Overlapping Preferensi Indonesia dan Singapura

5.1 Overlapping Preferensi Indonesia dan Singapura

Di dalam teori two level game, preferensi dibentuk melalui koalisi antara para politikus dan pihak-pihak dalam negri yang menuntut pemerintah untuk membuat

sebuah perjanjian internasional berdasarkan urgensi-urgensi tertentu. Negara yang terbuka dengan kerja sama internasional (internasionalis) lebih mudah mencapai kesepakatan dan ratifikasi (win-sets besar), sedangkan negara yang tertutup (isolasionis) lebih susah (win-sets kecil). Negara yang memiliki urgensi yang besar terhadap sebuah perjanjian internasional akan lebih mudah untuk meratifikasinya (win-sets besar) daripada negara yang tidak memiliki urgensi yang cukup besar terhadap perjanjian tersebut (win-sets kecil). Overlapping konten yang merupakan masalah prosedural dan urgensi di dalam naskah perjanjian juga mempengaruhi mudah tidaknya ratifikasi di level 2. Semakin besar urgensi yang tercantum di dalam naskah perjanjian dan prosedurnya sesuai dengan prosedur dalam negri maka

ratifikasi akan semakin mudah untuk dicapai (win-sets besar). 172

Indonesia dan Singapura merupakan negara yang cenderung bersikap internasionalis. Indonesia merupakan negara dengan sistem politik internasional

172 Putnam, R. D. (1998). Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Game. International Organization, 435-441.

bebas-aktif dan salah satu tujuan nasionalnya adalah turut berperan aktif 173 dalam kegiatan internasional dan penciptaan perdamaian internasional. 174 Sedangkan

Singapura merupakan negara yang mengandalkan investasi asing dan perdagangan internasional dalam hal perekonomian. Pemerintah Singapura telah menerapkan kebijakan industri yang berfokus pada ekspor dan impor sejak tahun 1960 hingga saat ini. Oleh karena itu, Singapura sudah jelas tidak mengisolasi negaranya dari negara

lain dan sering mengadakan perjanjian serta kerja sama internasional. 175 Dalam hal ini, terjadi overlapping win-sets yang sama besar antara Indonesia dan Singapura.

Dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, urgensi Indonesia terletak pada banyaknya buronan koruptor yang melarikan diri ke Singapura dan mempersempit gerakan serta perkembangan kejahatan transnasional. Urgensi tersebut

terbentuk karena pihak penegak hukum dan pemberantasan korupsi seperti POLRI 176 ,

KPK 179 , ICW , dan Kejaksaan Agung di Indonesia merasa kesulitan untuk mengejar dan menangkap buronan-buronan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian

173 Farhan, M. (n.d.). Politik Luar Negeri Indonesia Bebas dan Aktif. Diakses pada: 1 4, 2015, dari Tuliskan.com: http://www.tuliskan.com/2013/01/politik-luar-negri-indonesia-bebas-dan.html

174 Ibid 175 Nationals Encyclopedia. (n.d.). Singapore - International trade. Diakses Pada 1 12, 2015, dari

Encyclopedia of the Nations: http://www.nationsencyclopedia.com/economies/Asia-and-the- Pacific/Singapore-INTERNATIONAL-TRADE.html

176 Subagja, I. (2004, 04 27). Polri Minta Singapura Kooperatif Setelah Ekstradisi Diteken. Diakses Pada

01 15, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/27/145729/773543/10/polri- minta-singapura-kooperatif-setelah-ekstradisi-diteken?nd771104bcj

177 Humas KPK. (2012, 09 10). Kerja Sama Internasional Cegah Koruptor Lari dan Hilangnya Aset. Diakses Pada 1 15, 2015, dari Komisi Pemberantasan Korupsi: http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-

kpk-kegiatan/249-kerja-sama-internasional-cegah-koruptor-lari-dan-hilangnya-aset 178 Maryadi. (2007, 04 24). ICW: Ekstradisi RI-Singapura Harus Sebut Kasus Korupsi. Diakses Pada 01

15, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/24/155812/772009/10/icw- ekstradisi-ri-singapura-harus-sebut-kasus-korupsi?nd771104bcj

179 Hertanto, L. (2007, 04 24). Kejagung Incar Koruptor Orba. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/24/144412/771949/10/kejagung-incar-koruptor-

orba?nd771104bcj orba?nd771104bcj

Pada tahun 2007 buronan yang melarikan diri ke Singapura mencapai 17 orang 181 dan terus meningkat hingga mencapai jumlah 35 orang pada tahun 2011.

Ketiadaan perjanjian ekstradisi dengan Singapura bahkan setelah perjanjian tersebut lahir walaupun belum diratifikasi tetap menjadikan negeri singa tersebut sebagai destinasi favorit. Selain melarikan diri ke Singapura, para koruptor tersebut juga

membawa serta asset mereka. Tercatat terdapat ratusan triliun sejak tahun 2007 182 dan meningkat pada tahun 2012 mencapai 783 trilliun rupiah asset koruptor yang

disembunyikan di Singapura. Dana tersebut terbilang sangat besar dan seharusnya dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih baik seperti pembangunan

infrastruktur di Indonesia. 183 Oleh karena itu cost of no agreement Indonesia terhadap perjanjian adalah besar sehingga konstituen domestik Indonesia akan lebih mudah

untuk meratifikasi jika urgensi yang dialami Indonesia dapat diselesaikan oleh naskah perjanjian ekstradisi dengan Singapura.

Urgensi Singapura terhadap perjanjian ekstradisi dengan Indonesia dapat terbilang kecil. Alasan terbesar Singapura mau membuat perjanjian ekstradisi dengan

180 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 181 Maryadi. (2007, 04 24). Inilah 17 Buronan Tersangka Korupsi yang Diduga Bersarang di Singapura.

Diakses Pada 01 16, 2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/04/24/160134/772012/10/inilah-17-buronan-tersangka-korupsi- yang-diduga-bersarang-di-singapura?nd771104bcj

182 Ibid 183 Laluhu, S. (2012, 09 12). KPK telusuri aset koruptor di Singapura. Diakses Pada 01 16, 2015, dari

Sindo News: http://nasional.sindonews.com/read/671797/13/kpk-telusuri-aset-koruptor-di- singapura-1347372521

Indonesia adalah sebagai media pencitraan Singapura sebagai negara anti-korupsi sehingga menarik investasi asing 184 yang dilakukan oleh The Corrupt Practice

Investigation Bureau (CPIB) 186 dan kepolisian Singapura dan penandatanganan konvensi PBB anti korupsi yang mendesak negara-negara untuk segera membuat

perjanjian ekstradisi dalah hal memberantas korupsi 187 hal yang sama juga dijelaskan di dalam konvensi PBB dalam melawan kejahatan transnasional di mana

pembentukan perjanjian ekstradisi merupakan solusi untuk mencegah dan memberantas kejahatan transnasional. 188

Menurut data yang penulis temukan, pada tahun 2004 Singapura menempati peringkat kelima negara dengan tingkat korupsi terendah dengan skor indeks persepsi

korupsi 93. 189 Tahun 2004 merupakan saat di mana Singapura setuju untuk membuat perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Pada tahun 2007 Singapura kembali meraih

posisi keempat negara dengan tingkat korupsi terendah dengan skor 93. 190 Selain itu, tingkat investasi asing ke Singapura terus meningkat dari tahun ketahun dan

184 Heru. (2007, 08 21). RI-Singapura Masih Berpeluang Bahas Ulang DCA. Diakses pada 12 13, 2014, dari Antaranews: http://www.antaranews.com/berita/78109/ri-singapura-masih-berpeluang-bahas-

ulang-dca 185 Corrupt Practices Investigation Bureau. (n.d.). Introduction . Diakses pada 12 12, 2014, dari

www.cpib.gov.sg: https://www.cpib.gov.sg/about-us/introduction 186 Kristanto, T. A. (2009, 06 18). Kunci Keberhasilan KPK Hanya Kemauan Politik dari Pemerintah.

