Undang-undang Republik Indonesia / Nomor 1/1979 tentang Ekstradisi

4.2.1 Undang-undang Republik Indonesia / Nomor 1/1979 tentang Ekstradisi

a. Pengertian Ekstradisi

Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi Bab I pasal 1 tertulis bahwa ekstradisi merupakan penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yuridiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena

berwenang untuk mengadili dan memidananya. 115

Di dalam pasal tersebut Indonesia beranggapan bahwa ekstradisi merupakan pemulangan seorang buronan dari luar negri ke Indonesia karena telah melakukan

kejahatan di Indonesia atau di negara lain untuk diadili. 116 Hal tersebut juga berlaku jika Indonesia menjadi negara yang diminta untuk menyerahkan buronan yang diincar

negara peminta. Dalam hal ini terdapat dua aktor yaitu negara peminta dan diminta. Wilayah yuridiksi di sini berarti di dalam jangkauan hukum Indonesia. 117 Wilayah

yuridiksi berdasarkan asas territorial tidak melulu berada di dalam teritori geografis Indonesia, tetapi masuk di dalam properti, pesawat, kapal, individu dan kedutaan

115 Bab I Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 116 Ibid 117 Pasal 1 Poin 3 UU Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara 115 Bab I Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 116 Ibid 117 Pasal 1 Poin 3 UU Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara

Gambar 2: Daftar Kejahatan yang Dapat Diekstradisikan Menurut UU Ekstradisi Indonesia

Sumber : Lampiran Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979

118 Ibid 118 Ibid

dibahas di dalam Bab II pasal 2 sampai pasal 17. Di dalamnya dibahas bahwa, sebuah tindakan ekstradisi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui perjanjian

bilateral 120 dan melalui hubungan baik antar kedua negara. Cara pertama dilalui dengan menggunakan mekanisme yang telah disepakati bersama di dalam naskah

perjanjian ekstradisi yang sebelumnya telah dirumuskan, sedangkan ekstradisi yang menggunakan asas hubungan baik adalah sebuah tindakan ekstradisi yang dilakukan jika perjanjian ekstradisi belum dibuat. Orang-orang yang dapat diekstradisikan merupakan orang yang diminta oleh negara asing untuk dikembalikan karena telah melakukan kejahatan dan/atau sudah dipidana tetapi melarikan diri ke negara asing untuk menghindari hukuman sehingga perlu dipulangkan untuk menyelesaikan proses hukum. Hal tersebut tentu saja dapat dilakukan apabila termasuk di dalam daftar kejahatan yang dapat diekstradisikan oleh Indonesia atau berdasarkan kebijaksanaan negara diminta walaupun kejahatan tersebut tidak terdaftar di dalam dafar kejahatan yang dapat diekstradisikan mengingat jumlah dan jenis kejahatan dapat bertambah

sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan jaman. 121

Di dalam undang-undang ini juga dibahas tentang kondisi di mana sebuah permintaan atas ekstradisi dapat ditolak atau tidak dapat dilaksanakan. Sebuah tindakan ekstradisi tidak dapat dilakukan apabila buronan yang diminta apabila:

119 Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 120 Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 121 Pasal 3 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi

1. pelaku kejahatan politik (beberapa kejahatan politik bisa saja diekstradisikan apabila telah disepakati oleh kedua negara agar dapat diekstradisikan)

2. buronan yang diminta merupakan warga negara Indonesia (dapat dilakukan jika disangka lebih baik diadili di tempat terjadinya tindak kejahatan)

3. tindak kejahatan yang dilakukan sepenuhnya atau sebagian berada di Indonesia (dapat ditolak yang artinya memiliki probabilitas dapat diekstradisi)

4. pelaku kejahatan sedang diproses di Indonesia atas tuduhan kejahatan serupa (dapat ditolak yang artinya memiliki probabilitas dapat diekstradisi)

5. putusan Pengadilan RI yang memiliki wewenang atas kejahatan yang ekstradisinya dimintakan sudah memiliki kekuatan hukum yang pasti

6. buronan yang diminta telah diadili, dibebaskan atau telah selesai menjalani masa hukuman di negara diminta

7. menurut hukum Indonesia masa waktu permintaan ekstradisi telah kadaluarsa

8. buronan yang diminta akan dibebankan hukuman mati di negara peminta tetapi di Indonesia hukuman atas kejahatan yang dilakukannya bukan hukuman mati. Kondisi di mana dapat diekstradisikan adalah ketika negara peminta dapat memberikan jaminan yang benar-benar kuat bahwa si buronan tidak akan dihukum mati

9. instansi yang berwewenang melakukan ekstradisi menemukan dugaan bahwa buronan yang diminta akan dihukum karena alasan SARA

10. buronan yang dimintakan ekstradisinya akan dihukum atas tuntutan yang berbeda dengan alasan permintaan ekstradisinya kecuali dengan izin presiden

11. jika buronan yang diminakan ekstradisinya diserahkan kepada pihak ketiga atas kejahatan lain yang dilakukannya sebelum permintaan ekstradisi dilakukan

12. permintaan ekstradisi yang telah memenuhi syarat ditunda jika buronan yang dimintakan ekstradisinya sedang menjalani masa pidana dengan kejahatan yang lain di Indonesia. (ditunda sampai masa pidananya

selesai) 122

c. Prosedur ekstradisi di Indonesia

Prosedur ekstradisi dari Indonesia ke luar negri dibahas di dalam undang- undang nomor 1 tahun 1979 dari bab III pasal 18 sampai bab IX pasal 43, sedangkan prosedur permintaan ekstradisi dari Pemerintah Indonesia sedikit diatur di dalam bab

X pasal 44 sampai 46.

c.1 Penahanan dan Dokumen

Prosedur ekstradisi buronan dari Indonesia diawali dengan pengajuan penahanan oleh negara asing. Pengajuan penahanan tersebut bertujuan untuk menjaga

122 Pasal 5-17 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 122 Pasal 5-17 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi

mengirimkannya ke Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung. 123

Permohonan penahanan tersebut harus disertai dengan pernyataan bahwa dokumen-dokumen tentang permintaan ekstradisi telah siap. Ada dua kondisi yang mempengaruhi isi dokumen tersebut. Jika buronan yang dimintakan ekstradisinya merupakan orang yang sudah diputuskan pidananya, maka dokumen yang harus dilengkapi adalah lembar asli atau salinan otentik putusan pengadilan yang punya kekuatan hukum, keterangan identitas termasuk kewarganegaraan, dan lembar asli

atau salinan otentik surat perintah penahanan dari negara peminta. 124 Sedangkan untuk buronan yang masih berstatus tersangka, dokumen yang harus dipenuhi adalah

lembar asli atau salinan otentik surat perintah penahanan dari negara peminta, keterangan identitas termasuk kewarganegaraan, uraian kejahatan yang dimintakan ekstradisi seperti waktu dan tempat serta bukti tertulis lain jika dibutuhkan, permohonan pensitaan barang bukti untuk penyelidikan lebih lanjut (bila ada dan diperlukan), keterangan saksi yang memiliki kekuatan hukum, dan teks ketentuan hukum dari negara peminta atas kejahatan yang telah dilakukan (untuk mengetahui

hukuman apa yang akan diberikan kepada si buronan) 125 . Penahanan terhadap pelaku kejahatan yang terdapat di dalam undang-undang ekstradisi ini dapat langsung

123 Pasal 19 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 124 Pasal 22 Ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 125 Pasal 22 Ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 123 Pasal 19 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 124 Pasal 22 Ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 125 Pasal 22 Ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi

dan telegram. 126

c.2 Pemeriksaan dan Pengadilan

Setelah dilakukan penahanan dan konfirmasi bahwa buronan telah berhasil ditangkap, negara peminta harus sesegera mungkin mengirimkan permintaan ekstradisi secara tertulis kepada Mentri Kehakiman Republik Indonesia yang kemudian akan diteruskan kepada Presiden Republik Indonesia. Jika sampai pada saat yang dianggap cukup pihak Indonesia belum menerima surat permintaan ekstradisi, maka buronan dapat dilepaskan. Pelepasan tersebut tidak menutup kemungkinan akan

permintaan penahanan dan ekstradisi yang baru terhadapnya. 127 Penahanan dapat dicabut jika diperintahkan oleh pengadilan, permitaan ekstradisi ditolak oleh

presiden, atau jika proses penahanan sudah berlangsung selama 30 hari namun belum ada keputusan yang jelas, ekstradisi ditunda, atau ekstradisi terhadap buronan yang sama dimintakan oleh negara lain. Jika dokumen yang disertai dengan permintaan ekstradisi telah dikirim oleh negara peminta, maka akan segera diperiksa oleh Kementrian Kehakiman RI. Jika ditemukan bahwa dokumen tersebut belum lengkap, maka negara peminta diberikan kesempatan untuk melengkapi berkas-berkasnya dalam jangka waktu yang cukup menurut Kementrian Kehakiman RI. Setelah berkas- berkas tersebut dipenuhi, Kementria Kehakiman RI akan meneruskannya ke Kepala

126 Pasal 20 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 127 Pasal 21 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi

Kepolisian RI dan Jaksa agung agar segera dilakukan pemeriksaan. 128 Setelah menerima berkas permintaan ekstradisi dan lampirannya, Kepolisian RI akan segera

melakukan pemeriksaan terhadap buronan berdasarkan data dan bukti yang telah diterima. Hasil dari pemeriksaan tersebut kemudian diserahkan kepada Kejaksaan RI setempat. Setelah menerima hasil pemeriksaan dari POLRI, Kejaksaan paling lambat tujuh hari setelah menerima berkas hasil pemeriksaan harus memerintahkan Pengadilan Negri melakukan pengadilan apakan buronan tersebut dapat

diekstradisikan atau tidak. 129 Hasil dari pengadilan tersebut kemudian diserahkan kepada Mentri Kehakiman RI untuk mendapatkan pertimbangan lebih lanjut yang

kemudian akan diberikan kepada Presiden Republik Indonesia untuk diputuskan apakah buronan tersebut dapat diekstradisikan atau tidak. Putusan Presiden RI terhadap ekstradisi kemudian dikonfirmasikan oleh Kementrian Kehakiman lewat saluran diplomatik dan diteruskan berdasarkan perjanjian ekstradisi dengan negara

peminta. 130 Jika permintaan ekstradisi ditolak, maka Presiden RI akan memerintahkan Kementrian Kehakiman RI yang kemudian akan diteruskan kepada Kementrian Luar

Negri RI untuk memberitahukannya kepada negara peminta. 131

c.3 Penyerahan Buronan dan Barang Bukti

Setelah permintaan ekstradisi dari negara peminta telah selesai diproses dan disetujui oleh Indonesia, maka penyerahan buronan yang diminta beserta barang bukti yang dibutuhkan dapat dilakukan. Buronan yang diminta diserahkan kepada pejabat

128 Pasal 23-24 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 129 Pasal 27 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 130 Pasal 36 Ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 131 Pasal 39 Ayat (5) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 128 Pasal 23-24 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 129 Pasal 27 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 130 Pasal 36 Ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 131 Pasal 39 Ayat (5) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi

buronan tersebut dapat dibebaskan. 132 Presiden RI dapat menolak melakukan ekstradisi jika negara peminta kembali mengajukan permintaan penahanan dan

ekstradisi di masa yang akan dating. Hal ini jelas perlu dilakukan agar negara lain tidak bermain-main dengan Hukum dan Aparat Republik Indonesia. 133 Pejabat yang

berwewenang dari negara peminta dapat melakukan penyitaan terhadap barang bukti dengan melakukan permintaan terhadapnya sebelumnya. Penyitaan tersebut kemudian bersangkutan dengan Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Indonesia tentang penyitaan barang bukti. Prosedur penyitaan barang bukti tersebut diatur oleh

Pengadilan Negri RI. 134

c.4 Permintaan Ekstradisi oleh Pemerintah RI

Pemerintah Indonesia dapat meminta ekstradisi buronan yang dapat dihukum di dalam yuridiksi Indonesia dengan permintaan dari Jaksa Agung RI atau KAPOLRI, Mentri Kehakiman RI atas nama Presiden RI melalui saluran diplomatik. Jika permintaan ekstradisi telah disetujui dan buroan telah dipulangkan ke Indonesia, maka ia akan diserahkan kepada Instansi yang berwenang. Semua perjanjian ekstradisi Indonesia dengan negara lain yang telah dibentuk sebelum undang-undang

132 Pasal 40 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 133 Pasal 40 Ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 134 Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 132 Pasal 40 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 133 Pasal 40 Ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 134 Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi