Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora.

2. Pembelajaran Sejarah Lokal di SMAN 1 Blora.

Salah satu tradisi yang masih berkembang di Kabupaten Blora adalah tradisi lisan masyarakat Samin. Legenda dianggap sebagai sesuatu yang sakral bagi masyarakat Samin karena penyebarannya dari mulut ke mulut dan berupa ajaran-ajaran atau panutan hidup masyarakat Samin. Tradisi lisan masyarakat

commit to user

peserta didik lebih mengenali dan memahami tentang Saminisme. Pembelajaran sejarah lokal Saminisme telah dilaksanakan pada kelas X semester 1 SMAN 1 Blora oleh dua orang guru sejarah (observasi, Jumat, 4/11/2011, lihat lampiran 2).

Dalam pembelajaran sejarah lokal Saminisme MGMP ikut berperan. Mengingat selama ini pemerintah Kabupaten Blora belum mengeluarkan peraturan daerah tentang Saminisme untuk dijadikan materi sejarah lokal pada sekolah-sekolah. Berikut hasil wawancara dengan S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd Jumat, 30/9/2011 sebagai berikut:

“lho…pak, kan sudah disepakati di MGMP, bahwa Samin menjadi materi sejarah lokal”. Memang dasar pelaksanaannya masih lemah secara hukum karena baru

berupa kesepakatan guru-guru sejarah di forum MGMP. Dalam hal ini dari MGMP pun mempunyai kontribusi sebagai bentuk tanggung jawab dari kesepakatan tadi yaitu bersama-sama membuat silabus sedangkan untuk RPP nya dibuat oleh guru masing-masing. Seperti yang disampaikan oleh S.W. Dini Astari, S.Pd., M.Pd (guru sejarah) dalam wawancara dengan peneliti, Jumat, 30/9/ 2011 sebagai berikut:

“Sudah…, sebab tentang sejarah lokal dari MGMP sudah membuat silabus yang dapat membantu guru dalam mengajar sejarah lokal”.

Atas pernyataan dari S.W. Dini Astari kemudian peneliti melakukan pengecekan terhadap dokumen silabus yang disimpan oleh waka kurikulum. Ternyata benar bahwa MGMP telah membuat silabus dan peneliti melihat ada

commit to user

sekolah dibagian bawah silabus (lihat lampiran 6). Masyarakat Samin adalah pendukung dari ajaran Samin Surosentiko (Saminisme). Samin Surosentiko dikenal sebagai petani biasa, sesepuh (orang yang dituakan),dan memimpin melawan penjajah Belanda di Kabupaten Blora (Hakim,1998: 64). Sekitar tahun 1880 Samin Surosentiko mulai menyebarkan ajarannya kepada orang-orang sedesanya. Ia melakukan banyak semedi, memperoleh kitab suci sebagai petunjuk dan baru kemudian menyampaikan wahyu kepada orang banyak (Widianto, 1983: 60). Ajarannya mendapat tanggapan baik dan segera memikat orang banyak dari desa-desa sekitarnya.

Ajaran Samin juga diartikan sami-sami amin atau sama-sama. Menganggap semua seperti saudara (sedulur) sehingga harus saling tolong menolong. Mereka juga mengganggap bumi ini milik bersama dan harus dimanfaatkan bersama-sama pula demi kesejahteraan bersama. Masyarakat Samin mempunyai ungkapan yang mencerminkan semangat kebersamaan yaitu “sama rata sama rasa” yang meliputi: lemah podho duwe, banyu podho duwe, kayu podho duwe yang artinya tanah, air, hutan milik bersama.

Masyarakat Samin juga mempunyai etika yang dilaksanakan secara ketat sekali dimana para pengikutnya dilarang keras mencuri, berbohong, berzina. Mereka dianjurkan untuk bekerja dengan rajin, sabar, jujur, dan murah hati. Merekapun harus hidup rukun dan damai. Oleh sebab itu masyarakat Samin berhasil mempertahankan diri sekian lama dalam kehidupan masyarakat yang mengalami pengaruh perubahan.

commit to user

mau membayar pajak, serta menolak mengandangkan sapi dirumah. Sikap yang demikian ini sangat menjengkelkan pamong desa. Sikap ini dipelopori oleh Samin Surosentiko karena orang Belanda tidak layak memimpin atau memerintah rakyat pribumi.Gerakan ini nantinya dianggap membahayakan pemerintah kolonial, oleh para pengikutnya Samin Surosentiko pada 8 Nopember 1908 diangkat menjadi Raja, bergelar Prabu Panembahan Suryongalam (cahaya alam semesta) dan mengangkat Kamitowo Bapangan sebagai Patih, bergelar Suryadilaga (cahaya di medan laga) sehingga tidak lama kemudian ditangkap oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan dihukum buang di Sawahlunto Sumatra Barat sampai meninggal tahun 1914.

Ajaran samin Surosentiko ditulis dalam beberapa kitab yaitu Angger- angger Pangucap adalah hukum atau kaidah berbicara, Serat Punjer Kawitan yang berisi silsilah raja-raja di Jawa.

Saminisme bukanlah agama, juga bukan sebuah aliran kepercayaan. Samin itu lelakon (tingkah laku). Ajarannya berupa pitutur (nasehat) yang digunakan untuk menentramkan hati, mengingatkan orang agar mempunyai budi pekerti yang baik dan tidak sombong. Hanya saja ajaran-ajaran ini tidak dikembangkan secara tertulis. Tradisi lisan masyarakat Samin antara lain: