Pola Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Gambar 15, fekunditas rata-rata ikan kembung perempuan Rastrelliger brachysoma betina berTKG IV dengan selang kelas panjang 172 – 185mm berfluktuasi pada setiap waktu penelitian yaitu berkisar antara 70.029 hingga 94.114 butir telur. Fekunditas rata-rata pada bulan September meningkat dan kemudian menurun kembali pada bulan Oktober. Keadaan ini menandakan bahwa adanya pengaruh faktor kondisi ikan kembung perempuan dimana nilai faktor kondisi pada saat bulan Oktober mengalami penurunan. Faktor kondisi erat kaitannya dengan ketersediaan makanan pada ikan sedangkan ketersediaan makanan berhubungan dengan telur yang dihasilkan oleh ikan. Mekanismenya berhubungan dengan pemasakan oosit dan pengisapan telur Nikolsky 1969 in Effendie 1997 Estimasi fekunditas pada ikan kembung perempuan Rastrelliger brachysoma di Teluk Thailand dengan panjang 190 hingga 208 cm sebesar 200.000 dan 500.000 telur. Namun, jumlah telur ikan kembung pada umumnya berkisar antara 100.000 hingga 166.000 butir Boonprakop 1965. Dengan demikian dapat dikatakan potensi reproduksi pada perairan Teluk Jakarta lebih rendah dibandingkan pada perairan Teluk Thailand.

4.9. Pola Pemijahan

Sebaran diameter telur dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan. Ada dua tipe pola pemijahan, yaitu total spawning dan partial spawning. Ovarium ikan yang mengandung telur masak berukuran sama semua atau seragam menunjukkan waktu pemijahan yang pendek. Sebaliknya, waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai oleh banyaknya ukuran telur ikan yang berbeda di dalam ovarium Hoar in Lumbanbatu 1979. Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa sebaran diameter telur ikan membentuk dua puncak yaitu pada selang diameter 0,45 – 0,48mm dan 0,69 – 0,72mm, sehingga dapat ditetapkan bahwa pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah bertahap partial spawning. Artinya pemijahan ikan kembung perempuan dilakukan dengan mengeluarkan telur masak secara bertahap dalam beberapa waktu pemijahan siklus reproduksi. Gambar 16. Sebaran diameter telur tingkat kematangan gonad IV ikan kembung perempuan R. brachysoma pada setiap selang ukuran diameter telur di perairan Teluk Jakarta Ukuran diameter telur yang mempunyai tingkat kematangan gonad IV Gambar 16 adalah beragam, ukuran diameter terkecil sebesar 0,25mm dan terbesar ialah 0,84mm. Banyaknya ukuran diameter telur yang berbeda dalam ovarium ikan yang mengandung telur masak menunjukkan waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus Hoar in Lumbanbatu 1979. Terlihat bahwa adanya perbedaan diameter telur pada histologis gonad Gambar 18, hal ini mengindikasikan pola pemijahan ikan kembung perempuan adalah partial spawning . Hal ini didukung oleh penelitian Boonprakop 1965 yang menyatakan bahwa ikan kembung Rastrelliger spp. memijah lebih dari satu kali selama musim pemijahan. Pemijahan yang terjadi pada ikan kembung yaitu sekumpulan telur dilepaskan terlebih dahulu, berikutnya sekumpulan telur akan dilepaskan kembali dengan interval yang pendek. Ikan kembung memiliki sebaran diameter telur yang luas. Kelompok ukuran diameter telur yang besar merupakan perkembangan dari kelompok ukuran diameter telur sebelumnya dan mungkin merupakan sekumpulan telur yang terakhir dilepaskan setelah pemijahan pertama semala musim pemijahan. 500 1000 1500 2000 2500 3000 0,25 ‐0,28 0,29 ‐0,32 0,33 ‐0,36 0,37 ‐0,40 0,41 ‐0,44 0,45 ‐0,48 0,49 ‐0,52 0,53 ‐0,56 0,57 ‐0,60 0,61 ‐0,64 0,65 ‐0,68 0,69 ‐0,72 0,73 ‐0,76 0,77 ‐0,80 0,81 ‐0,84 frekuensi Selang Ukuran Diameter Telur mm TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 17.Histologis gonad ikan kembung perempuan R. brachysoma jantan Keterangan : perbesaran mikroskop 10x10 Gambar 17 merupakan histologis perkembangan gonad ikan kembung perempuan Rastrelliger brachysoma jantan. Perkembangan gonad terlihat mulai dari TKG I hingga TKG IV. Secara histologis, gonad TKG I ikan kembung perempuan Rastrelliger brachysoma jantan Gambar 17 terlihat spermatogonia dengan jaringan ikat yang kuat, kemudian ketika memasuki TKG II jaringan ikat sudah mulai berkurang dan gonad lebih berkembang. Pada gonad TKG II, akan tampak spermatocyst primer yang terletak di dalam kantung tubulus seminiferus dan merupakan hasil pembelahan spermatogonia secara mitosis. Pada gonad TKG III, terjadi dua kali pembelahan yaitu yang pertama adalah spermatocyst primer membelah secara meiosis menjadi spermatocyst sekunder yang meliputi proses duplikasi DNA dan rekombinasi dari informasi genetik, dan yang kedua adalah pembelahan secara meiosis tanpa melibatkan duplikasi DNA menjadi benih sel yang disebut dengan spermatid. Pada gonad TKG IV, spermatid melakukan proses Jaringan epitel Sg Spermatocyt primer Spermatocyt Sekunder Spermatozoa spermiogenesis menjadi spermatozoa yang siap dikeluarkan untuk membuahi sel telur Cabrita et al. 2008. TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 18.Histologis gonad ikan kembung perempuan R. brachysoma betina Keterangan : perbesaran mikroskop 10x10 Secara histologis Gambar 18 gonad TKG I ikan betina menunjukkan gonad didominasi oleh oogonia, inti sel nukleus sudah terlihat dengan jelas. Kemudian pada TKG II terdapat oosit primer dalam jumlah relatif banyak hasil pembelahan dari oogonia. Begitu memasuki fase pertumbuhan awal previtellogenesis, menyebabkan material di sitoplasma muncul dan membentuk lapisan folikel yang terdiri dari lapisan granulose dan sel theca. Pada fase pertumbuhan kedua vitellogenesis menghasilkan cortical alveoli, lipid globules, kuning telur, dinding oosit serta membuat lapisan folikel semakin tebal. Pada TKG III ukuran diameter telur berkembang menjadi lebih besar, sel telur berkembang menjadi ootid dan banyak ditemui butiran kuning telur. Kemudian Oogonia sel benih Oosit primer Nukleus inti sel Butiran minyak Butiran Kuning telur Nukleus inti sel Butiran minyak Butiran Kuning telur Nukleus inti sel memasuki TKG IV, ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran telur yang berwarna kuning tua yang menandakan telur telah matang, butiran minyak yang berwarna putih semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel sampai dengan tepi. Setelah TKG IV sel telur siap untuk diovulasikan Cabrita et al. 2008

4.10. Alternatif Pengelolaan