Gambaran Umum Kecamatan Medan Labuhan Analisis Pendapatan Petani pada Usahatani Udang Windu Organik,

9. Kecamatan Medan Polonia dengan 5 Kelurahan 10. Kecamatan Medan Maimun dengan 6 Kelurahan 11. Kecamatan Medan Selayang dengan 6 Kelurahan 12. Kecamatan Medan Sunggal dengan 6 Kelurahan 13. Kecamatan Medan Helvetia dengan 7 Kelurahan 14. Kecamatan Medan Petisah dengan 7 Kelurahan 15. Kecamatan Medan Barat dengan 6 Kelurahan 16. Kecamatan Medan Timur dengan 18 Kelurahan 17. Kecamatan Medan Deli dengan 6 Kelurahan 18. Kecamatan Medan Labuhan dengan 7 Kelurahan 19. Kecamatan Medan Belawan dengan 6 Kelurahan Sumber Badan Pusat Statistik Kota Medan Kemudian dua wilayah di Kotamadya Medan dimekarkan menjadi wilayah Kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tahun 1992 tentang pembentukan Kecamatan di Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, Kecamtan di Kotamadya Medan yang semula berjumlah 19 menjadi 21 Kecamatan. Dua Kecamatan yang mengalami pemekaran tersebut adalah Kecamatan Medan Marelan dengan 4 Kelurahan dan Kecamatan Medan Perjuangan dengan 9 Kelurahan.

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Medan Labuhan

Salah satu kecamatan di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Labuhan. Kecamatan Medan Labuhan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan luas wilayah 36,67 km 2 . Adapun batas-batas Kecamatan Medan Labuhan secara administratif sebagai berikut : Universita Sumatera Utara • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli • Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan Kecamatan Medan Labuhan terdiri atas enam kelurahan yaitu Kelurahan Pekan Labuhan, Kelurahan Nelayan Indah, Kelurahan Sei Mati, Kelurahan Martubung, Kelurahan Besar, Kelurahan Tangkahan. Jumlah penduduk Kecamatan Medan Labuhan sebanyak 111.173 jiwa.

4.3. Karakteristik Sampel

Jumlah sampel keseluruhan adalah sebanyak 60 orang, terdiri dari 30 orang petani udang windu organik dan 30 orang petani udang windu nonorganik.

4.3.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik Budidaya

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani udang windu secara organik dan nonorganik. Distribusi sampel berdasarkan teknik budidaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik Budidaya Udang Windu No Teknik Budidaya Jumlah Orang Persentase 1 Organik 30 50 2 Nonorganik 30 50 Jumlah 60 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa jumlah petani dari masing-masing usahatani udang windu organik dan nonorganik adalah sebanyak 30 orang 50. Menurut hasil wawancara dengan petani di lapangan, jumlah tambak udang Universita Sumatera Utara organik adalah yang paling banyak, sehingga jumlah petani yang melakukan budidaya udang windu organik juga lebih banyak.

4.3.2. Distribusi Sampel berdasarkan Luas Lahan

Lahan merupakan modal utama bagi petani dalam menjalankan usahataninya. Kepemilikan lahan yang memenuhi skala usaha minimum memungkinkan petani dapat mengelola usahataninya secara efisien. Distribusi petani berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Sampel berdasarkan Luas Lahan Luas Lahan Ha Frekuensi Persentase 5 58 96 ≥ 5 2 4 Jumlah 60 100 Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Tabel 7. Menunjukkan bahwa mayoritas kepemilikan lahan petani masih kecil 5 ha dan hanya 2 orang petani 4 yang memiliki lahan 5 udang ha. Secara umum petani belum mengusahakan budidaya udang windu organik dalam skala yang besar. Hal ini terjadi karena petani merasa masih dapat memenuhi permintaan walaupun mereka mengusahakan dalam lahan yang tidak terlalu luas.

