 25 Pendapat senada turut dilontarkan oleh Miriam Budiarjo, bahwa tujuan dari partisipasi politik aktif, yaitu dengan cara datang ke tempat pemungutan suara adalah untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. 26 Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Scince, mengatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat- pejabat negara dan tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka. 27 23 Samuel P. Huntington, Op Cit, h.16-18. 24 Sastroatmojo, Op Cit, h. 67. 25 Ibid, h.68. 26 Miriam Budiarjo,Op Cit, h.1. 27 Ibid, h.2. E.1.4. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat Menurut Ramlan Surbakti, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik dan kepercayaan orang tersebut kepada pemerintah. 28 28 Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Jakarta Grasindo, 2003, h.128. Aspek kesadaran politik seseorang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara, baik hak – hak politik, ekonomi, maupun hak-hak mendapatkan jaminan sosial dan hukum.27 Sedangkan menurut Weimer setidaknya ada lima penyebab faktor – faktor yang mempengaruhi meluasnya partisipasi politik, yaitu: 1. Modernisasi. Modernisasi disegala bidang berakibat pada partisipasi warga kota baru seperti kaum buruh, pedagang dan profesional untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan dan menuntut keikutsertaannya dalam kekuasaan politik sebagai bentuk kesadarannya bahwa mereka pun dapat mempengaruhi nasibnya sendiri. 2. Terjadinya perubahan – perubahan struktur kelas sosial. Perubahan struktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja baru yang makin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi. Hal ini menyebabkan munculnya persoalan, siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan keputusan-keputusan politik mengakibatkan perubahan-perubahan pola partisipasi politik. 3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa. Munculnya ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalisme dan egaliterisme mengakibatkan munculnya tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi membantu menyebarluaskan seluruh ide–ide ini kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat yang belum maju sekalipun akan menerima ide – ide tersebut secara cepat, sehingga sedikit banyak berimplikasi pada tuntutan rakyat. 4. Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan massa, dengan menyuarakan ide – ide partisipasi massa. Implikasinya muncul tuntutan terhadap hak – hak rakyat, baik HAM, keterbukaan, demokratisasi maupun isu-isu kebebasan pers. 5. Keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dan urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembuatan keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan. 29 d. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik, yakni masyarakat menguasai Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, yaitu: 1. Faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga. 2. Faktor politik. Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor Politik meliputi : a. Komunikasi politik, adalah komunikasi yang mempunyai konsekuansi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika. b. Kesadaran Politik, kesadaran politik yang menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap permasalahan dan atau pembangunan. c. Pengetahuan masyarakat terdap proses pengambilan keputusan, akan menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil. 29 Ibid, h. 89-90. kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan tertentu. Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir penyalahgunaaan kewenangan dalam keputusan politik. Kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan ide,gagasan tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat, untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan. 4. Faktor nilai budaya, merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakikatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat. Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan sikap dan kepercayaan politik.29 E.2. Pemilihan Kepala Daerah a. Perspektif Teoritis David Easton, teorotisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sebagai suati sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian- bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub – sub sistem. Bagian tersebut adalah electoral Regulation, Electoral process, dan electoral Law Enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing-masing. Elektoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala daerah. Sebagai suatu sistem pemilihan kepala daerah memiliki ciri-ciri yakni bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen terlibat dan kegiatan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem, masing- masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri. b. Perspektif Praktis. Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Jabatan politik bermakna bahwa mekanisme rekutmen kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang melibatkan elemen politik, yaitu rakyat dan partai politik. Pemilihan kepala daerah merupakan rekutmen politik yaitu, penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik GubernurWakil Gubernur, BupatiWakil Bupati, ataupun WalikotaWakil Walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah. 30 Konsep kulturalis tentang etnisitas merupakan suatu usaha yang berani untuk melepaskan diri dari implikasi rasis yang inheren dalam sejarah konsep ras. Seperti ditulis Stuart Hall 1996, “jika subjek kulit hitam dan pengalaman kulit hitam tidak distabilkan oleh alam atau esensi lainnya, maka pastilah ia terkonstruksi secara E.3. Etnisitas Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan dengan identifikasi diri dan asal usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai identitaskita tergantung kepada apa yang kita pikirkan sebagai bukan kita. Orang Jawa bukan Madura, Batak dan lain- lain. Konsekuensinya, etnisitas akan lebih baik dipahami sebagai proses penciptaan batas-batas formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik Barth, 1969. 30 Joko J. Priatmoko, Op.Cit, h.200-203. historis, cultural, dan politis. Term etnisitas mengakui sejarah, bahasa, dan kebudyaan dalam konstruki subjektivitas dan identitas, seperti halnya fakta bahwa semua wacana selalui punya tempat, posisi, situasi dan semua pengetahuan selalu konstekstual”. Masalah dalam konsepsi kulturalias tentang etnisitas adalah diabaikannya pertanyaan-pertanyaan tentang kekuasaan dan ras. Etnisitas dapat dikembangkan ke dalam diskusi tentang multikulturalisme, untuk menunjukkan formasi sosial yang beroperasi dalam kelompok yang plural dan sejajar daripada kelompok yang terasialisasi secara hirarkhis. Konsekuensinya, Hooks 1990 dan Gil Roy 1987 lebih suka memakai konsep “ras”, bukan karena ia berhubungan dengan keabsolutan biologis atau kultural, tetapi karena ia berhubungan dengan isu kekuasaan. Sebaliknya Hall 1996 mencoba membangun kembali konsep etnisitas dengan memusatkan perhatian pada dimana kita semua terlokasikan secara etnis. 31 Menurut Fredrick Barth istilah etnis adalah suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut pada sistem sistem nilai budayanya. Keompok etnis adalah kelompok orang- Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan istilah etnis berarti sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bangsa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnis memiliki kesamaan dalam sejarah keturunan, bahasa baik yang digunakan atau tidak, sisitem nilai, serta adat istiadat dan tradisi. 31 http:www.new.fisunesa.netindex.php?option=com_contenview=articlecard203Aarti kelid=613Aras-dan-etnisitashemid=90 orang sebagai suatu populasi yang: 32 • Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan. • Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatubentuk budaya. • Membentuk jaringan komunikasi dan inetraksi sendiri. • Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

F. Metodologi Penelitian