Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal Saminisme
3. Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal Saminisme
Nilai-nilai moral masyarakat Samin sebenarnya sarat dengan kearifan, maka kita mempunyai kewajiban untuk menggali kearifan-kearifan budaya tersebut dan meletakkannya dalam kerangka untuk terciptanya hidup dan kehidupan selanjutnya. Menurut Warren (dalam Titi Mumfangati 2003: 2) konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem pengetahuan lokal (indigenous knowledge system ) adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama, sebagai hasil dari proses hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungannya. Cara bereaksi dan tindakan yang dilakukan adalah berdasarkan atas pengetahuan yang dimiliki masyarakat tersebut. Ajaran Saminisme yang dimiliki oleh masyarakat Samin tentunya sarat dengan kearifan-kearifan lokal yang didalamnya terkandung filosofi keselarasan, keharmonisan, sekaligus rasionalitas dari tindakan masyarakat bersangkutan.
Saminisme merupakan perilaku dalam hidup manusia, Saminisme bukan aliran agama atau kepercayaan. Khusus bagi orang Samin beranggapan bahwa semua agama yang ada itu baik, agama mereka adalah agama Adam (Titi Mumfangati, 2004: 16). Tentang agama itu orang Samin mengatakan: Agama itu gaman, Adam pangucape, Man gaman lanang. Dengan demikian orang Samin mengartikan ”agama” bukan sebagai keyakinan atau kepercayaan, tetapi pengertian ”agama” menurut mereka man lanang (penis).
commit to user
wujud solidaritas manusia untuk membantu satu sama lain yang dilandasi oleh rasa kewajiban moral. Berdasarkan tujuan dan kepentingannya, gotong royong dibedakan pengertian menjadi: gotong royong berupa tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Dalam kehidupan sehari-hari kenyataannya edua perbedaan itu tidak lagi diperhatikan. Gotong royong atau sambatan, lung- tinulung dalam masyarakat Samin dilakukan misalnya apabila seorang warga desa mempunyai hajat (gawe) seperti mendirikan bangunan rumah, memindahkan bangunan rumah, perbaikan jalan, membersihkan tempat-tempat yang dianggap rawan penyakit, membuat gapura, dan mengolah tanah pertanian. Sikap gotong royong yang kian menipis dalam kehidupan masyarakat sangat perlu dilestarikan, yang diawali dari peserta didik dilingkungan sekolah, seperti untuk kebersihan kelas, lingkungan sekolah, dalam pembuatan tugas kelompok, menata meja atau kursi, dan mengangkat teman yang pingsan.
Samin Surosentiko menyampaikan ajaran kepada pengikut-pengikutnya dengan cara ceramah (sesorah) di rumah atau di tanah lapang. Hal ini dilakukan karena para pengikut Samin tidak tahu menulis dan membaca (Hutomo, dalam Titi Mumfangati, 2004: 23). Pokok-pokok ajarannya itu antara lain sebagai beikut:
a. Agama itu gaman, Adam pangucape, Man gaman lanang (Agama adalah senjata atau pegangan hidup)
b. Aja drengki srei, tukar padu, dahpen. Kemeren. Aja kutil jumput, bedhog nyolong. (Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati. Jangan suka mengambil milik orang)
commit to user
sapada, empun nganti pek-pinepek , kutil jumput bedhog nyolong. Nopo malih bedhog colong, napa milik barang, nemu barang teng dalan mawon kulo simpangi (Berbuatlah sabar dan jangan sombong, jangan mengganggu orang, jangan takabur, jangan mengambil milik orang lain. Apa lagi mencuri, mengambil barang. Sedangkan menjumpai barang tercecer dijalan dijauhi).
d. Wong urip kudu ngerti uripe, sebab urip siji digawa salawase. (Manusia hidup harus memahami kehidupannya, sebab hidup = roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya)
e. Wong enom mati uripe titip sing urip. Bayi udho nangis nger niku sukma ketemu raga. Dadi mulane wong niku mboten mati. Nek ninggal sandhangan niku nggih. Kedah sabar lan trokal sing diarah turune. Dadi ora mati nanging kumpul sing urip. Apik wong salawase sepisan dadi wong, salawase dadi wong. (Kalau anak muda meninggal dunia, rohnya dititipkan ke roh yang hidup. Bayi menangis itu tanda bertemunya roh dengan raga. Karena itu roh orang meninggal tidaklah meninggal, hanya menanggalkan pakaiannya. Jadi roh itu tidak mati, melainkan berkumpul dengan roh yang masih hidup. Sekali orang itu berbuat baik, selamanya akan menjadi orang baik)
f. Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu. (Ibaratnya orang berbicara dari angka lima berhenti pada angka tujuh, dan angka sembilan juga berhenti pada
commit to user
berbicara harus menjaga mulut) Prinsip ajaran-ajaran Samin Surosentiko itu, pada hakekatnya menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia, kehidupan yang sempurna dan juga kehidupan manusia yang tidak sempurna (Titi Mumfangati 2004: 24). Oleh karena itu ajaran Samin Surosentiko adalah ajaran tentang ajakan hidup yang baik untuk sesama umat manusia, seperti kejujuran, gotong-royong, tolong menolong, kerja keras, serta nilai-nilai moral seperti larangan mengumbar hawa nafsu, larangan berbuat jahat, larangan menyakiti orang lain, ajaran agar terbebas dari hukum karma, menghormati orang tua, dan memegang teguh ucapan.
Peneliti menemukan bahwa orang-orang pengikut ajaran Samin Surosentiko oleh masyarakat luar (bukan Saminisme) menyebutnya ”Samin”. Pada hal orang-orang Samin sendiri tidak suka jika disebut ”Wong Samin” mereka lebih suka disebut ”Wong Sikep” yang artinyta orang yang bertanggung jawab. Sebab nama Samin dikonotasikan dengan arti perbuatan yang tidak terpuji (1) dianggap kelompok orang yang tidak mau membayar pajak (2) sering membantah dan menyangkal peraturan yang telah ditetapkan (3) sering keluar masuk penjara (4) sering mencuri kayu jati (5) perkawinannnya tidak dilakukan menurut tatacara agama Islam (Prasongko, 1981: 28 dalam Titi Mumfangati, 2004: 26).
commit to user