Peribahasa yang Tergolong dalam Pandangan masyarakat Samin Tentang Pekerjaan

2.4 Peribahasa yang Tergolong dalam Pandangan masyarakat Samin Tentang Pekerjaan

Sesuai dengan ajaran dari Samin Surosentiko, masyarakat Samin suka bekerja keras. Bagi Mereka pekerjaan yang sangat cocok adalah bertani. Tiyang pingin urip, gesang, kedah tata nggrantoh, gebyah macul. (Orang ingin hidup harus bekerja keras, dengan mencangkul).

commit to user

oleh Masyarakat Samin

1. Perkawinan

Perkawinan merupakan sarana untuk membangun keluarga dengan keluhuran budi untuk mendapatkan anak yang utama harus berdasarkan kejujuran. Hal terungkap dalam peribahasanya:

Kukuh dhemen janji . (Kokoh memegang janji). Isteri hanya satu untuk selamanya.

2. Agama atau kepercayaan

Masyarakat Samin Menganut Agama Adam. Agama itu gaman, Adam pangucape. Pengertian gaman menurut mereka adalah sikep rabi.

Ing sajroning agama ana rasa, rasa sejatine rasa, rasa sejatine wujud banyu. (Di dalam agama itu ada rasa, rasa sejatinya rasa, rasa wujudnya air).

3. Orang meninggal

Orang meninggal diistilahkan sebagai salin sandhangan. Salin sandhangan sukma ninggal raga, asale wong mbalik wong, lahir mamalih, turun maturun, bayi udha nangis nger niku sukma ketemu raga. (Ganti baju, jiwa meninggalkan raga, mulanya manusia, terlahir lagi menjadi turun temurun, bayi telanjang menangis itu menandakan jiwanya ketemu raga).

commit to user

Biasanya dilagukan dalam bentuk pangkur dan pucung. Berikut tembang pangkur: Saha malih dadya garan Anggegulang gulunganing pembudi Palakrama nguwoh mangun Memangun traping widya Kasampar kasandhung dugi prayogantu Ambudya atmaja tama Mugi-mugi dadi kanthi “Ada lagi yang menjadi pegangan Yaitu melatih diri pribadi Melatih diri pribadi berbuat kebajikan Membangun rumah tangga Mengetrapkan pengetahuan yang benar Walaupun tersepak kesana kemari Sampai mendapatkan anak utama yang diinginkan Semga menjadi kenyataan”

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan telah memberi peluang bagi guru dan sekolah untuk mengisi materi bahan ajar sesuai dengan kebutuhan sekolah atau daerah. Dari BNSP hanya menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam mata pelajaran sejarah kesempatan ini digunakan untuk memasukan ajaran Saminisme menjadi materi sejarah lokal dengan tujuan agar peserta didik

commit to user

peserta didik juga bisa lebih akrap dengan lingkungannya. Ajaran Saminisme perlu dilestarikan, dipahami, dan menjadi suri tauladan bagi peserta didik. Peserta didik perlu contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari dari kehidupan masyarakat yang ada dilingkungannya.

Hasil observasi, Jumat, 4/11/2011 (lihat lampiran 2) di SMAN 1 Blora tentang pelaksanaan pembelajaran sejarah lokal menunjukkan adanya variasi dalam pelaksanaannya. Mereka menggunakan metode konstruktivisme, jadi peserta didik menjadi pusat pembelajaran (student center). Metode diskusi kelompok lebih sering digunakan sebagai metode pembelajaran. Masing-masing kelompok mendiskusikan materi tentang Saminisme dengan topik yang berbeda, antara lain ajaran Samin Surosentiko, bentuk-bentuk perjuangan Samin Surosentiko terhadap pemerintah Kolonial Belanda, sebab-sebab perlawanan Samin Surosentiko terhadap pemerintah Kolonial Belanda, dan tradisi lisan masyarakat Samin.Selain metode diskusi kelompok guru juga menggunakan metode tanya jawab dan penugasan. Seperti yang dinyatakan Rahman Nur Hakim. Wawancara, Jumat, 12/11/2011, sebagai berikut:

“Ya…Samin dan foklor, selain itu mencari foklor dari budaya Blora”. Untuk pemanfaatan fasilitas internet dilakukan juga metode penugasan. Hal ini dilakukan oleh guru mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya materi yang harus disampaikan sesuai dengan kompetensi dasar yang ada. Seperti yang dipaparkan oleh S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd (guru sejarah) dalam wawancara Jumat, 30/9/2011:

commit to user

mengenai folklor, mithos, legenda, dongeng, dan upacara adat disekitar Blora. Seperti di Desa janjang. Karena dalam satu minggu hanya satu jam pelajaran maka anak-anak kami beri tugas untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah disekitarnya”.

Karena di sekolah ada hot spot, maka guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk membuka internet. Tugas-tugas tersebut kemudian dikumpulkan menjadi satu setiap kelasnya, dan kemudian di jilid.

Dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme, guru menggunakan media, LCD, laptop, dan foto Samin Surosentiko yang ditayangkan melalui layar LCD pada disply di depan kelas. Dalam penyampaian materi menggunakan power point (lihat lampiran 1).

Untuk mengetahui hasil dari kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan, maka guru melakukan penilaian dengan cara tes tertulis diakhir pembelajaran. Hasil ulangan harian dari materi sejarah lokal menunjukkan 70% anak tuntas melebihi batas KKM.

Kegiatan inti pembelajaran sejarah lokal secara umum, guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran kepada peserta didik, sehingga terlihat peserta didik serius terhadap apa yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran.

Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sejarah lokal sangat tampak. Selain menyampaikan materi sejarah lokal Saminisme, juga bentuk- bentuk folklor dan legenda, serta mithos yang ada dalam masyarakat Samin.

commit to user

Hasil pembelajaran dapat dilihat dari daftar nilai yang dimiliki guru sejarah pada ulangan harian. Penelusuran dokumen didapatkan data bahwa guru sejarah pada semester satu tahun pelajaran 2011/2012 baru melakukan ulangan harian sebanyak dua kali, satu kali tugas dan tes tengah semester. Batas nilai Kriteria Ketuntasan Belajar (KKM) untuk mata pelajaran sejarah kelas X adalah

76. Seperti yang disampaikan oleh S. W. Dini Astari. S.Pd., M.Pd (guru sejarah) wawancara, Jumat, 30/9/2011: “KKM 76 pak…”. Untuk ulangan harian yang pertama peserta yang tuntas KKM sebesar 46,67%. Sedangkan untuk ulangan harian kedua mencapai ketuntasan 70% dari peserta didik. Secara umum tingkat ketuntasan belajar peserta didik pada saat tes tengah semester adalah 60 % (lihat lampiran). Berbagai macam ulangan memang harus dilakukan oleh sekolah seperti yang dipaparkan oleh Drs. Sari, M.Pd Wawancara, Jumat, 30/9/2011, yaitu:

“Selain ulangan harian, ulangan semester, dan ujian nasional, ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang telah direncanakan oleh wakil kepala sekolah urusan kurikulum, ulangan tengah semester dilaksanakan secara serempak, dengan soal-soal yang telah dipersiapkan oleh guru yang dikoordinir oleh MGMP sekolah. Ulangan tengah semester atau mid dimaksudkan agar siswa dan guru sama-sama mempunyai gambaran tentang hasil pembelajaran yang dicapai, dan sebagai evaluasi pelaksanaan pembelajaran bagi guru dan evaluasi hasil pembelajaran bagi siswa”.

Berdasarkan keterangan dari guru, nilai-nilai yang tercantum dalam daftar nilai merupakan nilai kogntif, sebab untuk mengadakan penilaian aspek afektif dan psikomotor masih kesulitan walaupun jumlah peserta didik hanya tiga puluh.

commit to user

SMAN 1 Blora menunjukkan bahwa analisis ulangan harian juga belum dilaksanakan dengan baik, pada hal analisis ulangan akan sangat berarti bagi guru untuk mengetahui tingkat kesulitan butir soal bagi peserta didik. Salah satu guru mengatakan kepada peneliti bahwa untuk melaksanakan penilaian pada ranah afektif dan psikomotor memang mengalami kesulitan karena indikator penilaiannya. Untuk nilai afektif indikator yang dinilai adalah kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, sopan santun, kejujuran, dan pelaksanaan ibadah ritual. Cukup banyak indikator penilaiannya. Karena pada saat penentuan kenaikan atau kelulusan kepala sekolah selalu memerintahkan kepada guru untuk memberi nilai “baik” pada ranah tersebut, secara umum peserta didik “baik” atau “amat baik”.

Dokumen soal-soal ulangan secara umum tidak didokumentasikan oleh guru, soal ulangan disesuaikan dengan apa yang tertulis dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Soal yang tertulis di RPP biasanya juga dipakai untuk soal pre-test dan juga pos-test. Hal seperti ini untuk memudahkan guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Memang kepala sekolah melalui waka urusan kurikulum mewajibkan guru-guru memiliki perangkat pembelajaran dan harus dikumpulkan menjadi satu untuk keperluan akreditasi juga supervisi pengawas.

Dampak pembelajaran sejarah lokal yang dilaksanakan dengan menerapkan manajemen pembelajaran sejarah sesuai dengan tujuan pembelajaran sejarah serta diampu oleh guru yang memiliki kompetensi ilmu sejarah akan menghasilkan peserta didik yang cerdas, dan berakhlak mulia. Sehingga pengetahuan sejarah peserta didik tidak berhenti dan terbelenggu oleh sekumpulan

commit to user

transfer of knowledge , tetapi juga transfer of value. Dalam pembelajaran sejarah lokal peserta didik tidak hanya sebagai pendengar dari gurunya tetapi juga diajak untuk memulai menulis sejarah lokal Blora melalui penugasan. Menurut Taufik Abdullah (1978:17) bahwa tiap pengerjaan ilmu harus dibimbing oleh suatu dorongan moral, suatu cita-cita, memang benar…Ia harus dibimbing oleh rasa cinta tanah air dan tanggung jawab intelektual. Ilmu tidaklah harus bermula dan berhenti pada dirinya. Ia bisa juga muncul berdasarkan sesuatu yang berada diluar dirinya.

Dari hasil wawancara dengan beberapa peserta didik tentang pembelajaran sejarah lokal sebagian besar mereka senang, karena bisa lebih kenal dengan tokoh di lingkungan sendiri. Selain itu mereka bisa lebih tahu tentang ajaran Samin Surosentiko yang selama ini salah pemahamannya mengenai orang Samin. Berikut pernyataan dari Agnes Manik Sari Utami (peserta didik) wawancara, Jumat, 12/11/2011 menyatakan :

“Yang menarik adalah Samin melawan pemerintah Kolonial Belanda tanpa kekerasan, kitab-kitabnya, kebudayaannya dan ajaran yang berbentuk lagu-lagu atau tembang”.

Ungkapan yang senada juga disampaikan oleh Rahman Nur Hakim (peserta didik) wawancara, Jumat, 12/11/2011:

“yang menarik adalah kesederhanaan, polos, jujur, dan cara perjuangannya”. Orang Samin dianggap orang yang tidak waras, edan, sehingga bila

mereka dikatakan orang Samin akan tersinggung dan marah-marah. Anggapan

commit to user

dimunculkan sebagai sosok/komunitas serba negatif (Moh. Rosyid, 2010: vi). Setelah mendapatkan pembelajaran sejarah lokal tentang ajaran Samin Surosentiko, peserta didik dapat memahami tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam ajaran Samin Surosentiko (Saminisme). Peserta didik menangkap tentang ajaran Samin yang utama yaitu “kejujuran”. Mereka juga tidak akan marah dan tersinggung jika dikatakan sebagai orang Samin. Dari penjelasan Rahman Nur Hakim (peserta didik) Jumat, 12/11/2011, ketika wawancara dengan peneliti mengatakan “tidak tersinggung” bahkan “bangga menjadi orang Samin”. Mereka bangga dengan ajaran Saminisme yang dijadikan sebagai materi sejarah lokal di sekolah. Hal ini berdasarkan hasil kuisioner yang mereka isi mencapai 97% memilih sangat setuju dan setuju, sedangkan 3% menjawab tidak tahu (lihat lampiran 4).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap perilaku peserta didik dalam kesehariannya pada umumnya baik dan sopan, hal ini dibuktikan dengan setiap bertemu dengan peneliti memberi senyum dan sapa, bisa dilihat pada absensi kehadiran peserta didik di kelas. Selama mengikuti pelajaran tidak ditemukan peserta didik yang pulang tanpa ijin atau membolos. Mereka berpakaian rapi. Ketika guru memasuki ruang kelas mereka sudah siap menerima pelajaran. Jika ada yang masih diluar bisaanya ada yang mengijinkan karena kegiatan sekolah. Peserta didik SMAN 1 Blora juga tidak pernah melakukan perkelahian antar pelajar, antar sekolah, atau kejadian lain yang mengarah pada tindakan kriminal. “Kantin kejujuran” yang diadakan oleh sekolah berjalan

commit to user

didik sudah tinggi. Semoga kejujuran yang merupakan ajaran Saminisme berdampak luas pada peserta didik dan masyarakat sekitarnya.