Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik (Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN

USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN

NONORGANIK

(Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara)

TESIS

Oleh

ZAKWAN

117039027/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN

USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN

NONORGANIK

(Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara)

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZAKWAN

117039027/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik (Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara)

Nama : Zakwan

NIM : 117039027

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Ir. Salmiah, M.S) (

Ketua Anggota

Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA)

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada Jum’at, 27 September 2013

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Salmiah, M.S _________________

Anggota : 1. Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA _________________

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S _________________

3. Ir. Iskandarini, M.M, Ph.D _________________


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN NONORGANIK

(Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara)

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 30 September 2013 yang membuat pernyataan,

Zakwan


(6)

Dipersembahkan kepada :

Ayah, Ibu, dan Seluruh Keluarga


(7)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN

USAHATANI UDANG WINDU ORGANIK DAN NONORGANIK

(Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara)

ZAKWAN

117039027


(8)

ABSTRAK

ZAKWAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik (Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara) (Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S sebagai ketua dan Ibu Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA sebagai anggota).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan trend masyarakat dunia khususnya masyarakat di Indonesia dalam hal mengonsumsi pangan yang lebih sehat dan terbebas dari bahan-bahan kimiawi berbahaya yang dikenal dengan istilah pangan organik. Dimana salah satu komoditas pangan organik adalah udang windu organik yang diperoleh dari budidaya udang windu secara organik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis komparasi pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik yang ditinjau dari segi total biaya produksi, pendapatan petani, nilai R/C ratio, dan juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012-Agustus 2013 di Batang Kilat, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu daerah dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode stratified random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang, 30 orang budidaya organik dan 30 orang budidaya nonorganik.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan : total biaya rata-rata per petani udang windu organik lebih rendah daripada udang windu nonorganik; pendapatan per ha dari petani udang windu organik lebih tinggi daripada udang windu nonorganik; R/C ratio udang windu organik lebih tinggi daripada R/C ratio udang windu nonorganik. Secara serempak variabel jumlah produksi, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit/benur, biaya pakan, biaya pupuk/pestisida, harga komoditi dan teknologi usaha tani berpengaruh nyata terhadap variabel pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik. Sedangkan secara parsial, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit/benur, harga komoditi dan teknologi usahatani berpengaruh nyata sedangkan jumlah produksi, biaya pakan dan biaya pupuk/pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik.

Kata kunci : Total biaya, pendapatan, R/C ratio, udang windu organik, udang windu nonorganik.


(9)

ABSTRACT

ZAKWAN. Some Factors which Influence the Income of the Agribusiness of Organic and Non-Organic Tiger Prawns (A Case Study at BatangKilat, Medan). (The research was supervised by Dr. Ir. Salmiah, M.S. as the chair person, and Sri FajarAyu, S.P., M.M., DBA as the member).

This research was based on the trend of the people throughout the world, especially the people in Indonesia in consuming healthful food and free from dangerous chemical substance, which is known as organic food. One of the commodities of organic food is tiger prawn which is obtained from the organic cultivation of tiger prawn. The objective of the research was to analyze comparatively the income of tiger prawns organically and non-organically, viewed from the total production cost, farmers’ income, the value of R/C ratio, and to analyze some factors which the income of organic and non-organic tiger prawn abribusiness. The research was conducted at BatangKilat, Medan LabuhanSubdistrict, Medan, North Sumatera Province, from December, 2012 to August, 2013.The location of the research was determined by using purposive method, selected carefully according to the objective of the research. The samples were taken by using stratified random sampling technique with 60 respondents, 30 respondents in organic cultivation and 30 respondents in nonorganic cultivation respectively.

It was concluded from the research that the average cost of each farmer of organic tiger prawns was lower that that of nonorganic tiger prawns, the income of farmers per hectare of organic tiger prawns was higher than that of nonorganic tiger prawns,and the R/C of organic tiger prawns was higher than that nonorganic tiger prawns. Simultaneously, the variables of the amount of production, area, cost of manpower, cost of shrimp fry, cost of food, cost of fertilizers/pesticides, price of commodities, and technology of agribusiness had significant influence on the variable of the income of agribusiness in organic and nonorganic tiger prawns. Partially, are, cost of manpower, cost of fertilizers/pesticides, price of commodities, and technology of agribusiness had significant influence on the variable of income, while the amount of production, cost of food, and cost of fertilizers/pesticidesdid not have any significant influence on the income of agribusiness in organic and nonorganic tiger prawns.

Keywords: Total of Cost, Income, R/C Ratio, Organic Tiger Prawns, Nonorganic Tiger prawns


(10)

RIWAYAT HIDUP

ZAKWAN, lahir di Medan, pada tanggal 22 November 1987 dari Bapak H. Zulkarnain dan Ibu Hj. Umi Zakiyah. Penulis merupakan anak ke dua dari lima bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1994 masuk Sekolah Dasar Hang Tuah Belawan, tamat tahun 2000. 2. Tahun 2000 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 39 Medan,

tamat tahun 2003.

3. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Medan, tamat tahun 2006.

4. Tahun 2006 diterima di Program Studi Ilmu Teknologi Pangan (S1) di Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2011.

5. Tahun 2011 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara.

6. Tahun 2012 melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister Ilmu Pangan Universitas Sumatera Utara.

Pendidikan non-formal / training / seminar yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2006 Tamat Kursus Bahasa Inggris Tingkat Intensive Conversation Class Level Two.

2. Tahun 2010 Training Motivasi dan Pengembangan Diri, Abco Indonesia, Medan.

3. Tahun 2010 Training “6 Steps to Build A Successful Business”, Bank Mandiri, Jakarta.


(11)

4. Tahun 2011 Training & Coaching oleh Actioncoach International, Bank Mandiri, Jakarta.

5. Tahun 2011 “Regional Entrepreneurship Summit”, Bank Mandiri-GEPI, Bali. 6. Tahun 2011 Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI)

Sumut.

7. Tahun 2012 Pelatihan program pengolahan data SPSS, Magister Agribisnis USU, Medan.

8. Tahun 2012 Workshop “Managing The Brand and Customer Experience & Building and Maintaining Relationship, Link & Beyond, Medan.

9. Tahun 2012 Seminar Bersama Mahasiswa Magister Agribisnis USU dengan Universiti Putra Malaysia (UPM).

Pengalaman organisasi yang dimiliki penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2007 Ketua Tim Mentoring Agama Islam (TIM MAI) FP-USU. 2. Tahun 2008 Ketua Kaderisasi BKM Al-Mukhlisin FP-USU.

3. Tahun 2008 Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), USU.

4. Tahun 2009 Pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), USU.

5. Tahun 2010 Ketua Ikatan Mahasiswa Medan Utara (IMAMU)

6. Tahun 2011 Sekretaris Umum Forum Silaturrahmi Wirausaha Muda Mandiri (FORSIL WMM) KANWIL I SUMBAGUT.

7. Tahun 2012 Ketua Asosiasi Mahasiswa Wirausaha dan Alumni (AMWA), USU.

8. Tahun 2012 Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Forum Komunikasi Mahasiswa Magister Agribisnis (FOKMA MAG), USU.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Instansi Pemerintahan dan Gabungan Kelompok Tani Forum Perjuangan Tanah Rakyat Asli Batang Kilat (GAPOKTAN FPTRABK) yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 30 September 2013


(13)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... . ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Pengertian Usahatani ... ... 8

2.2.2 Karakteristik Udang Windu... ... 9

2.2.3 Teknik Budidaya Udang Windu Organik... ... 10

2.2.4 Teknik Budidaya Udang Windu Nonorganik... ... 11

2.2.5 Tambak Organik dan Nonorganik... ... 11

2.2.6 Pendapatan ... ... 13

2.2.7 Analisis Usahatani ... ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran ... 19

2.4 Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Pemilihan Lokasi ... 23

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 26

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 32

Definisi ... 32


(14)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 35

4.1.1. Letak Geografis Kota Medan ... 35

4.1.2. Penduduk ... 36

4.1.3. Latar Belakang Historis ... 37

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Medan Labuhan ... 43

4.3 Karakteristik Sampel ... 44

4.3.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik Budidaya ... 44

4.3.2. Distribusi Sampel berdasarkan Luas Lahan ... 45

4.3.3. Distribusi Sampel berdasarkan Umur ... 45

4.3.4. Distribusi Sampel berdasarkan Pengalaman Bertani 4.4 Analisis Biaya Produksi Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 47

4.5 Analisis Pendapatan Petani pada Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 52

4.6 Analisis Kelayakan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik... ... 55

4.7 Analisis Komparasi... ... 56

4.7 Uji Asumsi Klasik ... 57

4.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik Di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara... 60

4.8.1 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... ... 60

4.8.1.1. Koefisien Determinasi ... 61

4.8.1.2. Uji pengaruh variabel secara serempak 4.8.2 Pengaruh jumlah produksi (X1) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 62

4.8.3 Pengaruh luas lahan (X2) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 63

4.8.4 Pengaruh Biaya Tenaga Kerja (X3) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 64

4.8.5 Pengaruh Biaya Benur (X4) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 64

4.8.6 Pengaruh Biaya Pakan (X5) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 65

4.8.7 Pengaruh Biaya Pupuk/Pestisida (X6) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 66

4.8.8 Pengaruh Harga Komoditi (X7) terhadap Pendapatan (Y) Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 66 4.8.9 Pengaruh Teknologi Usahatani (D1) terhadap


(15)

Organik dan Nonorganik ... 67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... . 70


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Jumlah Petani Sampel Udang Windu Organik dan Nonorganik Berdasarkan Strata Luas Lahan di Daerah Penelitian

pada Tahun 2013 ... 24

2. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ... 25

3. Lanjutan... 26

4. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan ... 36

5. Penduduk Kota Medan menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 ... 37

6. Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik Budidaya Udang Windu ... 44

7. Distribusi Sampel berdasarkan Luas Lahan ... 45

8. Distribusi Sampel berdasarkan Umur ... 46

9. Distribusi Sampel berdasarkan Pengalaman Bertani ... 46

10. Rata-rata Total Biaya Produksi per Petani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 48

11. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan dan R/C pada Usahatani Udang windu Organik dan Nonorganik per Petani dan per Hektar ... 53

12. Uji Komparasi antara Usaha Tani Udang Windu Organik dan Nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara (ha), tahun 2013 ……… ... 56

13. Hasil Uji Asumsi Multikolinieritas Model Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ……… 58

14. Hasil Uji Park Model Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 59

15. Hasil Uji Normalitas Model Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ... 60

16. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik ……… ... 61


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Karakteristik Petani Sampel ... ... 73

2. Penggunaan Input ... 75

3. Biaya Input ... 78

4. Penggunaan Peralatan ... 81

5. Biaya Penyusutan Peralatan ... 85

6. Penggunaan Tenaga Kerja ... 89

7. Komponen Biaya ... 93

8. Penerimaan Usahatani ... 95

9. Data Pendapatan, dan R/C ... 97

10. Hasil Analisis Independent Sample t-Test ... 99

11. Hasil Analisis Regresi ... 100

12. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... ... 107

13. Hasil Uji Park ... 108

14. Foto-Foto Dokumentasi ...109 .


(19)

ABSTRAK

ZAKWAN. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Udang Windu Organik dan Nonorganik (Studi Kasus : Batang Kilat Kota Medan Propinsi Sumatera Utara) (Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S sebagai ketua dan Ibu Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA sebagai anggota).

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan trend masyarakat dunia khususnya masyarakat di Indonesia dalam hal mengonsumsi pangan yang lebih sehat dan terbebas dari bahan-bahan kimiawi berbahaya yang dikenal dengan istilah pangan organik. Dimana salah satu komoditas pangan organik adalah udang windu organik yang diperoleh dari budidaya udang windu secara organik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis komparasi pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik yang ditinjau dari segi total biaya produksi, pendapatan petani, nilai R/C ratio, dan juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012-Agustus 2013 di Batang Kilat, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu daerah dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode stratified random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang, 30 orang budidaya organik dan 30 orang budidaya nonorganik.

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan : total biaya rata-rata per petani udang windu organik lebih rendah daripada udang windu nonorganik; pendapatan per ha dari petani udang windu organik lebih tinggi daripada udang windu nonorganik; R/C ratio udang windu organik lebih tinggi daripada R/C ratio udang windu nonorganik. Secara serempak variabel jumlah produksi, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit/benur, biaya pakan, biaya pupuk/pestisida, harga komoditi dan teknologi usaha tani berpengaruh nyata terhadap variabel pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik. Sedangkan secara parsial, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit/benur, harga komoditi dan teknologi usahatani berpengaruh nyata sedangkan jumlah produksi, biaya pakan dan biaya pupuk/pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik.

Kata kunci : Total biaya, pendapatan, R/C ratio, udang windu organik, udang windu nonorganik.


(20)

ABSTRACT

ZAKWAN. Some Factors which Influence the Income of the Agribusiness of Organic and Non-Organic Tiger Prawns (A Case Study at BatangKilat, Medan). (The research was supervised by Dr. Ir. Salmiah, M.S. as the chair person, and Sri FajarAyu, S.P., M.M., DBA as the member).

This research was based on the trend of the people throughout the world, especially the people in Indonesia in consuming healthful food and free from dangerous chemical substance, which is known as organic food. One of the commodities of organic food is tiger prawn which is obtained from the organic cultivation of tiger prawn. The objective of the research was to analyze comparatively the income of tiger prawns organically and non-organically, viewed from the total production cost, farmers’ income, the value of R/C ratio, and to analyze some factors which the income of organic and non-organic tiger prawn abribusiness. The research was conducted at BatangKilat, Medan LabuhanSubdistrict, Medan, North Sumatera Province, from December, 2012 to August, 2013.The location of the research was determined by using purposive method, selected carefully according to the objective of the research. The samples were taken by using stratified random sampling technique with 60 respondents, 30 respondents in organic cultivation and 30 respondents in nonorganic cultivation respectively.

It was concluded from the research that the average cost of each farmer of organic tiger prawns was lower that that of nonorganic tiger prawns, the income of farmers per hectare of organic tiger prawns was higher than that of nonorganic tiger prawns,and the R/C of organic tiger prawns was higher than that nonorganic tiger prawns. Simultaneously, the variables of the amount of production, area, cost of manpower, cost of shrimp fry, cost of food, cost of fertilizers/pesticides, price of commodities, and technology of agribusiness had significant influence on the variable of the income of agribusiness in organic and nonorganic tiger prawns. Partially, are, cost of manpower, cost of fertilizers/pesticides, price of commodities, and technology of agribusiness had significant influence on the variable of income, while the amount of production, cost of food, and cost of fertilizers/pesticidesdid not have any significant influence on the income of agribusiness in organic and nonorganic tiger prawns.

Keywords: Total of Cost, Income, R/C Ratio, Organic Tiger Prawns, Nonorganic Tiger prawns


(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usahatani organik mempertahankan dan memperbaiki kelestarian agroekosistem seperti daur nutrisi alami, mikroba-mikroba tanah, dan bahan biologis aktif lainnya. Menghindari penggunaan bahan pupuk kimia dan pestisida sintetis serta memelihara lingkungan dan sosial dengan melakukan sistem tanam tumpang sari atau polikultur, menggunakan pakan dan pupuk organik. Untuk sosialisasi pentingnya pertanian organik, maka pada bulan Febuari 2000 didirikan sebuah wadah yang bernama Masyarakat Pertanian Orgnik Indonesia (MAPORINA) sehingga perhatian terhadap pertanian organik dan mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia sintetis akan semakin baik.

Saat ini masyarakat dunia mulai menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian. Konsumen semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dan memperhatikan kelestarian lingkungan telah menjadi trend (kecenderungan) baru dari masyarakat sehingga pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk anorganik, pestisida kimia sintesis, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian mulai ditinggalkan. Pangan sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik (Deptan, 2002).

Beberapa data menyebutkan bahwa kebutuhan akan produk pangan organik meningkat pesat untuk kawasan Uni Eropa, Amerika, Jepang, Cina, dan Amerika Latin. Newsletter melaporkan bahwa penjualan produk organik dunia


(22)

pada tahun 2004 mencapai US$ 27,8 Milyar dan diperkirakan pada tahun 2010 sudah mencapai US$ 50 Milyar. Dalam satu dekade ini terjadi peningkatan sekitar 20-25% untuk kawasan Uni Eropa. Bahkan untuk beberapa negara dapat mencapai 50% per tahun. Selain itu, harga produk organik di pasar internasional bisa mencapai 5 – 10 kali dari harga produk biasa (Purwasasmita dan Alik, 2012).

Akan tetapi, menurut Agus (2006) pertanian organik kini masih disangsikan kemampuannya dalam memberikan produktivitas yang tinggi oleh banyak orang dan kalangan. Hal ini disebabkan karena pertanian organik tidak dipercaya dapat memecahkan soal pertanian dan kecukupan pangan masa depan. Selain itu, masih diragukan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan di masa kini dan masa depan. Ini wajar karena belum cukup banyak bukti pertanian organik berhasil membuka mata para pihak yang kontra tersebut.

Usahatani udang windu di Indonesia dimulai pada tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga komoditi udang windu sempat menjadi penyumbang devisa terbesar dari perikanan. Menurut Direktorat Jendral

Komoditi udang windu organik menjadi unggul karena relatif jarang terkena penyakit yang membahayakan bagi udang (kalaupun ada hanya karena gangguan air), serta teksturnya lebih kenyal dan padat sehingga lebih disukai. Hal ini disebabkan karena proses usahatani udang windu organik yang lebih mengoptimalkan cara-cara organik (alami) dan meminimalkan penggunaan bahan-bahan sintetis seperti antibiotik, vitamin sintetis, pakan dan sebagainya.

Perikanan, Pada Tahun 2003 mereka telah mencanangkan PROTEKAN (Program Peningkatan Ekspor Perikanan), dengan nilai US $ 7.6 milyar; dan sebesar US $ 6.78 milyar berasal dari usahatani udang windu.


(23)

Penggunaan bahan sintetik yang berlebih ini mengakibatkan biaya menjadi sangat tinggi dan banyak timbul penyakit (biasanya terjadi pada usahatani udang non-organik).

Prospek usahatani udang windu yang begitu baik langsung mendapat respon positif dari masyarakat yaitu dengan dibuka dan dikelolanya usahatani udang windu di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya Pulau Jawa dan Sumatera. Karena

Usahatani udang windu ini dapat dikelola dalam suatu unit perkolaman yang terdiri dari beberapa kolam (mulai kolam pembenihan hingga kolam pembesaran) atau hanya satu jenis kolam saja. Kegiatan perkolaman juga membutuhkan sistem pengelolaan yang cukup kompleks sehingga bermanfaat dalam peningkatan pendapatan masyarakat. Karena usahatani udang windu merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa udang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

kegiatan usahatani udang windu merupakan salah satu sumber mata pencaharian yang cukup menjanjikan bagi masyarakat. Jika dibandingkan dengan usahatani udang secara non-organik, usahatani udang windu organik masih menggunakan teknologi yang sederhana. Kepadatan penebaran benur lebih rendah, pakan alami (pemberian pakan buatan jika dibutuhkan), dan penggunaan modal yang lebih rendah. Sehingga resiko kerugian yang diperoleh semakin ringan dan pendapatan semakin meningkat.

Salah satu daerah yang melakukan usahatani udang windu adalah daerah Batang Kilat Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Masyarakat didaerah tersebut telah mengolah lahannya


(24)

secara turun temurun (misalnya menanam pohon nipah) dan sejak tahun 1998 secara swadaya mengelola lahannya menjadi tambak udang windu organik. Daerah tersebut dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki usahatani udang windu organik dan non-organik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Perbedaan pendapatan usahatani udang windu organik dengan non-organik menyebabkan banyak petani tambak beralih ke usahatani udang windu organik. Kompas (2006) dalam Noor (2006) menyatakan bahwa sebanyak 98 % atau seluas 436.329 Ha tambak di Indonesia adalah tambak organik. Hal ini disebabkan usaha tani organik menggunakan biaya produksi yang jauh lebih rendah serta resiko yang minimal jika dibandingkan dengan usahatani udang windu non organik.

Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani udang windu organik dan adanya pihak kontra yang menganggap usahatani organik tidak cukup menguntungkan, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat perbedaan dari segi biaya produksi, tingkat pendapatan petani, dan kelayakan usahatani udang windu dengan menerapkan budidaya secara organik dan nonorganik di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan non organik, antara lain jumlah produksi, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit, biaya pakan, biaya pupuk/pestisida, harga komoditi, sehingga kajian ini juga akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan non-organik.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan analisis komparasi pendapatan dan faktor-faktor yang


(25)

mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan non-organik (studi kasus di Batang Kilat Kecamatan Medan Labuhan Propinsi Sumatera Utara). 1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perbedaan masing-masing komponen dan total biaya produksi pada usahatani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara ?

2. Bagaimana pendapatan petani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara ?

3. Bagaimana kelayakan usahatani udang windu organik dan nonorganik yang ditinjau dari nilai R/C ratio di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara? 4. Apakah faktor-faktor seperti jumlah produksi, luas lahan, biaya tenaga

kerja, biaya bibit, biaya pakan, biaya pupuk/pestisida, harga komoditi dan teknologi usahatani udang windu organik dan nonorganik berpengaruh terhadap pendapatan usahatani udang windu organik dan non-organik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis perbedaan masing-masing komponen dan total biaya produksi pada usahatani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara.

2. Menganalisis pendapatan petani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara.

3. Menganalisis perbedaan kelayakan usahatani udang windu organik dan nonorganik yang ditinjau dari nilai R/C ratio di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara.


(26)

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi petani konvensional lainnya yang tertarik untuk menerapkan usahatani udang windu organik.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti – peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai udang windu organik.

3. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah maupun instansi terkait dalam rangka menyusun program maupun kebijakan – kebijakan pengembangan usahatani udang windu organik di Provinsi Sumatera Utara.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sebelumnya

Berdasarkan hasil penelitian Meinugraheni (2004) yang berjudul “Analisis Finansial Usaha Budidaya Udang Windu Di Desa Singaraja Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu Jawa Timur” diketahui bahwa usahatani udang windu Desa Singaraja jauh lebih menguntungkan daripada usahatani padi dalam satu tahun dan dengan luas lahan yang sama.

Menurut penelitian Mahmud, dkk (2007) yang berjudul Pengkajian “Usaha Tambak Udang Windu Tradisional di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan” menyatakan bahwa bahwa usahatani udang windu tradisional dengan sistem monokultur menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu.

Pada penelitian Sutrisno (2009) yang menggunakan analisis regresi linear berganda menunjukan bahwa kultur tehnis (X1), varietas (X2), pupuk (X3), rendemen (X4), dan biaya (X5) berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Yang termasuk biaya yaitu biaya sewa lahan, biaya varietas unggul, biaya pupuk bermutu, dan biaya tenaga kerja.

Penelitian Susilo (2007) dengan judul “Analisis Ekonomi Usaha Budidaya Tambak Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi” menunjukkan bahwa pendapatan usahatani tambak di Desa Sepatin Kutai Kartanegara menguntungkan karena menunjukkan nilai RCR yang lebih besar dari satu.

Pada penelitian Zaini (2010) yang menggunakan alat uji analisis regresi liner berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel penerimaan (X1) dan biaya tenaga kerja (X5) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap


(28)

pendapatan (Y), artinya pendapatan petani dipengaruhi secara dominan oleh variabel panerimaan dan biaya tenaga kerja, sedangkan variabel biaya benih (X2), biaya pupuk (X3), biaya pestisida (X4), dan biaya penyusutan alat (X6) tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan (Y). Hal ini disebabkan berapapun biaya produksi yang dikeluarkan petani (biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, dan biaya penyusutan alat) tidak mempengaruhi pandapatan petani yang diperoleh dalam setiap musim tanam.

Penelitian Yulianto (2005) yang menggunakan metode regresi linear berganda menunujukan bahwa biaya saprodi (X1) (benih, pupuk, pertisida) dan biaya tenaga kerja (X2) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani semangka. Yang termasuk dengan biaya saprodi yaitu biaya benih, pupuk, pestisida.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Usahatani

Usahatani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya (Firdaus, 2008).

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Pada pertanian rakyat yang sering dikenal dengan usahatani kecil, sering menggunakan tenaga anak dan tenaga wanita atau ibu selain dari tenaga pria sebagai kepala keluarga (Daniel, 2002).


(29)

2.2.2. Karakteristik Udang Windu

Klasifikasi udang windu (Penaeus monodon Fab.) menurut Suwignyo

1997 adalah sebagai berikut : Filum : Crustacea Kelas : Malacostraca Subkelas : Decapoda Ordo : Natantia Famili : Pencidae Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus monodon Fab.

Secara morfologi tubuh udang windu dibedakan atas cephalothorax yang Terdiri dari kepala dan dada serta bagian abdomen (perut). Di bagian kepala terdapat sepasang mata bertangkai, sepasang antenna, sepasang antenula, sepasang mandibula, dan sepasang maksila. Di bagian dada terdapat terdapat tiga pasang maksiliped dan lima pasang kaki renang serta sepasang uropod yang terletak disamping telson (Martusudarmo dan Ranoemihardjo, 1981). Bagian kepala dan dada tertutup oleh sebuah kelopak kepala atau cangkang kepala yang disebut kerapas dan dibagian depan kelopak kepala terdapat rostum yang memanjang dan bergerigi (Suyanto dan Mujiman, 2002).

Dalam perkembangannya udang windu mengalami beberapa kali perubahan stadia. Dimulai dari menetasnya telur menjadi larva melalui stadia nauplius yang terdiri dari 6 sub stadia zoea dan nysis masing-masing 3 sub stadia. Telur menetas setelah 10-12 jam, nauplius selama 2 hari, zoea selama 4-5 hari dan stadia Mysis selama 3-4 hari. Stadia mysis akan berkembang menjadi post karva


(30)

dan seterusnya menjadi juvenile serta akhirnya tumbuh menjadi udang dewasa (Mochizuki, 1978).

Menurut Suyanto dan Mujiman (2002) teknik budidaya udang windu sebagai berikut :

1. Tradisional

Menggantungkan seluruh makanan organik yang tersebar di seluruh tambak baik dengan pemupukan atau tidak. Padat penebaran sebesar 1.000-10.000 ekor/ha/musim.

2. Semi Intensif

Menggunakan makanan tambahan, untuk melengkapi makanan alami serta menggunakan pompa air sebagai tambahan untuk mengganti air pasang surut. Sistem ini digunakan pintu-pintu pembuangan pada setiap petakan sebagai pintu tambahan. Padat penebaran sebesar 10.000-50.000 ekor/ha/musim.

3. Intensif

Semua sarana produksi tidak tergantung pada alam serta menggunakan aerasi. Padat penebaran sebesar 100.000-600.000 ekor/ha/musim.

2.2.3. Teknik Budidaya Udang Windu Organik

Teknik pembudidayaan udang windu organik adalah sebagai berikut : (1) proses persiapan lahan, seperti pembersihan bedengan, lumut (ganggang), pengeringan, pengisian air melalui paralon atau pintu air, memberikan saponen jika dalam air banyak bakteri dan bibit penyakit (indikator banyak buih di sudut-sudut petakan tambak). (2) Persiapan dan Penebaran benih, melakukan sortasi terhadap kualitas dan ukuran benih, padatan tebar benih udang 15.000 – 40.000


(31)

ekor per ha, padatan tebar benih bandeng 500 – 1000 ekor per ha. (3) Perawatan, seperti pemberian pakan, pupuk air, pembuangan ganggang. (4) Pemanenan, setelah berumur 3-4 bulan.

2.2.4. Teknik Budidaya Udang Windu Non Organik

Teknik pembudidayaan udang windu non organik adalah sebagai berikut : (1) Proses persiapan lahan, fisik tambak seperti bedengan, pemupukan serta bahan-bahan lain yang bertujuan untuk meningkatkan unsur hara sebagai pakan alami udang. Pupuk yang digunakan adalah pupuk buatan/kimia (Urea, SP) atau pupuk organic; (2) persiapan benih; (3) Penebaran benih, dengan padatan tebar 20.000 – 60.000 ekor per ha; (4) Sarana produksi seperti pompa air, kincir dan, berujuan meningkatkan suplai air dan kadar oksigen dalam tambak; (5) Perawatan, seperti pemberian pakan buatan dan obat-obatan; (6) Pemanenan, setelah berumur 3-4 bulan.

2.2.5. Tambak Organik dan Non Organik

Tambak merupakan suatu perairan buatan pada ekosistem pesisir yang kaya akan organisme dan nutrisi yang berguna bagi perkembangan ikan dan udang dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Martosudarmo dan Ranoemiharjo (1992) dalam Noor, M. N. (2006) menyatakan bahwa tambak adalah kolam yang terdapat pada daerah pasang surut dan biasanya diusahai dengan membudidayakan ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang laut (Penaeus sp.) dan organisme air lainnya yang bisa hidup pada perairan payau.


(32)

Noor (2006) menyatakan bahwa “tambak non organik identik dengan sistem budidaya tambak intensif dan semi intensif. Teknik dasar budidaya ini adalah memberikan perlakuan tambahan dalam input produksi dari kondisi alamiah seperti pakan buatan, obat-obat kimia dan kincir air dengan tujuan meningkatkan kuantitas produksi. Dengan asumsi daya dukung alamiah lingkungan kurang berpengaruh dan sulit dikontrol, sehingga diperlukan faktor input tambahan yang efisien dan dapat dikontrol dalam kurun waktu tertentu”.

Christianti (2006) dalam Noor (2006) menyatakan ciri-ciri tambak non organik (semi intensif dan intensif) sebagai berikut :

1. Luas petakan tambak kecil

2. Tidak tergantung padapasang surut air laut 3. Padat tebar tinggi tinggi

4. Menggunakan pakan, pupuk, dan obat-obatan sintetik.

Tambak organik adalah suatu cara pembudidayaan perikanan secara alamiah. Hal ini merupakan alternatif untuk mengurangi kejenuhan lingkungan terhadap siklus tambak non organik. Jenis pakan alami yang digunakan seperti klekap dan detritus. Sehingga metode penumbuhan klekap merupakan tahap utama sebagai jaminan kelangsungan hidup udang.

Menurut Christianti (2006) dalam Noor (2006) menyatakan ciri-ciri tambk tradisional/organik sebagai berikut :

1. Luas petakan tambak besar

2. Bergantung pada pasang surut air laut 3. Padat tebar randah


(33)

5. Keadaan lingkungan masih baik dan bebas polusi. 2.2.6. Pendapatan

Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2002).

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku dipasar faktor produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang dipasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan. Secara singkat pendapatan seorang warga masyarakat ditentukan oleh :

a. Jumlah faktor-faktor produksi yang ia miliki yang bersumber pada ; 1. Hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu

2. Warisan atau pemberian


(34)

Harga-harga ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi. Penawaran dan permintaan dari masing-masing produksi ditentukan oleh faktor-faktor yang berbeda, antara lain :

a. Tanah (termasuk didalamnya kekayaan-kekayaan yang terkandung didalam tanah, mineral, air dan sebagainya) mempunyai penawaran yang dianggap tidak akan bertambah lagi. Sedangkan permintaan (demand) akan tanah biasanya menaik dari waktu ke waktu karena : (a) naiknya harga barang-barangpertanian, (b) naiknya harga barang-barang lainnya (mineral, barang-barang industri yang menggunakan bahan-bahan mentah dari tanah), (c) bertambahnya penduduk (yang membutuhkan tempat tinggal). Dengan demikian harga dari tanah akan menaik dengan cepat dari waktu ke waktu.

b. Modal (sumber-sumber ekonomi ciptaan manusia) mempunyai penawaran yang lebih elastis karena dari waktu ke waktu warga masyarakat menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung (saving) dan kemudian sector produksi akan menggunakan dana tabungan ini untuk pabrik-pabrik baru, membeli mesin-mesin yaitu investasi. Karena adanya saving dan investasi, maka penawaran dari barang-barang modal dari waktu ke waktu bias bertambah sedangkan permintaan akan barang-barang modal terutama sekali dipengaruhi oleh gerak permintaan akan barang-barang jadi. Bila harga pakaian naik, maka permintaan akan mesin-mesin tenun, mesin jahit juga akan naik. Permintaan akan barang-barang jadi pada gilirannya dipengaruhi oleh dua faktor utama : (1) Pertumbuhan penduduk (yang membutuhkan tambahan baju, perumahan dan sebagainya). (2) Pertumbuhan pendapatan penduduk (yang dicerminkan oleh kenaikan pendapatan nasional atau GNP perkapita).


(35)

c. Tenaga Kerja mempunyai penawaran yang terus menerus menaik sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan permintaan akan tenaga kerja tergantung pada kenaikan permintaan akan barang jadi (seperti halnya dengan permintaan akan barang-barang modal. Disamping itu permintaan akan tenaga kerja dipengaruhi pula oleh kemajuan teknologi ini. Permintaan akan tenaga kerja tidak tumbuh secepat penawaran tenaga kerja (atau pertumbuhan penduduk) maka ada kecenderungan bagi upah (harga faktor produksi tenaga kerja) untuk semakin menurun.

d. Kepengusahaan (entrepreunership) merupakan faktor produksi yang paling sulit untuk dianalisis, karena faktor-faktor yang menentukan penawaran pun permintaannya sangat beraneka ragam (dan sering faktor-faktor ini diluar kemampuan ilmu ekonomi untuk menganalisis, misalnya : faktor-faktor motivasi lain dan sebagainya). Pada umumnya penawaran pada Negara berkembang orang yang berjiwa enterpreuner masih sangat kecil. Inilah sebabnya penghasilan untuk pengusaha yang sukses juga cukup besar di negara tersebut.

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi, pada tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah, maka pengeluaran rumah tangganya lebih besar dari pendapatannya. Hal ini berarti pengeluaran konsumsi bukan hanya di biayai oleh pendapatan mereka saja, tetapi dari sumber lain seperti tabungan yang dimiliki, penjualan harta benda, atau pinjaman. Semakin tiggi tingkat pendapatannya maka konsumsi yang di lakukan rumah tangga akan semakin besar pula. Bahkan sering di jumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang di konsumsi bukan hanya bertambah akan tetapi kualitas barang yang diminta pun bertambah.


(36)

Menurut Prawirokusumo (1990) dalam Hastuti (2008) ada beberapa jenis pendapatan yaitu :

1. Pendapatan kotor (Gross Income) adalah pendapatan usahatani yang belum dikurangi biaya-biaya.

2. Pendapatan bersih (net income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya.

3. Pendapatan pengelola (management income) adalah hasil pengurangan dari total output dengan total input.

2.2.7. Analisis Usahatani

Ilmu Usaha tani adalah ilmu yang mempelajari cara menggunakan sumberdaya yang ada untuk mendapatkan keuntungan pada waktu tertentu. Efektif jika penggunaan sumberdaya tersebut tetap sasaran dan sesuai kebutuhan, serta efisien jika pemanfaatanya bisa menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995).

Biaya usahatani adalah segala biaya yang digunakan untuk melakukan suatu usahatani. Biaya usahatani diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Biaya tetap (Fixed cost)

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan tidak bergantung pada

jumlah produksi yang dihasilkan. Produksi banyak atau sedikit bahkan jika kegiatan produksi terhenti sekalipun, biaya ini tetap dikeluarkan. Contoh biaya tetap adalah pajak, sewa tanah, penyusutan alat dan bangunan.

2. Biaya variabel (Variable cost)


(37)

atau kecilnya jumlah produksi yang diperoleh. Biaya ini bertambah sesuai dengan peningkatan produksi dan akan berkurang mengikuti penurunan produksi. Contoh biaya variabel seperti upah tenaga kerja dan sarana produksi (Soekartawi, 2003).

Menurut Soekartawi dalam Utary (2013) menyatakan bahwa penerimaan pada usahatani adalah hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

TR = Y . Py………..(1) dimana :

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y

Dalam Utary (2013) dinyatakan bahwa “Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut pendapatan usahatani”. Pendapatan usaha tani adalah selisih antara total revenue (TR) dengan total cost

(TC) atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : Pd

dimana :

= TR –

TC………..(2)

Pd

TR = Total Revenue (Total Penerimaan) = Income (Pendapatan)


(38)

Menurut Suratiyah (2006) biaya penyusutan alat-alat pertanian dapat diperhitungkan dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Adapun salah satu metode perhitungan biaya penyusutan adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual. Persamaan biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Biaya penyusutan =

) (tahun is Usiaekonom

Nilaisisa Nilaibeli

……….……… (3) Menurut Rahim dan Retno (2008) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Selain itu, pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Peningkatan pendapatan petani atau pengusaha pertanian ditentukan oleh jumlah produksi yang dapat dihasilkan oleh satu orang petani atau perusahaan pertanian, harga penjualan produksi, dan biaya produksi usahatani atau perusahaan pertanian. Jumlah produksi dari satu usahatani atau satu perusahaan pertanian ditentukan oleh skala usaha dan produktivitas yang dapat diperoleh suatu unit usahatani atau perusahaan pertanian. Besarnya skala usahatani dapat ditentukan oleh besarnya jumlah penduduk yang hidup/berusaha dalam sektor pertanian (Simanjuntak, 2004).

R/C (Return Cost Ratio) dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Jika R/C Rasio > 1 maka usahatani tersebut mengalami keuntungan atau layak untuk dikembangkan. Jika R/C Rasio < 1 maka usahatani tersebut mengalami kerugian atau tidak layak dikembangkan, sedangkan bila Jika R/C


(39)

Rasio = 1, maka cabang usahatani tersebut tidak rugi dan tidak untung (Soekartawi, 1995).

2.3. Kerangka Pemikiran

Pada mulanya budidaya udang windu masih bersifat tradisional tanpa menggunakan bahan-bahan kimia. Akan tetapi, seiring perkembangan teknologi, maka budidaya udang windu sudah bersifat modern dengan menggunakan mesin-mesin, pupuk, pakan dan obat-obatan kimia sintetis yang dapat meningkatkan produksi udang windu. Dengan kata lain budidaya seperti ini dikenal sebagai budidaya udang windu nonorganik/intensif. Namun budidaya udang windu nonorganik ini dapat mendegradasi kondisi lingkungan ditambah lagi penyakit yang menyerang sehingga semakin lama produksi semakin menurun.

Memasuki era globalisasi ini, pola pikir dan selera konsumen atas produk-produk pangan khususnya udang windu yang dikonsumsi sudah mengalami perubahan, yaitu lebih mengutamakan faktor kesehatan dan keamanan. Dimana konsumen mengharapkan udang yang akan dikonsumsi telah terbebas dari zat-zat kimia yang berbahaya bagi tubuh daripada faktor harga yang lebih murah, tetapi menimbulkan berbagai penyakit. Kondisi seperti inilah yang mendorong timbulnya gerakan kembali pada budidaya udang windu organik yang tidak menggunakan zat-zat kimia untuk menghasilkan udang windu yang lebih sehat dan aman bagi kesehatan manusia.

Apabila ditinjau dari segi total biaya produksi, maka pada umumnya biaya produksi dari budidaya udang windu organik relatif lebih sedikit daripada biaya produksi udang windu nonorganik. Hal ini disebabkan karena berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh para petani udang windu organik untuk membeli pupuk,


(40)

pakan dan pestisida kimia yang harganya lebih mahal daripada pupuk organik. Selain itu, apabila ditinjau dari segi harga jual udang windu yang dihasilkan dari kedua jenis budidaya udang windu tersebut masih sama.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis untuk membandingkan usahatani udang windu organik dan nonorganik. Analisis komparasi tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan total biaya produksi, dan pendapatan petani udang windu berdasarkan budidaya organik dan nonorganik serta menganalisis budidaya manakah yang lebih layak dan menguntungkan untuk diterapkan oleh para petani udang windu yang ada di Sumatera Utara.

Analisis kelayakan usahatani udang windu berdasarkan budidaya organik dan nonorganik tersebut dapat dilakukan melalui perhitungan nilai Return Cost Ratio (R/C). Dimana alat uji yang digunakan untuk membandingkan usahatani padi sawah dari kedua jenis budidaya tersebut adalah Uji Beda Independent Sample t-Test.

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa untuk memperoleh peningkatan pendapatan maka petani harus berusaha meningkatkan hasil-hasil produksinya dengan memaksimalkan input-input faktor yang mempengaruhi. Sehingga semakin meningkat jumlah produksi maka pendapatan akan semakin tinggi.

Menurut Suratiyah (2006) menyatakan bahwa dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas suatu lahan yang diusahakan maka semakin tinggi pendapatan per kesatuan luasnya.


(41)

Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa jika terjadi penambahan biaya input pada suatu variabel maka tambahan hasil yang didapat menurun atau terjadi penurunan penambahan hasil pada setiap menambahkan biaya input berikutnya.

Menurut saswita (2010) menyatakan bahwa variabel harga jual mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah pendapatan yang diterima petani sesuai sehingga semakin tinggi harga jual maka pendapatan atau keuntungan yang diterima oleh petani juga semakin besar, begitu pula sebaliknya.

Raihan (1992) yang menyatakan bahwa teknologi pertanian dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Sehingga semakin tepat teknologi organik yang digunakan, maka pendapatan petani tersebut akan semakin besar.

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat digambarkan skema kerangka pemikiran pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan :

= Menyatakan proses = Menyatakan hubungan Input

- Benur - Pakan

- Pupuk/pestisida - Upah Tenaga Kerja

Pendapatan Petani Udang Windu Produksi Udang Windu

Harga Input


(42)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara atau pendapat yang masih kurang sempurna dalam arti masih harus dibuktikan dan diuji kebenarannya. Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan komponen biaya dan total biaya produksi pada usahatani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara

2. Terdapat perbedaan pendapatan petani udang windu organik dan nonorganik di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara

3. Terdapat perbedaan kelayakan usahatani udang windu organik dan nonorganik yang ditinjau dari nilai R/C ratio di Batang Kilat Propinsi Sumatera Utara

4. Fakor-faktor seperti jumlah produksi, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit, biaya pakan, biaya pupuk/pestisida, harga komoditi dan teknologi usahatani udang windu berpengaruh terhadap pendapatan petani budidaya udang windu organik dan non-organik di Batang Kilat, Propinsi Sumatera Utara.


(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Penelitian ini akan dilakukan di pertambakan udang windu masyarakat di Batang Kilat Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Lokasi budidaya udang windu organik seluas lebih kurang 350 ha tersebut dipilih karena merupakan lokasi usahatani yang sudah dikelola masyarakat secara turun temurun dan salah satu lokasi penghasil udang windu di Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan serta menjadi binaan Kementerian Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Utara.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi petani udang windu berdasarkan budidaya organik dan nonorganik. Penentuan populasi petani udang windu berdasarkan budidaya organik sebanyak 250 orang dan nonorganik 70 orang.

Menurut Bailey dalam Soepomo (2007) ukuran sampel paling minimum adalah 30 sampel dari suatu populasi apabila menerapkan metode Stratified Random Sampling (pengambilan sampel berstrata secara acak). Oleh karena itu, besarnya sampel untuk setiap jenis budidaya udang windu organik dan nonorganik masing-masing sebanyak 30 orang.

Menurut perhitungan jumlah sampel untuk setiap strata dengan menggunakan persamaan :

Spl

N n


(44)

Keterangan : Spl = sampel n = populasi N = total populasi

Js = besar sampel (30 orang)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat ditentukan jumlah sampel untuk setiap strata luas lahan yang dimiliki para petani udang windu organik dan nonorganik pada daerah penelitian seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Jumlah Petani Sampel Udang Windu Organik dan Nonorganik Berdasarkan Strata Luas Lahan di Daerah Penelitian pada Tahun 2013

Strat a

Luas Laha

n (Ha)

Populasi Petani Sampel Petani Udang

Organik

Udang Nonorganik

Udang Organik

Udang Nonorganik

I <5 242 68 29 29

II >5 8 2 1 1

Total 250 70 30 30

Sumber : Lampiran

Kegunaan dari strata ini adalah untuk melihat tingkat keragaman populasi berdasarkan luas lahan agar tingkat ketelitian yang dipilih bisa mewakili populasi.

3.3. Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder :

1. Data Primer, penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis tempat objek yang akan diteliti dan informasi dengan data yang bersumber dari wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan daftar


(45)

pertanyaan (kuisioner) mengenai pendapatan usahatani udang windu organik serta data lainnya yang relevan.

2. Data Sekunder, yaitu data yang bersumber dari literatur-literatur dari instansi-instansi yang terkait (BPS, Dinas Pertanian dan perikanan dan lain-lain), bahan dokumentasi serta artikel-artikel yang dibuat oleh pihak ketiga dan mempunyai relevansi dengan penelitian ini. yaitu data berupa time series dari tahun 2000-2011 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani udang windu organik dan non-organik seperti : jumlah produksi, luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya bibit, biaya pakan, biaya pupuk/pestisida, harga jual terhadap pendapatan petani budidaya udang windu organik dan non-organik di Batang Kilat dan Stabat Propinsi Sumatera Utara.

Tabel 2. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya

No Jenis Data Sumber

1 Data Primer

- Karakteristik petani sampel Kuesioner

- Faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani Kuesioner

a. Jumlah Produksi Kuesioner

b. Luas Lahan Kuesioner

c. Biaya Tenaga Kerja Kuesioner

d. Biaya Bibit Kuesioner

e. Biaya Pakan Kuesioner

f. Biaya pupuk/pestisida Kuesioner

g. Harga Jual Kuesioner

h. Teknologi Usahatani Kuesioner

2 Data Sekunder

- Deskripsi daerah penelitian

a. Luas wilayah Kota Medan Badan Pusat Statistik b. Penduduk Kota Medan Badan Pusat Statistik c. Pertanian di Kota Medan Badan Pusat Statistik


(46)

Tabel 3. Lanjutan

No Jenis Data Sumber

d. Luas Kecamatan Medan Labuhan Kantor Camat Medan Labuhan

e. Luas panen udang windu di Kecamatan

Medan Labuhan Badan Pusat Statistik

3.4. Metode Analisis Data

Pengujian identifikasi masalah mengenai komponen biaya produksi pada usahatani udang windu organik dan nonorganik menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan melihat dan melakukan pencatatan mengenai komponen-komponen biaya produksi yang ditanggung oleh para petani udang windu organik dan nonorganik yang ada di daerah penelitian.

Pengujian hipotesis satu, dua dan tiga menggunakan uji beda independent sample t-test. Akan tetapi, sebelum melakukan uji beda perlu dilakukan tahap analisis usahatani terhadap para petani dari kedua jenis budidaya udang windu yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Tahapan analisis usahatani yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Analisis Pengeluaran dan Pendapatan Usahatani

Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan perhitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh para petani udang windu organik dan nonorganik yang dijadikan sebagai sampel. Menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim dan Retno (2008) biaya usahatani terdiri dari 2 (dua), yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Cara menghitung biaya tetap (fixed cost) adalah sebagai berikut :


(47)

FC =

= n

i

Pxi Xi

1

.

……….. (5) dimana :

X1 Px

= banyaknya input ke-i i = harga dari variabel Xi

Total biaya atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Rumusnya adalah sebagai berikut.

(input)

TC = FC + VC ... (6) Selanjutnya perlu dilakukan perhitungan jumlah penerimaaan para petani udang windu organik dan nonorganik yang dijadikan sebagai sampel. penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

TR = Y × Py

dimana :

... (7)

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = Harga Y

Pada tahap akhir dilakukan perhitungan jumlah pendapatan para petani udang windu organik dan nonorganik yang dijadikan sebagai sampel. Pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pd

dimana :

= TR – TC ... (8)

Pd

TR = Total Penerimaan = Pendapatan usahatani


(48)

2. Analisis Kelayakan Usahatani

Parameter yang dijadikan sebagai alat analisis kelayakan usahatani adalah dengan perhitungan R/C rasio dengan kriteria keputusan sebagai berikut:

R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi

R/C = 1, usahatani impas (tidak untung/tidak rugi)

Setelah data dikumpulkan dan ditabulasi, selanjutnya akan dianalisis sesuai dengan hipotesa yang diajukan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan software

SPSS. Metode OLS digunakan untuk memperoleh estimasi parameter dalam

menganalisis pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Metode OLS dipilih karena merupakan salah satu metode sederhana dengan analisis regresi yang kuat dan populer, dengan asumsi-asumsi tertentu

(Gujarati, 2003).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel yang terdapat dalam persamaan model. Sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah pendapatan petani budidaya udang windu secara organik dan non-organik di Batang Kilat Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah pengalaman petani, pendidikan petani, biaya benur dan biaya penyusutan peralatan.

3. Uji Beda (Independent Sample T-test)

Uji beda yang digunakan untuk menganalisis hipotesis satu, dua dan tiga adalah uji independent sample t-test. Karena uji ini dianggap paling sesuai untuk


(49)

membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda (independent), yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean antara dua populasi dengan membandingkan dua mean sampelnya. Hasilnya dapat diperoleh dengan mengolah data menggunakan program spss 17.

4. Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk menganalisis hipotesis empat. Dalam analisis regresi hubungan antara variabel independent dan variabel dependent adalah dalam bentuk linier maka model persamaan yang menghubungkan antara variable dependent dengan independent yang dimaksud adalah:

Y = a+ B1X1 + B2X2 + B3X3 + B4X4 + B5X5 + B6X6 +B7X7+ B8D1+

Selanjutnya model tersebut dikali dengan Logaritma natural (Ln) karena terdapat perbedaan besaran variabel yang signifikan, sehingga model menjadi :

µ ………. (9)

LnY = a + B1LnX1 + B2LnX2 + B3LnX3 + B4LnX4 + B5LnX5 + B6LnX6 + B7LnX

+ B

7

8LnD1

Keterangan :

+ µ……… (10)

Y = Pendapatan petani (Rp/mt)

X1 X

= Jumlah Produksi (Kg/mt)

2 X

= Luas Lahan (Ha)

3 X

= Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha/ mt)

4 X

= Biaya Benur (Rp/ha/ mt)

5 X

= Biaya Pakan (Rp/ha/ mt)


(50)

X7 D

= Harga Komoditi (Rp/Kg)

1

1 : Jika Usahatani Udang Windu Organik

= Teknologi Usahatani Udang Windu, D bernilai :

0 : Jika Usahatani Udang Windu Nonorganik

µ = Error Term

a = Konstanta

B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7

Untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing koefisien regresi variabel independen (variable bebas) terhadap variabel dependen (variable terikat) maka penulis menggunakan uji statistik diantaranya :

= Koefisien regresi

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditetapkan dan bahkan dapat membuat kesimpulan menjadi tidak signifikan (menyesatkan kesimpulan). Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari :

Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam variabel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Hal ini berarti bahwa uji normalitas diperlukan untuk menjawab pertanyaan apakah syarat sampel yang representatif terpenuhi atau tidak, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi pada populasi. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test (K-S) yang dikatakan normal jika p = 0,05. Kriteria pengujian K-S adalah sebagai berikut :


(51)

1. H0 2. H

: Data residual berdistribusi normal 1

3. Bila nilai sig > 0,05 dengan a = 5%, berarti distribusi data normal (H : Data residual tidak berdistribusi normal

0

diterima), sebaliknya bila nilai sig < 0,05 dengan a = 5%, berarti distribusi data tidak normal (H1

Uji Multikolinieritas diterima).

Interpretasi dan persamaan regresi linier secara implisit tergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas, maka akan menimbulkan beberapa akibat, sehingga perlu dideteksi terjadinya multikolinearitas dengan besaran-besaran regresi yang diperoleh, yakni :

a. Variabel besar (berdasarkan taksiran OLS).

b. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standard error besar dengan demikian interval kepercayaan lebar).

c. Uji t (t-rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bisa menjadi tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas dan bila standar error terlalu besar maka kemungkinan taksiran koefisien regresi (b1– b3) tidak signifikan.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat


(52)

# j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan (disturbance) yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Tetapi jika ada ketergantungan antara unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain, terdapat autokorelasi yang

disimbolkan dengan F (μi, μj) # 0; i # j. Dan untuk menguji autokorelasi tersebut

digunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), jika nilai LM-test < nilai X2 tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak ada autokorelasi. Namun jika nilai LM-test > nilai X2 tabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya ada autokorelasi. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit)

Uji kesesuaian (test of goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R2

1. Penilaian terhadap koefisien determinasi (R

) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (f-test) dan Uji T (t-test), yaitu :

2

2. Uji - F (over all test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara bersama-sama/ serentak.

), yang bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas (independent variable) dalam mempengaruhi kekuatan variabel terikat (dependent variable).

3. Uji- t (partial test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi parsial.

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi


(53)

Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional sebagai berikut :

1. Usahatani udang windu nonorganik adalah budidaya udang windu dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia, pakan sintesis, dan peralatan-peralatan yang menggunakan mesin seperti jenset, kincir, dan pompa air atau disebut juga usahatani intensif.

2. Usahatani udang windu organik adalah budidaya udang windu tanpa menggunakan bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia, serta dilakukan secara alami atau disebut juga usahatani tradisional.

3. Produksi adalah hasil dari usahatani udang windu organik dan nonorganik dalam bentuk udang segar dengan satuan kg. Penerimaan adalah perkalian antara produksi udang windu organik dan nonorganik dalam bentuk udang segar yang dijual dengan harga jual per kg.

