pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenis yang merupakan sumber daya gen. Misalnya, hutan adalah salah satu faktor ekologi dalam sistem pendukung kehidupan.
Hutan melakukan proses fotosintesis yang budaya juga mempunyai peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dalam daya dukung terlanjutkan.
35
Bertitik tolak dari pendapat Otto Soemarwoto, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam realitasnya lingkungan merupakan sumber daya yang memiliki kemampuan dalam
melakukan regenerasi pada dirinya, apalagi terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Oleh karena itu, dalam menata lingkungan sebagai sumber daya, maka yang
perlu dilakukan adalah agar melakukan pengelolaan dengan bijaksana. Lebih jauh Otto Soemarwoto mengatakan bahwa sumber daya lingkungan milik
umum sering dapat digunakan untuk berbagai macam peruntukan secara simultan, tanpa suatu peruntukan mengurangi manfaat yang dapat diambil dari peruntukan lain sumber
daya yang sama itu. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk melakukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayaran sungai, produksi ikan, dan
keperluan rumah tangga.
36
B. Sejarah Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia
Di tingkat internasional, Deklarasi Stockholm 1972 dianggap sebagai tonggak pemisah antara rezim hukum internasional klasik dan rezim hukum lingkungan modern.
Artinya, karena konvensi-konvensi internasional, putusan-putusan pengadilan internasional sebelum Deklarasi Stockholm 1972 dipandang sebagai rezim hukum
internasional klasik, sedangkan konvensi-konvensi internasional dan putusan-putusan
35
Ibid., hlm. 3
36
Ibid., hlm. 4
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Internasional setelah Deklarasi Stockholm dipandang sebagai rezim hukum lingkungan modern.
37
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan Deklarasi Stockholm tahun 1972 yang memuat 26 prinsip dan
109 dukungan. Hal ini seiring dengan keadaan dan kepentingan negara Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia perlu turut bertanggung jawab dan berkewajiban terhadap
pelestarian dan pengembangan lingkungan hidup, baik secara nasional maupun internasional. Bagi Indonesia, yang mempunyai sumber daya alam yang cukup luas,
keprihatinan terhadap kelestarian hidup sudah disesuaikan dan dicantukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.” Landasan ini merupakan komponen-komponen dasar untuk
menyusun dan merumuskan peraturan dan perundangan lingkungan hidup di Indonesia. Atas dasar itu, proses pembuatan peraturan perundangan tentang lingkungan hidup di
Indonesia dimulai dari prinsip-prinsip dalam Deklarasi Stockholm khususnya prinsip 17, 21, 22 dan sekaligus merupakan nafas atau landasan dalam penyusunan keinstitusian
perundangan untuk pelestarian alam.
38
Tepat sepuluh tahun setelah berlangsungnya Konferensi Lingkungan Hidup Sedunia UNCHE, United Nations Conference on the Human Environment, 1972, Stockholm,
negara kita berhasil merumuskan satu produk perundangan penting di bidang lingkungan hidup.
39
Perkembangan selanjutnya, pada 11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk hukum mengenai pengelolaan lingkungan hidup, dengan nama Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering
37
Takdir Rahmadi, Op. cit., hlm. 45
38
Djanius Djamin, Op. cit., hlm. 40-41
39
N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 152
Universitas Sumatera Utara
disingkat dengan UUPLH. Dengan hadirnya Undang-Undang Lingkungan ini, terbukalah lembaran baru bagi kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia guna terciptanya
pengendalian kondisi lingkungan yang memiliki harmoni yang baik dengan dimensi- dimensi pembangunan.
40
Undang-undang ini kita nilai begitu penting karena Undang-undang ini lahir dalam situasi sebagai berikut:
41
1. Saat negara kita sedang giatnya melancarkan pembangunan dengan pesat di semua
segi kehidupan. Dalam kenyataan, segi apapun yang akan diambil untuk tujuan membangun, Undang-undang ini akan selalu berhadapan dengan aspek ekologi
lingkungan hidup. Pembangunan ialah hasil proses dari sumber daya alam, lingkungan hidup, manusia.
