Defense Cooperation Agreement Sebagai Syarat Perjanjian Ekstradisi (Strategi Negosiator)

5.3 Defense Cooperation Agreement Sebagai Syarat Perjanjian Ekstradisi (Strategi Negosiator)

Perjanjian pertahanan atau Defense Cooperation Agreement (DCA) antara Indonesia dan Singapura merupakan kerja sama dalam hal militer yang mengatur tentang latihan bersama dan pengembangan kapabilitas angkatan bersenjata kedua

197 UUD 1945 Bab II Pasal 2 198 1995 Constitution. Legislature: Pt. VI, Arts. 56-57 197 UUD 1945 Bab II Pasal 2 198 1995 Constitution. Legislature: Pt. VI, Arts. 56-57

Oktober 2005. 199

Perjanjian DCA tersebut merupakan inisiatif dari Singapura yang menginginkan hubungan pertahanan yang kuat dengan Indonesia. Selain itu, Singapura juga menginginkan area lebih bagi pelatihan militernya di darat, laut dan

udara. 200 Dalam kasus ini, Singapura mengajukan perjanjian pertahanan atau yang biasa disebut sebagai Defense Cooperation Agreement sebagai syarat perjanjian

ekstradisi. 201 Perjanjian pertahanan tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu lingkup kerja sama, kerja sama latihan dan jangka waktu.

Di dalam bagian lingkup kerja sama,negosiator Indonesia dan Singapura sepakat bahwa perjanjian pertahanan tersebut hanya mengatur tentang kerja sama di dalam bidang pertukaran informasi intelijen termasuk di dalamnya informasi yang mendukung tindakan konterterorisme, pengetahuan terhadap teknologi (teknologi perang), pengembangan kapasitas, kerja sama dalam bidang SAR, penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan, serta latihan militer yang dilakukan bersama

maupun terpisah. 202

199 Heru. (2006, 3 20). DPR Minta Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura tidak Dikaitkan DCA. Diakses pada

11 10, 2014, dari Antara News: http://www.antaranews.com/berita/30265/dpr-minta-perjanjian- ekstradisi-ri-singapura-tidak-dikaitkan-dca

200 Ibid 201 Ibid 202 Hayid, M. N. (2007, 05 28). Isi Naskah Perjanjian Pertahanan RI dan Singapura. Diakses Pada 01 14,

2015, dari Detik News: http://news.detik.com/read/2007/05/28/121824/785983/10/isi-naskah- perjanjian-pertahanan-ri-dan-singapura?n992204fksberita

Di dalam bagian kerjasama latihan, kedua negara mengatur tentang mekanisme-mekanisme di dalam pelaksanaan perjanjian pertahanan tersebut seperti pengembangan area dan fasilitas di tempat latihan bersama antara Tentara Nasional Indonesia dan Singapore Armed Force. Pengembangan tersebut dilakukan dengan melakukan penyediaan tempat latihan oleh Indonesia yang kelak akan dibangun Overland flying Training Area Range, tempat latihan tembak kapal di Pulau Ara, tempat latihan di daerah Batu Raja dan lain-lain. Tempat-tempat latihan tersebut akan digunakan untuk latihan bersama kedua negara. Ada satu daerah yang dinamakan Area Bravo di mana daerah ini kelak akan dijadikan tempat latihan khusus Repubic of Singapore Navy bersama Republic of Singapore Air Force untuk melakukan latihan manuver laut dan penembakan rudal.

Dalam hal ini Indonesia boleh menjadi pihak pengawas dan boleh ikut serta dalam latihan tersebut dengan syarat tertentu yaitu sebelumnya harus melakukan konsultasi dengan pihak yang sedang berlatih. Singapura juga boleh mengundang pihak ketiga sebagai mitra tambahan dalam latihan militer atas seizin Indonesia. Pasukan dan peralatan latihan mitra ketiga yang diajak oleh Singapura berdasarkan

perjanjian tersebut akan diperlakukan sama dengan pasukan Singapura. 203 Pada bagian terakhir yang mengatur tentang jangka waktu latihan menjelaskan bahwa kerja

sama pertahanan atau DCA tersebut berkalu selama 25 tahun yang dapat direvisi

203 Ibid 203 Ibid

Sebelumnya, Indonesia dan Singapura sempat memiliki perjanjian kerja sama pertahanan yang disebut dengan Military Training Area (MTA). Di dalam kerja sama yang dibentuk antara kedua negara tersebut pada tahun 2000, Singapura dan Indonesia menggunakan dua area yang disebut dengan MTA I dan MTA II. MTA I terletak di daerah perairan Tanjung Pindang, sedangkan MTA II berada di kawasan Laut Cina Selatan. Tetapi kerja sama militer ini pada akhirnya diputuskan oleh Indonesia pada tahun 2003 karena Singapura sering melakukan pelanggaran kedaulatan Indonesia dengan mengundang Amerika Serikat dan Australia sebagai

pihak ketiga. 205 Alasan mengapa Singapura kerap mengundang kedua negara tersebut di dalam latihan militer adalah karena Singapura memiliki perjanjian dengan Amerika

Serikat bahwa pasukan dan pesawat milik mereka dapat menggunakan fasilitas militer milik Singapura. Selain itu, Singapura memang sudah sering melakukan

latihan militer di wilayah Amerika Serikat dan Australia. 206

Dengan putusnya MTA antara Indonesia dan Singapura, negeri Singa tersebut harus kembali mengeluarkan biaya besar bagi latihan Singapore Armed Force (SAF). Pasalnya, sebelum menjalin kerja sama MTA dengan Indonesia, Singapura harus

204 Ibid 205 Merdeka.com. (2006, 01 12). RI Akan Berikan MTA Jika Singapura Hormati Yurisdiksi Indonesia.

Diakses Pada 01 15, 2015, dari Merdeka: http://www.merdeka.com/politik-nasional/ri-akan-berikan- mta-jika-singapura-hormati-yurisdiksi-indonesia-3vaflhs.html

206 Berita Sore. (2007, 05 04). Perjanjian Pertahanan Indonesia Singapura Siapa Diuntungkan. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Berita Sore: http://beritasore.com/2007/05/04/perjanjian-pertahanan-

indonesia-singapura-siapa-diuntungkan/ indonesia-singapura-siapa-diuntungkan/

Amerika Serikat. 207 Jika perjanjian DCA tersebut berhasil mencapai kesepakatan, maka Singapura dapat menghemat anggaran militernya karena jarak tempuh ke area

latihan militer menjadi sangat dekat.

Perjanjian DCA sebagai syarat perjanjian ekstradisi yang harus diratifikasi secara tandem merupakan strategi dan manuver negosiator Singapura untuk memperbesar win-setsnya karena Cost of No Agreement negaranya terhadap perjanjian ekstradisi adalah kecil. Dengan melihat Cost of No Agreement Indonesia yang besar terhadap perjanjian ekstradisi, maka syarat Singapura tentang perjanjian pertahanan sulit ditolak oleh negosiator Indonesia. Hal tersebut benar-benar terwujud dengan disepakatinya perjanjian ektradisi dan DCA menjadi satu paket yang harus diratifikasi secara tandem. Ini merupakan hal yang sulit bagi negosiator Indonesia karena perjanjian DCA tersebut juga mencantumkan tentang latihan bersama pihak ketiga. Negosiator Indonesia juga pasti telah memperkirakan bahwa perjanjian DCA akan mirip dengan kasus kerja sama MTA.

Oleh karena hal tersebut tidak dapat ditolak, negosiator Indonesia perlu melakukan manuver negosiasi untuk memperkecil kemungkinan gagalnya ratifikasi di level 2 mengingat ketika isu perjanjian DCA dipaketkan dengan ekstradisi muncul

207 Winangun, A. (2011, 06 09). Perjanjian Ekstradisi. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Harian Aceh: http://www.harianaceh.co/read/2011/06/09/10146/perjanjian-ekstradisi 207 Winangun, A. (2011, 06 09). Perjanjian Ekstradisi. Diakses Pada 01 15, 2015, dari Harian Aceh: http://www.harianaceh.co/read/2011/06/09/10146/perjanjian-ekstradisi

strategi “Side Paymen Back” atau asas niat baik di mana negosiator Indonesia akan berusaha memperbesar win-sets negosiator Singapura dengan menerima syarat

perjanjian pertahanan sebagai paket yang harus diratifikasi secara tandem tetapi tetap mempertahankan win-sets miliknya agar tidak mengecil.

Bentuk strategi yang diambil oleh negosiator Indonesia adalah dengan tetap melaksanakan proses negosiasi di dalam perumusan perjanjian pertahanan yang tetap berada di dalam satu paket dengan perjanjian ekstradisi. Namun, di dalam prosesnya, negosiator Indonesia mengajukan syarat bahwa jika Singapura ingin mengajak pihak ketiga di dalam perjanjian pertahanan harus melalui ijin dari pihak Indonesia. Hal tersebut dapat memperkecil kemungkinan mengecilnya win-sets Indonesia mengingat di dalam permaslahan kerja sama MTA, Singapura sering membawa pihak ketiga di dalam latihan militer yang pada dasarnya melanggar kedaulatan Indonesia. Dengan pembatasan masuknya pihak ketiga dalam latihan yang dilakukan oleh seijin Indonesia maka pelanggaran kedaulatan tersebut dapat dihindari.