4. Harga komoditi adalah harga udang windu organik dan nonorganik yang diterima petani saat dijual ke pabrik. Harga ini ditentukan oleh pabrik penerima (Rp/Kg)

5. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga komoditi (Rp/ha/mt)

6. Pendapatan usahatani adalah total penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani udang windu organik dan nonorganik dikurangi total biaya produksi.

7. R/C rasio adalah perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan.


(54)

8. Uji beda adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan pendapatan usahatani udang windu organik dan nonorganik dengan menggunakan alat uji independent sample t-test yang hasilnya dapat diperoleh melalui program spss.

9. Luas lahan adalah luas area yang digunakan untuk berusahatani (ha) 10. Biaya bibit/benur adalah biaya pembelian benur/bibit udang windu (Rp) 11. Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan (Rp) 12. Biaya pupuk/pestisida adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian

pupuk/pestisida (pupuk organik dan anorganik, saponin, ursal, dolomit) (Rp). 13. Biaya peralatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian alat-alat

usahatani udang windu organik dan nonorganik (Rp)

14. Biaya bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar (Rp)

15. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja (Rp)

3.5.2. Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Batang Kilat, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2013.

3. Jenis komoditi yang diteliti adalah udang windu organik dan nonorganik. 4. Responden yang akan dijadikan sebagai sampel adalah petani udang windu

organik dan nonorganik di Batang Kilat, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara.


(55)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Medan 4.1.1. Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan merupakan salah satu dari 30 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km2

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2010 berkisar antara 23,04

. Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

o

C – 24,08oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,37oC – 34,47oC, serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 22,6oC – 24,4oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,3oC – 33,9o

Kota Medan terletak antara 2

C. kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 74,76 – 80% dan kecepatan angin rata-rata sebesar 18,1 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 123,89 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2010 per bulan15,25 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 133,75 mm dan pada Stasiun Polonia per bulannya 161,67 mm.

o

27’ – 2o47’ Lintang Utara dan 98o35’ – 98o44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan dikelilingi oleh Kabupaten Deli Serdang dengan demikian, Kota Medan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang baik di sebelah Utara, Selatan, Barat, dan Timur.


(56)

Kota Medan terdiri atas 21 kecamatan. Kecamatan dan luas masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km2 ) Persentase (%)

1 Medan Tuntungan 20,68 7,80 2 Medan Johor 14,58 5,50 3 Medan Amplas 11,19 4,22 4 Medan Denai 9,05 3,41 5 Medan Area 5,52 2,08 6 Medan Kota 5,27 1,99 7 Medan Maimun 2,98 1,12 8 Medan Polonia 9,01 3,40 9 Medan Baru 5,84 2,20 10 Medan Selayang 12,81 4,83 11 Medan Sunggal 15,44 5,82 12 Medan Helvetia 13,16 4,96 13 Medan Petisah 6,82 2,57 14 Medan Barat 5,33 2,01 15 Medan Timur 7,76 2,93 16 Medan Perjuangan 4,09 1,54 17 Medan Tembung 7,99 3,01 18 Medan Deli 20,84 7,86 19 Medan Labuhan 36,67 13,83 20 Medan Marelan 23,82 8,99 21 Medan Belawan 26,25 9,90 Jumlah 265,10 100,00 Sumber : Kota Medan Dalam Angka, 2011

Kecamatan dengan luas terbesar yaitu Kecamatan Medan Labuhan dengan luas sebesar 36,67 km2 atau sekitar 13,83% dari total luas wilayah Kota Medan.

4.1.2. Penduduk

Pada tahun 2010, penduduk Kota Medan mencapai 2.097.610 jiwa, dengan kepadatan penduduk mencapai 7.913 jiwa per km2. Jumlah penduduk Kota Medan berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.


(57)

Tabel 5. Penduduk Kota Medan menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010

No Golongan Umur

Laki-laki (Jiwa)

Perempuan

(Jiwa) Jumlah %

1 0-4 98.437 92.857 191.294 9

2 5-9 99.961 93.532 193.493 9

3 10-14 97.514 91.828 189.342 9

4 15-19 102.566 107.423 209.989 10

5 20-24 112.860 123.092 235.952 11

6 25-29 100.935 103.459 204.394 10

7 30-34 85.609 87.265 172.874 8

8 35-39 77.344 80.795 158.139 8

9 40-44 69.238 71.727 140.965 7

10 45-49 57.718 59.997 117.715 6

11 50-54 48.163 49.244 97.407 5

12 55-59 34.548 34.282 68.830 3

13 60-64 20.373 22.555 42.928 2

14 65-69 14.573 17.556 32.129 2

15 70-74 9.596 12.384 21.980 1

16 75+ 7.491 12.688 20.179 1

Jumlah 1.036.926 1.060.684 2.097.610 100 Sumber : Kota Medan Dalam Angka, 2011

Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah laki-laki sebanding dengan jumlah penduduk perempuan. Jika dilihat dari umur, maka dapat dilihat bahwa 67% penduduk Kota Medan berada pada rentang usia produktif (15-59 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja cukup besar.

4.1.3. Latar Belakang Historis

Kotamadya Medan awalnya adalah sebuah perkampungan kecil yang dinamakan kampung ‘MEDAN PUTRI.’ Letaknya berada di antara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura dan termasuk wilayah XII Kuta Hamparan Perak. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pendiri kampung Medan adalah Raja


(58)

Guru Patimpus yang merupakan nenek moyang Datuk Hamparan Perak Dua Belas Kuta dan Datuk Sukapiring. Kedua wilayah itu merupakan bagian dari Kesultanan Deli. Jhon Anderson, seorang pegawai pemerintah Inggris, yang pernah berkunjung ke Medan pada tahun 1823 menyebutkan bahwa kala itu penduduk kampung Medan berjumlah 200 orang.

Nama Deli mulai terkenal ketika Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha Belanda, membuka perkebunan tembakau pada tahun 1865 di Sumatera Timur. Daun tembakau yang berasal dari Deli sangat terkenal dan tidak ada tandingannya sebagai bahan pembungkus cerutu, sehingga menarik minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di wilayah Sumatera Timur.

Hadirnya perkebunan tembakau di wilayah Sumatera Timur telah membawa perubahan yang signifikan baik dari segi ekonomi, sosial, dan demografi. Keuntungan yang didapat dari perkebunan tembakau begitu besar sehingga mempengaruhi perkembangan perekonomian di Sumatera Timur. Keuntungan itu tidak hanya dirasakan oleh pihak pengusaha perkebunan saja tetapi juga dirasakan oleh pihak sultan dan raja-raja yang berkuasa di Sumatera Timur.

Keuntungan yang didapat berkat hadirnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur telah mengangkat kondisi sosial-ekonomi pihak penguasa Sumatera Timur. Sebelum kedatangan Belanda, para raja hidup dalam keadaan melarat. Setelah kedatangan Belanda, gaya hidup pihak penguasa Sumatera Timur pun berubah. Mereka tidak melewatkan sedikt waktu pun untuk mengadakan pesta-pesta mewah untuk menyambut tamu-tamu Eropa. Selain itu, banyak orang


(59)

dari luar wilayah Sumatera Timur datang ke wilayah ini untuk mencari nafkah sehingga mempengaruhi demografi Sumtera Timur pada saat itu.

Seiring dengan perkembangan perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pihak pengusaha perkebunan mulai memperkerjakan kuli-kuli Cina. Awalnya pihak pengusaha mempekerjakan penduduk asli, yaitu Batak dan Melayu, tetapi karena mereka cenderung malas bekerja maka pihak pengusaha tidak mempekerjakan penduduk asli lagi. Namun pada akhirnya pihak pengusaha pihak pengusaha mendatangkan kuli-kuli yang berasal dari Jawa dan India dengan sistem kontrak.Dengan demikian komposisi penduduk wilayah Sumatera Timur tidak hanya didiami oleh penduduk asli tetapi juga didami oleh suku-suku pendatang, seperti Jawa, Cina, India, dan suku Batak Toba yang datang ke Sumatera Timur untuk mencari nafkah.

Pada tahun 1887, Kesultanan Deli dipindahkan dari Labuhan ke Kota Medan. Bersamaan dengan itu, Kota Medan dijadikan sebagai Ibukota Karesidenan Sumatera Timur dengan luas wilayah 90.000 km². Dengan dijadikannya Medan sebagai ibukota Karesidenan Sumatera Timur, maka Medan menjadi pusat perekonomian Sumatera Timur. Di Kota medan juga dibuka kantor Chartered Bank pada tahun 1888 yang disusul oleh dibukanya kantor Nederlandsche Handel Maatschaappij pada tahun 1892. Perkembangan perekonomian yang begitu pesat menyebabkan dibukanya Belawan sebagai pelabuhan internasional .

Ketika Medan dijadikan Ibukota Karesidenan Sumatera Timur, tumbuh kampong-kampung yang baru, yaitu : Kampung Petisah Hulu, Kampung Petisah Hilir, Kampung Kesawan, dan Kampung Sungai Rengas. Kampung-kampung ini


(60)

dikepalai oleh seorang kepala kampong di bawah komando Kontrolir di Labuhan. Kampung Petisah Hulu disatukan dengan Petisah Hilir yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung. Kemudian, tumbuh lagi kampung yang baru, yatiu : Kampung Aur dan Kampung Keling yang dikepalai oleh wakil Kepala Kampung. Pada tahun 1918 status Medan beralih dari status ibukota Karesidenan Sumatera Timur menjadi status Gementee (Kotapraja) tetapi kota Maksum dan Sungai Kera tidak termasuk ke dalam wilayah Kotapraja. Kedua wilayah itu tetap berada dalam kekuasaan Sultan Deli. Walikota Kotapraja Medan pada saat itu adalah Baron Daniel Mackay.

Selain itu, muncul pula tempat pemukiman baru yang letaknya terpisah dari penduduk pribumi dan berdiam secara eksklusif. Tempat pemukiman itu ditujukan untuk orang-orang Eropa dan orang-orang Cina. Bahkan di kalangan penduduk pribumi ada juga yang membentuk kelompoknya sendiri seperti kampung Mandailing. Pada masa itu penduduk Medan berjumlah 43.826 jiwa. Hal ini disebabkan penduduk pribumi telah bercampur-baur dengan pendatang asing, seperti orang Eropa, orang Cina, dan orang Asia lainnya.

Selanjutnya, Medan mengalami perkembangan yang begitu pesat baik dari segi ekonomi dan pemerintahan. Setelah Indonesia merdeka, Kota Medan menjadi kota otonom yang berada di bawah pengawasan Gubernur Sumatera. Hal ini sesuai dengan ketetapan Gubernur No.103 pada tanggal 17 Mei 1946 mengenai pembentukan 15 kota otonom. Ketika Negara Sumatera Timur (NST) terbentuk Medan dijadikan Stadsgemente.

Seiring dengan terbentuknya Propinsi Sumetara Utara maka pemerintahan Negara Sumatera Timur pun dihapuskan. Propinsi Sumatera Utara yang telah


(61)

terbentuk itu meliputi wilayah Karesidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli dengan Medan sebagai pusat pemerintahannya. Tetapi pembentukan propinsi Sumatera Utara menuai protes dari kalangan masyarakat Aceh yang menginginkan wilayah Aceh menjadi satu propinsi yang otonom dan tetap tunduk pada pemerintah pusat. Setelah melalui perundingan, maka pada tahun 1956 Aceh tidak lagi menjadi bagian dari Propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian, terjadi perubahan jumlah Daerah Otonom tingkat II, yaitu 10 Kabupaten, 3 Kota besar termasuk Kota Medan, dan 3 kota kecil lainnya.

Melalui Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU ditetapkan bahwa sejak 21 September 1951, daerah kota Medan diperluas tiga kali lipat dengan mengambil wilayah Kabupaten Deli dan Serdang.. Keputusan tersebut disusul oleh Maklumat Walikota Medan nomor 2 tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas kota Medan menjadi 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Medan, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, dan Kecamatan Medan Baru. Empat kecamatan tersebut memiliki 59 Kepenghuluan.

Dalam perkembangan selanjutnya Medan yang telah menjadi Kotamadya, mengalami perluasan daerah. Melalui Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1973 ditetapkan bahwa beberapa wilayah yang sudah menjadi bagian dari Kabupaten Deli Serdang, dimasukkan ke dalam wilayah Kotamadya Medan, sehingga Medan memiliki 11 Kecamatan dan 116 Kelurahan. Kemudian, melalui sebuah surat persetujuan dari Mendagri pada tahun 1986, Kelurahan yang ada di Kotamadya Medan ditambah menjadi 144 Kelurahan. Sebelas Kecamatan yang ada di Kotamadya Medan pada saat itu adalah:


(62)

1. Kecamatan Medan Kota dengan 26 Kelurahan 2. Kecamatan Medan Timur dengan 18 Kelurahan 3. Kecamatan Medan Barat dengan 13 Kelurahan 4. Kecamatan Medan Baru dengan 18 Kelurahan 5. Kecamatan Medan Deli dengan 6 Kelurahan 6. Kecamatan Medan Labuhan dengan 7 Kelurahan 7. Kecamatan Medan Johor dengan 11 Kelurahan 8. Kecamatan Medan Sunggal dengan 14 Kelurahan 9. Kecamatan Medan Tuntungan dengan 11 Kelurahan 10.Kecamatan Medan Denai dengan 14 Kelurahan 11.Kecamatan Medan Belawan dengan 6 Kelurahan (Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan)

Melalui Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991 tentang pembentukan beberapa Kecamatan di Sumtera Utara, maka Kecamatan yang ada di Kotamadya Daerah Tingat II Medan dimekarkan menjadi 19 Kecamatan. Kesembilanbelas Kecamatan itu adalah:

1. Kecamatan Medan Tuntungan dengan 9 Kelurahan 2. Kecamatan Medan Johor dengan 6 Kelurahan 3. Kecamatan Medan Amplas dengan 8 Kelurahan 4. Kecamatan Medan Denai dengan 5 Kelurahan 5. Kecamatan Medan Tembung dengan 7 Kelurahan 6. Kecamatan Medan Kota dengan 12 Kelurahan 7. Kecamatan Medan Area dengan 12 Kelurahan 8. Kecamatan Medan Baru dengan 6 Kelurahan


(63)

9. Kecamatan Medan Polonia dengan 5 Kelurahan 10.Kecamatan Medan Maimun dengan 6 Kelurahan 11.Kecamatan Medan Selayang dengan 6 Kelurahan 12.Kecamatan Medan Sunggal dengan 6 Kelurahan 13.Kecamatan Medan Helvetia dengan 7 Kelurahan 14.Kecamatan Medan Petisah dengan 7 Kelurahan 15.Kecamatan Medan Barat dengan 6 Kelurahan 16.Kecamatan Medan Timur dengan 18 Kelurahan 17.Kecamatan Medan Deli dengan 6 Kelurahan 18.Kecamatan Medan Labuhan dengan 7 Kelurahan 19.Kecamatan Medan Belawan dengan 6 Kelurahan (Sumber Badan Pusat Statistik Kota Medan)

Kemudian dua wilayah di Kotamadya Medan dimekarkan menjadi wilayah Kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tahun 1992 tentang pembentukan Kecamatan di Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, Kecamtan di Kotamadya Medan yang semula berjumlah 19 menjadi 21 Kecamatan. Dua Kecamatan yang mengalami pemekaran tersebut adalah Kecamatan Medan Marelan dengan 4 Kelurahan dan Kecamatan Medan Perjuangan dengan 9 Kelurahan.

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Medan Labuhan

Salah satu kecamatan di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Labuhan. Kecamatan Medan Labuhan terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan luas wilayah 36,67 km2. Adapun batas-batas Kecamatan Medan Labuhan secara administratif sebagai berikut :


(64)

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli • Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan

Kecamatan Medan Labuhan terdiri atas enam kelurahan yaitu Kelurahan Pekan Labuhan, Kelurahan Nelayan Indah, Kelurahan Sei Mati, Kelurahan Martubung, Kelurahan Besar, Kelurahan Tangkahan. Jumlah penduduk Kecamatan Medan Labuhan sebanyak 111.173 jiwa.

4.3. Karakteristik Sampel

Jumlah sampel keseluruhan adalah sebanyak 60 orang, terdiri dari 30 orang petani udang windu organik dan 30 orang petani udang windu nonorganik.

4.3.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik Budidaya

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani udang windu secara organik dan nonorganik. Distribusi sampel berdasarkan teknik budidaya yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Teknik Budidaya Udang Windu No Teknik Budidaya Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Organik 30 50

2 Nonorganik 30 50

Jumlah 60 100

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa jumlah petani dari masing-masing usahatani udang windu organik dan nonorganik adalah sebanyak 30 orang (50%). Menurut hasil wawancara dengan petani di lapangan, jumlah tambak udang


(1)

Lampiran 12. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N

60

Normal Parameters

a

Mean

.0000000

Std. Deviation

.14130925

Most Extreme

Differences

Absolute

.097

Positive

.051

Negative

-.097

Kolmogorov-Smirnov Z

.753

Asymp. Sig. (2-tailed)

.622


(2)

Lampiran 13. Hasil Uji Park

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -65.488 91.722 -.714 .483

Jlh Produksi 8.424 4.221 .405 1.996 .058

LL -1.280 4.896 -.133 -.261 .796

B. Tnga Krja 9.432 14.272 .138 .661 .516

B. Benur 10.245 31.668 .160 .324 .749

B. Pakan 3.370 3.523 .181 .956 .349

B.Pupuk/pstsida -2.423 3.204 -.143 -.756 .457

Hrga Kmoditi 3.812 18.591 .038 .205 .839


(3)

Lampiran 14. Foto-Foto Dokumentasi

Pengangkutan bibit / benur


(4)

Perjalanan menuju tambak dengan bot


(5)

Kumpul dengan Anggota GAPOKTAN FPTRABK


(6)

Udang windu size 25-30