2. UUPLH adalah Undang-undang pokok yang merupakan dasar peraturan pelaksanaan
bagi semua sektor yang menyangkut lingkungan hidup. Undang-undang ini berfungsi sebagai ketentuan payung umbrella provision bagi peraturan-peraturan lingkungan
hidup yang sudah ada lex lata maupun bagi pengaturan lebih lanjut lex feranda atas lingkungan hidup.
3. Corak ekologis negara kita sangat spesifik. Negara kita merupakan wilayah
berkepulauan Nusantara yang terdiri dari dua pertiga wilayah laut, yaitu terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua lautan raksasa yaitu Samudra Hindia
dan Samudra Pasifik. Negara kita memiliki sumber alam yang kaya raya dan dihuni oleh penduduk dengan berbagai corak ragam suku, budaya, agama, tingkatan sosial
ekonomi, dan lain-lain.
40
N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 34
41
Op. cit., hlm. 152
Universitas Sumatera Utara
Adapun dasar-dasar pemikiran yang diberikan oleh UUPLH ini adalah konsep perpaduan prinsip-prinsip pembangunan dan lingkungan serta ekologi yang lazim disebut
dengan Prinsip Ecodevelopment, yang dinyatakan sebagai berikut:
42
1. Lingkungan hidup Indonesia adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita
kembangkan berdasarkan asas keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi; dalam hubungan manusia dengan manusia; dalam
hubungannya dengan alam lingkungan; dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun dalam kehidupan lahiriah serta kebahagiaan batiniah.
2. Sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menuju kesejahteraan harus
dilestarikan kemampuan ekosistem secara serasi dan seimbang dengan cara bijaksana, terpadu, dan menyeluruh dengan memperhitungkan generasi kini dan mendatang.
3. Pengelolaan lingkungan berasaskan kemampuan lingkungan yang serasi dan
seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. 4.
Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat tercapai kehidupan optimal. UULH 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu
bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum. Di
samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.
43
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup telah menandakan awal pengembangan perangkat hukum
sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai bagian integrasi dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak diundangkannya undang-
42
Ibid., hlm. 153
43
Takdir Rahmadi, Op. cit., hlm. 50
Universitas Sumatera Utara
undang tersebut, kesadaran lingkungan hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh makin banyaknya di bidang lingkungan hidup selain
swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga masyarakat tidak hanya sekedar berperan
serta, tetapi juga mampu berperan serta secara nyata.
44
Asas-asas hukum yang diadopsi UUPLH 1982 dirasakan banyak membawa kemajuan dalam pembangunan lingkungan. Prinsip dan pola pembinaan lingkungan hidup
sedemikian majunya untuk diintroduksikan ke dalam pembangunan nasional dan hendaknya diakui bahwa pengenalan asas-asas itu ke dalam sistem hukum guna
memulihkan prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak kalah dengan negara lain. Hanya saja tentunya harus diakui bahwa dalam aspek-aspek pelaksanaannya,
negara kita tidak bisa banyak berbicara mengenai hal itu, karena mengenai segala sesuatu tentang pelaksanaan asas konsistensi, kita selalu serba tertinggal dengan negara lain.
45
Sejak pengundangan UULH 1982, kualitas hidup di Indonesia ternyata tidak semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan hidup tidak dapat terselesaikan
dengan baik. Para pengambil kebijakan di pemerintah, khususnya di lingkungan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan BAPEDAL, berpandangan bahwa kegagalan dari
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akibat dari kelemahan penegakan hukum UULH 1982. Dan kelemahan penegakan hukum itu bersumber dari UULH 1982
itu sendiri.
46
Perkembangan global mengenai isu lingkungan, terutama setelah berlangsungnya Earth Summit di Rio de Jainero, 1992, yang lebih dikenal dengan KTT Rio telah menjadi
salah satu alasan mengapa UUPLH 1982 harus direvisi, karena bila melihat hasil-hasil yang dicapai dalam KTT Rio, terlihat bahwa dengan UUPLH 1982 tidak banyak hal yang
44
Sodikin, Op.cit., hlm.19
45
N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 154
46
Takdir Rahmadi, Op. cit., hlm. 50
Universitas Sumatera Utara
dapat kita lakukan dalam rangka membuat kebijakan pembangunan lingkungan sesuai dengan majunya prinsip-prinsip yang telah diadopsi dalam KTT Rio.
47
Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang juga disebut sebagai The Earth Charter merupakan “soft-law agreements”, yang memuat 27 prinsip
48
UUPLH baru atau UU No. 23 Tahun 1997 memuat berbagai peraturan sebagai respons terhadap berbagai kebutuhan yang berkembang yag tidak mampu diatasi melalui
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982. Demikian juga Undang-undang baru ini dimaksudkan untuk menyerap nilai-nilai yang bersifat keterbukaan, paradigma
pengawasan masyarakat, asas pengelolaan dan kekuasaan negara berbasis kepentingan kemudian ditambah dengan banyaknya perkembangan mengenai konsep dan pemikiran
mengenai masalah lingkungan, serta dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai masyarakat dunia melalui KTT Rio tahun 1992, dirasakan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 sudah tidak banyak lagi menjangkau perkembangan-perkembangan yang ada sehingga perlu ditinjau dengan membuat penggantinya. Untuk itulah lima tahun
kemudian setelah berlangsungnya KTT Rio, dibuat UUPLH yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, diundangkan tanggal 19 September 1997 melalui Lembaran Negara No. 68 Tahun 1997.
47
Op. cit., hlm. 154
48
Beberapa prinsip tersebut menjadi unsur penting konsep pembangunan berkelanjutan, diantaranya: a.
prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara prinsip 2; b.
prinsip antargenerasi prinsip 3; c.
prinsip keadilan intragenerasi prinsip 5 dan 6; d.
prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan prinsip 4; e.
prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda prinsip 7; f.
prinsip tindakan pencegahan prinsip 11; g.
prinsip bekerja sama dan bertetangga baik dan kerja sama internasional prinsip 18, 19, dan 27 h.
prinsip keberhati-hatian prinsip 13; i.
prinsip pencemaran membayar prinsip 16; j.
prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat prinsip 10. Op.cit., hlm. 13-14
Universitas Sumatera Utara
umum bottom-up, akses publik terhadap manfaat sumber daya alam, dan keadilan lingkungan environmental jusice.
49
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ini memuat norma-norma hukum lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai dan
menyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yaiu peraturan perundang-undangan mengenai perairan,
pertambangan dan energi, kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri, permukiman, penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.
50
UULH 1997 tetap memuat konsep-kosep yang semula dituangkan dalam UULH 1982, misalnya kewenangan negara, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup, perizinan, AMDAL, penyelesaian sengketa dan sanksi pidana. Selain itu, UULH 1997 memuat konsep-konsep atau hal-hal yang sebelumnya tidak diatur dalam
UULH 1982. Misalnya, di bidang hak masyarakat, UULH 1997 mengakui hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Di bidang instrumen pengelolaan lingkungan,
UULH 1997 mengatur penerapan audit lingkungan. Di bidang penyelesaian sengketa, UULH 1997 mengatur penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan atas dasar kebebasan memilih para pihak. Di bidang sanksi pidana, UULH 1997 memberlakukan delik formil di samping materil dan delik
korporasi.
51
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 memang belum beperan maksimal sebagai dasar menangani masalah lingkungan dalam hubungannya dengan pembangunan.
Demikian pula dengan konsep-konsep yang dicapai dalam Deklarasi Rio, belum banyak yang diserap sebagai instrumen hukum dan kebijakan menata lingkungan. Namun dari
49
N.H.T. Siahaan, Op. cit., hlm. 35
50
Sodikin, Op.cit., hlm.
51
Takdir Rahmadi, Op. cit., hlm. 51
Universitas Sumatera Utara
segi landasan hukum, Undang-undang ini dapat dikatakan sudah cukup lebih baik dari Undang-undang sebelumnya.
52
Perkembangan terbaru adalah pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup LN Tahun
2009 No. 140 yang menggantikan UULH 1997. Setidaknya ada empat alasan mengapa UULH 1997 perlu untuk digantikan oleh undang-undang yang baru. Pertama, UUD 1945
setelah perubahan secara tegas menyatakan bahwa perkembangan ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan
dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin
meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Ketiga alasan ini belum ditampung dalam UULH 1997. Keempat,
UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah-celah kewenangan penegakan hukum administratif yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan kewenangan
penyidikan penyidik pejabat pegawai negara sipil sehingga perlu penguatan dengan mengundangkan sebuah undang-undang baru guna peningkatan penegakan hukum.
53
C. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia