BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar mempunyai posisi yang sangat penting, karena dapat memberi bekal
kemampuan berhitung dan bernalar. Melalui matematika, siswa dilatih untuk berpikir logis, rasional, dan kritis dalam bertindak sehingga mampu bertahan dan
berhasil dalam persaingan. Adapun tujuan umum pelajaran matematika dalam Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan Depdiknas, 2006: 49 sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan
antara konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4.
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai keguanaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan umum pembelajaran matematika di atas, guru sebagai pendidik memiliki tanggung jawab yang besar untuk mewujudkan tujuan tersebut.
1. Perbuatan yang Seharusnya Dilakukan oleh Guru SD
Hal terpenting untuk mewujudkan semua itu adalah bagaimana menerapkan pembelajaran matematika agar mudah dipahami siswa, dan siswa
mampu mengembangkan apa yang dipelajari dalam kehidupannya. Maka guru SD
perlu memiliki pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang lebih baik dalam menyampaikan materi yang akan diberikan kepada siswa.
2. Fakta Dilapangan
Pada kenyataannya, proses belajar-mengajar seringkali dihadapkan pada hambatan-hambatan yang muncul, di antaranya: guru tidak memperhatikan
kepentingan siswa sehingga banyak yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Dalam hal ini, guru juga kurang kreatif dalam
merancang pembelajaran yang bermakna, sehingga dapat mengakibatkan dampak yang sangat buruk terhadap sikap dan minat serta pemahaman siswa dalam
pembelajaran matematika.
3. Dampak yang Muncul
Hambatan yang muncul di atas, berdampak pada hasil belajar yang rendah. Seperti yang terjadi pada siswa kelas II SD Negeri Orimalang, sebagian besar
hasil belajar siswanya rendah terutama pada pokok bahasan perkalian. Hasil observasi awal pada tanggal 2 Agustus 2012 menunjukkan hanya 12 siswa yang
tuntas belajar, walaupun hanya dengan kemampuannya menghafal perkalian tanpa pemahaman konsep dasar perkalian. Hal ini disebabkan guru mengajar
matematika dengan cara dan metode tradisional, materinya disampaikan hanya dengan pemberian hafalan-hafalan perkalian 1 sampai 10 tanpa pemahaman
konsep dasar perkalian, sehingga sebagian siswa hanya hafal hasil perkaliannya saja tanpa dapat menjelaskan cara mendapatkan hasil perkalian tersebut.
Bruner Winataputra, dkk., 2008: 3.14 mengemukakan, Pembelajaran matematika akan berhasil jika pembelajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan
struktur-struktur. Guru yang tidak mengarahkan konsep dengan mengkonkretkan contoh membuat siswa sulit memahami konsep dasar perkalian.
Padahal menurut Piaget Muhsetyo, dkk., 2008 : 1.9, Selama tahap operasi konkret 7-12 tahun atau anak usia SD
mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan ide-ide abstrak dengan pengalaman-pengalaman yang
langsung dialami.
Hal ini berarti bahwa dalam melaksanakan pembelajaran bagi siswa SD harus melibatkan bantuan benda-benda konkret sebagai perantara anak agar dapat
berpikir logis. Pemahaman siswa terhadap konsep dasar perkalian perlu ditingkatkan agar siswa bisa lebih mudah memahami konsep-konsep pada kelas
selanjutnya sehingga tidak hanya hafal dengan urutan perkalian saja tetapi betul- betul dilandasi oleh konsep yang jelas.
Perkalian adalah penjumlahan berulang dengan angka yang sama. Dari pengertian tersebut, sudah jelas adanya keterkaitan antara perkalian dan
penjumlahan. Perkalian 3 x 4 yang dibaca tiga kali empatnya diartikan sebagai “ 4 + 4 + 4”.
Untuk itu dalam pembelajaran matematika pokok bahasan perkalian, guru harus menanamkan konsep bahwa perkalian itu merupakan penjumlahan berulang
dengan angka yang sama. Sesuai dengan teori piaget Muhsetyo, dkk., 2008: 1.10, Dalam pembelajaran matematika perlunya keterkaitan materi baru dengan
materi yang telah diberikan, sehingga lebih memudahkan peserta didik memahami materi baru.
Berdasarkan observasi awal yang dilaksanakan pada tanggal 2 Agustus 2012, maka peneliti mengidentifikasi masalah dalam pembelajaran matematika
pokok bahasan perkalian sebagai berikut.
a. Analisis Proses
1 Kinerja Guru
a Guru tidak memberikan apersepsi dengan mengaitkan materi yang lalu
atau konsep matematika sebelumnya. b
Guru tidak memperhatikan kesiapan, tingkat kematangan dan cara belajar siswa.
c Guru kurang kreatif dalam merancang pembelajaran yang bermakna.
d Guru mengajar matematika dengan cara dan metode tradisional,
materinya disampaikan hanya dengan pemberian hafalan-hafalan perkalian 1 sampai 10 tanpa pemahaman konsep dasar perkalian.
e Guru tidak menggunakan alat peraga untuk memberikan contoh
konkret. 2
Aktivitas Siswa a
Sebagian besar siswa mengobrol saat pembelajaran berlangsung. b
Hanya sebagian kecil siswa yang memperhatikan penjelasan guru. c
Sebagian kecil siswa mengganggu temannya, sehingga kelas ribut.
b. Analisis Hasil
1 Siswa tidak dapat menggunakan konsep penjumlahan berulang dalam
mengerjakan soal perkalian.
2 Siswa hanya menghafal perkalian 1 sampai 10 tanpa pemahaman konsep
dasar perkalian, sehingga menyelesaikan soal perkalian semampunya sesuai dengan penguasaan hafalan perkalian.
3 Siswa sulit memahami konsep dasar perkalian.
4 Sebagian siswa yang tidak menguasai hafalan, tidak dapat mengerjakan
soal perkalian.
4. Upaya untuk Mengatasi Masalah yang Muncul