The Analysis of Supply Chain Management in Batik Banten Industry

(1)

DIQBAL SATYANEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

DIQBAL SATYANEGARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Pusat Industri Batik Banten” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal, atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

Diqbal Satyanegara H251100011


(4)

SYAMSUN.

Batik Banten Industry is a local small and medium enterprise that focused on producing traditional Bantenese Batik clothes, called Batik Banten. This research aims are (1) identify the structure of Batik Banten supply chain, (2) determine the performance metric of Batik Banten supply chain and (3) give alternative scheme of the supply chain of Batik Banten product. Supply Chain Operations Reference (SCOR) model and supply chain orientation concepts are adopted in this research. Analytical Hierarchy Process (AHP) and Analytical Network Process (ANP) are used in this research. Both primary and secondary data are collected in this research through literature study, survey and interview with experts. Samples in this research are determined by judgment sampling and five experts are participated. The finding shows the structure of Batik Banten supply chain, consists supplier, PT. Batik Banten Mukarnas and the consumer, both grocery and ultimate consumer. The AHP-ANP results found Quality Standardization as the most important factor for determine the metric of supply chain performance. Moreover, Cooperation is the most important factor in order to create the scheme of the supply chain Batik Banten product.


(5)

Banten Industry. Under direction of H MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN.

Batik adalah kain yang bergambar ditulis, atau dicap dengan canting yang terbuat dari tembaga, atau plat seng, agar dapat menghasilkan seni keindahan artistik dan klasik pada kain batik cotton, atau sutra, maka haruslah menggunakan lilin malam yang telah dipanaskan. Cukup banyak pelaku usaha batik di Indonesia yang telah mempunyai bermacam-macam corak dan motifnya, akan tetapi setiap daerah tidak mempunyai kesamaan corak dan motif pada batiknya, seperti halnya corak dan motif pada Batik Banten.

Supply Chain Management (SCM), atau Manajemen Rantai Pasok (MRP) merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya serta memuaskan konsumen. MRP bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya transportasi, distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses dan barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam MRP, yaitu supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer.

Salah satu model pengukuran kinerja MRP adalah SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang dikembangkan oleh Supply Chain Council. SCOR merupakan suatu metode sistematik yang mengombinasikan unsur-unsur seperti teknik bisnis, benchmarking dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan dalam rantai pasokan yang diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan tertentu.

Salah satu aliran rantai pasok yang harus dikelola adalah aliran barang dari hulu ke hilir. Pada lingkungan bisnis Batik Banten tentunya telah berlaku mekanisme rantai pasok pada aliran hilir, walaupun masih sederhana. Selama ini belum ada sistem Supply Chain yang kohesif untuk produk Batik Banten (sektor hilir), maka hal mendasar yang perlu dianalisis untuk mewujudkan rantai pasok kohesif adalah kesediaan dari masing-masing pihak untuk bekerjasama dengan baik berdasarkan peubah Supply Chain Orientation yang terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key processes, leader dan top management support.

Strategi Supply Chain Orientation (SCO), atau Orientasi Rantai Pasok harus terstruktur menurut tiap organisasi anggota rantai pasok yang menjadi fokus dalam organisasi tersebut melalui Desain Organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), Teknologi Informasi (TI) dan Kinerja Organisasi. MRP yang berjalan efektif pada akhirnya aktifitasnya akan sesuai dengan filosofi manajemen. Aktifitas-aktifitas diantara para anggota yang dimaksud mencakup perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi risiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama terhadap pelanggan, integrasi proses dan mitra hubungan jangka panjang.


(6)

alternatif manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini : (1) Mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten pada Industri Batik Banten, (2) Menentukan bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten dan (3) Merancang solusi skema pembentukan manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif pada Industri Batik Banten.

Dalam penelitian ini digunakan data primer, maupun sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner terhadap

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan SCM; (2) Survei langsung lapangan, yaitu mempelajari berbagai fenomena tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas jual beli Batik Banten dan semua aspek pendukung; (3) Wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini; (4) Opini Pakar.

pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai narasumber ahli sebanyak 5 (lima) orang. Data sekunder berkaitan dengan kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui jurnal-jurnal, internet dan instansi pemerintah terkait.

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh non probability sampling. Contoh yang diambil didasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pakar berperan penting dalam memberikan penilaian terhadap permasalahan dan anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi. Obyek contoh yang diteliti adalah pemasok bahan baku batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik Banten dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara.

Pengolahan dan analisis data menggunakan metode AHP dan ANP dengan membuat model hirarki terlebih dahulu. Untuk metode AHP data diolah menggunakan perangkat lunak MS Excel adapun metode ANP menggunakan perangkat lunak SuperDecisions. Dalam menentukan dan menilai bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten digunakan model SCOR. Dalam tahapan ini melibatkan empat pihak sebagai narasumber ahli, yaitu Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten Mukarnas dan dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Berkaitan dengan membentuk skema solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten, digunakan pendekatan literatur peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka tahap awal membentuk sebuah MRP. Tahap berikutnya tiap anggota MRP produk Batik Banten secara organisasi harus memiliki orientasi fokus yang menjadi struktur dalam menerapkan ORP. Terakhir, pendekatan literatur mengenai MRP efektif sebagai skenario pembentukan MRP produk Batik Banten ditetapkan sebagai alternatif akhir dalam rangka pembentukan MRP produk Batik


(7)

Ageng Tirtayasa).

Struktur rantai pasokan Batik Banten terdiri dari pemasok bahan baku, perusahaan, pengecer lokal dan konsumen akhir. Aliran rantai pasok dimulai dari pemasok bahan baku. Semua bahan baku batik akan ditampung untuk diolah oleh PT. Batik Banten Mukarnas.

Pada prioritas hasil AHP dalam penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten menunjukkan bahwa pada Proses Bisnis, Plan menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,32); pada Parameter Kinerja, Mutu menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,48); pada Atribut Kinerja, Reliabilitas menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,40); pada Metrik Pengukuran Kinerja sebagai tujuan utama, Kesesuaian Standar Mutu menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,19). Berdasarkan hasil ANP, Proses Bisnis yang paling berpengaruh dalam kinerja MRP adalah Plan (bobot 0,34952); Parameter Kinerja yang paling berpengaruh adalah Mutu (bobot 0,4522); Atribut Kinerja yang paling penting adalah Reliabilitas (bobot 0,37226). Terakhir, Metrik Kinerja yang memiliki pengaruh paling besar adalah Kesesuaian Standar Mutu (bobot 0,19506).

Hasil AHP dalam skenario alternatif pembentukan MRP Produk Batik Banten menunjukkan Trust menjadi prioritas tertinggi sebagai Faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok (bobot 0,32); SDM menjadi prioritas tertinggi sebagai Fokus bagi tiap anggota yang terlibat dalam rantai pasokan produk Batik Banten (bobot 0,38); proses Kerjasama memiliki prioritas tertinggi sebagai Skenario MRP produk Batik Banten (bobot 0,22). Berdasarkan hasil ANP, Faktor yang harus dipenuhi yang paling berpengaruh dalam MRP produk Batik Banten adalah Trust (bobot 0,19417): Fokus tiap anggota yang paling berpengaruh adalah SDM (bobot 0,33599); dan Skenario alternatif yang paling penting adalah Kerjasama (bobot 0,21159).


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

DIQBAL SATYANEGARA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(10)

(11)

Nama : Diqbal Satyanegara

NRP : H251100011

Mayor : Ilmu Manajemen

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing.,DEA

Ketua Anggota

Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc.

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 21 September 2012 Tanggal Lulus:


(12)

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Tesis dengan judul “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Industri Batik Banten”. Tesis ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan S2 untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dari Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih disertai penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA dan Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan mencurahkan perhatian selama menyusun dan menyelesaikan studi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong, M.S. selaku penguji luar komisi dari Departemen Manajemen atas saran dan kritik yang bermanfaat demi kesempurnaan Tesis ini.

3. Staf dosen dan staf akademik Departemen Ekonomi dan Manajemen IPB atas ilmu yang bermanfaat, arahan, dan pelayanan yang baik selama penulis melakukan studi di IPB.

4. Didu, Mita, Ikhwan, Dhani, Minro, Sunggul, Mumuh, Jay dan teman-teman angkatan 4 di SPS Ilmu Manajemen IPB atas kebersamaannya selama kuliah dan segala bantuan selama penulis studi, hingga menyelesaikan tesis ini. 5. Choirul Amalia atas sharing perangkat lunak SuperDecision dan ANP. 6. Bapak Uke Kurniawan selaku pemilik Pusat Industri Batik Banten, atas

ketersediaan waktu, masukan, dan bantuannya kepada penulis. 7. Dr. Daenulhay atas konsultasi dan masukan kepada penulis.

8. Ibu Turmudzi selaku pemilik AIDA Batik, atas bantuan dan informasi kepada penulis.

9. Istriku Fala dan anak-anakku Izzan dan Diatra atas perhatian, motivasi dan kesabarannya untuk menemani dan menghibur penulis.


(13)

untuk memperkuat dan memperkaya keilmuan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Bogor, Oktober 2012


(14)

Jakarta pada tanggal 7 Februari 1983 dari pasangan orang tua Ayah Dasep Sidharta (Alm) dan Ibu Tuty Setyowati (Alm). Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan, Serang dan Jakarta. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan lulus pada tahun 2005 dengan konsentrasi Manajemen Pemasaran.

Semasa kuliah penulis aktif di bidang organisasi internal kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE). Sejak semasa sekolah penulis menekuni olahraga Tae Kwon Do sebagai atlit, dengan mengikuti berbagai kejuaraan tingkat daerah dan tingkat nasional, sebelum akhirnya memulai petualangan hidup barunya berprofesi di bidang akademik setelah lulus kuliah. Diluar kegiatan akademik, penulis menekuni kegiatan sosial dengan mensosialisasikan materi Kebangsaan kepada pelajar, mahasiswa dan khalayak umum.

Sejak tahun 2006 sampai sekarang, penulis bekerja pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten. Pada tahun 2010, melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS), penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 pada program Ilmu Manajemen di Sekolah Pascasarjana IPB dengan konsentrasi Manajemen Produksi dan Operasi.


(15)

Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, yang menyatakan bahwa ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional, agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi dan saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, menyebutkan bahwa sasaran Pembangunan Nasional adalah “Terlaksananya pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan (Perpres RI No. 7 tahun 2005).”

Menurut Tambunan, dikutip oleh Wanty (2006), mengatakan bahwa pentingnya Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia juga terkait dengan posisinya yang strategik dalam berbagai aspek. Ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategik UKM di Indonesia.

Pertama, aspek permodalan. UKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar, sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit perusahaan besar; Kedua, aspek tenaga kerja. Tenaga kerja yang diperlukan oleh Industri Kecil (IK) tidak menuntut pendidikan formal/tinggi tertentu. Sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan oleh IK didasarkan atas pengalaman (learning by doing) yang terkait dengan faktor historis (path dependence). Hal ini sering ditemui pada industri kerajinan ukir batik; Ketiga, aspek lokasi. Sebagian besar IK berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar; Keempat, aspek ketahanan. Peranan IK ini telah terbukti bahwa IK memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi. Dalam perekonomian Indonesia, UKM menduduki posisi strategik. Hal ini dikarenakan perannya


(16)

sebagai sarana dalam pertumbuhan, sekaligus pemerataan dan pula sebagai tujuan utama pembangunan.

Sejauh ini, industri batik di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Dari aspek ekonomi, nilai transaksi perdagangan batik pada tahun 2006 pencapai Rp 2,9 triliun, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 3,9 triliun. Sementara, nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar US$ 14,3 juta dan pada tahun 2010, mencapai US$ 22,3 juta, dengan peningkatan 56 persen. Jumlah konsumen batik tercatat 72,86 juta orang. Uraian ini disampaikan oleh Presiden RI pada acara World Batik Summit pada tanggal 28 September hingga 2 Oktober 2011, di Jakarta Convention Center (sumber

: 2012). Namun, Industri hulu yang menjadi

pendukung utama pengembangan industri batik tradisional Indonesia dilaporkan lemah. Kondisi ini mengancam bisnis batik asli dari beberapa sentra batik dalam negeri.

Lebih jauh lagi, berdasarkan data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) mengenai kinerja industr di Indonesia, per tahun 2010 Industri Batik mampu menyerap 17.082 tenaga kerja dengan 326 unit usaha yang tersebar di Indonesia (Tabel 1).

Tabel 1. Kinerja industri batik Tahun 2010

Jenis Industri Unit Usaha Tenaga Kerja (Orang) Nilai Produksi (Ribuan Rp) Nilai Output (Ribuan Rp) Biaya Input (Ribuan Rp) Nilai Tambah Bruto (Ribuan Rp)

Batik 326 17.082 838.329.8 88

935.096.286 565.156.11 8

369.940.168

Sumber : Kemenperi

Kemenperin, dalam rekapitulasi kinerja industri di Indonesia, mencatat selama tahun 2006 hingga tahun 2010 jumlah unit usaha Industri Batik mengalami trend kenaikan 2,79%. Adapun nilai produksi Batik mengalami trend kenaikan 17,63%. Pada periode tersebut, besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap mengalami trend kenaikan 8,98% (Tabel 2). Kondisi tersebut


(17)

menyebabkan kecenderungan tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, khususnya industri Batik.

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam bentuk efektifitas dan efisiensi produktivitas telah menjadi suatu hal terpenting dimana mutu produk dan pelayanan juga merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan guna kelangsungan hidup perusahaan. Peningkatan efisiensi, salah satunya dapat dilakukan dengan integrasi kegiatan rantai pasok perusahaan, agar tidak terjadi kesulitan dalam proses perencanaan operasional rantai pasok. Konsep manajemen rantai pasok (MRP) mampu mengintegrasikan pengelolaan berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antarorganisasi membentuk satu sistem yang terpadu dan saling mendukung (Mutakin, 2010). Dalam mekanisme rantai pasok Batik Banten yang sudah berjalan, proses input pengolahan bahan baku dimulai dari pembuatan batik di pusat industri Batik Banten.

Tabel 2. Perkembangan kinerja industri batik Indonesia

Indikator Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010 Trend

Jumlah Unit Usaha

(Unit)

298 308 235 339 326 2,79%

Nilai Produksi (Ribuan Rp.)

394.641.105 509.194.105 699.661.151 572.380.745 838.329.888 17,63%

Jumlah Tenaga Kerja

(Orang)

12.047 13.060 12.988 15.346 17.082 8,98% Sumber : Kemenperi

MRP merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat di distribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta memuaskan konsumen. MRP bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya transportasi, distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses serta barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam MRP, yaitu


(18)

supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer (Indrajit dan Djokoranoto dalam Amalia 2012).

Pemasok-pemasok yang dipilih perusahaan yang tidak dikelola dengan baik memungkinkan para pemasok terlambat dalam pengadaan bahan baku bagi perusahaan, karena dapat menurunkan kinerja para pemasok dan tidak terjadinya transparansi harga tawar menawar antara pemasok dengan perusahaan. Penerapan MRP yang mengikuti konsep MRP yang benar dapat memberikan dampak peningkatan keunggulan kompetitif terhadap produk maupun pada sistem rantai pasok yang dibangun perusahaan itu sendiri (Mutakin, 2010).

Sejauh ini, perkembangan Industri Batik Banten sejak berdirinya pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup baik. Namun demikian, pengelolaan Industri Batik Banten saat ini masih terbatas. Masih kurangnya peran pemerintah dan pihak terkait membuat pengelolaan ini mengarah kepada berjalan apa adanya. Pada satu kesempatan awal bulan Februari 2012 dalam wawancara yang dilakukan peneliti terhadap pemilik Batik Banten, Komisaris PT Batik Banten Mukarnas sebagai produsen Batik Banten, Bapak Uke Kurniawan, mengemukakan "Harapan saya, pemerintah dan perguruan tinggi membina, serta pihak-pihak pelaku usaha pariwisata turut mengembangkan usahanya agar terus berkembang, karena ini adalah warisan budaya dan identitas Banten".

Berdasarkan uraian dan kondisi telah dikemukakan, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis Manajemen Rantai Pasokan (MRP) untuk Batik Banten, sehingga kinerja rantai pasok pada Batik Banten diharapkan akan meningkat dan dapat meningkatkan produktivitas serta daya saing Batik Banten melalui skema upaya pembentukan kelembagaan rantai pasok produk yang kohesif dan efektif.

Sistem pengukuran kinerja (performance measurement system) diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah-langkah kedepan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst dalam Setiawan 2009). Untuk


(19)

itu, penelitian mengenai model pengukuran kinerja MRP industri Batik Banten perlu dilakukan.

Salah satu model pengukuran kinerja MRP adalah SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang dikembangkan oleh Supply Chain Council. SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengombinasikan unsur-unsur seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan dalam rantai pasokan yang diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan tertentu (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

Salah satu aliran rantai pasok yang harus dikelola adalah aliran barang dari hulu ke hilir (Pujawan dalam Amalia 2012). Pada lingkungan bisnis Batik Banten tentunya telah berlaku mekanisme rantai pasok pada aliran hilir walaupun masih sederhana. Selama ini belum ada sistem Supply Chain yang kohesif untuk produk Batik Banten (sektor hilir). Hal mendasar yang perlu dianalisis untuk dapat mewujudkan rantai pasok kohesif adalah kesediaan dari masing-masing pihak untuk bekerjasama dengan baik berdasarkan peubah Supply Chain Orientation yang terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key processes, leader dan top management support (Mentzer, et al 2001).

Lebih jauh lagi, strategi Supply Chain Orientation harus terstruktur disesuaikan oleh tiap organisasi anggota rantai pasok yang menjadi fokus dalam organisasi tersebut mencakup Desain Organisasi, Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi, dan Kinerja Organisasi (Esper, et al 2010). MRP yang berjalan efektif pada akhirnya aktifitasnya akan sesuai dengan filosofi manajemen (Mentzer, et al 2001). Aktifitas-aktifitas diantara para anggota yang dimaksud mencakup perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi resiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama terhadap pelanggan, integrasi proses dan mitra hubungan jangka panjang.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian ini setidaknya mencoba untuk dapat menggambarkan mekanisme rantai pasok Batik Banten, menganalisis bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten dan


(20)

mencoba memberikan solusi alternatif manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif.

1.2 Perumusan Masalah

Evaluasi terhadap rantai pasokan penting bagi perusahaan karena menghabiskan sebagian besar uang perusahaan (Heizer and Render, 2008). Dalam kepentingan ini, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok. Hanya dengan metrik yang efektif, perusahaan dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik aset-asetnya. Melalui solusi alternatif MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat memiliki daya saing dalam rangka efisiensi. Sistem atau kelembagaan rantai pasok pada akhirnya perlu dibangun untuk mencapai satu (1), atau lebih tujuan yang menguntungkan semua pihak yang ada di dalam dan diluar kelembagaan tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana struktur rantai pasok pada Industri Batik Banten ?

2. Bagaimana bobot pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten ?

3. Bagaimana solusi skema pembentukan rantai pasok produk Batik Banten yang dapat di aplikasikan pada Industri Batik Banten yang efektif ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten pada Industri Batik Banten.

2. Menentukan bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten. 3. Merancang solusi skema pembentukan manajemen rantai pasok produk


(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Rantai Pasok

Mentzer et al (2001) mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian entitas yang terdiri atas tiga atau lebih entitas (baik individu maupun organisasi) yang terlibat secara langsung dari hulu ke hilir dalam aliran produk, jasa, keuangan, dan/ atau informasi dari sumber kepada pelanggan.

Definisi MRP adalah gabungan dari aktifitas-aktifitas yang memanfaatkan material (bahan) dan jasa, yang mengubahnya menjadi barang setengah jadi dan produk jadi, dan menyampaikannya ke pelanggan (Heizer and Render, 2008). Definisi lain menurut APICS (American Production and Inventory Control Society) dictionary yang dikutip oleh Fredenhall and Hill (2001), rantai pasok adalah rangkaian proses dari bahan-bahan baku menuju konsumsi akhir produk jadi yang terhubung antara pemasok dan perusahaan. Rantai nilai didefinisikan sebagai fungsi-fungsi perusahaan yang menambah nilai produk, atau jasa yang dijual kepada pelanggan, sehingga diperoleh pembayaran.

Gambar 1. Rantai pasok dan rantai nilai (Fredenhall and Hill, 2001)

Berdasarkan uraian tersebut, perbedaan antara rantai pasok dan rantai nilai dapat di ilustrasikan pada Gambar 1, dimana rantai pasok ditunjukkan sebagai rangkaian anak panah yang bergerak dari tahapan bahan baku hingga


(22)

ke konsumen akhir. Tiap-tiap anak panah mewakili perusahaan yang berdiri sendiri yang memiliki rantai nilainya masing-masing. Pada gambar tersebut, rantai nilai ini merupakan bagian dari tiap-tiap perusahaan dalam rantai pasok, yang akan memberikan kontribusi dalam penambahan nilai produk. Dalam contoh ini, fungsi-fungsi purchasing, marketing, dan operations management merupakan bagian dari rantai nilai internal perusahaan. Fungsi-fungsi ini merupakan fungsi internal perusahaan dan yang terjadi dalam tiap perusahaan yang menjadi anggota sebuah rantai pasok.

2.2 Struktur dan Para Pelaku Rantai Pasok

Hugos (2003) mengemukakan setidaknya terdapat dua jenis struktur rantai pasok (Gambar 2) yang terdiri atas Simple Supply Chain dan Extended Supply Chain. Dalam bentuk yang sederhana (simple supply chain), rantai pasok terdiri atas satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan dan/atau informasi. Ini adalah kelompok partisipan yang membentuk sebuah rantai pasok yang sederhana.

a. Simple Supply Chain

b. Extended Supply Chain


(23)

Dalam Extended Supply Chain terdapat tiga (3) jenis pelaku tambahan. Pertama adalah pemasok dari pemasok atau pemasok utama pada urutan mula dari rangkaian Extended Supply Chain. Kemudian, terdapat pelanggan dari pelanggan atau pelanggan utama pada urutan akhir Extended Supply Chain. Ketiga, terdapat bermacam perusahaan yang menyediakan jasa secara keseluruhan kepada perusahaan-perusahaan atau pelaku yang terlibat dalam rantai pasok. Perusahaan-perusahaan inilah yang menyediakan pelayanan logistik, keuangan, pemasaran dan teknologi informasi (TI).

Mengacu pada struktur rantai pasok Hugos tersebut serta beberapa uraian sebelumnya mengenai definisi rantai pasok dan MRP, penulis mencoba mengilustrasikan rantai pasok pada Industri Batik Banten (Gambar 3). Ilustrasi tersebut menjadi dasar pula bagi penulis untuk meneliti aspek rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten yang dimulai dari aliran masuknya bahan baku melalui penilaian kinerja dengan model SCOR serta aspek rantai pasok produk (downstream) Batik Banten melalui usaha merancang solusi alternatif MRP produk Batik Banten yang efektif.

Gambar 3. Ilustrasi rantai pasok Batik Banten

Dari Gambar 3 dapat kita ketahui bahwa Pusat Indsutri Batik Banten didalam menjalankan aktifitas produksi dan operasinya memasok bahan baku untuk pembuatan Batik Banten berupa kain, cat atau tinta tulis cetak untuk batik, dan bahan-bahan primer serta sekunder lainnya melalui beberapa pemasok bahan baku. Adapun dalam sistem MRP yang telah berjalan, dalam mendistribusikan produknya selama ini Pusat Industri Batik Banten membangun kemitraan usaha tidak mengikat dengan pengecer lokal Batik Nusantara untuk memenuhi rantai pasok (supply chain) guna keberlanjutan

Pusat Industri Batik Banten

Konsumen Ritel (Pengecer Lokal/Batik

Nusantara)

Konsumen Akhir Supplier

bahan baku batik


(24)

usahanya. Namun, bagi konsumen yang menginginkan pembelian langsung dapat juga mendatangi langsung ke lokasi Sentra Industri Batik Banten.

2.3Kinerja Rantai Pasok Model SCOR

Konsep SCOR adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) sebagai alat diagnosa MRP. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Cakupan metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema ruang lingkup SCOR

(Sumber : Supply Chain Council dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010)

Lebih jauh lagi, metode SCOR merupakan metode sistematis yang mengombinasikan unsur-unsur seperti bisnis, benchmarking dan praktik terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan yang diwujudkan dalam suatu kerangka kerja yang menyeluruh untuk meningkatkan kinerja MRP sebuah perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model disajikan pada Gambar 5.

Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dalam Perspektif SCOR

Sebagai sebuah model referensi, pada dasarnya model SCOR didasarkan pada 3 (tiga) tujuan utama, yaitu Pertama, pemodelan proses bisnis; Kedua, pengukuran performa/kinerja rantai pasokan; Ketiga, penerapan praktik-praktik terbaik (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Dalam penelitian ini,


(25)

pengukuran kinerja MRP dengan model SCOR berangkat dari tahapan proses bisnis, parameter kinerja, dan metrik pengukuran yang dibutuhkan.

Gambar 5. SCOR sebagai model referensi proses bisnis

(Sumber : Supply Chain Council dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010)

a. Pemodelan proses bisnis

Dalam SCOR, proses-proses yang terjadi dalam rantai pasok didefinisikan kedalam 5 (lima) proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVERY) dan pengembalian (RETURN).

1) Perencanaan (PLAN)

Proses ini merupakan tahapan untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya ratai pasokan, penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, produksi, kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan pemasok dan merencanakan saluran penjualan. Selain sebagai aktifitas organisasi, perencanaan penting didalam mengembangkan keseluruhan strategi untuk menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan kepada konsumen di samping juga menambah jumlah konsumen (pelanggan) baru.

Restrukturisasi

Proses Bisnis Benchmarking Analisis

Best Practice Model Referensi Proses Menganalisis kondisi performa rantai pasokan saat ini, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendaki Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan Mengidentifi-kasi praktik manajemen terbaik (best practice) disertai dengan solusi

Menganalisis kondisi performa rantai pasok saat ini, dan menentukan performa rantai pasok yang dikehendaki.

Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasok.

Mengidentifikasi praktik manajemen terbaik (best practice) disertai dengan solusi.


(26)

2) Pengadaan (SOURCE)

Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku dan pelaksanaan outsource. Tahapan ini meliputi kegiatan negosiasi dan komunikasi dengan pemasok, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang, hingga pembayaran barang (pelunasan) kepada pemasok. Umumnya dalam rantai pasok, proses ini dilakukan oleh IKM, usaha dagang, atau dengan koperasi dengan menjalin kerjasama dengan pemasok bahan baku primer atau sekunder untuk pembuatan batik, baik secara individu atau kelompok yang dipercaya dapat memasok barang sesuai dengan standar mutu bahan batik. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga, pengiriman, pembayaran kepada pemasok, menjaga dan meningkatkan hubungan baik kepada pemasok. Penentuan harga ditetapkan melalui mekanisme pasar berdasarkan pada pasar yang akan dituju dalam Industri Batik Banten.

3) Produksi (MAKE)

Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan proses produksi meliputi meminta dan menerima kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan.

4) Distribusi (DELIVERY)

Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk kedalam armada distribusi, pemeliharaan, produk didalam kemasan, pengaturan proses transportasi dan verifikasi kinerja distribusi.

5) Pengembalian (RETURN)

Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa hal seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan lain sebagainya.


(27)

Proses ini meliputi kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan, verifikasi produk yang di kembalikan, disposisi dan penukaran produk. b. Parameter kinerja

Setiawan et al, dikutip oleh Amalia (2012) mengurai 3 (tiga) parameter kinerja dalam rantai pasok dengan pendekatan model SCOR, yaitu nilai tambah, risiko dan mutu. Uraian parameter kinerja rantai pasok tersebut sebagai berikut :

1) Nilai Tambah

Nilai tambah untuk setiap rantai pasok Batik Banten berbeda-beda tergantung pada aktifitas pengolahan yang dilakukan, dikarenakan tiap pelaku rantai pasok tidak melakukan aktifitas sama. Misalnya, nilai tambah produk pemasok kain untuk batik berbeda dengan nilai tambah pemasok cat, atau tinta tulis untuk batik. Besarnya nilai tambah produk menjadi penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok.

2) Risiko

Risiko menjadi hal penting untuk diperhitungkan agar tidak ditanggung oleh satu pihak saja. Risiko pada tiap pelaku rantai pasok berbeda-beda. Pada pemasok kain misalnya, risiko yang dihadapi adalah terjadinya cacat atau ketidaksesuaian produk dan pengembalian yang dilakukan oleh Pusat Industri Batik Banten. Pada Pusat Industri Batik Banten, sangat memungkinkan risiko yang paling umum adalah tidak terjualnya seluruh produk Batik Banten.

3) Mutu

Mutu adalah hal terpenting dalam MRP untuk mendukung strategi diferensiasi, biaya terjangkau dan respon cepat. Peningkatan mutu akan meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Peningkatan mutu dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Peningkatan penjualan dimungkinkan sering terjadi saat para pemasok bahan baku batik mempercepat respon, menurunkan harga jual dan memperbaiki reputasi terhadap produknya. Mutu yang diperbaiki akan menyebabkan turunnya biaya, karena akan


(28)

mengurangi pengerjaan ulang, bahan yang terbuang percuma dan biaya garansi.

c. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Dalam metode SCOR, metrik-metrik untuk mengukur performa perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua (2) tujuan. Tujuan pertama menerangkan metrik yang diinginkan oleh pasar (customer/eksternal); dan tujuan kedua (internal) menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan dan pemegang saham (Setiawan et al, 2009). Uraian metrik dalam metode SCOR tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Metrik level 1 dan Atribut Kinerja SCOR

Metrik Level 1

Atribut Kinerja

Eksternal (Customer) Internal Reliabilitas

Responsi-vitas

Fleksibi-litas

Biaya Aset Pemenuhan pesanan x

Kinerja pengiriman x

Standar mutu x

Siklus pemenuhan pesanan

x Lead Time pemenuhan

pesanan

x

Fleksibilitas rantai pasok x

Biaya SCM x

Siklus Cash-to-cash x

Inventory days of supply x

Sumber: Supply Chain Council dalam Setiawan, 2009.

Metrik pemenuhan pesanan, kinerja pengiriman dan standar mutu menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Metrik tersebut penting untuk membangun kepercayaan pelanggan (reliabilitas). Semakin baik citra kepercayaan yang dibangun diantara para pelaku rantai pasok, semakin baik pula kepercayaan (trust building) yang diberikan oleh pelanggan. MRP akan berjalan dengan baik dan lancar ketika kepercayaan diantara pelaku rantai pasok dapat terbangun dengan baik. Metrik ini penting sebagai salah satu acuan peningkatan MRP perusahaan.

Siklus pemenuhan pesanan dan lead time pemenuhan pesanan merupakan tingkat responsivitas perusahaan dalam memenuhi pesanan


(29)

pelanggan. Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan yang meliputi siklus waktu dari pemasok, produksi dan pengiriman. Semakin pendek siklus waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi pesanan, semakin responsif perusahaan dalam memenuhi pesanan. Berarti, semakin singkat pula waktu tunggu oemenuhan pesanan. Kecepatan merupakan faktor penentu penting penentu daya saing dalam memenuhi permintaan pelanggan.

Metrik fleksibilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan atau permintaan tak terduga, meliputi menyediakan tambahan pasokan, kemampuan untuk meningkatkan produksi dan distribusi. Metrik biaya SCM, atau MRP adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling. Biaya ini akan memengaruhi penentuan harga Batik Banten. Semakin tinggi biaya MRP, akan semakin tinggi pula harga jual Batik Banten.

Siklus cash-to-cash merupakan waktu perputaran uang perusahaan yang mencakup pembayaran bahan baku batik ke pemasok hingga pembayaran oleh konsumen. Semakin singkat siklus ini, semakin singkat pula waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh return penjualan. Terakhir, metrik inventory days merupakan kemampuan perusahaan untuk bertahan dengan persediaan yang dimiliki pada suatu periode waktu tertentu. Kinerja yang baik adalah ketika perutaran aset terjadi dengan dengan cepat.

Model SCOR menyediakan tiga level (hirarki) yang mendetail, yaitu level pertama (level 1), level kedua (level 2) dan level ketiga (level 3). Setiap proses atau aktifitas rantai pasok yang dilakukan oleh perusahaan dimodelkan dalam tiga level hirarki tersebut (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Setiawan et al dikutip Amalia (2012) menjabarkan performa rantai pasok dalam penelitiannya tentang MRP sayuran yang diacu oleh penulis dalam penelitian ini (Tabel 4).


(30)

Tabel 4. Hirarki metrik kinerja rantai pasokan

Atribut Performa

Hirarki Level Metrik

Level 1 Level 2 Level 3

Reliabilitas

Pemenuhan pesanan

% pemenuhan pesanan

Ketepatan jenis dan ketepatan jumlah

Akurasi dokumentasi

Dokumentasi pengiriman, keluhan dan waktu pembayaran

Kinerja pengiriman

% terkirim -

Ketepatan jadwal Ketepatan waktu dan ketepatan lokasi Kesesuaian dengan standar mutu dan volume % kekurangan volume - % pemenuhan standar mutu

Bebas cacat, rusak dan return produk batik

Responsivitas

Siklus pemenuhan pesanan

Siklus source Waktu transfer, verifikasi dan validasi pembayaran

Siklus make Waktu penyiapan material, produksi dan penyimpanan Siklus deliver Waktu pengemasan,

pengiriman, pemuatan barang, transportasi dan verifikasi

Lead Time

pemenuhan pesanan

Waktu pemesanan -

Waktu pengiriman -

Fleksibilitas Fleksibilitas rantai pasok

Fleksibilitas source -

Fleksibilitas make -

Fleksibilitas deliver -

Biaya rantai pasok

Biaya MRP

Biaya PLAN Biaya forecasting penjualan, produksi dan bahan baku batik Biaya SOURCE Biaya outsource bahan batik dan

biaya manajemen supplier

Biaya MAKE Biaya inbound transportation, biaya loss

Biaya DELIVERY Biaya manajemen pelanggan, penerimaan pesanan, outbound transportation

Biaya RETURN Biaya return produk dan biaya

return bahan baku batik Aset rantai pasok Siklus cash-to-cash Rentang hari pembayaran utang - Rentang hari pembayaran piutang - Inventory days of supply

Jumlah persediaan -

Lama persediaan -


(31)

2.4Orientasi Rantai Pasok

Orientasi Rantai Pasok (ORP) didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktifitas taktis yang terlibat dalam mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok (Mentzer et al, 2001). Suatu perusahaan disebut memiliki ORP, hanya jika manajemennya dapat melihat implikasi dari pengelolaan aliran produk, jasa, keuangan dan informasi dari hulu ke hilir dari pemasok ke pelanggannya, sehingga suatu perusahaan belum dikatakan memiliki ORP, jika hanya melihat sistemik dan implikasi strategisnya satu arah. Oleh karena itu, perusahaan yang mengimplementasikan manajemen rantai pasok harus terlebih dahulu memiliki ORP.

Wisudawati (2010) meneliti tentang peubah ORP yang diterapkan sebagai kesediaan para nelayan untuk terlibat di dalam membentuk MRP efektif dari ikan hias non sianida. Peubah-peubah ORP setidaknya menjadi pendekatan dalam penelitian tersebut untuk mengeksplorasi kesediaan para nelayan. Peubah-peubah ini penting sebagai syarat, atau prinsip utama yang harus dipandang dan dipahami oleh setiap anggota rantai pasok yang terlibat dalam aliran produksi dan distribusi sebuah produk dalam rangka merancang skenario alternatif solusi MRP. Peubah-peubah tersebut terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key process, leader dan top management support.

Peubah-peubah Orientasi Rantai Pasok

Pada umumnya, hubungan dalam rantai pasok merupakan hubungan jangka panjang yang memerlukan koordinasi strategik. Oleh karena itu, Mentzer et al. (2001) menguji peubah (antecedents) dan luaran (outcome) dari MRP pada tingkat strategik. Penulis menggunakan peubah-peubah ini sebagai acuan referensi yang digunakan sebagai faktor yang harus dipenuhi dalam hirarki rancangan pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif.


(32)

Gambar 6. Peubah dan luaran manajemen rantai pasok, (Mentzer et al, 2001)

Gambar 6 mengilustrasikan bahwa ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh perusahaan agar dapat dikatakan memiliki ORP. Kemudian, MRP dapat diimplementasikan terlihat dari luaran yang ada, sehingga dampak positif akan didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rantai pasok tersebut mencakup mengurangi biaya operasional, peningkatan nilai dan kepuasan pelanggan, serta keunggulan kompetitif. Penjelasan secara rinci berdasarkan penelitian terdahulu telah di review dan dianalisis oleh Mentzer et al. (2001) mengenai peubah-peubah yang harus dimiliki perusahaan pada tingkat awal menuju ORP, yaitu :

a. Kepercayaan (trust)

Morgan and Hunt, diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa kerjasama akan muncul secara langsung dari hubungan kepercayaan dan komitmen. Moorman et al dalam Mentzer et al. (2001) mendefinisikan rasa percaya sebagai suatu kesediaan untuk mengandalkan mitra lain yang telah memiliki kepercayaan diri. Kepercayaan maupun komitmen adalah penting untuk membuat kerjasama berjalan dengan baik, karena kepercayaan merupakan faktor penentu yang paling utama untuk


(33)

hubungan komitmen (Achrol diacu Mentzer et al. 2001). Maka dari itu, kepercayaan memiliki hubungan langsung, maupun tidak langsung dengan kerjasama. Dwyer et al dalam Mentzer et al. (2001) memberikan contoh peran kepercayaan dalam suatu hubungan, antara lain untuk mengatasi permasalahan berkaitan dengan kekuatan, konflik dan rendahnya profitabilitas. Hal lainnya, kepercayaan memiliki dampak dalam hal berbagi risiko dan penghargaan.

b. Komitmen (commitment)

Dwyer et al diacu dalam Mentzer et al. (2001) mendefinisikan komitmen sebagai “sebuah jaminan yang secara implisit, maupun eksplisit akan berkelanjutannya relasi antara mitra”. Komitmen merupakan faktor penting bagi suksesnya hubungan jangka panjang yang merupakan suatu komponen penerapan MRP (Gundlach et al yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Lambert et a. yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) juga menyatakan bahwa komitmen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari sumber daya manusia (SDM) yang ada merupakan hal yang penting dalam implementasi MRP. Morgan and Hunt, diacu dalam Mentzer et al. (2001) meletakkan kepercayaan dan komitmen secara bersamaan, menyatakan bahwa “komitmen dan kepercayaan adalah ‘kunci’, karena keduanya mendorong pemasar untuk (1) berinvestasi pada pemeliharaan hubungan kerjasama dengan mitra; (2) lebih berorientasi pada keuntungan jangka panjang yang didapatkan dalam kerjasama dengan mitra yang ada, daripada alternatif-alternatif jangka pendek yang menarik; (3) melihat bahwa tindakan-tindakan yang memiliki potensi risiko yang tinggi adalah hal sensitif. Oleh karena itu, diyakini bahwa mitranya tidak akan bersikap oportunis”.

c. Kesalingtergantungan (interdependent)

Ketergantungan satu perusahaan dengan mitranya mengacu pada kebutuhan perusahaaan untuk membina hubungan dengan mitra untuk mencapai tujuannya (Frazier yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Ketergantungan yang dimaksud adalah kekuatan utama dalam pengembangan solidaritas rantai pasok (Bowersox and Closs yang diacu


(34)

dalam Mentzer et al. 2001). Ketergantungan ini adalah apa yang memotivasi keinginan untuk menegosiasikan transfer fungsional informasi kunci (penting), dan berpartisipasi dalam perencanaan operasional bersama (Browersox and Closs yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Terakhir, Ganesan yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa ketergantungan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain secara positif berhubungan dengan orientasi hubungan jangka panjang perusahaan.

d.Kompatibilitas organisasi (organizational compatibility)

Filosofi kerjasama atau budaya dan teknik manajemen dari tiap perusahaan dalam rantai pasok harus kompatibel untuk mencapai keberhasilan dalam MRP (Cooper et al; Tyndall et al, dalam Mentzer et al. 2001). Kompatibilitas organisasi didefinisikan sebagai goal dan tujuan-tujuan komplemen, sebagaimana juga dinyatakan dalam filsosofi operasional dan budaya korporat (Bucklin and Sengupta, yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Bucklin dan Sangupta membuktikan bahwa kompatibilitas organisasi antara beberapa perusahaan dalam suatu aliansi memiliki dampak positif yang kuat terhadap keefektifan suatu hubungan (misalnya persepsi bahwa suatu hubungan tersebut produktif dan layak untuk dipertahankan). Cooper, et al dalam Mentzer et al. (2001) juga berpendapat bahwa pentingnya budaya korporat dan kompatibilitasnya lintas anggota rantai pasok tidak boleh dianggap remeh. Dengan definisi ORP yang ditetapkan di atas serta beberapa pendapat lain mengenai kompatibilitas organisasi dalam rantai pasok menunjukkan bahwa setiap perusahaan harus memiliki ORP untuk mencapai MRP.

e. Visi (vision)

Visi membantu perusahaan dengan goal spesifik dan strategik tentang bagaimana mereka merencanakan segala sesuatunya untuk mengidentifikasi dan mewujudkan kesempatan yang mereka harapkan untuk menemukan pasar (Ross dalam Mentzer et al. 2001).


(35)

f. Proses-proses kunci (key processes)

Lambert et al dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa seharusnya ada suatu kesepakatan tentang visi dan proses-proses kunci MRP. Ross berpendapat bahwa kreasi dan komunikasi visi MRP yang dimiliki oleh pemenang pasar kompetitif tidak hanya ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan secara individu, namun oleh keseluruhan rantai pasok (dengan definisi ORP menurut Mentzer, et al., 2001). Dalam sudut pandang manajemen, proses-proses kunci merupakan langkah bisnis yang kritis untuk keberhasilan strategi perusahaan melalui keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif terdiri atas dua (2) jenis

(Porter, 2012); Pertama adalah keunggulan

komparatatif. Keunggulan komparatif atau keunggulan biaya adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pesaing; Kedua adalah keunggulan diferensial. Keunggulan diferensial akan terbangun ketika produk yang ditawarkan perusahaan berbeda dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing dan terlihat/ dirasakan lebih baik dibandingkan produk persaing.

g. Pemimpin (leader)

Dalam hal struktur kekuatan dan kepemimpinan dalam organisasi rantai pasok, dibutuhkan satu perusahaan yang diasumsikan berperan sebagai pemimpin (Lambert, et al dalam Mentzer et al. (2001). Bowersox and Closs, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa rantai pasok perlu pemimpin sebagaimana juga organisasi secara individu. Ellram and Cooper, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa seorang pemimpin rantai pasok berperan mirip seperti seorang kapten saluran dalam referensi saluran-saluran pasar yang ada, serta memainkan peran kunci dalam mengkoordinasi dan melihat secara keseluruhan gambaran besar rantai pasok. Bowersox and Closs, diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa pada banyak situasi, perusahaan tertentu bisa berfungsi sebagai pemimpin rantai pasok sebagai solusi untuk ukuran, kekuatan ekonomi, dukungan pelanggan,


(36)

perdagangan waralaba yang komprehensif, atau inisiai dari hubungan antar perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Schmitz et al dalam Mentzer et al. (2001) menunjukkan fakta bahwa kesuksesan MRP secara langsung terhubung dengan adanya kepemimpinan konstruktif yang mampu mestimulasi perilaku kooperatif diantara perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi.

h.Dukungan manajemen puncak (top management support)

Lambert et al dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa dukungan manajemen puncak, kepemimpinan, dan komitmen untuk berubah merupakan peubah-peubah yang penting untuk implementasi MRP. Dalam konteks yang sama, Loforte, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa kurangnya dukungan manajemen puncak merupakan hanbatan bagi implementasi MRP.

2.5Struktur ORP

Esper, et al (2010) mengembangkan lebih jauh rincian kerangka peubah ORP menjadi beberapa struktur yang menitikberatkan pada desain organisasi, sumber daya manusia (SDM), teknologi informasi dan pengukuran organisasi. Mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu menginduk dari Mentzer et al tentang kerangka umum ORP, penelitian Esper et al menyajikan kerangka yang mampu menjelaskan dengan lengkap konsep ORP sebelumnya. Secara implikasi praksis penelitian tersebut menyediakan template peubah ORP kekinian yang dimiliki oleh sebuah perusahaan sehingga akan berguna secara manajerial bagi perusahaan yang menghendaki/membentuk ORP yang lebih baik. Esper, et al memodelkan strategi ORP yang mencakup pandangan secara sistemik dan menyeluruh terhadap MRP, berkompetisi melalui kemampuan MRP, dan usaha yang dilakukan antar unit bisnis (Mentzer et al, 2001) harus sesuai dan didukung dengan struktur ORP (Gambar 7).

Dalam penelitian ini, dicoba untuk menerapkan struktur ORP sebagai fokus bagi para anggota rantai pasok produk Batik Banten untuk ORP yang lebih baik dalam rangka membentuk MRP produk Batik Banten yang efektif.


(37)

1. Desain Organisasi (Organizational Design)

Dalam menerapkan dan mengembangkan ORP, setiap organisasi anggota rantai pasok membutuhkan desain organisasi yang fokus pada integrasi secara internal dan kolaborasi.

2. SDM (Human resource)

Agar ORP terbentuk dengan baik, maka tiap organisasi yang terlibat dalam rantai pasok setidaknya memiliki orientasi/fokus pada pengembangan SDM yang mumpuni dengan cara mempekerjakan karyawan yang memiliki pemahaman dan keahlian kunci (khusus) dalam MRP. Selain itu, dapat juga mengimplementasikan gaya dan struktur kepemimpinan yang dapat mengembangkan kemampuan karyawan dalam mengelola MRP.

Gambar 7. Strategi dan struktur ORP (Esper et al, 2010)

3. Teknologi Informasi, atau TI (Information technology, atau IT)

Selanjutnya agar ORP terbentuk dengan baik, setiap anggota rantai pasok harus fokus pada pentingnya penerapan TI. Pengembangan kemampuan


(38)

penguasaan TI dapat memfasilitasi integrasi secara internal dan saling bertukarnya/berbagi informasi diantara para pelaku rantai pasok.

4. Pengukuran dalam Kinerja Organisasi (Organizational Measurement)

Dalam menerapkan strategi ORP, konsekuensi keharusan bagi tiap perusahaan anggota rantai pasok adalah menerapkan pengukuran kinerja organisasi dalam menjalankan MRP. Pengukuran kinerja perusahaan tidak lagi hanya fokus pada kinerja keuangan, produktifitas dan pemasaran, tetapi juga mulai menggunakan pengukuran kinerja rantai pasok. Hal ini bermanfaat untuk mengukur kinerja perusahaan dari sudut pandang MRP, pembelajaran dan inovasi dalam rantai pasok.

2.6MRP Efektif (Serangkaian Aktifitas untuk Mengimplementasikan Filosofi Manajemen)

Dalam mengadopsi filosofi MRP, perusahaan harus membangun praktik-praktik manajemen yang mengarahkannya berperilaku secara konsisten dengan filosofi yang dimaksud. Telah banyak peneliti yang memfokuskan pada aktifitas-aktifitas yang mencirikan MRP. Penelitian-penelitian berikut menyatakan beberapa aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk mengimplementasikan MRP secara efektif (Mentzer et al. 2001), dalam perancangan skenario alternatif MRP Batik Banten yang efektif :

1.Perilaku yang terintegrasi (Integrated behavior)

Untuk mencapai keefektifan di lingkungan persaingan saat ini, perusahaan harus memperluas perilaku terintegrasinya untuk mempertemukan pelanggan dengan pemasok (Bowersox and Closs diacu dalam Mentzer et al. 2001), dimana perluasan perilaku terintegarasi ini melintasi integrasi eksternal sebagai MRP. Dalam konteks ini, filosofi MRP pada saatnya akan berubah menjadi implementasi MRP; serangkaian aktifitas yang menjunjung filosofinya. Serangkaian aktifitas ini merupakan usaha yang terkoordinasi yang disebut MRP antara mitra-mitra rantai pasok; seperti pemasok, perantara dan manufaktur, untuk menanggapi kebutuhan konsumen secara dinamis (Greene diacu dalam Mentzer et al. 2001)


(39)

2.Saling berbagi informasi satu sama lain (Mutually sharing information)

Kaitannya dengan perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi satu sama lain diantara anggota rantai pasok sangat diperlukan untuk mengimplementasikan filosofi MRP, terutama dalam perencanaan dan monitoring. Cooper et al diacu dalam Mentzer et al. 2001 menyoroti tentang informasi yang tetap update yang secara rutin diantara anggota rantai pasokan agar MRP menjadi efektif. Tim peneliti logistik global di Michigan State University (1995), dalam Mentzer et al. 2001, telah mendefinisikan berbagi informasi sebagai suatu kesediaan untuk membuat data strategis dan taktis yang dapat diakses oleh semua anggota rantai pasok. Keterbukaan tersebut dapat mengurangi ketidakpastian diantara mitra pemasok dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai pasok (Mentzer et al. 2001).

3. Saling berbagi risiko dan penghargaan satu sama lain (mutually sharing risk and rewards)

MRP yang efektif juga memerlukan aktifitas berbagi risiko dan pernghargaan antara satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan kompetitif (Cooper and Ellram dalam Mentzer et al. 2001). Berbagi risiko dan penghargaan sebaiknya berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001) karena sangat penting untuk fokus jangka panjang dan kerjasama diantara anggota rantai pasok.

4. Kerjasama (cooperation)

Kerjasama diantara anggota rantai pasok diperlukan untuk MRP yang efektif (Ellram and Cooper; Tyndall et al dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama dalam hal ini mengacu pada kesamaan, atau keharmonisan, aktifitas-aktifitas yang terkoordinasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu hubungan bisnis untuk menghasilkan beberapa outcome (Anderson and Narus dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama tidak terbatas pada kebutuhan transaksi dan apa yang terjadi saat ini pada beberapa tingkat manajemen (misal, pada manajer operasional ataupun pada manajer tingkat atas), namun melibatkan koordinasi lintas fungsional diantara anggota rantai pasok (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001).


(40)

Tindakan bersama dalam hubungan yang intim mengacu pada perwujudan aktifitas utama dalam kerjasama atau cara yang terkoordinasi (Heide and John dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama dimulai dari perencanaan bersama dan diakhiri dengan pengawasan bersama untuk mengevaluasi kinerja dari anggota rantai pasok, sebagaimana rantai pasok sebagai satu kesatuan (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001).

5. Tujuan dan fofus yang sama dalam melayani pelanggan (the same goal and the same focus on serving customers)

La Londe and Masters dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa suatu rantai pasok akan sukses jika semua anggota rantai pasok tersebut memiliki tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan. Membangun tujuan dan fokus yang sama diantara anggota rantai pasok merupakan satu bentuk kebijakan yang terintegrasi. Integrasi kebijakan akan memungkinkan jika ada budaya dan teknik manajemen yang kompatibel diantara anggota rantai pasok.

6. Integrasi proses (integration of processes)

Implementasi MRP memerlukan integrasi proses dari sumber daya sampai manufaktur dan distribusi lintas rantai pasok. Integrasi dapat dilaksanakan melalui tim lintas fungsional, personel pemasok dan penyedia jasa sebagai lintas ketiga (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). Stevens dalam Mentzer et al. 2001 mengidentifikasi empat (4) tahapan integrasi rantai pasok dan membahas implikasi perencanaan dan operasinya pada tiap-tiap tahap berikut :

Tahap (1) Merepresentasikan kasus dasar. Rantai pasok merupakan suatu fungsi dari operasi yang terpisah-pisah di dalam tiap perusahaan dan dicirikan melalui inventory yang bertahap, mandiri dan memiliki sistem kontrol dan prosedur yang tidak kompetibel, serta mengkotak-kotakan fungsi-fungsi yang ada.

Tahap (2) Mulai fokus pada integrasi internal yang dicirikan oleh munculnya pengurangan biaya, belum pada perbaikan kinerja, evaluasi awal transaksi internal dan layanan pelanggan reaktif.


(41)

Tahap (3) Menuju tercapainya integrasi korporat internal dan dicirikan oleh visibilitas penuh pembelian melalui distribusi, perencanaan jangka menengah, lebih mengutamakan hal-hal taktis daripada fokus strategik, mnuculnya efisiensi, perluasan penggunaan dukungan elektronik untuk akses jaringan dan pendekatan reaktif berkelanjutan untuk pelanggan. Tahap (4) mencapai integrasi rantai pasok dengan memperluas cakupan integrasi diluar perusahaan untuk merangkul pemasok dan pelanggan.

7.Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang (Partners to build and maintain long-term relationship)

MRP yang efektif diciptakan berdasarkan serangkaian kemitraan, sehingga MRP memerlukan mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). Cooper et al dalam Mentzer et al. (2001) percaya hubungan horison waktu akan meluas bukan hanya sebatas kontrak yang mungkin belum pasti dan pada waktu yang sama jumlah mitra sebaiknya dalam jumlah yang kecil untuk memfasilitasi kerjasama yang meningkat.

2.7Penelitian Terdahulu yang Relevan

Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya sebagaimana terangkum dalam Tabel 5.


(42)

Tabel 5. Penelitian terdahulu yang relevan No Peneliti, Tahun

dan Judul

Masalah Temuan Penelitian Metode Penelitian Kaitan dengan Penelitian ini 1. Amalia. 2012.

Perancangan dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Sayuran dengan Pendekatan Analytic Network Process, serta

Data Employment Analysis

Menganalisa struktur rantai pasokan sayuran, mengukur bobot kinerja rantai pasokan sayuran dengan pendekatan AHP dan ANP, mengukur kinerja rantai pasok perusahaan dengan menggunakan DEA (Data Envelopment Analysis).

Terdapat perbedaan bobot antara prioritas AHP dan ANP, namun menghasilkan prioritas tertinggi yang sama pada setiap hirarki (AHP) dan jaringan (ANP). Berdasarkan pengukuran kinerja dengan analisis DEA diperoleh tingkat efisiensi dari sepuluh komoditas terpilih dari 80 komoditas sayuran.

AHP, ANP dan DEA Penelitian ini mencoba menerapkan kerangka hirarki penilaian kinerja rantai pasok pada penelitian tersebut untuk disesuaikan pada obyek penelitian, yaitu Pusat Industri Batik Banten dengan metode AHP dan ANP.

2. Esper et al.

2010. A Framework of Supply Chain Orientation

ORP tidak dapat dipahami tanpa adanya penyesuaian antara strategi ORP perusahaan dengan struktur ORP.

Pengembangan lebih jauh mengenai struktur ORP, yaitu Design

Organization, Human Resources,

Information Technology dan

Organization Measurement

Deskriptif kualitatif dan Kajian literatur

Penelitian ini mencoba untuk mengaplikasikan strukur ORP dalam hirarki sebagai fokus ORP tiap anggota rantai pasok dalam rangka membentuk MRP Batik Banten efektif

3. Mentzer et al. 2001. Defining Supply Chain Management

Mengurai MRP secara komperehensif, mencakup pentingnya ORP sebagai faktor yang menentukan kesediaan anggota rantai pasok untuk membentuk rantai pasok dan MRP sebagai aktifitas filosofi

manajemen sebagai implementasi dari MRP efektif.

-Mengurai pemahaman MRP, dimana sebelum MRP terbangun harus ada ORP diantara pelaku rantai pasok terlebih dahulu

-Mengurai pemahaman MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen sebagai implementasi dari MRP efektif.

Deskriptif kualitatif dan Kajian literatur

- Prinsip ORP diacu dalam penelitian ini sebagai faktor yang harus dipenuhi terlebih dahhulu oleh para pelaku rantai pasok produk Batik Banten untuk membentuk MRP produk Batik Banten efektif

- MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen diacu dan

diimplementasikan dalam penelitian ini sebagai skenario MRP efektif


(43)

Lanjutan Tabel 5 No Peneliti, Tahun

dan Judul

Masalah Temuan Penelitian Metode Penelitian Kaitan dengan Penelitian ini 4. Setiawan, A. et

al. 2009. Desain Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran menggunakan Pendekatan SCOR dan Fuzzy AHP Sistem pengukuran kinerja (performance measurement system)

diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimasi jaringan rantai pasok (supply chain) dan peningkatan daya saing pelaku rantai pasok

Meneliti Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran. Hasil yang diperoleh adalah metrik kombinasi SCOR-Analisis Fuzzy AHP dan bobot masing-masing metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran.

SCOR Model dan Fuzzy AHP

Penelitian ini mencoba mengaplikasikan model SCOR pada penelitian tersebut dengan alat analisis AHP dan ANP untuk pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten.

5. Wisudawati,D. 2010.

Analisis Manajemen

Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu

Menggambarkan

mekanisme rantai pasok, menganalisa faktor-faktor kesediaan para nelayan untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias, dan bagaimana skema MRP yang adil dan lestari

Kesediaan para nelayan untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias berdasarkan peubah ORP menjadi dasar disusunnya skema MRP yang adil dan lestari. Kesediaan para nelayan ditentukan oleh peubah ORP.

AHP Penelitian ini menganalisa peubah ORP sebagai faktor utama yang dibutuhkan sebagai pilihan alternatif level pertama untuk membentuk MRP produk Batik Banten efektif dengan analisis AHP dan ANP.


(44)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kegiatan MRP adalah strategi alternatif yang memberikan solusi untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi, serta perbaikan pelayanan dan kepuasan konsumen, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap nilai tambah rantai pasok Batik Banten. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, evaluasi terhadap rantai pasok penting bagi Pusat Industri Batik Banten, karena menghabiskan sebagian besar uang perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok, karena dengan metrik efektif perusahaan dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik aset-asetnya.

Penelitian ini memulai dari tahapan analisis identifikasi struktur MRP pada Industri Batik Banten, kemudian dilanjutkan pada tahapan menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten melalui model SCOR dan pendekatan AHP, serta ANP.Lebih jauh lagi, melalui solusi skema alternatif pembentukan MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat memiliki posisi tawar baik dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan bisnis batik. Oleh karena itu, sistem atau kelembagaan rantai pasok produk Batik Banten pada akhirnya perlu dibangun dalam rangka melancarkan pasokan produk dari Pusat Industri hingga ke konsumen akhir. Dalam tahapan ini,disusun skema solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten yang dimulai dengan menetapkan peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok, struktur ORP yang menjadi fokus bagi tiap anggotadan skenario alternatif MRP produk Batik Banten yang efektif. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dimuat pada Gambar 8. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Sumur Pecung, Kota Serang, Propinsi Banten, sebagai lokasi Pusat Industri Batik Banten dan perwakilan pegecer lokal Batik Nusantara (AIDA Batik) yang berada di Kota Serang. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan


(45)

pertimbangan Pusat Industri Batik Banten adalah pelaku bisnis utama dan pencetus Batik Banten.

3.3 Pengumpulan Data

Untuk mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten, menilai kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten dan memberikan skema alternatif MRP produk Batik Banten, maka penyiapan data yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan baku hingga produk jadi harus dipersiapkan, baik data primer ataupun sekunder.

Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1 dan 2) terhadap

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan Supply Chain Management (SCM); (2) Survei langsung lapangan ke Pusat Industri Batik Bantendengan mempelajari berbagai dokumen tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas jual beli Batik Banten, dan semua aspek pendukungnya; (3) Wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini; (4) Opini Pakar yang diperoleh dari para pakar yang terkait dengan topik penelitian.

pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai responden ahli. Data primer diperoleh dengan mendatangi nara sumber yang secara langsung berkaitan dengan obyek penelitian dengan mengajukan pertanyaan serta melihat tempat dan lingkungan penelitian. Data sekunder berkaitan dengan kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui jurnal-jurnal, penelitian terdahulu yang sejenis dan internet.

3.4 Pemilihan dan Penarikan Contoh

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh non probability sampling yaitu mengambil contoh tertentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Artinya, contoh yang diambil berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan, sehingga dalam penelitian


(46)

ini digunakan contoh pertimbangan (judgement sampling). Metode ini digunakan dengan pertimbangan berdasarkan penilaian (judgement) peneliti atau expertbahwa contoh yang ditentukan adalah pihak yang paling sesuai dan memiliki informasi yang diperlukan penelitian ini.

Dalam hal ini, obyek contoh yang diteliti, yaitu pemasok bahan baku batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik Banten, dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara. Selain pakar, anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data

Secara keseluruhan, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode AHP dan ANP. Untuk menentukan dan menilai metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten menggunakan model SCOR dimana pendekatan AHP dan ANP digunakan untuk menghitung bobot dari matriks kinerja model tersebut. Dalam tahapan ini peneliti melibatkan 4 (empat) pihak lain sebagai responden ahli, yaitu Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten Mukarnas, serta dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Pekerjaan berikutnya, berkaitan dengan membentuk solusi alternatif skema pembentukan MRP produk Batik Banten, digunakan pendekatan literatur peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka tahap awal untuk membentuk sebuah MRP. Tahap berikutnya tiap anggota MRP produk Batik Banten secara organisasi harus memiliki orientasi fokus yang menjadi struktur dalam menerapkan ORP. Terakhir, pendekatan literatur mengenai MRP yang efektif sebagai skenario pembentukan MRP produk Batik Banten ditetapkan sebagai kriteria akhir dalam rangka pembentukan MRP produk Batik Banten. Dalam tahapan ini, penulis melibatkan 3 (tiga) responden ahli, yaitu Pemilik PT. Batik Banten Mukarnas, pemilik AIDA Batik sebagai pengecer Batik Nusantara dan pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).


(47)

3.5.1 AHP

Proses hirarkianalitik (Analytical Hierarchy Process, atau AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 2008). Keunggulan dari AHP adalah dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat di ekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas suatu permasalahan. Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengembilan keputusannya.

Peralatan utama dari model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan utamanya persepsi manusia. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert sebagai masukan utamanya. Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus jenius, pintar, memiliki gelar akademik tertentu dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro,1992).

Tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan AHP :

1. Penyusunan Hirarki

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian kecil dan tertata dalam suatuhirarki sehingga mampu membantu pembuat keputusan untuk membangun sebuah model yang sederhana (Buyukyazici and Sucu, 2002).

Bagian-bagian kecil yang dikenal sebagai peubah tersebut kemudian diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya berupa nilai numerik yang secara subyektif mengandung arti penting relatif dibandingkan dengan peubah yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut, kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan peubah yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk memengaruhi hasil pada sistem tersebut.


(48)

Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian

Identifikasi MRP Batik

Banten

Analisis kinerja MRP pada Pusat Industri Batik Banten dengan

model SCOR

Pembentukan MRP produk Batik Banten

efektif

Analisis kinerja rantai pasok dengan AHP

Analisis kinerja rantai pasok dengan ANP

Peubah orientasi rantai

pasok

Fokus strukturorientasi

rantai pasok

Skenario MRP efektif

AHP dan ANP MRP Batik Banten


(49)

Pada AHP, permasalahan penelitian secara grafis dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi kriteria hirarki. Dalam penelitian ini digunakan suatu diagram hirarki yang mempresentasikan keputusan untuk memilih strategi terpenting yang dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok Industri Batik Banten.

Pada pegukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten, susunan hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi lima level (Gambar 9). Pertama adalah level 0 sebagai goal yang diinginkan yaitu pengukuran kinerja rantai pasok; Kedua adalah level 1, yaitu proses bisnis dalam rantai pasokan yang terdiri atas PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER dan RETURN; Ketiga, level 2 merupakan parameter kinerja yang diukur yang terdiri atas nilai tambah, mutu dan risiko; Keempat, level 3 merupakan atribut kinerja rantai pasok yang terdiri atas reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas, biaya dan aset. Level terakhir adalah metrik pengukruan kinerja yang diukur,

yaitu kinerja pengiriman (KP), leadtime pemenuhan pesanan (LTPP),

fleksibilitas pesanan (FP), kesesuaian standar mutu (KS), biaya MRP (BMRP), siklus cash-to-cash (SCTC) dan persediaan harian (PH).

Tahapan pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif, hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi empat level (Gambar 10). Pertama adalah level 0 yaitu tujuan utama yang diinginkan membentuk MRP produk Batik Banten efektif; Kedua adalah level 1, yaitu faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok di dalam memandang MRP secara keseluruhan melalui peubah ORP yang terdiri atas trust, komitmen, kesalingtergantungan, kesesuaian organisasi, visi, proses-proses kunci, leadership dan dukungan dari manajemen puncak; Ketiga, level 2 merupakan peubah yang menjadi fokus bagi tiap organisasi pelaku rantai pasok untuk mengimplementasikan peubah ORP yang terdiri atas Desain Organisasi, SDM, TI dan Kinerja Organisasi; Keempat, level 3 adalah skenario alternatif


(50)

dalam membentuk MRP produk Batik Banten yang efektif yang dipandang dan disepakati oleh pelaku rantai pasok produk Batik Banten bersama-sama. Skenario ini terdiri atas perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi risiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan, integrasi proses dan mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang.

Tabel 6. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan

Nilai Keterangan

1 Faktor vertikal sama penting dengan faktor horizontal

3 Faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal 5 Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horizontal

7 Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horizontal 9 Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan 1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

Penilaian Setiap Level Hirarki

Penilaian setiap level hirarki dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), untuk berbagai persoalan, skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan

pendapat (Tabel 6). Skala 1-9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam

membandingkan pasangan unsur di setiap level hirarki terhadap suatu unsur yang berada di level atasnya. Skala dengan sembilan (9) satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana mampu membedakan intensitas tata hubungan antar unsur.


(51)

Gambar 9. Struktur hirarki penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten Penentuan bobot Metrik Pengukuran

Kinerja Rantai Pasok

Proses

Bisnis PLAN SOURCE MAKE DELIVER

Tujuan

RETURN

Nilai tambah Mutu Risiko

Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset

Parameter Kinerja

Atribut Kinerja

PH SCTC

BMRP KS

FP LTPP

SPP PP

KP Metrik

Pengukuran Kinerja


(52)

Gambar 10. Struktur hirarki pembentukan MRP produk Batik Banten efektif MRP Produk Batik Banten yang Efektif

Trust Komitmen Kesaling- tergan-tungan Kesesuaian Organisasi Fokus tiap anggota Faktor yang harus dipenuhi

Visi

Proses-proses kunci

Leadership Dukungan manajemen puncak Design Organization Human Resources Information Technology Organizational Measurement Tujuan Perilaku yang terintegrasi Berbagi informasi Berbagi risiko dan penghargaan

Kerjasama Tujuan dan

fokus yang sama dalam melayani pelanggan Integrasi proses Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang Skenario MRP


(53)

Perbandingan berpasangan ini dilakukan dalam sebuah matriks. Matriks merupakan tabel untuk membandingkan unsur satu dengan unsur lain terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberi kerangka untuk menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan. Matriks secara unik menggambarkan prioritas saling mendominasi antara satu unsur dengan unsur lainnya.

2. Penentuan prioritas

Untuk setiap level hirarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar unsur. Hubungan antar unsur dari setiap tingkatan hirarki ditetapkan dengan membandingkan unsur itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif unsur pada tingkat hirarki terhadap setiap unsur pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, unsur pada tingkat yang lebih tinggi tersebut berfungsi sebagai suatu kriteria disebut sifat (property). Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap sifat.

Perbandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua unsur dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor dengan prioritas sifatnya. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama lalu dari level tepat dibawahnya (kriteria), ambil unsur-unsur yang akan dibandingkan (misalnya ada tiga kriteria, yaitu K1, K2 dan K3).

Susunan unsur-unsur ini pada sebuah matriks seperti pada Tabel 7. Semua unsur dikelompokkan secara logik dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logik. Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan, agar hasil keputusannya akurat.

Dalam membandingkan antar unsur, tanyakanlah seberapa kuat suatu

unsur memengaruhi goal dibandingkan dengan unsur lain yang sedang


(1)

Lanjutan Lampiran 5.

SDM :

Pairwise Comparison Factor Integr Inform Risk &

Reward Krjsm Tuj&Fok

Integ Pross

Mitra Jk Pnjg Integr 1,00 1,00 1,44 1,00 1,00 1,00 1,00 Inform 1,00 1,00 2,29 1,00 1,82 2,29 1,59 Risk&Rewards 0,69 0,44 1,00 1,00 1,00 1,00 1,26 Krjsm 1,00 1,00 1,00 1,00 3,91 3,91 2,00 Tuj&Fok 1,00 0,55 1,00 0,26 1,00 3,71 1,00 Integ Pross 1,00 0,44 1,00 0,26 0,27 1,00 1,26 Mitra Jk Pnjg 1,00 0,63 0,79 0,50 1,00 0,79 1,00 Total 6,69 5,05 8,53 5,01 10,00 13,71 9,11

Normalized Matrice Factor Integr Inform Risk

&Reward Krjsm

Tuj & Fok Integ Pross Mitra Jk Pnjg Integr 0,15 0,20 0,17 0,20 0,10 0,07 0,11 Inform 0,15 0,20 0,27 0,20 0,18 0,17 0,17 Risk&Rewards 0,10 0,09 0,12 0,20 0,10 0,07 0,14 Krjsm 0,15 0,20 0,12 0,20 0,39 0,29 0,22 Tuj&Fok 0,15 0,11 0,12 0,05 0,10 0,27 0,11 Integ Pross 0,15 0,09 0,12 0,05 0,03 0,07 0,14 Mitra Jk Pnjg 0,15 0,12 0,09 0,10 0,10 0,06 0,11

Priority

Average

Consistency

vector

0,14

0,02

7,37

Lambda 7,50

0,19

0,03

7,51

CI

0,08

0,12

0,02

7,49

CR

0,06

0,22

0,03

7,85

0,13

0,02

7,69

0,09

0,01

7,18


(2)

Lanjutan Lampiran 5.

Teknologi Informasi :

Pairwise Comparison

Factor Integr Inform Risk&Reward Krjsm Tuj&Fok Integ Pross

Mitra Jk Pnjg Integr 1,00 1,00 1,44 1,00 1,00 1,71 1,00 Inform 1,00 1,00 1,59 1,00 1,82 1,82 1,00 Risk&Rewards 0,69 0,63 1,00 1,00 1,00 1,44 1,00 Krjsm 1,00 1,00 1,00 1,00 3,56 4,22 1,59 Tuj&Fok 1,00 0,55 1,00 0,28 1,00 1,82 1,44 Integ Pross 0,58 0,55 0,69 0,24 0,55 1,00 1,00 Mitra Jk Pnjg 1,00 1,00 1,00 0,63 0,69 1,00 1,00 Total 6,28 5,73 7,72 5,15 9,62 13,00 8,03

Normalized Matrice

Factor Integr Inform Risk&Reward Krjsm Tuj&Fok Integ Pross

Mitra Jk Pnjg Integr 0,16 0,17 0,19 0,19 0,10 0,13 0,12 Inform 0,16 0,17 0,21 0,19 0,19 0,14 0,12 Risk&Rewards 0,11 0,11 0,13 0,19 0,10 0,11 0,12 Krjsm 0,16 0,17 0,13 0,19 0,37 0,32 0,20 Tuj&Fok 0,16 0,10 0,13 0,05 0,10 0,14 0,18 Integ Pross 0,09 0,10 0,09 0,05 0,06 0,08 0,12 Mitra Jk Pnjg 0,16 0,17 0,13 0,12 0,07 0,08 0,12

Priority

Average

Consistency

vector

0,15

0,02

7,26

Lambda 7,28

0,17

0,02

7,33

CI

0,05

0,13

0,02

7,34

CR

0,04

0,22

0,03

7,48

0,12

0,02

7,20

0,08

0,01

7,16


(3)

Lanjutan Lampiran 5.

Kinerja Organisasi :

Pairwise Comparison

Factor Integr Inform Risk&Reward Krjsm Tuj&Fok Integ Pross

Mitra Jk Pnjg Integr 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Inform 1,00 1,00 1,82 1,00 2,29 2,29 1,59 Risk&Rewards 1,00 0,55 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Krjsm 1,00 1,00 1,00 1,00 3,00 3,30 2,29 Tuj&Fok 1,00 0,44 1,00 0,33 1,00 2,15 1,00 Integ Pross 1,00 0,44 1,00 0,30 0,46 1,00 1,00 Mitra Jk Pnjg 1,00 0,63 1,00 0,44 1,00 1,00 1,00 Total 7,00 5,05 7,82 5,07 9,75 11,75 8,88

Normalized Matrice

Factor Integr Inform Risk&Reward Krjsm Tuj&Fok Integ Pross

Mitra Jk Pnjg Integr 0,14 0,20 0,13 0,20 0,10 0,09 0,11 Inform 0,14 0,20 0,23 0,20 0,23 0,19 0,18 Risk&Rewards 0,14 0,11 0,13 0,20 0,10 0,09 0,11 Krjsm 0,14 0,20 0,13 0,20 0,31 0,28 0,26 Tuj&Fok 0,14 0,09 0,13 0,07 0,10 0,18 0,11 Integ Pross 0,14 0,09 0,13 0,06 0,05 0,09 0,11 Mitra Jk Pnjg 0,14 0,12 0,13 0,09 0,10 0,09 0,11

Priority

Average

Consistency

vector

0,14

0,02

7,25

Lambda 7,27

0,20

0,03

7,32

CI

0,04

0,13

0,02

7,27

CR

0,03

0,22

0,03

7,39

0,12

0,02

7,28

0,09

0,01

7,14


(4)

Lanjutan Lampiran 5.

d.

Factor

Prioritas-prioritas :

Trust

Kom

SalTrgtg

Kes

Org

Visi

Pr2

Kunc

Pemimp

DMP

Priority

Des

Org

0,30

0,29

0,24

0,24

0,30

0,26

0,27

0,30

0,27

SDM

0,36

0,43

0,38

0,36

0,36

0,37

0,41

0,38

0,38

TI

0,22

0,18

0,19

0,22

0,19

0,20

0,16

0,16

0,19

Kinerj

Org

0,12

0,10

0,19

0,17

0,15

0,17

0,17

0,16

0,15

Factor

DesOrg

SDM

TI

KinerjOrg

Priority

Integr

0,15

0,14

0,15

0,14

0,15

Inform

0,24

0,19

0,17

0,20

0,20

Risk&Rewards

0,12

0,12

0,13

0,13

0,12

Kerjasama

0,24

0,22

0,22

0,22

0,22

Tuj&Fok

0,09

0,13

0,17

0,12

0,13

Integ Pross

0,07

0,09

0,13

0,09

0,10

Mitra Jk Pnjg

0,08

0,10

0,22

0,11

0,13


(5)

Lampiran 6. Matriks-matriks pengolahan ANP pembentukan MRP produk Batik

Banten efektif

a.

Matriks Antar Kelompok :


(6)

Lanjutan Lampiran 6.

c.

Supermatriks Tertimbang :