C. Sanksi atas Perusahaan yang Tidak Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Secara umum istilah Corporate Social Responsibility CSR diterjemahkan menjadi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan TJSP. Dalam prakteknya terdapat kesenjangan
pengertian CSR dan pengertian TJSP, antara lain istilah perusahaan dirumuskan menjadi sempit hanya terbatas perusahaan yang berbentuk perseroan, sehingga dalam undang-
undang dibatasi bahwa tidak semua perusahaan diwajibkan melaksanakan TJSL. Hanya bentuk perusahaan perseroan yang bergerak atau berkaitan usahanya dengan sumber
daya alam saja yang diminta komitmennya untuk bertanggung jawab sosial dan lingkungan, sedangkan jika dicermati tidak saja perusahaan perseroan yang mencari
keuntungan dan berpotensi mempunyai dampak terhadap masyarakat juga bentuk-bentuk perusahaan lainnya berpotensi dampak yang sama. Akan tetapi, yang terakhir tidak
diwajibkan untuk bertanggung jawab sosial dan lingkungan, artinya tidak semua bentuk usaha dengan berbagai kegiatan usaha dikenakan kewajiban TJSL.
104
Dengan adanya kewajiban itu, CSRTJSL yang tadinya bersifat sukarela sebagaimana istilah digunakan adalah tanggung jawab sosial dalam UUPT diwajibkan
dengan sanksi apabila tidak melaksanakan. Selain itu TJSL juga harus dianggarkan sebagai bagian dari biaya perusahaan. Pada umumnya tindakan sukarela dalam CSR
apabila perusahaan mendapat keuntungan, tetapi apabila dianggarkan pada biaya perusahaan ada kemungkinan perusahaan merugi dan karena dianggarkan sebagai biaya
perusahaan maka harga produk bisa menjadi lebih mahal.
105
Di Indonesia, konsep TJSL dijadikan sebagai sebuah kewajiban hukum yang harus dipatuhi oleh perusahaan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 74 ayat 1 Undang-
104
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 13
105
Ibid, hlm. 22
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
106
Pembatasan arti terhadap frasa “mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam” dan atau “berdampak pada
fungsi kemampuan sumber daya alam” sebagaimana tercantum dalam Penjelasan dari Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menjadi sangat penting, karena penafsiran yang luas akan dapat menjaring sebagian besar perseroan, padahal mungkin saja bukan itu maksud semula dari pembuat Undang-
undang.
107
Lebih menarik lagi ternyata terdapat inkonsistensi antara Pasal 1 dengan Pasal 74 serta Penjelasan Pasal 74 itu sendiri. Pada Pasal 1 memuat “... komitmen Perseroan
Terbatas untuk berperan serta,” sedangkan Pasal 74 ayat 1 memuat “... wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.” Pada Pasal 1 terkandung
makna pelaksanaan CSR bersifat sukarela sebagai kesadaran masing-masing perusahaan atau tuntutan masyarakat, sedangkan Pasal 74 ayat 1 bermakna suatu kewajiban. Lebih
jauh lagi kewajiban TJSL pada Pasal 74 ayat 1 tidak memiliki keterkaitan langsung dengan sanksinya pada Pasal 74 ayat 3. Sanksi apabila tidak melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan tidak diatur dalam UUPT tetapi digantungkan kepada peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
108
Setiap perusahaan yang ada di Indonesia harus melaksanakan TJSLCSR sesuai dengan asas kepatutan dan kewajaran. Patut dan wajar di sini adalah bagaimana suatu
perusahaan dapat melaksanakan TJSLCSR sesuai dengan kemamampuan finansial, sumber daya manusianya, dan lain sebagainya. Apabila perusahaan tersebut tidak mampu
melaksanakan TJSLCSR berarti dapat melaksanakan sesuai dengan kemampuan yang ada. Kemampuan finansial tidak terlepas dari laba perusahaan. Jika perusahaan merugi
106
Suhadi Sukendar Situmorang, Op.cit., hlm. 49-50
107
Ibid., hlm. 55
108
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 82
Universitas Sumatera Utara
atau defisit maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan TJSLCSR karena sudah pasti perusahaan yang merugi tidak patut dan wajar untuk melaksanakan TJSLCSR.
Patut dan wajar dimaksud masuk di dalam Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa: “Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
melaksanakannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
109
Maka dari itu, Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada frase “kepatutan dan kewajaran” adalah untuk menuju kepada
fleksibilitas dari peraturan itu sendiri. Dengan kata lain, TJSLCSR dinilai oleh masyarakat sekitar tempat perusahaan beroperasi, apakah patut dan wajar untuk
melakukan suatu program pelaksanaan TJSLCSR. Jika diperhatikan hingga saat ini, banyak perusahaan yang bergerak di bidang
sumber daya alam yang telah menerapkan TJSLCSR sebagai bagian dari kegiatan bisnisnya. Penerapan TJSLCSR memang membutuhkan biaya, waktu, sistem, skill, dan
tidak bebas resiko. Namun biaya dan resiko tersebut juga diimbangi dengan hikmah dan manfaat yang sepadan. TJSLCSR akan melindungi korporasi dari surprises yang tidak
menyenangkan dan dapat menjadi wahana membangun saling membangun kepercayaan antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah.
110
Di satu sisi, implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia masih dijalankan dengan relatif baik oleh segelintir perusahaan. Artinya, masih jauh lebih
panjang daftar perusahaan yang sama sekali belum melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, walaupun mereka sudah mengetahui bahwa kewajiban tersebut telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Namun di sisi lain hingga saat ini belum pernah
109
Op.cit., hlm. 60-61
110
Ibid., hlm. 63
Universitas Sumatera Utara
terdengar dimana perusahaan yang sama sekali belum menjalankan tanggung jawab sosialnya dikenakan sanksi. Bahkan mekanisme pemberian sanksi kepada perusahaan
yang lalai atas tanggung jawab sosialnya pun tampak belum diatur dan disosialisasikan secara baku dan transparan.
111
Wajar saja apabila kewajiban CSR ditolak oleh para pengusaha, karena perusahaan didirikan bukan untuk tujuan sosial, tetapi untuk mencari keuntungan semata dan pada
kondisi krisis yang belum pulih tentu kewajiban tersebut dirasa sangat memberatkan. Kewajiban CSR pasti akan menambah beban perusahaan yang nantinya akan
mempengaruhi harga jual barang atau jasa, sehingga menjadi tidak kompetitif lagi. Apalagi semenjak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang tinggi, biaya
operasional perusahaan mengalami peningkatan karena naiknya harga bahan baku, upah tenaga kerja dan biaya transportasi. Sementara itu, daya beli masyarakat juga mengalami
penurunan yang drastis, sehingga angka penjualan barang atau jasa pun ikut turun. Adapun perusahaan-perusahaan yang selama ini telah melakukan CSR dengan sukarela,
semua itu tidak semata-mata bersifat charity atau philanthropy, tetapi karena adanya tujuan yang terkait dengan kepentingan perusahaan baik itu untuk kepentingan yang
bersifat materi, meningkatkan citra perusahaan atau untuk mengambil hati masyarakat agar keberadaan perusahaan bisa diterima dengan baik.
112
Konsekuensi dari kewajiban melaksanakan CSR menimbulkan sanksi bagi pelanggarnya. Sanksi yang diberikan pun beraneka ragam dengan memperhatikan hukum
positif yang sudah ada dan berkaitan dengan sumber daya alam, seperti: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 jo Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maupun Undang-Undang Nomor 32
111
Matias Siagian, Agus Supriadi, Op.cit., hlm. 29
112
Suhadi Sukendar Situmorang, Op.cit., hlm. 58-59
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam artian bahwa pengaturan maupun sanksi yang akan diterapkan tidak menjadi overlapping
dengan aturan-aturan yang sudah ada. Sanksi yang diterapkan secara umum berupa sanksi administratif, perdata maupun pidana. Meskipun demikian, CSR sebagai konsep
kewajiban tidak dapat menetapkan eksekusi atau hukuman hingga diterbitkannya peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh pemerintah PP yang mengatur CSR lebih
lanjut.
113
Seharusnya penerapan CSR tidak hanya mencantumkan kewajiban dan ancaman hukuman bagi yang tidak melaksanakannya, tetapi juga memperhatikan sisi insentif bagi
yang menerapkannya dengan baik dan di atas kewajiban-kewajiban peraturan perundang- undangan. Dengan cara itu, sistem reward and punishment akan berjalan, dan perusahaan
PT akan termotivasi melaksanakan CSR.
114
113
Ibid., hlm. 64
114
Sahara Beby, Op.cit., hlm. 64
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENERAPAN PASAL 74 UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG
PERSEROAN TERBATAS DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
A. Gambaran dan Profil PT Inalum