Diakses pada 12 12, 2014, dari Infokorupsi.com: http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=3403&l=kunci-keberhasilan-kpk-hanya-kemauan-politik- dari-pemerintah

187 United Nations Convention against Corruption, Chapter IV Article 43-45 188 United Nations Convention against Transnational Crime Annex I Article 16 189 Transparency International. (n.d.). CORRUPTION PERCEPTIONS INDEX 2004. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Transparency International: http://www.transparency.org/research/cpi/cpi_2004/0/

190 Transparency International. (n.d.). CORRUPTION PERCEPTIONS INDEX 2007. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Transparency International: http://www.transparency.org/research/cpi/cpi_2007/0/ 190 Transparency International. (n.d.). CORRUPTION PERCEPTIONS INDEX 2007. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Transparency International: http://www.transparency.org/research/cpi/cpi_2007/0/

untuk menanamkan modalnya di sana. Menetapnya para koruptor dari Indonesia di Singapura tidak memberikan efek negatif terhadap arus investasi asing di sana karena mereka tidak menjabat sebagai pejabat pemerintahan dan tidak pernah melakukan tindakan korupsi terhadap keuangan Singapura. Hal tersebut terbukti dengan tanpa adanya perjanjian ekstradisi dengan Singapura, investasi asing terus berdatangan. Malah justru sebaliknya, para koruptor tersebut menggunakan asset yang dibawa lari ke Singapura untuk berinvestasi. Menyerahkan para koruptor tersebut ke Indonesia dan mengembalikan aset-aset mereka jelas akan mengurangi investasi di

Singapura. 192

Keberadaan koruptor Indonesia tersebut juga tidak merusak kampanye Singapura untuk membentuk citra negaranya sebagai negara anti korupsi. Di dalam menjaga kepercayaan investor, singapura berusaha menekan untuk tingkat korupsi di negaranya. Tingkat korupsi sebuah negara pada umumnya menjadi acuan para investor untuk menanamkan modalnya. Menurut teori investasi John Dunning, keunggulan lokal dari sebuah negara merupakan hal yang penting untuk diperhitungkan bagi para investor sebelum menanamkan modal mereka. Rendahnya tingkat korupsi di suatu negara dapat menjadi keunggulan lokal yang dapat menarik

191 CFO Innovation Asia. (2014, 03 05). ASEAN FINALLY SURPASSES CHINA IN FOREIGN DIRECT INVESTMENT. Diakses pada 12 12, 2014, dari http://www.cfoinnovation.com/:

http://www.cfoinnovation.com/story/7951/asean-finally-surpasses-china-foreign-direct-investment 192 Wicaksana, W. (2006, 03 17). Pemberantasan Korupsi dan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-

Singapura. Diakses pada 12 15, 2014, dari Bali Post: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/3/17/o2.htm Singapura. Diakses pada 12 15, 2014, dari Bali Post: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/3/17/o2.htm

besar karena diserap oleh para koruptor di negara tersebut. 193 Teori tersebut dibuktikan dengan semakin tingginya arus investasi ke Singapura dari tahun ke tahun.

Singapura juga merupakan negara di kawasan ASEAN yang memiliki tingkat investasi asing yang paling tinggi. Berikut adalah data yang penulis ambil dari Kementrian Keuangan dan Bank of America Merrill Lynch Global tentang jumlah investasi asing dan pertumbuhan investasi asing di negara-negara ASEAN termasuk Singapura:

Grafik 1 : Foreign Direct Investment Inflow ASEAN 2011

Sumber: ASEAN Investments Report 2011 194

193 Yahya, A. (2011, 06 23). Dampak Korupsi bagi Investasi. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Suara Tamiang: http://www.suara-tamiang.com/2011/06/dampak-korupsi-bagi-investasi.html?m=1

194 ASEAN. (2011). ASEAN Investment Report 2011. Jakarta: ASEAN Secretariat.

Grafik 2 : Foreign Direct Investment ke Singapura dari tahun 1997-2013

Sumber : Bank of America Merrill Lynch Global Research estimates, CEIC. 195

Jika melihat data di atas, dengan menyepakati perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, Singapura tidak mendapatkan keuntungan yang berarti. Singapura juga mendapatkan beban tambahan dan kerugian jika Indonesia memintanya untuk menyerahkan para koruptor dan asset-assetnya. Seperti yang sudah penulis paparkan di bab IV, perjanjian ekstradisi merupakan permasalahan hukum yang bersifat legal formal di mana Singapura dan Indonesia memiliki prosedur ekstradisi masing- masing. Prosedur ekstradisi Indonesia tertera di dalam Undang-undang Republik Indonesia / Nomor 1/1979 tentang Ekstradisi sedangkan Singapura tertera di dalam Singapore Extradition Act . Overlapping kedua undang-undang ekstradisi tersebut dapat dilihat di dalam naskah perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura yang telah ditandatangani sebagai berikut:

195 CFO Innovation Asia. (2014, 03 05). ASEAN FINALLY SURPASSES CHINA IN FOREIGN DIRECT INVESTMENT. Diakses pada 12 12, 2014, dari http://www.cfoinnovation.com/:

http://www.cfoinnovation.com/story/7951/asean-finally-surpasses-china-foreign-direct-investment

1. Overlapping Pengertian Di dalam naskah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura,

pengertian Ekstradisi tertuang di dalam Pasal I tentang kewajinan mengekstradisi. Di sana memang tidak dijelaskan secara eksplisit tentang apa arti ekstradisi, namun di dalamnya tersirat pengertian ekstradisi yang telah disepakati oleh kedua negara. Bunyinya adalah sebagai berikut: “Masing-masing Pihak sepakat untuk

mengekstradisi kepada Pihak lain, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian ini, setiap orang yang ditemukan berada di wilayah Pihak diminta dan dicari oleh Pihak Peminta untuk tujuan proses peradilan atau pengenaan atau pelaksanaan hukuman atas suatu tindak pidana yang dapat diekstradisikan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Perjanjian ini, yang dilakukan dalam yurisdiksi Pihak Peminta.” Hal tersebut berarti ekstradisi merupakan kegiatan serah terima

buronan dari negara diminta kepada negara peminta. Dalam hal ini Indonesia dan Singapura memiliki pandangan yang sama terhadap apa itu ekstradisi sehingga terjadi overlap yang sama-sama besar.

Dalam hal daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari kedua negara, di dalam perjanjian ekstradisi tertuang di dalam pasal 2 tentang tindak pidana yang dapat diekstradisikan. Daftar kejahatan tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4: Kejahatan yang Dapat Diekstradisikan Menurut Perjanjian Ekstradisi IndonesiaSingapura.

Sumber: Naskah Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Dari perbandingan daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari hukum ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dan mencocokannya dengan daftar yang ada di naskah perjanjian ekstradisi, penulis menemukan overlapping yang sangat besar. Semua jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan dari Indonesia berdasarkan undang-undang ekstradisinya masuk di dalam naskah perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Begitu halnya dengan Singapura yang hampir semua daftar kejahatan yang bisa diekstradisikan dari Singapura berdasarkan Extradition Actnya melebur di dalam naskah perjanjian. Hanya ada dua jenis kejahatan ekstradisi Singapura yang Dari perbandingan daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari hukum ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dan mencocokannya dengan daftar yang ada di naskah perjanjian ekstradisi, penulis menemukan overlapping yang sangat besar. Semua jenis kejahatan yang dapat diekstradisikan dari Indonesia berdasarkan undang-undang ekstradisinya masuk di dalam naskah perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Begitu halnya dengan Singapura yang hampir semua daftar kejahatan yang bisa diekstradisikan dari Singapura berdasarkan Extradition Actnya melebur di dalam naskah perjanjian. Hanya ada dua jenis kejahatan ekstradisi Singapura yang

Di dalam pasal 2 poin 3 dijelaskan bahwa ekstradisi dilakukan jika hukum kedua negara dapat memidanakan kejahatan tersebut dan jika kedua negara berselisih dalam hal ini, ekstradisi tetap dapat dilakukan sejauh kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang dapat diekstradisikan dari negara diminta. Hal ini mengacu kepada daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan namun tidak tertera di dalam nasakah perjanjian ini secara spesifik. Dalam hal ini Indonesia lebih memiliki keleluasaan karena di dalam undang-undang ekstradisinya, walaupun kejahatan yang dimintakan di oleh negara lain untuk diekstradisi tidak ada di dalam daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan dari Indonesia, berdasarkan kebijaksanaan Indonesia ekstradisi tersebut dapat tetap dilakukan. Sedangkan Singapura memiliki keleluasaan yang lebih kecil karena jika permintaan ekstradisi yang dimintakan kejahatannya tidak terdapat di dalam daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan, ekstradisi dapat tetap dilakukan hanya jika kejahatan tersebut berhubungan dengan daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam Singapore Extradition Act.

Tetapi hal tersebut kemudian tidak menjadi masalah karena pada poin terakhir daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam naskah perjanjian ekstradisi mengatakan bahwa, semua jenis kejahatan yang tertuang di dalam undang-undang kedua negara dan undang-undang yang mengesahkan tentang kewajiban dari konvensi internasional yang diikuti oleh Indonesia dan Singapura merupakan daftar Tetapi hal tersebut kemudian tidak menjadi masalah karena pada poin terakhir daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam naskah perjanjian ekstradisi mengatakan bahwa, semua jenis kejahatan yang tertuang di dalam undang-undang kedua negara dan undang-undang yang mengesahkan tentang kewajiban dari konvensi internasional yang diikuti oleh Indonesia dan Singapura merupakan daftar

2. Overlapping Asas Ekstradisi Di dalam naskah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, asas

ekstradisi dibahas di dalam Pasal 3 sampai pasal 5. Jika seorang buronan yang diinginkan melakukan tindak kejahatan di dalam yuridiksi negara lain ia hanya dapat diekstradisikan jika terdapat bukti yang cukup yang dikumpulkan oleh pihak diminta. Perjanjian ekstradisi ini juga mencangkup atas buronan yang telah dijatuhkan pidana yang dapat diekstradisikan oleh negara peminta namun berada atau kabur ke negara lain. Dalam hal ini undang-undang kedua negara mengalami overlap yang sama karena di dalam pengadilan yang akan memutuskan apakah buronan ini dapat diekstradisikan ke negara peminta atau tidak harus memiliki bukti-bukti yang cukup.

Berdasarkan perjanjian ekstradisi Indonesia Singapura, sebuah permintaan ekstradisi dapat ditolak apabila:

1. Buronan merupakan pelaku kejahatan politik

2. Buronan telah diampuni atau dibebaskan atau sedang menjalani pidana atas tindakan yang sama dengan permintaan ekstradisi atasnya

3. Buronan sedang dalam pengadilan atau mahkamah khusus (Mahkamah Internasional/militer)

4. Tindak pidana yang dimintakan atas buronan untuk diekstradisi menurut pihak diminta merupakan hukum militer atau bukan hukum pidana umum

5. Pihak diminta mengetahui bahwa jika buronan diserahkan, maka ia akan dituntut dan dihukum karena alasan SARA dan alasan politik

6. Pihak diminta mengetahui jika buroanan diserahkan, maka ia akan mendapatkan perlakuan diskriminatif karena alasan SARA dan alasan politik

7. Jika ekstradisi diminta untuk melaksanakan pidana yang telah dijatuhkan tanpa kehadiran buronan yang dimaksud. Hal ini dapat dikesampingkan apabila ketika putusan dibacakan ia memiliki kesempatan untuk hadir dalam persidangan namun tetap tidak hadir dan si buronan menggunakan haknya untuk diadili kembali dengan kehadirannya.

8. Sedang ditahan oleh pihak diminta

9. Sedang dibutuhkan di dalam penyidikan atau sedang dituntut oleh pihak diminta karena melakukan kejahatan di dalam yuridiksi pihak diminta.

Sedangkan pengecualian sukarela terhadap ekstradisi dapat terjadi apabila:

10. Jika buronan dimintakan ekstradisinya akan menjalani pidana dan lama pidana yang akan dia jalani kurang dari 12 bulan. ( Jika hukuman untuk buronan di bawan satu tahun)

11. Jika pihak berwenang dari negara diminta memutuskan untuk mengentikan tuntutan ekstradisi (jika permintaan ekstradisi ditolak dari awal)

12. Jika buronan merupakan warga dari negara diminta

13. Jika buronan melakukan tindak pidana seluruhnya di dalam yurudiksi negara diminta

14. Jika kejahatan dilakukan di luar yuridiksi kedua belah pihak

15. Jika buronan diserahkan maka akan mendapatkan perlakuan tidak adil

16. 196 Jika pelaksanaan pidana telah selesai berdasarkan hukum negara peminta

Dalam hal ini, win-sets kedua negara mengalami overlap cukup besar karena asas kedua negara tentang penolakan ekstradisi juga memuat hal-hal di atas. Tetapi untuk penolakan ekstradisi jika buronan sedang menjalani masa penyidikan dan sedang dituntut karena melakukan kejahatan di dalam yuridiksi negara diminta dan buronan merupakan warga negara pihak diminta, dan penolakan jika buronan sedang menjalani pengadilan militer tidak terjadi overlap yang besar karena di dalam undang-undang ekstradisi Indonesia mengatur bahwa jika buronan yang diminta kejahatannya berlangsung di Indonesia dan sedang diproses atas kejahatan yang dilakukannya di dalam yuridiksi Indonesia, jika buronannya merupakan warga negara Indonesia maka ekstradisi tidak dapat dilaksanakan serta jika menurut hukum negara diminta pidana tersebut merupakan pidana militer dan bukan hukum pidana biasa maka ekstradisi tidak daoat dilakukan. Extradition Act Singapura tidak mengatur tentang hal itu. Oleh karena itu Indonesia dalam hal ini memiliki win-sets yang lebih besar dan Singapura menerima kerelaan atas poin tersebut.

Di sisi lain, kerelaan Singapura atas overlap win-setsnya yang lebih kecil dari Indonesia ternyata diperkecil dengan beberapa pengecualian. Pengecualian tersebut mengatakan bahwa jika buronan merupakan warga negara pihak diminta, pejabat berwenang dari negara peminta memutuskan untuk tidak memulai penuntutan terhadap buronan dan jika tindak pidana yang dilakukan sebagian besar terjadi di

196 Pasal 2 Naskah Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura 196 Pasal 2 Naskah Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

3. Overlapping Prosedur Perjanjian Ekstradisi Dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, prosedur

perjanjian ekstradisi dibahas di dalam pasal 6 sampai pasal 18. Pengajuan permintaan ekstradisi dilakukan oleh kementrian yang berwewenang. Dalam hal ini dari pihak Indonesia yang berwewenang mengajukan permintaan ekstradisi adalah Mentri Hukum dan HAM. Sedangkan untuk pihak Singapura, yang berwewenang mengajukan permintaan ekstradisi adalah Mentri Hukum. Dalam hal ini terjadi overlap win-sets yang sama besar. Di dalam UU ekstradisi Indonesia disebutkan bahwa mentri hukum yang berwenang mengajukan permintaan ekstradisi. Namun di dalam Singapore Extradition Act tidak secara spesifik disebutkan bahwa mentri hukum yang berwenang dalam hal ini, tetapi pihak yang memimpin negosiasi Singapura merupakan Jaksa Agung yang pekerjaannya sangat berkaitan erat dengan Mentri Hukum Singapura.

Surat permintaan tersebut harus dilengkapi dengan keterangan yang akurat terhadap buronan, keterangan tindak pidana yang dilakukan buronan, teks hukum yang menjelaskan tindak pidana buronan serta keterangan berupa pendapat Jaksa Agung negara peminta bahwa dokumen yang disertakan di dalam surat permintaan tersebut berisi bukti yang cukup dari hukum negara peminta untuk melakukan penuntutan. Jika buronan merupakan tersangka yang belum dipidanakan, maka perlu disertai dengan surat penahanan dari negara peminta atau salinan otentiknya yang telah memiliki kekuatan hukum. Jika buronan merupakan orang yang telah dipidanakan namun berada di dalam wilayah negara diminta, maka perlu disertakan surat putusan atas hukumannya. Dalam hal ini kedua negara mengalami overlapping win-sets yang timpang. Indonesia mengalami overlapping yang besar karena hal di atas diatur di dalam undang-undang ekstradisinya sedangkan di dalam Singapore Extradition Act tidak.

Ada sebuah kondisi di dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura di mana buronan dapat meminta untuk diadili kembali. Hal tersebut hanya bisa terjadi apabila putusan pengadilan terhadap buronan dilakukan tanpa kehadirannya dengan menolak haknya untuk hadir di dalamnya. Di sini, terjadi overlapping yang timpang karena di dalam Singapore Extradition Act, hal tersebut dibahas demi memberikan keadilan hukum bagi buronan sedangkan di dalam UU Ekstradisi tidak dibahas.

Di dalam perjanjian ini juga diatur tentang prosedur penahanan sementara di mana jika dibutuhkan dalam keadaan mendesak penahanan sementara dapat Di dalam perjanjian ini juga diatur tentang prosedur penahanan sementara di mana jika dibutuhkan dalam keadaan mendesak penahanan sementara dapat

Surat dan data tersebut kemudian akan diproses oleh mentri yang berwenang dari negara diminta dan segera keputusan dari permintaan tersebut harus dikonfirmasi kepada negara peminta. Jika buronan telah tertangkap dan telah melewati masa tenggang 45 hari namun permintaan ekstradisi terhadapnya belum diterima oleh negara diminta, maka buronan dapat dilepaskan dan segera dikonfirmasi kepada negara peminta. Pelepasan tersebut tidak menutup kemungkinan bila di kemudian hari permintaan ekstradisi terhadap buronan yang sama dapat dilakukan. Dalam hal ini overlapping win-sets yang terjadi tidak sama besar. Singapore Extradition Act tidak membahas secara spesifik apa isi dokumen yang harus disertakan di dalam surat permintaan ekstradisi, di sana hanya dibahas tentang permintaan ekstradisi yang dilengkapi oleh permintaan penahanan atau tidak serta mekanismenya. Berbeda dengan UU Ekstradisi Indonesia yang memaparkan tentang dokumen yang harus disertakan di dalam surat permintaan ekstradisi secara spesifik. Proses permintaan ekstradisi di Indonesia dimulai dengan permintaan penahanan untuk dilakukan pemeriksaan dan kemudian akan muncul keputusan apakah buronan tersebut dapat Surat dan data tersebut kemudian akan diproses oleh mentri yang berwenang dari negara diminta dan segera keputusan dari permintaan tersebut harus dikonfirmasi kepada negara peminta. Jika buronan telah tertangkap dan telah melewati masa tenggang 45 hari namun permintaan ekstradisi terhadapnya belum diterima oleh negara diminta, maka buronan dapat dilepaskan dan segera dikonfirmasi kepada negara peminta. Pelepasan tersebut tidak menutup kemungkinan bila di kemudian hari permintaan ekstradisi terhadap buronan yang sama dapat dilakukan. Dalam hal ini overlapping win-sets yang terjadi tidak sama besar. Singapore Extradition Act tidak membahas secara spesifik apa isi dokumen yang harus disertakan di dalam surat permintaan ekstradisi, di sana hanya dibahas tentang permintaan ekstradisi yang dilengkapi oleh permintaan penahanan atau tidak serta mekanismenya. Berbeda dengan UU Ekstradisi Indonesia yang memaparkan tentang dokumen yang harus disertakan di dalam surat permintaan ekstradisi secara spesifik. Proses permintaan ekstradisi di Indonesia dimulai dengan permintaan penahanan untuk dilakukan pemeriksaan dan kemudian akan muncul keputusan apakah buronan tersebut dapat

Dengan membandingkan data di atas, overlapping yang terjadi dalam hal preferensi yang dibentuk oleh urgensi, koalisi politikus dan kondisi perpolitikan luar negeri Indonesia dan Singapura adalah timpang atau besar sebelah. Indonesia dan Singapura merupakan dua negara yang sama-sama terbuka terhadap perjanjian dan kerja sama internasional, namun urgensi dan cost of no agreement Singapura terhadap perjanjian ekstradisi adalah kecil. Hal tersebut terjadi karena tanpa perjanjian ekstradisi dengan Indonesia pun, Singapura tetap menjadi salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia dan merupakan negara favorit bagi para investor. Overlapping yang terjadi antara kedua undang-undang tersebut juga dapat dikatakan besar sebelah. Undang-undang ekstradisi Indonesia yang lebih lengkap, kompleks dan spesifik mendapatkan jatah overlapping yang lebih banyak di dalam pasal-pasal naskah perjanjian ekstradisi. Sedangkan Singapura yang undang-undang ekstradisinya lebih singkat dan sederhana, mendapatkan kerelaan terhadap masuknya pasal-pasal uu ekstradisi Indonesia yang lebih banyak. Overlap tersebut dapat terjadi karena Singapura dapat menerima pasal-pasal undang-undang ekstradisi Indonesia Dengan membandingkan data di atas, overlapping yang terjadi dalam hal preferensi yang dibentuk oleh urgensi, koalisi politikus dan kondisi perpolitikan luar negeri Indonesia dan Singapura adalah timpang atau besar sebelah. Indonesia dan Singapura merupakan dua negara yang sama-sama terbuka terhadap perjanjian dan kerja sama internasional, namun urgensi dan cost of no agreement Singapura terhadap perjanjian ekstradisi adalah kecil. Hal tersebut terjadi karena tanpa perjanjian ekstradisi dengan Indonesia pun, Singapura tetap menjadi salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia dan merupakan negara favorit bagi para investor. Overlapping yang terjadi antara kedua undang-undang tersebut juga dapat dikatakan besar sebelah. Undang-undang ekstradisi Indonesia yang lebih lengkap, kompleks dan spesifik mendapatkan jatah overlapping yang lebih banyak di dalam pasal-pasal naskah perjanjian ekstradisi. Sedangkan Singapura yang undang-undang ekstradisinya lebih singkat dan sederhana, mendapatkan kerelaan terhadap masuknya pasal-pasal uu ekstradisi Indonesia yang lebih banyak. Overlap tersebut dapat terjadi karena Singapura dapat menerima pasal-pasal undang-undang ekstradisi Indonesia