diukur dari segi waktu kapan bisa tercapai. Kedua, paradigma pembangunan berkelanjutan didasarkan kepada cara pandang yang sangat antroposentris, yakni cara
pandang bahwa alam hanya sekedar alat pemenuhan kebutuhan material yang tertunda. Ketiga, asumsi bahwa manusia bisa menentukan daya dukung ekosistem lokal dan
regional. Mengasumsikan manusia berkemampuan untuk mengetahui batas alam dan mengeksploitasi sumber-sumber alam itu di dalam batas-batas daya dukung tadi. Padahal
manusia tidak menyadari bahwa alam memiliki kekayaan dan kompleksitas yang begitu rumit jauh melampaui kekayaan iptek hasil karya manusia. Keempat, paradigma
pembangunan berkelanjutan justru bertumpu pada ideologi materialisme yang tidak diuji secara kritis, tetapi diterima begitu saja sebagai benar. Hal yang dilematis di sini adalah
semua negara justru dianjurkan untuk mengikuti jalan salah yang ditempuh negara- negara industri, yang terpacu oleh semangat materialisme. Hal yang patut dikoreksi oleh
pembangunan berkelanjutan justru mengulangi kesalahan yang sama.
65
Konsep pemikiran dalam hubungan antara pembangunan dengan lingkungan, muncul pula secara lebih jauh dengan konsep “berkelanjutan ekologi.” Sonny Keraf
berpendapat bahwa keberlanjutan ekologi mengandung perhatian penting kepada aspek- aspek lingkungan tetapi dengan tetap menjamin kualitas kehidupan ekonomi dan sosial
budaya. Konsep ini berbeda dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yakni paradigma yang dianut adalah perhatian pada pembangunan ekonomi sambil
menekankan kepentingan proporsional atas aspek lingkungan dan aspek sosial budaya.
66
D. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan guna mempertahankan kehidupan dan mencapai kesejahteraannya. Istilah
65
Ibid., hlm. 14-15
66
N.H.T. Siahaan 2, Op.cit., hlm. 23
Universitas Sumatera Utara
“pengelolaan”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “kelola”, dan selanjutnya dalam kata kerja mengelola, yang artinya: mengendalikan,
menyelenggarakan pemerintahan dan sebagainya; menjalankan, mengurus perusahaan, proyek, dan sebagainya.
67
Jika dilihat dari pengertian di atas, maka kegiatan yang meliputi pengelolaan dapat dikelompokkan menjadi:
68
1. Proses, cara, perbuatan mengelola;
2. Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain;
3. Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;
4. Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Keberlanjutan pembangunan di suatu daerah atau negara ditentukan oleh
kemampuan daerah atau negara tersebut dalam mengelola lingkungan hidupnya. Pendekatan pengelolaan lingkungan dilakukan dengan menata sistem pengelolaannya.
Sebab berbicara mengenai pengelolaan, sangat berkaitan dengan pendekatan manajemen. Pendekatan manajemen bertumpu pada kemampuan menata sistem yang berada pada
sistem tersebut. Hal inilah yang dapat ditangkap dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ini berkaitan pula dengan filosofi dari
masing-masing Undang-undang tersebut. Pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, filosofinya bertumpu pada “hukum
lingkungan sebagai payung” dalam artian bahwa semua bidang dapat membentuk peraturan lingkungan sendiri. Sementara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 adalah
bagaimana melakukan manajemen terhadap lingkungan tersebut, atau dengan kata lain bahwa lingkungan tersebut dapat dikelola dengan melakukan pendekatan manajemen.
67
N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 85
68
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan manajemen lingkungan mengutamakan kemampuan manusia dalam mengelola lingkungannya, sehingga pandangan tersebut harus diubah dengan melakukan
sebuah pendekatan yang lazim disebut dengan “ramah lingkungan”. Ramah lingkungan menurut Otto Soemarwoto, haruslah juga bersifat mendukung pembangunan ekonomi.
Betapa pun, kita masih miskin dan kehidupan sebagian besar rakyat kita belumlah layak. Dengan lain perkataan, sikap dan kelakuan prolingkungan hidup tidak boleh bersifat
antipembangunan ekonomi.
69
Di samping itu, diatur pula pengertian pengelolaan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang diikuti dengan kata “perlindungan”, yang mana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas
tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya
yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.
70
Namun dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, ada beberapa hal penting yang harus diingat. Pertama, hukum lingkungan menjadi dasar dan pedoman dari segala
pengelolaan lingkungan hidup. Aspek pengelolaan lingkungan hidup memiliki segi dan cakupan yang sangat luas seperti pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan,
penetapan perencanaan tata ruang, menetapkan sistem zona dan baku mutu lingkungan, kebijakan pembuatanpenerapan AMDAL Analisis mengenai Dampak Lingkungan,
perizinan, penegakan hukum law enforcement, pendayagunaan dan pemberdayaan
69
Supriadi, Op.cit., hlm. 32-33
70
Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, penanggulangan kerusakan lingkungan dan bencana alam, dan sebagainya. Keseluruhan aspek-aspek demikian diatur oleh hukum lingkungan guna tercapainya
keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan manusia. Kedua, kekuasaan untuk mengelola lingkungan dan semua sumber daya alam
berpusat di tangan negara. Hal ini disadari di samping sebagai konsekuensi dari kedaulatan negara atas teritorialnya tanah, udara, air, dan segala yang dikandungnya
juga sebagai konsekuensi dari perlunya ada suatu organ kekuasaan berdaulat penuh untuk mengatur, mengelola, mengawasi, dan mengendalikan lingkungan supaya tercapai
efektivitas dari tujuan mencapai keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan manusia. Kekuasaan demikian bukan berarti untuk memiliki atau mempergunakan sumber daya
alam dan lingkungan secara semena-mena, tetapi adalah dalam rangka kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, interaksi lingkungan dengan antarmanusia. Fokus perhatian penting hukum lingkungan dikaitkan dengan bagaimana interaksi atau hubungan timbal balik antara
manusia dengan lingkungan hidup. Namun, karena interaksi manusia dengan sesamanya pada akhirnya tidak terlepas dengan pengaruhnya kepada lingkungan maka interaksi
antarsesama pun menjadi bagian dari pengaturan hukum lingkungan. Sebab dalam jalinan interaksi pergaulan sosial antara manusia individu dengan individu lain atau alam
masyarakat, konsekuensinya juga menyangkut persoalan lingkungan hidup. Esensi lain dari interaksi manusia dengan manusia dalam hubungannya dengan
penataan lingkungan hidup, terutama yang menyangkut aspek-aspek tata lingkungan hidup yang bersifat publik dan kebersamaan. Interaksi antara manusia dengan manusia
sangat penting artinya bagi lingkungan karena tanpa adanya interaksi demikian akan menimbulkan mismanagement yakni tiadanya tindakan koordinasi untuk menata,
Universitas Sumatera Utara
memelihara, melindungi, dan mengawasi tata lingkungan, lebih pula kepada yang sifatnya kepentingan umum publicly use.
Keempat, keserasian sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup. Keserasian berkaitan erat dengan kepantasan bertindak, keseimbangan berinteraksi dengan
lingkungan dalam mencapai kesejahteraan. Perilaku yang akhirnya merusak lingkungan seperti menggali tanah sampai merusak ekosistem seperti banjir, longsor atau tandus
merupakan lingkungan tidak serasi, karena dalam perbuatan tersebut tidak ada kesiembangan. Hal yang sama pada perilaku lainnya seperti membuang limbah,
menebangi hutan tanpa batas, mengeksploitasi barang-barang tambang tanpa memikirkan cadangannya, dan seterusnya. Asas keserasian dapat dijadikan sebagai dasar dari sistem
pengambilan keputusan atas berbagai karakteristik dan atau pola-pola spesifik dari semua aspek lingkungan.
Asas pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya memang haruslah berdasarkan penyerasian dan bukan berdasarkan pelestarian. Sebab dengan melestarikan, konotasinya
adalah menyebabkan atau membuat lingkungan itu dalam keadaan lestari dan lingkungan tidak boleh diganggu gugat. Lestari pada lingkungan berarti membuat lingkungan berada
dalam keadaan status quo dan statis. Jika lingkungannya sifatnya lestari, maka sumber- sumber daya lingkungan tentulah tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan
pembangunan pada hal sumber-sumber daya lingkungan adalah salah satu elemen unsur mutlak bagi pembangunan. Hanya tentu supaya setiap pemanfaatan sumber-sumber daya
lingkungan seyogyanyalah memperhatikan aspek berkelanjutan sustainability. Asas hukum penyerasian lingkungan sebagaimana diuraikan di atas memiliki kaitan
dan nilai-nilai dasar falsafah hidup kita sebagaimana dalam Pancasila. Falsafah Pancasila menyatakan, kebahagiaan hidup akan tercipta jika didasarkan atas keselarasan,
keseimbangan, baik dalam hal-hal sebagai berikut: dalam hidup manusia sebagai pribadi,
Universitas Sumatera Utara
dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa dengan bangsa lain, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,
dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Aspek keberlanjutan sustainability merupakan aspek kelima yang harus
diperhatikan. Hal ini didasari oleh nilai pembangunan berkelanjutan sustainable development, yakni pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masa kini dengan tidak
mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang mencapai kebutuhannya.
71
Selain hak terhadap lingkungan hidup yang baik, Undang-Undang Lingkungan Hidup juga mengatur mengenai kewajiban pengelolaan lingkungan hidup terhadap orang-
perorang. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 67 disebutkan bahwa:
72
Selanjutnya bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 68 yang berbunyi: “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mengendalikan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.”
73
a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
“Setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan berkewajiban:
b. Menjaga fungsi keberlanjutan lingkungan hidup; dan
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Pemberlakuan Undang-Undang Lingkungan Hidup mempunyai dua pola yang berbeda. Pertama, Undang-Undang Lingkungan Hidup menjadi kaidah dan norma.
71
N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm 53-57
72
Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009
73
Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
Kedua, sebagai salah satu instrumen yang bermaksud untuk mempertahankan, mengendalikan, dan menegakkan kaidah ataupun norma-norma yang dikandungnya.
Sebagai suatu sistem undang-undang yang perlu ditegakkan, dalam menjalankan Pengawasan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat menggunakan tiga instrumen,
yaitu:
74
74
Supriadi, Op.cit., hlm. 35
1. Instrumen administrasi; 2. Undang-undang perdata; dan 3. Hukuman pidana.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ATAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP DI INDONESIA
A. Pengaturan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
Pemikiran tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang kini cukup populer dan telah dilaksanakan banyak perusahaan di hampir semua negara tidak muncul secara tiba-
tiba. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan berkembang secara evolusioner dalam jangka waktu yang cukup panjang. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan menjalani
beberapa tahap yang dipengaruhi oleh sepak terjang para pelaku usaha dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Konsep tersebut juga mendapat pengaruh dari
perkembangan ideologi dan tatanan kehidupan bangsa dan antarbangsa. Segala hal tersebut ikut memberikan kontribusi hingga tiba pada suatu saat dimana para pelaku
usaha menyadari perlunya aksi bersama masyarakat setempat demi kepentingan semua pihak.
75
Pandangan tersebut telah melahirkan konsep tanggung jawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility atau CSR. Landasan pandangan CSR bersumber dari
nilai moral, bahwa Perseroan hidup dan berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kehidupan dan kelancaran kegiatan usaha Perseroan sangat tergantung
dan terkait kepada lingkungan dan masyarakat yang bersangkutan. Perseroan harus
75
Matias Siagian, Agus Supriadi, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Perspektif Pekerja Sosial,Medan: FISIP USU Press, 2010, hlm. 6
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kepedulian concern terhadap masyarakat dimana dia hidup dan berada. Perseroan tidak terlepas dari tanggung jawab memenuhi kepentingan publik.
76
Konsep Tanggung Jawab Sosial Perusahaan TJSP yang berkembang di Indonesia sendiri merupakan adopsi atau terjemahan dari Corporate Social Responsibility CSR,
berasal dan berkembang dari negara-negara maju dan lembaga-lembaga internasional. CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab
yang berpijak pada single bottom line, yakni nilai perusahaan corporate value yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya financial saja. Tetapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada sosial dan lingkungan. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan
terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidupnya. Banyak perusahaan yang telah diprotes, dicabut izin
operasionalnya, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi perusahaan karena melakukan kerusakan lingkungan, dimana perusahaan hanya mengeduk dan
mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga
kerja dan kesejahteraan masyarakat di sekitar. Selain itu, masyarakat sekitarnya juga menjadi terpinggirkan.
77
Di samping itu, akibat nyata peletakan pembangunan ekonomi sebagai indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah kurang diperhatikannya masalah-
masalah yang berkenaan dengan lingkungan ataupun masalah-masalah sosial. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah oleh pemerintah dan swasta dimanfaatkan,
bahkan dieksploitasi sebesar-besarnya untuk mendukung pembangunan khususnya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
76
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 298
77
Djuhaendah Hasan, Pengkajian Hukum tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2009, hlm.1
Universitas Sumatera Utara
Eksploitasi yang luar biasa atas sumber daya alam menjadikan pelaku-pelaku utama pembangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan pemeliharaan
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Para pelaku ekonomi, khususnya pelaku usaha kerap meremehkan masalah-masalah yang telah terjadi selama ini dan akan terjadi atas
lingkungan.
78
Program CSR adalah upaya pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat untuk memperkuat citra perusahaan di mata masyarakat. Sebagaimana Davis dan Blomstorm
mengatakan, “Another argument is that social responsibility improves the public image of business.” CSR kini tidak saja dihubungkan dengan peningkatan sumber daya misalnya
tenaga kerja atau pemberdayaan masyarakat setempat tetapi juga perlindungan serta pengelolaan terhadap lingkungan juga menjadi bagian penting dalam pelaksanaan CSR.
Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan memainkan peranan penting dalam bisnis saat ini dan hari esok. Ini merupakan panggilan darurat bagi semua orang terutama
perusahaan yang menjalankan bisnisnya agar segera melakukan perubahan-perubahan kecil dan konsisten dalam hal cara terbaik menerima produk yang berkualitas, murah, dan
ramah lingkungan. Tanggung jawab lingkungan bukan sekedar bentuk kepedulian terhadap lingkungan hidup melalui kegiatan-kegiatan menarik seperti yang dilakukan
oleh CSR, tetapi bagaimana melaksanakan kegiatan produksi dan pemasaran yang berbasis pada lingkungan.
79
Dengan munculnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT menandai babak baru pengaturan CSR walaupun sebenarnya
pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum undang-undang disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran
78
Matias Siagian, Agus Supriadi, Op.cit., hlm. 20-21
79
Sahara Beby, Op.cit., hlm. 71
Universitas Sumatera Utara
paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
80
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merumuskan bahwa:
81
Sedangkan tujuan TJSL dalam UUPT yaitu untuk menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat, sedangkan kegunaan TJSL dalam UUPT antara lain digunakan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan
dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.”
Dalam definisi yang dirumuskan Undang-undang, maka TJSP identik dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan TJSL, istilah perusahaan dipersempit menjadi
perseroan dan aspek lingkungan lebih mendapat perhatian. Dengan diaturnya TJSL dalam Undang-undang maka tersirat pelaksanaannya tidak lagi terintegrasi dalam aktivitas
bisnis perseroan, dengan definisi tersebut terkesan adanya campur tangan pemerintah dalam pelaksanaannya, selain itu aktivitas TJSL, digunakan sebagai sarana yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kualitas lingkungan yang bermanfaat, tidak saja untuk perseroan akan tetapi bermanfaat juga untuk komunitas setempat
maupun masyarakat luas.
80
Ibid., hlm 9
81
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
perseroan itu sendiri, komunitas setempat maupun pada masyarakat umumnya, dengan demikian semangat UUPT berkaitan dengan TJSL adalah sentralisasi pelaksanaan oleh
pemerintah, termasuk harus dialokasikan perusahaan sejumlah dana dan dana tersebut akan diatur oleh pemerintah.
82
Di samping itu terdapat Ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mana menyebutkan:
83
1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam penjelasan Pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
84
82
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 9-10
83
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007
84
Op.cit., hlm. 12
Dari rumusan Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tampaknya pembuat undang-undang seperti
bermaksud untuk “membatasi” perusahaan yang diwajibkan melaksanakan TJSL, yaitu dengan menyebut “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau
yang berkaitan dengan sumber daya alam.” Frasa ini kemudian dalam bagian penjelasan dari ayat yang bersangkutan, dijelaskan sebagai perseroan yang kegiatan usahanya
mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, dan atau perseroan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
85
Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa: “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.” Maksud
kewajiban perusahaan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan adalah bahwa CSRTJSL harus ditetapkan dalam anggaran perusahaan. Di sinilah
maksudnya penerapan CSRTJSL ada unsur pemaksaan, yang apabila tidak dilaksanakan akan dikenakan sanksi hukum Pasal 74 ayat 3 UUPT. Apabila CSRTJSL ditetapkan
dalam anggaran perusahaan maka tentu saja dapat memberatkan perusahaan, apalagi perusahaan yang sedang tahap berkembang. Oleh karena itu, ada frase “kepatutan dan
kewajaran” sebagai exit clause bagi pemerintah untuk menentukan pelaksanaan CSRTJSL. Maksudnya adalah sebagai alasan pemerintah untuk menerapkan CSRTJSL
kepada perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang tadi, tentu saja penerapan CSRTJSL diutamakan kepada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang
sumber daya alam. Tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan oleh perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang sumber daya alam.
86
Di samping itu, menurut penjelasan Pasal 74 ayat 3 bahwa yang dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
87
85
Suhadi Sukendar Situmorang, 2012, Analisis Yuridis Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Corporate Social Responsibility-CSR Berdasarkan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas Studi terhadap Putusan MK RI No. 53PUU-VI2008, Tesis Master
Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan hlm. 52-53
86
Ibid., hlm. 57
87
Op.cit., hlm. 12
Universitas Sumatera Utara
Jika disimak, maka UUPT hanya mewajibkan tanggung jawab sosial korporasi terhadap perusahaan yang beraktivitas di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam.
Demikian pula sudah jelas, perusahaan yang diwajibkan melakukan tanggung jawab sosial korporasi hanyalah perusahaan yang bersifat perseroan, yakni perusahaan yang
berbadan hukum PT. Jadi jelasnya bahwa jika dilihat dari segi pengaturan UUPT maka tanggung jawab sosial atau CSR tidak hanya mengenai masalah sosial saja tetapi
pengertiannya diperluas karena masalah lingkungan atau sumber daya alam.
88
B. Pengaturan tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pada umumnya di negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam dalam pembangunan ekonominya lebih menekankan pada pemanfaatan sumber daya alam.
Dalam kenyataannya pada negara berkembang terjadi kecenderungan eksploitasi besar- besaran atas kekayaan yang terkandung dalam sumber daya alam untuk mengejar
ketinggalan dalam pembangunan ekonomi dari negara maju. Negara berkembang merasa mempunyai hak untuk membangun sehingga sering terjadi eksploitasi atas sumber daya
alam tanpa memperhatikan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, sumber daya alam hayati misalnya tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan
pengelolaan sumber daya alam baik dalam pertambangan migas, nonmigas, atau dalam pengelolaan sumber daya alam hayati maupun sumber daya air, sumber daya kehutanan
dan faktor lingkungan semacamnya sering kurang mendapat perhatian. Perusahaan mengelola sumber daya alam dengan mengejar keuntungan selain kurang memperhatikan
lingkungan fisik juga masyarakat di sekitarnya di mana perusahaan itu berkiprah. Apabila
88
Djanius Djamin, Op.cit., hlm. 175
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari ketentuan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka jelas sekali sumber daya alam harus digunakan untuk kepentingan dan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
89
Eksploitasi yang luar biasa atas sumber daya alam menjadikan pelaku-pelaku utama pembangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berkenaan dengan pemeliharaan
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Para pelaku ekonomi, khususnya pelaku usaha kerap meremehkan masalah-masalah yang telah terjadi selama ini dan akan terjadi atas
lingkungan.
90
Lingkungan adalah satu unsur yang senantiasa terkait dengan kehidupan kita. Semua aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh semua makhluk di bumi ini senantiasa berkaitan
dengan lingkungan. Bahkan semua sumber daya yang digunakan oleh semua unsur dalam tiap-tiap aktivitas ekonominya secara pasti bersumber dan terdapat pada lingkungan.
Lingkungan pada hakikatnya juga sebagai unsur penting yang harus mendapat perhatian daripada perusahaan. Jika suatu perusahaan mau bertahan dan dapat diterima
masyarakat, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan tanggung jawab terhadap lingkungan.
91
Kerusakan lingkungan yang sering terjadi boleh dikatakan yang paling parah adalah dalam pengelolaan sektor sumber daya alam, baik sumber daya alam pertambangan
mineral, migas, kehutanan, sumber daya hayati, sumber daya air, dan sebagainya. Dalam pembangunan berkelanjutan timbul masalah kerusakan lingkungan yang paling parah
diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam yang selain sering melakukan pencemaran lingkungan dan merusak lingkungan juga merugikan masyarakat sekitarnya.
92
89
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 15-16
90
Matias Siagian, Agus Supriadi, Op.cit., hlm. 20-21
91
Ibid., hlm. 53
92
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 17
Universitas Sumatera Utara
Dalam menanggulangi masalah itu muncul suatu pemikiran tentang adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pembangunan dan pemngembangan
masyarakat dan lingkungan perusahaan CSR. CSR Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan bertujuan menciptakan tata kelola perusahaan
yang baik dengan tanggung jawab sosial perusahaan dalam menciptakan masyarakat di wilayah usahanya dan lingkungan sekitarnya yang sehat.
93
Idealnya dalam Pedoman CSR bidang lingkungan, dijelaskan bahwa semua pihak untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan CSR sehingga dapat terbangun komitmen dan
kemitraan yang kuat di antara pelaku usaha dan pemerintah dalam menerapkan CSR di bidang lingkungan. Implementasi kegiatan CSR bidang lingkungan yang benar, tepat, dan
berkelanjutan menjadi harapan besar bagi Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS Saat ini, hampir semua perusahaan telah menyelenggarakan kegiatan CSR, yang
salah satunya adalah dengan melakukan CSR yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan telah paham dan mengerti tentang perlunya
bersama masyarakat menjaga lingkungan di sekitarnya.
94
untuk terjalinnya sebuah keseimbangan yang harmonis antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan, dan akhirnya dapat membentuk dan menciptakan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri yang melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus.
95
Dalam Pasal 74 UUPT yang diwajibkan hanya perusahaan berbentuk PT dan yang bergerak dalam sektor sumber daya alam. Perusahaan lainnya tidak ada kewajiban itu
namun CSRTJSL juga seharusnya dilakukan oleh perusahaan nonsumber daya alam yang
93
Ibid., hlm. 16
94
Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS adalah rangkaian analisis sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan atau program. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140
Tahun 2009.
95
Suhadi Sukendar Situmorang, Op.cit., hlm. 86
Universitas Sumatera Utara
kiranya dapat berpartisipasi secara sukarela untuk tercapainya kenyamanan dalam hubungan sosial dengan lingkungannya untuk meningkatkan dan mengembangkan
kegiatan perekonomian Indonesia. Kewajiban TJSL yang dibebankan kepada perusahaan berbentuk PT yang bergerak
di bidang sumber daya alam mungkin akan dirasakan berat karena dibebani sanksi dan ini akan lain apabila itu sifatnya sukarela, tetapi berlandaskan kesadaran hukum dan asas
moral serta rasa tanggung jawab kepada lingkungan dan masyarakatnya beban itu akan hilang karena manfaatnya lebih besar baik bagi perusahaan yang menjadi kondusif
maupun pada peningkatan perekonomian pada umumnya.
96
Penerapan tanggung jawab lingkungan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilihat dalam beberapa
pasal sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 65 ayat 4 bahwa: Kritik yang muncul dari pelaku usaha bahwa CSRTJSL adalah konsep dimana
perusahaan sesuai kemampuannya melakukan kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan itu adalah di luar kewajiban
perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan formal, seperti ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup.
Mereka berpendapat, selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSRTJSL juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha.
97
1 Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia. 2
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
96
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 23-24
97
Pasal 65 ayat 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
3 Setiap orang berhak mengajukan usul danatau keberatan terhadap rencana
usaha danatau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
4 Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5
Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup.
6 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat 5 diatur dengan peraturan menteri.
Selanjutnya dalam Pasal 67 disebutkan bahwa:
98
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Adanya kewajiban ini
tidak terlepas dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat menyangkut kepentingan umum, sehingga tidak diperkenankan mencemarkan dan merusaknya.
Dengan demikian berarti bahwa setiap orang tanpa terkecuali berhak untuk menikmati dan memanfaatkan lingkungan hidup serta mempunyai kewajiban untuk mengendalikan,
menanggulangi, dan memulihkan akibat yang ditimbulkan dengan terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
“Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.”
99
Di samping itu kewajiban terhadap lingkungan bagi para pelaku usaha diatur di dalam Pasal 68 yang berbunyi:
100
98
Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009
99
Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Jakarta: PT Sofmedia, 2012, hlm. 133
100
Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
“Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban: a.
Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
Seluruh ketentuan di atas mengatur konsep CSRTJSL di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Prinsip CSRTJSL pada dasarnya merupakan sesuatu yang Beyond Legal Complains, dan pada kenyataannya ketentuan mengenai tanggung jawab dari perusahaan sudah diatur
cukup komprehensif dalam peraturan perundang-undangan sektoral terkait, sesuai dengan bidangnya masing-masing dengan aturan sanksi yang cukup ketat: hukuman
badan maupun denda serta hukuman administratif. Pengaturan mengenai CSRTJSL seperti yang dirumusakan dalam Pasal 74 Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas menimbulkan ketidakpastian, diskriminatif serta menyebabkan iklim usaha tidak efisien dan tidak berkeadilan.
Sama halnya seperti ketentuan CSRTJSL di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas juga
menimbulkan inkonsistensi, contradictio in terminis, tumpang tindih, dan ketidakjelasan aturan, sehingga melahirkan ketidakefisienan dn ketidakadilan bagi para pelaku usaha
yang mempunyai perusahaan berbentuk perseroan Terbatas PT.
101
Tanggung jawab sosial korporasi atau CSR dengan demikian merupakan perluasan dari tanggung jawab perusahaan secara hukum sebagaimana menurut UUPPLH karena
tanggung jawab sosial korporasi yang diatur di dalam UUPM Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan UUPT Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 sifatnya adalah
101
Suhadi Sukendar Situmorang, Op.cit., hlm. 88-89
Universitas Sumatera Utara
hukum memaksa atau bersifat imperatif. Jika perusahaan tidak melakukan ketentuan- ketentuan tersebut, perusahaan akan dikenakan sanksi. Dengan demikian, pelaksanaan
tanggung jawab sosial atau CSR bagi perusahaan-perusahaan menurut kedua undang- undang di atas bukan lagi bersifat philanthropic belaka atau aksi amal untuk manfaat
lingkungan sosial setempat.
102
CSRTJSL belum memiliki definisi yang seragam. Lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial perusahaan yang ada dalam literaturpustaka maupun definisi resmi yang
dianut oleh berbagi lembaga internasional berbeda dengan lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Konsepsi CSRTJSL berkaitan dengan beberapa isu penting antara lain Good Corporate Government, Sustainable Development,dan
Millenium Development Goals. Pelaksanaan CSR sayangnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Idealnya
terlebih dahulu dirumuskan bersama antara 3 tiga pihak yang berkepentingan, yakni pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat setempat dan kemudian dilaksanakan sendiri
oleh masing-masing perusahaan karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik lingkungan dan masyarakat yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Upaya perusahaan menerapkan CSRTJSL memerlukan energi dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah sebagai regulator diharapkan mampu berperan
menumbuhkembangkan penerapan CSRTJSL di tanah air tanpa membebani perusahaan secara berlebihan. Peran masyarakat juga diperlukan dalam upaya perusahaan
memperoleh rasa aman dan kelancaran dalam berusaha.
103
102
N.H.T. Siahaan, Op.cit., hlm. 176
103
Op.cit., hlm. 89-90
Universitas Sumatera Utara
C. Sanksi atas Perusahaan yang Tidak Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan