Nilai-nilai moral

e. Nilai-nilai moral

Dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme terkandung ajaran tentang nilai-nilai moral, seperti larangan mengumbar hawa nafsu, pegangan agar orang Samin tidak berbuat jahat, agar terbebas dari hukum karma, larangan menyakiti orang lain, menghormati orang tua, dan memegang teguh ucapan. Moh. Rosyid (2010: 65) menyebutkan pantangan hidup dalam berkepribadian masyarakat Samin meliputi (i) bedok; menuduh, (ii)

commit to user

alam , (iv) jumput; mengambil barang yang sudah menjadi komoditas pasar, (v) nemu wae ora keno; menemukan barang menjadi pantangan, karena jika ditemukan, maka si pemilik yang kehilangan tidak akan mendapatkan barang yang hilang.

Dalam berperilaku dianjurkan, Moh. Rosyid (2010: 66-67) meliputi kudu weruh te-e dewe, lugu, mligi, lan rukun. Pertama, kudu weruh te-e dewe ; harus memahami barang yang dimilikinya dan tidak memanfaatkan milik orang lain. Kedua, lugu; bila mengadakan perjanjian, transakasi, ataupun kesediaan dengan pihak lain; jika sanggup mengatakan ya, jika tidak sanggup atau ragu-ragu mengatakan tidak. Ketiga, mligi; taat pada aturan berupa prinsip beretika dan berinteraksi. Diantara aturan yang tidak boleh dilanggar adalah judi karena dianggap sebagai faktor pemicu menurunnya semangat kerja dan hubungan seks bebas karena bukan haknya. Keempat, rukun dengan istri, anak, orang tuanya, tetangga, dan dengan siapa saja. Ajaran ini menumbuhkan rasa solidaritas terhadap siapa yang dijumpai.

Ajaran Samin berupa pantangan dalam bentuk etika sosial berupa (i) ojo drengki (memfitnah), (ii) ojo srei (serakah), (iii) ojo panasten (mudah tersinggung atau membenci sesama), (iv) ojo dahwen (mendakwa tanpa bukti), (v) ojo kemeren (iri hati atau keinginan memiliki barang milik orang lain dengan jalan yang tidak benar), (vi) ojo nyiyo marang sepodo (berbuat nista terhadap sesama).

commit to user

agar bisa menjadi orang yang bijaksana (to be wise). Hasil wawancara dengan Rahman Nur Hakim (peserta didik) Jumat, 12/11/2011, menyatakan ketertarikannya terhadap Saminisme adalah mengenai “Kesederhanaan, polos, jujur, dan cara perjuangannya” . Mengenai sikap moral yang menjadi materi pembelajaran sejarah lokal sangat menarik dan mengena pada peserta didik. Wawancara yang mendalam dengan Rahman Nur Hakim (peserta didik) jika dia disebut sebagai orang Samin tidak marah, demikian pernyataannya, wawancara, Jumat, 12/11/2011:

“tidak…. Sama sekali tidak marah pak… malah saya bangga dengan mereka karena kejujurannya, kerja kerasnya, dan perilakunya yang tidak mau neko-neko (macam-macam). Saya ingin seperti mereka, orang bodho tetapi jujur dan polos”.

Nilai moral Saminisme perlu diteladani oleh semua orang dan utamanya peserta didik. Kepatuhannya masyarakat Samin terhadap pemimpinnya perlu di contoh juga oleh peserta didik terhadap gurunya. Di era modern ini sudah banyak nilai-nilai moral yang ditinggalkan oleh peserta didik, sedikit demi sedikit terkikis oleh budaya Barat yang individual. Perkelahian antar pelajar banyak terjadi karena sebab yang sepele. Melalui pembelajaran sejarah lokal Saminsme bisa menjadi perisai untuk menangkal pengaruh negative pergaulan remaja dimasa kini dan masa yang akan datang.

Guru memang dituntut untuk dapat memilih materi yang sesuai dengan situasi perkembangan jaman. Dapat memilah-milah materi yang baik dan tidak baik dampaknya bagi peserta didik. Sebagaimana yang diketahui oleh masyarakat umum bahwa masyarakat Samin tidak mau membayar pajak.

commit to user

anak yang tidak baik, karena membayar pajak sudah menjadi kewajiban bagi setiap warga negara, dan pajak menjadi modal pembangunan bagi pemerintah.

Masyarakat Samin tidak mau membayar pajak itu dahulu sebelum Indonesia merdeka sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda, tetapi sekarang Indonesia sudah merdeka, sudah dipimpin oleh anak negeri, jadi masyarakat Samin tidak satupun yang tidak membayar pajak kepada pemerintah. Mereka taat kepada pemerintah sekarang.

commit to user