4.3.3. Distribusi Sampel berdasarkan Umur

Umur merupakan salah satu aspek pendukung petani dalam mengelola usahataninya. Petani yang masih berada pada usia produktif relatif lebih aktif terutama dalam mencari informasi untuk mendukung pengelolaan usahaninya. Distribusi Sampel berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 8. Universita Sumatera Utara Tabel 8. Distribusi Sampel berdasarkan Umur Umur tahun Frekuensi Orang Persentase 15 – 45 52 86,70 45 8 3,30 Jumlah 60 100,00 Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa Sampel masih berada pada usia produktif, yaitu berada di antara 15 - 45 tahun dengan jumlah 52 Sampel 86,7 . Sampel yang berusia 45 tahun hanya 8 orang Sampel 3,3.

4.3.4. Distribusi Sampel berdasarkan Pengalaman Bertani

Pengalaman juga dapat menentukan bagaimana petani mengelola usahataninya. Semakin banyak pengalaman petani maka diharapkan petani dapat mengelola usahataninya dengan semakin baik. Distribusi sampel berdasarkan pengalaman bertani dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Sampel berdasarkan Pengalaman Bertani Pengalaman Tahun Frekuensi Persentase 10 29 48,33 ≥ 10 31 51,67 Jumlah 60 100,00 Sumber: Analisis Data Primer, 2012 Tabel 9. Menunjukkan bahwa pengalaman bertani petani sudah cukup lama. Petani sudah mulai berusaha tani sayur mayur ini selama lebih dari 10 tahun. Petani yang memiliki pengalaman ≥ 10 tahun yaitu sebanyak 31 orang 51,67. Universita Sumatera Utara 4.4. Analisis Biaya Produksi Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik Biaya produksi usahatani udang windu adalah seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani tambak dalam memproduksi udang windu untuk setiap musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri biaya penyusutan peralatan. Biaya produksi tetap merupakan hasil penjumlahan biaya penyusutan peralatan. Biaya variabel terdiri dari biaya saranainput produksi dan biaya tenaga kerja. Biaya produksi variabel merupakan hasil penjumlahan dari biaya saranainput produksi dan biaya tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para petani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, maka diketahui bahwa biaya operasional untuk mengelola 1 ha tambak udang windu organik sebesar Rp. 3.000.000 sampai Rp. 10.000.000musim tanam, dan 1 ha tambak udang windu nonorganik membutuhkan biaya operasional sebesar Rp. 15.000.000 sampai Rp. 40.000.000musim tanam. Adapun rincian mengenai komponen biaya produksi yang dikeluarkan oleh para petani udang windu organik dan nonorganik dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Universita Sumatera Utara Tabel 10. Rata-rata Total Biaya Produksi per Petani Udang Windu Organik dan Nonorganik No. Jenis Biaya Produksi Udang windu Organik Udang windu Nonorganik Jumlah Rp Persentase Jumlah Rp Persentase 1. Biaya Tetap a.Biaya Penyusutan 259.350,00 3,44 3.255.105,25 10,50 Jumlah 259.350,00 3.255.105,25 2. Biaya Variabel a. Biaya input produksi : 1. Biaya Benur 2. Biaya Pakan 3. Biaya Pupuk Organik 4. Biaya Pupuk Anorganik 5. Biaya Semponen 6. Biaya Saponin 7. Biaya Ursal 8. Biaya Dolomit 9. Biaya Solar 2.720.000,00 347.583,33 104.866,67 341.333,33 36,08 4,61 1,39 4,53 8.320.000,00 3.491.958,33 726.000,00 702.500,00 55.200,00 741.000,00 1.562.000,00 26,74 11,22 2,33 2,26 0,18 2,38 5,02 b. Biaya Tenaga Kerja 3.765.833,33 49,95 12.255.833,33 39,40 Jumlah 7.279.616,66 100 27.854.491,66 100 Total Biaya TC 7.538.966,66 31.109.596,91 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013, lampiran 8 Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa perbedaan komponen biaya produksi usahatani udang windu organik dan nonorganik terdapat pada jenis pupuk, obat-obatan serta bahan bakar yang digunakan. Pada usahatani udang Universita Sumatera Utara windu organik para petani menggunakan pupuk organik. Dimana biaya rata-rata pupuk organik yang harus dikeluarkan oleh para petani udang windu organik untuk 1 satu musim tanam adalah Rp 104.866,67 1,39 dari total biaya rata- rata sebesar Rp 7.538.966,66. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani udang windu organik untuk penyediaan pupuk untuk 1 satu musim tanam sebesar Rp 104.866,67 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Selanjutnya pada usahatani udang windu nonorganik para petani tetap menggunakan pupuk anorganik, saponin, dolomit, ursal serta bahan bakar solar untuk menggerakkan mesin. Dimana biaya rata-rata pupuk anorganik, saponin, ursal, dolomit dan bahan bakar solar yang harus dikeluarkan oleh para petani nonorganik untuk 1 satu musim tanam adalah Rp 726.000 2,33, Rp 702.500 2,26, Rp 55.200 0,18, Rp. 741.000 2,38 dan Rp 1.562.000 5,02 dari total biaya rata-rata sebesar Rp 31.109.596,91. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani udang windu nonorganik untuk penyediaan pupuk anorganik, saponin, ursal, dolomit dan bahan bakar solar untuk 1 satu musim tanam sebesar Rp 3.786.700 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap ketua kelompok tani Gapoktan FPTRABK diketahui bahwa pupuk organik yang digunakan oleh para petani udang windu organik di Batang Kilat berasal dari berbagai merk produk pupuk organik. Dimana para petani udang windu organik membeli pupuk organik tersebut dari toko-toko bahan pertanian seharga Rp 23.000-Rp. 25.000 L. Pupuk organik cair yang digunakan oleh para petani udang windu organik Universita Sumatera Utara memiliki merk yang berbeda diantaranya EM4 dan Ally. Pupuk organik cair ini biasanya diolah lagi oleh para petani misalnya dengan cara mengencerkannya dengan air atau ditambahkan ke dalam pakan. Adapun perbedaan komponen biaya rata-rata usahatani udang windu organik terhadap biaya rata-rata usahatani udang windu nonorganik yaitu tidak adanya komponen biaya rata-rata pupuk anorganik, saponin, ursal, dolomit dan solar. Hal ini disebabkan para petani udang windu organik sudah menggunakan pupuk organik mulai dari awal hingga akhir masa tanam. Dimana biaya rata-rata pupuk organik yang harus dikeluarkan oleh para petani udang windu organik untuk 1 satu musim tanam adalah Rp 104.866,67 1,39 dari total biaya rata- rata sebesar Rp. 7.538.966,66. Dengan kata lain, jumlah biaya rata-rata yang harus dikeluarkan oleh para petani udang windu organik untuk penyediaan pupuk organik untuk 1 satu musim tanam sebesar Rp. 104.866,67 dari total biaya rata- rata secara keseluruhan. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa total biaya rata-rata dari usahatani udang windu organik Rp 7.538.966,66 lebih rendah daripada total biaya rata-rata dari usahatani udang windu nonorganik Rp 31.109.596,91 yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Adapun penyebab-penyebab terjadinya perbedaan total biaya rata-rata dari kedua jenis teknik budidaya udang windu dimulai dari tingginya biaya rata-rata untuk benur. Dimana pada usahatani udang windu organik biaya rata-rata untuk penyediaan benur adalah Rp 2.720.000 36,08 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Sedangkan biaya rata-rata untuk benur pada usahatani udang windu nonorganik adalah dan Rp 8.320.000 26,74 dari total biaya rata-rata secara keseluruhan. Universita Sumatera Utara Biaya rata-rata penyediaan benur pada usahatani udang windu organik lebih kecil daripada usahatani udang windu nonorganik dikarenakan adanya perbedaan luas lahan dan jumlah benur yang digunakan untuk 1 satu musim tanam. Hal tersebut dapat dilihat pada data Lampiran 2 yang menyatakan bahwa jumlah benur rata-rata yang digunakan oleh para petani organik dan nonorganik adalah 45.333,33 ekor untuk luas lahan rata-rata 1,52 ha dan 138.666,67 ekor untuk luas lahan rata-rata 1,43 ha. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa para petani udang windu organik menggunakan jumlah benur yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan nonorganik dikarenakan tidak adanya kincir pada usahatani yang organik sehingga sirkulasi udara terjadi secara alami jadi kalau terlalu padat itu menyebabkan angka pertumbuhannya menjadi rendah. Adapun kualitas benur udang windu yang digunakan oleh para petani organik dan nonorganik di Batang Kilat ini harus diperhatikan biasanya benur yang berkualitas unggul terlihat lebih lincah, karena kualitas benur yang kurang baik menyebabkan angka kematian lebih tinggi. Benur dibeli dari tempat-tempat pembenuran atau ada juga yang diambil dari kotak benur. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan total biaya rata-rata dari budidaya udang windu organik dan nonorganik adalah biaya rata-rata tenaga kerja. Adapun biaya rata-rata tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani udang windu organik adalah Rp 3.765.833,33 lebih rendah daripada biaya rata-rata tenaga kerja pada usahatani udang windu nonorganik Rp 12.255.833,33 Lampiran 8. Dimana biaya rata-rata tenaga kerja pria mendominasi proporsi Universita Sumatera Utara pengeluaran biaya tenaga kerja secara keseluruhan baik untuk usahatani udang windu organik maupun nonorganik. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyebab dari tingginya biaya rata-rata tenaga kerja pria yang dikeluarkan oleh para petani organik dan nonorganik dikarenakan sebagian besar kegiatan usahatani mulai dari pengolahan lahan sampai pemanenan adalah kegiatan yang dilakukan pria sedangkan pembuangan lumut dan pensortiran ada juga yang dilakukan oleh wanita. Adapun jumlah tenaga kerja rata-rata yang tersedia untuk usahatani udang windu organik mulai dari pengolahan lahan, pemeliharaan, pemanenan, pasca panen dan pengangkutan adalah 4,37 pria; 1,23 pria; 13,53 pria dan 0,17 wanita; 1,43 pria dan 1,20 wanita; serta 2,13 pria lebih banyak daripada usahatani udang windu nonorganik yaitu 5,33 pria; 3,33 pria dan 0.17 wanita; 11.27 pria dan 0.17 wanita; 1.90 pria dan 0.77 wanita; serta 2.23 pria Lampiran 8. Hal ini dikarenakan pada usahatani udang windu organik lebih banyak menggunakan cara manual dengan bantuan tenaga manusia. Secara umum terjadi perbedaan dalam upah tenaga kerja antara usahatani udang windu organik dan nonorganik khususnya pada kegiatan pemeliharaan. Adapun upah rata-rata untuk tenaga kerja pemeliharaan usahatani organik sebesar Rp 1.500.000 per bulan dan nonorganik sebesar Rp 3.000.000, hal ini dikarenakan pekerjaan dan resiko pada usahatani udang windu nonorganik lebih besar dibandingkan organik. Selain itu, diketahui juga bahwa upah tenaga kerja usahatani udang windu di daerah penelitian lebih banyak menerapkan teknik pembayaran secara borongan ada juga harian dengan maksud untuk Universita Sumatera Utara meminimalisir penggunaan biaya produksi udang windu yang membutuhkan banyak tenaga kerja, seperti persiapan pengolahan lahan, dan panen.

4.5. Analisis Pendapatan Petani pada Usahatani Udang Windu Organik,

dan Nonorganik Indikator keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani. Usahatani dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Dimana nilai rata-rata total biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani dianalisis per petani dan per hektar. Analisis per petani dimaksudkan untuk melihat atau mengetahui bagaimana kondisi saat ini yang tengah dihadapi oleh petani, sedangkan analisis per hektar dimaksudkan untuk membandingkan nilai pendapatan antar komoditi dan produktivitas lahan dengan daerah lain. Adapun rincian mengenai nilai rata-rata total biaya, penerimaan, dan pendapatan yang dianalisis per petani dan per hektar pada usahatani udang windu organik dan nonorganik dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, Pendapatan dan RC pada Usahatani Udang windu Organik dan Nonorganik per Hektar Usahatani Udang windu Organik Udang windu Nonorganik Jumlah TC per Hektar Rp 5.447.593,80 26.579.539,35 32.027.133,14 TR per Hektar Rp 22.955.555,56 43.993.650,79 66.949.206,35 P d 17.507.961,76 per Hektar Rp 17.414.111,45 34.922.073,21 RC per Hektar 4,36 1,69 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 Lampiran 7, 8, dan 9 Universita Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui rata-rata pendapatan total usahatani udang windu organik lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan total usahatani udang windu nonorganik. Dimana rata-rata pendapatan total usahatani udang windu organik adalah sebesar Rp. 17.507.961,76, sedangkan rata-rata pendapatan total untuk usahatani udang windu nonorganik adalah sebesar Rp. 17.414.111,45. Adapun beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapatan usahatani udang windu organik terhadap udang windu nonorganik dan antara lain adanya perbedaan penerimaan dan biaya antar kedua jenis teknik budidaya udang windu tersebut. Perbedaan penerimaan usahatani ini dikarenakan pertumbuhan dari umdang windu organik lebih tinggi daripada udang windu nonorganik, sehingga para petani udang windu organik dapat memperoleh hasil yang lebih besar karena biaya produksi rendah. Sedangkan udang windu nonorganik memiliki pertumbuhan yang rendah dan biaya produksi cukup tinggi sehingga hasil menjadi rendah. Adapun rata-rata penerimaan total usahatani udang windu organik adalah sebesar Rp. 22.955.555,56, sedangkan rata-rata penerimaan total usahatani udang windu nonorganik adalah sebesar Rp. 26.579.539,35. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan total dari usahatani udang windu nonorganik memang lebih besar dibandingkan rata-rata penerimaan total usahatani udang windu organik, namun total biaya nonorganik cukup tinggi. Apabila ditinjau dari nilai rata-rata total biaya per petani pada usahatani udang windu organik, yaitu Rp. 7.538.966,67 jauh lebih rendah daripada rata-rata total biaya usahatani udang windu nonorganik, yaitu Rp. 31.109.596,91. Adapun penyebab dari tingginya rata-rata total biaya usahatani udang windu nonorganik di Universita Sumatera Utara antaranya nilai rata-rata biaya penyediaan input produksi, yaitu Rp. 15.598.658,33 jauh lebih tinggi daripada rata-rata biaya penyediaan input produksi pada usahatani udang windu organik, yaitu Rp. 3.513.783.33 Lampiran 2. Dimana pada usahatani udang windu nonorganik, para petani masih menggunakan input produksi berupa pupuk anorganik dan obat-obatan kimia dengan harga yang relatif lebih mahal serta bahan bakar solar, sedangkan petani udang windu organik sudah menggunakan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pakan sintetis serta tidak menggunakan bahan bakar solar sehingga biaya relatif lebih murah. Selain itu, pada usahatani udang windu nonorganik rata-rata biaya tenaga kerja, yaitu Rp. 12.255.833,33 lebih tinggi daripada rata-rata biaya tenaga kerja pada usahatani udang windu organik, yaitu Rp. 3.765.833,33.

4.6. Analisis Kelayakan Usahatani Udang Windu Organik dan